• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON VARIETAS TANAMAN KEDELAI (Glycine max.l) TERHADAP BEBERAPA JENIS PUPUK KOMPOS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON VARIETAS TANAMAN KEDELAI (Glycine max.l) TERHADAP BEBERAPA JENIS PUPUK KOMPOS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON VARIETAS TANAMAN KEDELAI (Glycine max.L) TERHADAP BEBERAPA JENIS PUPUK KOMPOS

Syafaat1 Ir. Fatimah, MP2 Dra. Yusmanidar Arifin M.si3 Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi

Universitas Tamansiswa Padang

ABSTRAK

Percobaan tentang respon varietas tanaman kedelai (Glycine max.L) terhadap beberapa jenis pupuk kompos telah dilakukan dilahan kantor UPT Balai Penyuluhan Kecamatan Gunuang Tuleh Kabupaten Pasaman Barat. Pelaksanaannya dimulai dari bulan Mei sampai Agustus 2014 dengan jenis tanah Podzolik Merah Kuning dan ketinggian ± 40 m.dpl. Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui interaksi varietas kedelai dengan tiga jenis pupuk kompos terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun dalam bentuk faktorial. Faktor I adalah varietas kedelai yaitu Anjasmoro (V1), Grobogan (V2), Singgalang (V3). Faktor ke 2 adalah jenis pupuk kompos yaitu : Pukan kotoran sapi (K1), kotoran sapi + titonia (K2), kotoran sapi + krinyuh (K3) yang masing-masing diulang 3 kali. Data yang didapat dianalisa secara statistik dengan menggunakan uji F pada taraf 5% bila F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka dilanjutkan dengan Duncan New Multiple Range Test (DNMRT). Paramater yang diamati antara lain : tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, persentase polong bernas per tanaman, persentase polong pecah di lapangan, bobot 100 biji, bobot biji kering per tanaman dan bobot biji kering per plot dan per hektar.Hasl percobaan menunjukkan interaksi yang nyata antara kompos pukan + krinyuh. Kompos pukan + krinyuh sama baiknya dengan kompos pukan + titonia. Dan varietas Singgalang menunjukkan hasil tebaik dengan hasil biji kering 1,4 ton per hektar.

Kata kunci : kacang kedelai, kompos kotoran sapi, tithonia dan krinyuh

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi Universitas Tamansiswa Angkatan 2010 2 Pembimbing I dan Dosen Universitas Tamansiswa Padang

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memegang peranan penting di Indonesia, karena kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi, Suprapto (2002) menyatakan bahwa biji kedelai memiliki kandungan gizi yang terdiri dari 40% - 45% Protein, 18% lemak, 24%- 36 % karbohidrat, 8% kadar air, asam amino dan kandungan gizi lainnya yang bermanfaat bagi manusia. Disamping itu, kedelai juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan juga untuk pembuatan minyak.

Banyaknya manfaat yang diperoleh dari tanaman kedelai dan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat, begitu juga permintaan terhadap impor kedelai yang juga meningkat. Sementara produksi yang dicapai belum mampu mengimbangi kebutuhan tersebut. Pada tahun 2010 produksi kedelai diperkirakan sebesar 927,38 ribu ton biji kering, menurun sebanyak 47,13 ribu ton (4,84%) dibandingkan tahun 2009 (Anonim, 2010). Untuk memenuhi kekurangan dan kebutuhan akan kedelai maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendorong peningkatan produksi kedelai,

baik melalui aspek teknis maupun strategi dalam pengolahannya.

Fenomena ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya disebabkan oleh rendahnya produktifitas kedelai sehingga sulit untuk mengimbangi permintaan, padahal sebenarnya dengan melihat potensi yang ada produksi masih bisa ditingkatkan. Salah satu upaya yang mungkin dilakukan adalah menghasilkan varietas unggul yang berproduksi tinggi. Beberapa contoh varietas unggul diantaranya Anjasmoro, Grobogan dan Singgalang. Anjasmoro adalah varietas yang rentan terhadap kutu kebul. Pada serangan yang sangat parah dapat menyebabkan kerusakan daun mencapai 80% dan hanya mampu menghasilkan biji 0,15 t/ha dari potensi hasil 2,03-2,25 t/ha(Inayati dan Marwoto, 2012). Grobogan adalah varietas kedelai yang hasilnya mencapai 2,2 ton per ha jauh diatas produktivitas ditingkat Nasional yang hanya mencapai 1,49 ton per ha. Varietas ini mempunyai keunggulan yakni umur pendek (76 hari), ukuran polong besar, produksi tinggi, kandungan protein lebih tinggi mencapai 43,9 persen dan daun rontok saat jelang panen. Singgalang adalah varietas kedelai yang hasilnya mencapai 1.65 ton per ha jauh diatas produktivitas ditingkat Nasional yang hanya mencapai 1,49 ton per ha. Keunggulan varietas ini adalah umur

(3)

pendek (80 hari), ukuran polong besar, produksi tinggi, kandungan protein lebih tinggi mencapai 43,9 persen (Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2008).

Untuk mencapai hasil tanaman kedelai yang maksimal perlu dilakukan pemberian pupuk, kegiatan ini diharapkan akan mempercepat pertumbuhan serta perkembangan tanaman, meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil. Pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk ramah lingkungan, diantaranya seperti pupuk kompos. Bahan kompos yang sering digunakan adalah pukan kotoran sapi, daun titonia dan daun krinyu. Pukan kotoran sapi adalah pupuk kandang yang memiliki kandungan serat yang tinggi, pupuk ini tidak bisa diaplikasikan dalam bentuk segar, karena apabila diaplikasikan tanpa pengomposan akan terjadi perebutan unsur N antara tanaman dengan proses dekomposisi kotoran sapi(Soeryoko, 2011).

Tithonia (Tithonia diversifolia,L) merupakan salah satu gulma liar yang memiliki kandungan hara yang cukup tinggi dan baik untuk meningkatkan produksi tanaman. Daun tithonia kering mengandung 3,5-4% N,0,35-0,38% P,3,5-4,1% K, 0,59% Ca, dan 0,27% Mg (Marzuki dan Soeprapto, 2007). Krinyuh (Chromolena odorata,L) merupakan

gulma semak berkayu dengan tinggi 2-3 m. Gulma kirinyuh sangat berpotensi untuk dijadikan pupuk kompos karena kandungan unsur hara dalam jaringannya yang tinggi. Biomassa krinyuh memiliki kandungan hara 2.65 % N, 0.53 % P dan 1.9 % K sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan kompos yang potensial untuk perbaikan kesuburan tanah (Suntoro, Syekhfani, Handayanto, dan Soemarno, 2001).

Menurut penelitian Sari (2013), bahwa pemberian pupuk kompos tithonia dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis pada dosis 5 ton /ha sampai 20 ton /ha.Pemanfaatan kompos cair krinyuh pada tanaman selada yang diteliti Duaja (2012), mampu memacu peningkatan hasil tanaman selada pada dosis 5 sampai 15 ml.

Selain penggunaan kompos pemilihan varietas yang tepat juga menentukan hasil tanaman kedelai. Varietas tanaman kedelai yang dikembangkan dilokasi percobaan antara lain Singgalang, Anjasmoro dan Grobogan.Diharapkan pemberian beberapa jenis kompos pukan sapi mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai di Pasaman Barat.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis telah melakukan penelitian dengan judul ”Respon varietas tanaman

(4)

kedelai (Glycine max. L) terhadap beberapa jenis pupuk kompos”.

B. Tujuan

Mengetahui interaksi varietas kedelai dengan tiga jenis pupuk kompos terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai.

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini berbentuk plot percobaan yang dilakukan di lahan kantor UPT Balai Penyuluhan Kecamatan Gunuang Tuleh Kabupaten Pasaman Barat. Pelaksanaannya dimulai dari bulan Mei sampai Agustus 2014 dengan jenis tanah Podzolik Merah Kuning dan ketinggian ± 40 m.dpl.

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 3 varietas tanaman kedelai yaitu Anjasmoro, Grobogan, Singgalang. Pupuk yang digunakan adalah 3 jenis pupuk kompos

yaitu Pukan kotoran sapi, daun titonia, daun krinyu dan pupuk buatan adalah Urea, SP36, dan KCl sedangkan alat-alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, tali palstik, hands sprayer, tugal, papan label, plastik pagar serta alat tulis. A. Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun dalam bentuk faktorial. Faktor I adalah varietas

kedelai yaitu Anjasmoro (V1), Grobogan (V2), Singgalang (V3). Faktor ke 2 adalah jenis pupuk kompos yaitu : Pukan kotoran sapi (K1), kotoran sapi + titonia (K2), kotoran sapi + krinyuh (K3) yang masing-masing diulang 3 kali. Data yang didapat dianalisa secara statistik dengan menggunakan uji F pada taraf 5% bila F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka dilanjutkan dengan Duncan New Multiple Range Test (DNMRT). Kombinasi perlakuan ialah V1K1, V1K2, V1K3, V2K1, V2K2, V2K3, V3K1, V3K2, V3K3.

Pelaksanaan kegiatan penelitian : pengolahan tanah, pemasangan label dan ajir, pemberian perlakuan, penanaman, pemupukan, penyisipan, pemeliharaan. Pengamatan yaitu :1) Tinggi tanaman, 2) Jumlah cabang, 3) Umur berbunga, 4) Umur panen, 5) Persentase polong pecah di lapangan, 6) Persentase polong bernas per tanaman, 7) Bobot 100 biji, 8) Bobot biji kering per tanaman, 9) Bobot biji kedelai per plot dan per hektar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tinggi Tanaman

Sidik ragam tinggi tanaman beberapa varietas kedelai dengan pemberian kompos yang memperlihatkan interaksi tidak nyata. Tinggi tanaman kedelaidisajikan pada Tabel 1.

(5)

Tabel 1.Tinggi tanaman beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda.

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata --- (cm) --- Pukan kotoran sapi 48,33 43,73 44,33 45,46 Kotoran sapi + Tithonia 40,86 39,20 45,60 41,88 Kotoran sapi + Krinyuh 36,73 40,86 52,33 43,31

Rata-rata 41,97 41,26 47,42

KK (%) = 18,13

Angka pada baris dan kolom tinggi tanaman berbeda tidak nyata pada uji F taraf 5%. Tabel 1 memperlihatkan bahwa

interaksi beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos terhadap tinggi tanaman tidak nyata. Rata-rata Tinggi tanaman yang dihasilkan pada varietas Singgalang yaitu 47,42 cm, varietas Anjasmoro 41,97 cm dan Grobogan yaitu 41,26 cm.

Pemberian jenis kompos yang berbeda pada masing-masing perlakuan berbeda tidak nyata menurut uji statistik, pemberian pupuk kotoran sapi menghasilkan tinggi tanaman kedelai yaitu 45,46 cm, kompos kotoran sapi + tithonia yaitu 41,88 cm dan kompos kotoran sapi + krinyuh yaitu 43,31 cm. Hal ini diduga semua varietas memperoleh perlakuan yang sama yaitu berupa unsur hara dari kompos dengan jumlah yang cukup dan jumah yang sama , sehingga akhirnya hasil yang diperoleh juga sama. Selain itu faktor genetik tanaman juga berperan dalam menentukan tinggi tanaman sehingga

pemberian jenis kompos dan beberapa varietas tidak berpengaruh. Tidak berbedanya masing-masing perlakuan kemungkinan juga disebabkan oleh kandungan unsur hara Nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Siska (2000) pemberian pupuk organik yang mengandung unsur N akan mendorong dan mempercepat pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman. Lingga dan Marsono (2001) menambahkan unsur N yang diserap oleh akar digunakan untuk pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun.

B. Jumlah Cabang Per Tanaman

Sidik ragam jumlah cabang per tanaman beberapa varietas tanaman kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut jumlah cabang per tanaman kedelai disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2.Jumlah cabang per tanaman beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda.

(6)

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang --- Pukan kotoran sapi 7,93Aa 5,60Ba 6,86 Ba Kotoran sapi + Tithonia 7,20Aa 8,00Ab 7,73Aa Kotoran sapi + Krinyuh 7,26Aa 8,00Ab 8,33Ab

KK (%) = 7,74

Angka yang diikuti huruf besar yang sama pada baris dan huruf kecil yang sama pada kolom berbeda tidak nyata menurut DMRTtaraf 5%.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa interaksi beberapa varietas tanaman kedelai dengan pemberian jenis kompos terhadap jumlah cabang per tanaman berbeda nyata. Interaksi varietas Singgalang dengan pemberian pupuk kompos kotoran sapi + krinyuh menghasilkan jumlah cabang per tanaman tertinggi yaitu 8,33 buah berbeda tidak nyata dengan perlakuan kompos kotoran sapi + titonia, dan yang terendah adalah varietas Grobogan dengan pemberian pukan kotoran sapi yaitu 5,60 buah,berbeda nyata jika dibandingkan dengan varietas Singgalang dengan pemberian pupuk kompos kotoran sapi + tithonia yaitu 6,86 buah.

Dengan meningkatnya jumlah cabang, maka transportasi fotosintat dari daun ke bagian tanaman lain menjadi lebih baik, karena daun–daun yang berada dicabang yang sama memberikan hasil fotosintesisnya pada polong dalam cabang tersebut. Winartoet al, (2002), yang menyatakan bahwa jumlah cabang berpengaruh terhadap fotosintat yang diproduksi.

C. Umur Berbunga 75 % (hari)

Sidik ragam umur berbunga beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh tidak nyata. Hasil uji lanjut umur berbunga pertanaman kedelai disajikan pada Tabel 3.

Tabel3. Umur berbunga per tanaman beberapa varietas kedele dengan pemberian jenis kompos yang berpengaruh tidak nyata

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata --- (hari) --- Pukan kotoran sapi 34,70 35,36 35,40 35,15 Kotoran sapi + Tithonia 34,06 35,20 33,73 34,00 Kotoran sapi + Krinyuh 34,73 35,16 34,58 34,84

Rata-rata 34,50 34,91 34,58

KK (%) = 3,20

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRTtaraf 5%.

(7)

Tabel 3 memperlihatkan bahwa umur berbunga berberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda memperlihatakan interaksi yang berpengaruh tidak nyata pada umur berbunga berkisar antara 34,06 sampai 35,40 hari setelah tanam. Jika dikaitkan dengan deskripsi masing-masing varietas terlihat bahwa varietas Anjasmoro umur berbunga 35,7-39,4 hari, varietas Grobogan 30-32 hari dan varietas Singgalang 35-38 hari. Dimana varietas Singgalang dan Anjasmoro sudah sesuai dengan deskripsi sedangkan varietas Gobogan terlihat lebih lambat 2 hari dibandingkan dengan deskripsi.

Pada dasarnya umur berbunga tanaman kedelai tergantung pada varietas, lingkungan tumbuh (kesuburan tanah) dan lama penyinaran. Tanaman kedelai

diIndonesia pada umumnya mulai berbunga pada umur 30-50 HST. Pembungaansangat dipengaruhi oleh lama penyinaran dan suhu. Suhu optimum yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai yaitu 30 °C, tanaman kedelai termasuk tanaman hari pendek, yang berarti tanaman tidak akan berbunga, bila lama penyinaran melebihi batas kritis, yaitu sekitar 15 jam Suprapto (2000). Jadi untuk semuavarietas kedelai yang diuji masih tergolong dalam umur berbunga yang normal.

D. Umur Panen (hari)

Sidik ragam umur panen beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh tidak nyata. Hasil uji lanjut umur panen per tanaman kedelai disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Umur panen per tanaman beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berpengaruh tidak nyata

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata --- (hari) --- Pukan kotoran sapi 80,53 81,70 77,70 79,97 Kotoran sapi + Tithonia 81,76 79,80 80,00 80,52 Kotoran sapi + Krinyuh 77,70 79,80 78,60 79,56

Rata-rata 80,98 80,31 78,76

KK (%) = 4,87

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRTtaraf 5%.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa umur panen berberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang

berpengaruh tidak nyata pada umur panen berkisar antara 77,70 sampai 81,76 hari setelah tanam. Jika dikaitkan dengan deskripsi masing-masing varietas terlihat

(8)

bahwa varietas Anjasmoro umur panen 82,5-92,5 hari, varietas Grobogan 76 hari dan varietas Singgalang 80-85 hari. Dimana varietas grobogan dan Singgalang sudah sesuai dengan deskripsi sedangkan varietas anjasmoro terlihat lebih lambat 1 hari dibandingkan dengan deskripsi.

Umur panen pada tanaman sangat erat hubungannnya dengan umur berbunga. Sehingga dapat diketahui berapa lama suatu varietas kedelai melakukan pengisian biji dan mencapai saat panen. Tanaman kedelai yang mempunyai umurberbunga lebih cepat, cenderung

mempunyai umur panen yang lebih cepat pula.

E. Persentase polong bernas per tanaman kedelai (%)

Sidik ragam persentase polong bernas per tanaman beberapa varietas kedele dengan pemeberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh tidak nyata namun beberapa varietas tanaman kedelai berpengaruh nyata, dan pemberian jenis kompos berpengaruh tidak nyata. Hasil uji lanjut persentase polong bernas per tanaman kedelai disajikan pada Tabel 5. Tabel 5.Persentase polong bernas per tanaman pada beberapa varietas kedelai dengan

pemberian jenis kompos yang berbeda.

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata --- ( % ) --- Pukan kotoran sapi 37,13 28,86 41,46 35,82 Kotoran sapi + Tithonia 31,86 25,46 40,20 32,51 Kotoran sapi + Krinyuh 36,66 23,40 46,53 35,91 Rata-rata 35,22 A 25,91 B 42,73 A

KK (%) = 18,13

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT taraf 5%.

Tabel 5 memperlihatkan bahwa interaksi beberapa varietas kedelaidengan jenis pupuk kompos yang berbeda terhadap persentase polong bernas per tanaman terlihat berbeda tidak nyata, namun varietas kedelai berpengaruh nyata terhadap persentase polong bernas pertanaman. Persentase polong bernas tertinggi dijumpai pada varietas Singgalang yaitu 42,73% tidak berbeda

dengan varietas Anjasmoro yaitu 35,22%, namun berbeda jika dibandingkan dengan varietas Grobogan yaitu 25,91%. Hal ini disebabkan varietas Singgalang lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan lokasi percobaan. Pemberian jenis kompos yang berbeda pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata menurut uji statistik, pemberian pupuk kompos kotoran sapi + Krinyuh menghasilkan persentase

(9)

polong bernas per tanaman kedelai yaitu 35,91% selanjutnya diikuti pemberian pukan kotoran sapi yaitu 35,82% dan pemberian pupuk kompos kotoran sapi + tithonia yaitu 32,51%.

Hal ini erat hubungannya dengan jumah air yang tersedia dalam tanah, karena air yang diberikan dibatasi dan setiap varietas yang berbeda dalam memanfaatkannya. Dalam proses laju fotosintesis bagi tanaman, air salah satu yang memegang peran penting, dengan terbatasnya penyediaan air maka laju fotosintesis tentu hasilnya juga berkurang dan salah satu penyebab dari sebahagian polong-polong yang sudah terbentuk tidak terisi atau menjadi hampa. Selanjutnya Mustamu (2009) menyatakan rendahnya jumlah polong isi membuktikan bahwa banyak polong yang tidak terbentuk pada

saat cuaca ekstrim karena cahaya memegang peranan penting dalam proses fotosintesis yaitu proses pembentukan karbohidrat. Karbohidrat merupakan energi yang dibutuhkan untuk metabolisme dalam tanaman dan kesuburan tanah yang rendah pada lahan sawah sehingga selama pengisian biji yang dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah biji per polong (Hartoko, 2005).

F. Persentase Polong Pecah di Lapangan Per Tanaman (%)

Sidik ragam terhadap persentase polong pecah di lapangan per tanaman beberapa varietas kedelai dengan pemeberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh tidak nyata. Rata-rata persentase polong pecah di lapangan per tanaman kedelai disajikan pada Tabel 6. Tabel 6.Persentase polong pecah di lapangan per tanaman beberapa varietas kedelai dengan

pemberian jenis kompos yang berbeda.

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata --- ( % ) ---

Pukan kotoran sapi 6,73 1,26 5,80 6,26

Kotoran sapi + Tithonia 5,26 5,46 6,26 5,66 Kotoran sapi + Krinyuh 6,20 5,01 5,33 5,51

Rata-rata 6,06 5,57 5,80

KK (%) = 23,67

Angka pada baris dan kolom tinggi tanaman berbeda tidak nyata pada uji F taraf 5%. Tabel 6 memperlihatkan bahwa

interaksi beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda terhadap persentase polong pecah di lapangan per tanaman terlihat berbeda

tidak nyata. Rata-rata persentase polong pecah di lapangan per tanaman pada varietas Grobogan yaitu 5,57% selanjutnya varietas Singgalang yaitu 5,80% dan Anjasmoro yaitu 6,06%. Hal yang sama

(10)

juga terjadi pada pemberian jenis kompos. Pemberian pupuk kompos kotoran sapi + Krinyuh menghasilkan polong pecah di lapangan per tanaman kedelai terendah yaitu 5,51% jika dibandingkan dengan kompos kotoran sapi + tithonia yaitu 5,66% dan pukan kotoran sapi yaitu 6,26%.

Terjadinya hal tersebut diatas tingginya jumlah polong pecah yang terbentuk disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Menurut Hartoko (2005) sifatmorfologi atau sifat fisiologis sebagian dikontrol oleh gen tunggal. Peranangenetik terhadap banyaknya

polong pecah berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit tanaman serta keadaan lingkungan yang ekstrim seperti tergenang. G. Bobot 100 Biji (g)

Sidik ragam terhadap bobot 100 biji beberapa varietas kedelai dengan pemeberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh tidak nyata namun beberapa varietas tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji. Hasil uji lanjut bobot 100 biji kedelai disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7.Bobot 100 biji beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda.

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata --- (g) ---

Pukan kotoran sapi 15,34 19,58 15,42 16,78 Kotoran sapi + Tithonia 15,38 19,61 15,29 16,76 Kotoran sapi + Krinyuh 15,41 19,52 15,44 16,79 Rata-rata 15,38 B 19,57A 15,38 B

KK (%) = 1,56

Angkayang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRTtaraf 5%.

Tabel 7 memperlihatkan bahwa interaksi beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda terhadap bobot 100 biji terlihat berbeda tidak nyata namun varietas kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji. Bobot 100 biji tertinggi dijumpai pada varietas Grobogan yaitu 19,57 berbeda dengan varietas Anjasmoro yaitu 15,38 dan varietas Singgalang yaitu 15,38

tetapivarietas Anjasmoro dan Singgalang tidak berbeda nyata meningkatkan bobot 100 biji tanaman kedelai. Pemberian jenis kompos yang berbeda pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata menurut uji statistik, pemberian pupuk kompos kotoran sapi + Krinyuh menghasilkan bobot 100 biji tertinggi yaitu 16,79 selanjutnya diikuti pemberian pukan kotoran sapi yaitu

(11)

16,78 dan pemberian pupuk kompos kotoran sapi + tithonia yaitu 16,76.

Kebutuhan unsur hara dan air sangat mempengaruhi proses pengisian biji tanaman kedelai, diduga unsur hara pada masing-masing jenis kompos pada perlakuan sama. Menurut Suprapto (2002) bahwa kekurangan unsur P yang berat akan dapat memperlambat proses pembungaandan pematangan sehingga biji yang dihasilkan akan berkerut. Oleh karena itu kekurangan unsur P dapat menyebabkan menurunnya hasil, kualitasdan kadar protein biji. Hal ini

berarti semakin sempurna perkembangan biji maka semakin tinggi pula bobot 100 biji tanaman.

H. Bobot biji kering per tanaman(g) Sidik ragam terhadap bobot biji kering per tnaman beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh tidak nyata namun beberapa varietas tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot biji kering per tanaman. Hasil uji lanjut bobot biji kering per tanaman kedelai disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8.Bobot biji kering per tanaman beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda.

Jenis kompos Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata --- ( g ) ---

Pukan kotoran sapi 5.35 4.45 5.13 5,70

Kotoran sapi + Tithonia 5.54 4.84 4.44 5,09 Kotoran sapi + Krinyuh 6.22 5.99 6.95 5,51

Rata-rata 4,98 B 4,94 B 6,39 A

KK (%) = 19,03

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRTtaraf 5%.

Tabel 8 memperlihatkan bahwa interaksi beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis pupuk kompos yang berbeda terhadap bobot biji kering per tanaman terlihat berbeda tidak nyata, namun varietas kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot biji kering per tanaman. Bobot biji kering per tanaman tertinggi dijumpai pada varietas Singgalang yaitu 6,39 berbeda dengan varietas Anjasmoro

yaitu 4,98dan varietas Grobogan yaitu 4,94 tetapi varietas Anjasmoro dan Grobogan tidak berbeda nyata meningkatkan bobot biji keringper tanaman kedelai. Pemberian jenis kompos yang berbeda pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata menurut uji statistik, pemberian pukan kotoran sapi yaitu 5,70 menghasilkan bobot biji kering per plot tertinggi, selanjutnya pemberian pupuk kompos

(12)

kotoran sapi + Krinyuh yaitu 5,51 dan pemberian pupuk kompos kotoran sapi + tithonia yaitu 5,09.

Ukuran biji maksimum ditentukan oleh faktor genetis, sedangkan ukuran biji sesungguhnya yaitu dari hasil yang diproduksi. Hasil ditentukan oleh faktor lingkungan tumbuh yaitu faktor biotik dan abiotik, faktor biotik karena pengaruh hama dan penyakit, faktor abiotik yaitu karena iklim, suhu, air dan kesuburan tanah yang rendah, sehingga rendahnya bobot biji pertanaman. Cuaca basah selama pengisian biji mengakibatkan

berkurangnya ukuran biji (Siti Sarah,2011).

I. Bobot biji kering per plotdan per hektar (g)

Sidik ragam bobot biji kering per plot beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda memperlihatkan interaksi yang berpengaruh tidak nyata, namun beberapa varietas tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot biji kering per plot. Hasil uji lanjut bobot biji kering per plot dan per hektar disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9.Bobot biji kering per plot dan per hektar beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis kompos yang berbeda.

Jenis kompos

Varietas kedelai

Anjasmoro Grobogan Singgalang Rata-rata

--- ( g ) --- Per plot (g) Perha (ton) Per plot (g) Per ha (ton) Per plot (g) Per ha (ton) Pukan kotoran sapi 385,44 398,88 447,28 410,72 Kotoran sapi + Tithonia 320,88 348,48 431,28 366,88 Kotoran sapi + Krinyuh 369,36 319,92 500,40 396,56 Rata-rata 358,56 B 1,1 355,76 B 1,09 459,84 A 1,4 KK (%) = 1,56

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT taraf 5%.

Tabel 9 memperlihatkan bahwa interaksi beberapa varietas kedelai dengan pemberian jenis pupuk kompos yang berbeda terhadap bobot biji kering per

plotdan per hektar terlihat berbeda tidak nyata, namun beberapa varietas kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot biji kering per plot dan per hektar. Bobot biji

(13)

kering per plot tertinggi dijumpai pada varietas Singgalang yaitu 459,84 gram per plot setara dengan 1,4 ton per hektar berbeda dengan varietas Anjasmoro dan varietas Grobogan dengan hasil masing – masing yaitu 358,56 setara 1,1 ton per hektar, dan varietas Grobogan yaitu 355,76 setara dengan 1,09 ton per hektar, tetapi varietas Anjasmoro dan Grobogan tidak berbeda nyata meningkatkan bobot biji kering tanaman kedelai.

Pemberian jenis kompos yang berbeda pada masing-masing perlakuan berbeda tidak nyata menurut uji statistik, pemberian pukan kotoran sapi menghasilkan bobot biji kering per plot 410,72selanjutnya pemberian pupuk kompos kotoran sapi + Krinyuh yaitu 396,56 dan pemberian pupuk kompos kotoran sapi + tithonia yaitu 366,88.

Ukuran biji maksimum ditentukan oleh faktor genetik,sedangkan ukuran biji sesungguhnya hasil yang diproduksi ditentukan olehkondisi lingkungan. Bobot biji yang tinggi menunjukkan daya adaptasi tanaman yang tinggi terhadap cuaca ekstrim dan kesuburan tanah, sedangkan bobot biji yang rendah menunjukkan bahwa daya adaptasi tanaman semakin rendah terhadap cuaca ekstrim dan kesuburan tanah. Mustamu (2009) menyatakan bahwa lama penyinaran yang pendek akan menghasilkan bijiyang kecil sedangkan

lama penyinaran yang panjang dan suhu yang tinggi sampai batas tertentu mengakibatkan biji yang besar.

KESIMPUAN DAN SARAN Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulan :

1. Interaksi terbaik terdapat pada jenis pupuk kompos kotoran sapi + krinyuh dengan variteas Singgalang.

2. Jenis kompos kotoran sapi + krinyuh dan kompos kotoran sapi + titonia sama baiknya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

3. Varietas singgalang menunjukkan hasil paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dengan hasil 459,84 per plot setara dengan 1,4 ton per hektar

Berdasarkan kesimpulan dapat disarankan untuk mendapatkan hasil pertumbuhan dan hasil terbaik tanaman kedelai dapat digunakan kompos kotoran sapi + krinyuh atau kompos kotoran sapi + titonia dan varietas Singgalang.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto. 2005. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Epektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya . Jakarta. Andrianto dan Indarto. 2004. Budidaya

(14)

Kacang Hijau, dan kacang panjang. Yogyakarta. 37 hal

Anonim. 2010. Budidaya tanaman kedelai. Kanisius. Jakarta

Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian program Swasembada Kedelai tahun 2008. Balit Tanah. 2006. Aplikasi Bahan Organik terhadap Tanaman. Bogor. 52 hal Brady. 2000. Pengaruh Bahan Organik

terhadap Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta

Delgado dan Follet. 2002. Manfaat dan kegunaan bahan organik bagi tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Duaja, D. M. 2012. Pengaruh Bahan Kompos dan Dosis Kompos Cair Terhadap Pertumbuhan Selada (Lactuca Sativa SP) Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.

Fachrudin. 2000. Budidaya kacang-kacangan. Kanisus. Yogyakarta. 77 hal

Hartoko, D. A,2005. Penampilan beberapa

mutan kedelai (Glycine max(L)Merril) dilahan kering pada generasi kedua. Penebar Swadaya. Jakarta

Inayati dan Marwoto. 2012. Budidaya Kedelai dan Pasca Panen. Kanisus. Yogyakarta

Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk penggunaan pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 43 Hal.

Margarettha. 2002. Pengaruh Molybdenum Terhadap Nodulasi dan Hasil Kedelai yang Diinokulasi

Rhizobium pada Tanah Ultisol. Jurnal MAPETA. Vol X (22). No 2 hal 4-7.

Marzuki, R. dan H.S. Soeprapto. 2007. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta. 55 hal

Mustamu, Y. A. 2009. Seleksi Kedelai Generasi F4 Terhadap Intensitas CahayaRendah di Dua Lingkungan. Tesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanasius . Yogyakarta. 61 hal

Purwono dan Heni Purnawati 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadya. Jakarta.

Sarah, S. 2011. Pendugaan Parameter

Genetik dan Metode Seleksi

Kedelai(Glycine max L. Merril) Berdaya Hasil Tinggi di Manokwari.

Skripsi fakultas pertanian dan

teknologi pertanian UNIPA

Manokwari. 52 hal.

Sari, E. D. 2013. Respon Pertumbuhan dan

Hasil Tanaman kubis(brassica

olerecea L. Var. Capitata L.) Akibat

pemberian beberapa dosis titonia. Skripsi. Universitas muhammadiyah. Padang

Siska, R. 2000. Respon tanaman melon (Cucumis melon) pada Beberapa Takaran Bokashi Tithonia. Skripsi. Universitas Andalas. Padang. 50 hal.

Soeryoko. 2011. Kiat Pintar Memproduksi Kompos dengan Pengurai Buatan sendiri. Yogyakarta : Andi

Suntoro, Syekhfani, E. Handayanto, dan Soemarno. 2001. Penggunaan BahanPangkasan Krinyu (Chromolaena odorata) Untuk Meningkatkan Ketersediaan P, K,

(15)

Ca, dan Mg 116 Pada Oxic

Dystrudepth di

Jumapolo,Karanganyar,

JawaTengah. Agritivia. XXIII (1): 20 – 26.

Suprapto. H.S 2002 Bertanam jagung-cet 2 (edisi revisi)- Penebar Swadaya Jakarta. 207 hal.

Winarto A. et al, 2002. Peningkatan Produktifitas, Kualitas dan Efisiensi SistemProduksi Tanaman Kacang – kacangan dan Umbi – umbian

MenujuKetahanan Pangan dan

Gambar

Tabel 9.Bobot biji kering per plot dan per hektar beberapa varietas kedelai dengan pemberian  jenis kompos yang berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Mie instan disukai berbagai kalangan karena praktis, harga terjangkau dan rasanya yang enak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebiasaan mengkonsumsi

Keterangan pada indikator 1 : K : Siswa merasakan kesulitan T : Siswa tidak merasakan kesulitan B : Siswa membaca soal berulang-ulang S : Siswa membaca soal hanya sekali

Metode yang dilakukan adalah dengan cara mengumpulkan data pada lokasi penelitian yang selanjutnya akan di olah dalam bentuk peta pendataan shelter BTS yang ada di

1 Belajar Bersama Mengenali Dampak Sampah 20 Sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk lebih mengetahui bahaya sampah Pengetahua n tentang bahaya sampah semakin

LKS eksperimen LKS eksperimen merupakan suatu media pembelajaran yang tersusun secara kronologis yang berisi prosedur kerja, hasil pengamatan, soalsoal yang berkaitan dengan

Dari tulisan ini saya hanya bisa mengatakan tentang beberapa hal bahwa, pertama, dalam konteks sistem pendidikan sekolah sangat mungkin dibangun dan diciptakan

H0 = Tidak terdapat aktivitas hepatoprotektif dari pemberian ekstrak kurma ruthab ( Phoenix dactylifera ) terhadap sayatan histologi hepar mencit ( Mus musculus )

Berdasarkan hasil analisis peneliti dilapangan, dari penelitian yang berjudul (Strategi da’i dalam mengajarkan Al-Qur’an di desa Doda Kec. Lore tengah Kab. Pelaksanaan nya