• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR PADA SUB DAS LEKOPANCING KABUPATEN MAROS

Oleh :

ACHMAD SOFYAN SARIFIN MUH. AHSAN 105 81 2444 15 105 81 2418 15

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr, Wb

Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR PADA SUB DAS LEKOPANCING, KABUPATEN MAROS”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini di sebabkan penulis sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu di tinjau dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta perbaikan guna kesempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri.

Dalam penulisan tugas akhir ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Ir. Hamzah Al Imran,ST.,MT. IPM Sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(5)

v 2. Bapak Ir. Andi Makbul Syamsuri.ST.,MT. Sebagai Ketua Jurusan

Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Darwis Panguriseng, M.Si Selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Ma’rufah SP., MP Selaku Pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan kasih saying, doa, serta pengorbanan kepada penulis.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus saudaraku Angkatan 2015 dengan rasa persaudaraan yang tinggi banyak membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut diatas mendapat pahala yang berlipat ganda disisi Allah SWT dan tugas akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta Bangsa dan Negara

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

(6)

vi PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR PADA SUB DAS LEKOPANCING KABUPATEN MAROS

Achmad Sofyan Sarifin1) dan Muh Ahsan2)

1)Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar, [email protected]

2)Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar, [email protected]

Abstrak

Perubahan iklim dan konversi lahan menjadi daerah permukiman dapat mengakibatkan peningkatan jumlah debit banjir. Perubahan tutupan lahan menyebabkan turunnya infiltrasi sehingga air hujan langsung ber- transformasi menjadi aliran permukaan yang menyebabkan banjir. Pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap meningkatnya debit banjir menarik untuk dikaji.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan data primer adalah data koordinat stasiun hujan dengan menggunakan 3 stasiun hujan. Data sekunder adalah data hujan harian dan peta Sub-DAS Lekopancing. Dalam penelitian ini kami menghitung perubahan tutupan lahan dan debit banjir yang terjadi di area Sub-DAS Lekopancing dari tahun 2008 hingga 2018.

Hasil penelitian kami menunjukkan terjadi perubahan tutupan lahan yang menyebabkan peningkatan debit banjir sebesar 10,6%.

Kata kunci: Perubahan tutupan lahan, debit banjir

(7)

vii THE EFFECT OF CHANGES IN LAND COVER TOWARDS FLOOD DEBIT

IN LEKOPANCING SUB-watershed, MAROS DISTRICT Achmad Sofyan Sarifin1) dan Muh Ahsan2)

1)Irrigation engineering study program Muhammadiyah University of Makassar, [email protected]

2) Irrigation engineering study program Muhammadiyah University of Makassar, [email protected]

ABSTRACT

Climate change and land conversion into residential areas can result in an increase in the amount of flood discharge. Changes in land cover cause a decrease in infiltration so that rainwater immediately transforms into surface runoff which causes flooding. The effect of changes in land cover on increasing flood discharge is interesting to study.

This research is a quantitative descriptive study. Primary data is rain station coordinate data using 3 rain stations. Secondary data is daily rainfall data and Lekopancing sub-watershed map. In this study we calculated changes in land cover and flood discharge that occurred in the Lekopancing sub-watershed area from 2008 to 2018.

Our results show that changes in land cover have resulted in an increase in flood discharge by 10.6%.

Key words: Change in land cover, flood discharge

(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Masalah ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tutupan Lahan ... 7

B. Sungai ... 9

C. Daerah Aliran Sungai ... 10

(9)

ix

D. Aliran Permukaan ... 11

E. Analisis Hidrologi ... 12

1. Pengertian Hidrologi ... 12

2. Siklus Hidrologi ... 13

3. Analisis Distribusi Curah Hujan Wilayah ... 16

4. Intensitas Curah Hujan ... 20

5. Metode Analisis Curah Hujan Rancangan ... 20

F. Analisis Debit Banjir Rancangan ... 24

1. Metode Rasional ... 25

2. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 26

G. Banjir ... 28

H. Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Debit Banjir .... 30

I. Penelitian Relevan ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 36

C. Variabel Penelitian ... 36

D. Metode Pengumpulan Data ... 37

E. Metode Analisis Data ... 37

F. Prosedur Penelitian ... 39

G. Bagan Alur Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

(10)

x

A. Deskripsi Hasil Data Penelitian ... 42

1. Klasifikasi penggunaan lahan tahun 2008 ... 42

2. Klasifikasi penggunaan lahan tahun 2018 ... 44

3. Perhitungan Curah Hujan dan Debit Banjir ... 47

B. Pembahasan ... 73

1. Pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit banjir .. 73

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan lahan 74 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Siklus Hidrologi ... 16

Gambar 2 Pembagian daerah dengan Metode Poligon Thiessen ... 18

Gambar 3 Pembagian daerah dengan Metode Isohyet ... 20

Gambar 4 Gambar Lengkung Hidrograf Satuan Sintetik ... 28

Gambar 5 Lokasi Penilitan dan Peta Sub DAS Lekopancing ... 35

Gambar 6 Bagan alur pengerjaan tugas akhir ... 41

Gambar 7 Peta tutupan lahan Sub DAS Lekopancing tahun 2008 ... 43

Gambar 8 Peta tutupan lahan Sub DAS Lekopancing tahun 2018 ... 45

Gambar 9 Grafik penutupan lahan 2008 dan 2018 ... 46

Gambar 10 Grafik Rekapitulasi Curah Hujan ... 54

Gambar 11 Hidrograf Satuan Sintesys Nakayasu 2008 ... 58

Gambar 12 Grafik debit banjir rencana nakayasu 2008 ... 60

Gambar 13 Hidrograf Satuan Sintesys Nakayasu 2018 ... 62

Gambar 14 Grafik debit banjir rencana nakayasu 2018 ... 64

Gambar 15 Grafik perbandingan debit banjir 2008 dan 2018 ... 64

Gambar 16 Grafik hubungan debit banjir dan lahan hutan ... 67

Gambar 17 Grafik hubungan debit banjir dan lahan permukiman ... 68

Gambar 18 Grafik hubungan debit banjir dan pertanian lahan basah .. 69

Gambar 19 Grafik hubungan debit banjir dan pertanian lahan kering .. 70

Gambar 20 Grafik hubungan debit banjir dan lahan semak belukar .... 71

(12)

xii Gambar 21 Grafik hubungan debit banjir dan lahan tubuh air ... 72

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Penutupan Lahan menurut SNI 7645:2010 ... 8

Tabel 2 Penggunaan lahan secara rinci 2008 ... 42

Tabel 3 Penggunaan lahan secara rinci 2018 ... 44

Tabel 4 Perubahan penggunaan lahan tahun 2008 dan 2018 ... 46

Tabel 5 Jumlah Penduduk diDesa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros ... 47

Tabel 6 Curah hujan maksimum harian tahunan 3 stasiun (1999–2018) 48 Tabel 7 perhitungan curah hujan rancangan metode gumbel ... 50

Tabel 8 Hasil perhitungan curah hujan rencana metode gumbel ... 51

Tabel 9 Perhitungan Log Person Type III ... 52

Tabel 10 Hasil perhitungan curah hujan rencana metode log person type II ... 53

Tabel 11 Distribusi curah hujan efektif 2008 jam-jaman ... 54

Tabel 12 Distribusi curah hujan efektif 2018 jam-jaman ... 55

Tabel 13 Hasil perhitungan debit banjir dengan metode rasional ... 56

Tabel 14 Rekapitulasi hasil perhitungan debit banjir rencana 2008 metode HSS Nakayasu periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200 ... 58

Tabel 15 Rekapitulasi hasil perhitungan debit banjir rencana 2018 metode HSS Nakayasu periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200 ... 62

Tabel 16 Hubungan debit banjir dan jenis penutupan lahan ... 65

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data curah hujan harian 3 stasiun ... 80

Lampiran 2. Tabel simpangan baku tereduksi, Sn ... 146

Lampiran 3. Tabel simpangan baku tereduksi Yn ... 146

Lampiran 4. Tabel Reduced Variated, Yt ... 147

Lampiran 5. Tabel Koefisien Limpasan ... 148

Lampiran 6. Dokumentasi ... 149

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia, perubahan iklim semakin nyata terjadi dan mempengaruhi berbagai sisi kehidupan, baik yang bersifat individual atau domestik maupun sampai sektor pembangunan berskala global. Di sisi lain, semakin disadari bahwa percepatan terjadinya perubahan iklim diawali oleh keputusan dan perilaku manusia yang kemudian terakumulasi secara massif hingga mengubah unsur-unsur cuaca, terutama suhu, sehingga menyebabkan fenomena pemanasan global (Pusat Riset Perubahan Iklim UI, 2012).

Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering mengakibatkan kerugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun hanya dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang di akibatkannya. Karena datangnya relatif cepat, untuk mengurangi kerugian akibat bencana tersebut perlu dipersiapkan penanganan secara cepat, tepat dan terpadu dan perbaikan alur sungai yang dapat dilakukuan untuk mengurangi resiko banjir di musim hujan. serta pengendalian pemanfaatan ruang.

(16)

2 Perubahan tutupan lahan (land cover change) adalah bergesernya jenis tutupan lahan dari jenis satu ke jenis lainnya diikuti dengan bertambahnya atau berkurangnya tipe penggunaan dari waktu ke waktu, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada waktu yang berbeda (Diyono, 2001).

Perubahan tutupan lahan ditandai dengan adanya perubahan alih fungsi lahan. Pada daerah aliran sungai, perubahan tutupan lahan sekitar sungai biasanya terjadi pada daerah sisi kanan dan kiri sungai yang digunakan sebagai pemukiman atau daerah industry (pabrik) ataupun persawahan dan perkebunan. Sungai merupakan suatu kesatuan sistem hidrologi yang memiliki peranan penting sebagai sistem dan penyangga kehidupan. Oleh karena itu kajian terhadap sungai merupakan kajian yang sangat penting dilakukan sehingga sungai dapat dikelola dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya. Sungai secara umum didefinisikan sebagai tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase alam yang mempunyai jaringan sungai dengan penampangnya, mempunyai areal tangkapan hujan atau disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) (Siregar, 2004).

Penduduk yang semakin meningkat dalam kurun waktu 2008 sampai 2018 di Desa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros berpengaruh pada penggunaan lahan, baik untuk permukiman maupun lainnya.

Perubahan penggunaan lahan adalah suatu perubahan yang selalu membawa dampak terhadap tatanan kehidupan masyarakat, sebagai contoh

(17)

3 peralihan lahan hutan ke lahan permukiman yang menyebabkan penyempitan lahan hutan di Desa Pucak.

Konversi hutan untuk tujuan pembangunan telah menjadi isu utama dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) (Wissmar, Timm, & Logsdon, 2004). Dalam lingkup DAS, semakin sedikit luas penutupan hutan menyebabkan fungsi DAS sebagai pengatur tata air mengalami penurunan yang selanjutnya akan diikuti dengan peningkatan frekuensi banjir di daerah hilir (Cui, Liu, & Wei 2012). Perubahan penutupan lahan tersebut dapat mengakibatkan perubahan debit aliran permukaan (Hutagaol & Hardwinarto, 2011). Jumlah aliran permukaan yang meningkat akan menaikkan resiko banjir di daerah tersebut. Agar resiko banjir dapat diminimalisir, maka perlu adanya kajian mengenai pola penggunaan lahan dalam suatu wilayah yang berhubungan dengan debit banjir.

Berdasarkan latar belakang di atas maka kami merilis judul penelitian

“Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Debit Banjir Pada Sub DAS Lekopancing Kabupaten Maros”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu:

1. Bagaimana pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit banjir pada Sub DAS Lekopancing.

(18)

4 2. Apa yang menjadi faktor perubahan penggunaan lahan di Desa Pucak,

Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit banjir pada Sub DAS Lekopancing.

2. Mengetahui faktor perubahan penggunaan lahan di Desa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.

D. Manfaat Penelitian

Sebagaimana hakikat dari suatu penelitian yang senantiasa diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu :

1. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh perubahan tutupan lahan pada sub das lekopancing Desa Pucak Kabupaten Maros.

2. Selain itu juga dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi penelitian lain yang akan melakukan penelitian serupa.

(19)

5

E. Batasan Masalah

Agar tujuan penulisan ini mencapai sasaran yang diinginkan dan lebih terarah, maka diberikan batasan-batasan masalah, diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitaian ini dilakukan di sub das lekopancing Desa Pucak Kabupaten Maros.

2. Penelitian ini hanya memakai data dari tahun 2008 hingga 2018.

3. Penelitian hanya pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit banjir.

F. Sistematika Penulisan

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka disusun sistematika tugas akhir sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA yang berisi tentang teori umum dan landasan teori yang menjadi dasar dan pedoman dalam melaksanakan penelitian tentang pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit banjir pada sub das maros.

(20)

6 BAB III METODE PENELITIAN terdiri atas penjelasan tata letak lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, dan sumber data, variabel penelitian, metode pengumpulan data (primer dan sekunder), metode analisa data, prosedur penelitian dan flow chart penelitian.

BAB IV ANALISA HASIL dan PEMBAHASAN terdiri atas deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang dikaitkan dengan teori umum dan landasan teori yang diacu dalam penelitian ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN yang berisi tentang kesimpulan yang dapat dirumuskan dari hasil penelitian serta saran-saran untuk kesempurnaan penelitian lanjutan yang dilaksanakan penulis maupun orang lain.

(21)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tutupan Lahan

Penutupan lahan (land cover) menggambarkan konstruksi vegetasi buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995).

Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum mencakup dalam penutupan lahan yaitu:

1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia,

2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan binatang,

3. Tipe pembangunan.

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand & Kiefer, 1990). Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh, sedangkan informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsirkan secara langsung dari penutupan lahannya.

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda

(22)

8 (Lillesand & Kiefer, 1990). Deteksi perubahan mencakup penggunaan fotografi udara yang berurutan di atas wilayah tertentu dari fotografi tersebut sehingga peta penggunaan lahan untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan (Lo, 1995). Campbell (1983) dalam Lo (1996) menambahkan bahwa peta perubahan penutupan lahan antara dua periode waktu biasanya dapat dihasilkan.

Badan standardsasi Nasional menerbitkan SNI nomor 7645:2010 tentang klasifikasi penutupan lahan yang menyusun klasifikasi penutupan sebagaimana disajikan Pada Tabel 1. Penggunaan lahan Indonesia dikelompokkan dalam 3 kriteria yakni: (1) Jenis pembangunan (2) Status penguasaan yang mengacu kepada UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dan (3) Pola ruang mengacu kepada Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Tabel 1. Klasifikasi Penutupan Lahan menurut SNI 7645:2010 Daerah bervegetasi Daerah tidak bervegetasi A. Daerah pertanian: sawah irigasi,

sawah tadah hujan, sawah lebak, sawah pasang surut, polder perkebunan, perkebunan campuran, tanaman campuran

A. Lahan terbuka: Lahan terbuka pada kaldera, Lahar dan lava, Hamparan pasir pantai, Beting pantai, Gumuk pasir, Gosong sungai

A. Daerah bukan pertanian: Hutan lahan kering, Hutan lahan basah, Belukar, Semak, Sabana, Padang alang-alang, Rumput rawa

B. Permukiman dan lahan bukan pertanian: Lahan terbangun, Permukiman, Bangunan industri, Jaringan jalan, Jaringan jalan kereta api, Jaringan listrik tegangan tinggi, Bandar udara, domestik/internasional, Lahan tidak terbangun, pertambangan,

(23)

9 Tempat penimbunan sampah.

C. Perairan: Danau, Waduk, Tambak ikan, Tambak garam, Rawa, Sungai, Saluran irigasi, Terumbu karang.

B. Sungai

Sungai adalah tempat dan wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991). Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam berturut-turut menjadi agak curam, agak landai, dan relatif rata. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan makin lambat pada daerah hilir. Sungai merupakan tempat berkumpulnya air di lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya (Wardhana, 2001). Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Menurut Masduqi, dkk (2009) ada dua fungsi utama sungai secara alami yaitu mengalirkan air dan mengangkat sedimen hasil erosi pada Daerah Aliran Sungai dan alurnya (Self Purification).

(24)

10

C. Daerah Aliran Sungai

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-UU/2001 daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam sub DAS – sub DAS.

Menurut Asdak (2010), DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melaluli sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.

Menurut Suripin (2002), DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh alam, seperti punggung-punggung bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet).

(25)

11 Menurut Kamus Webster dalam Suripin (2002), DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut.

D. Aliran Permukaan

Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan/run off terdiri dari dua kelompok, yakni kelompok meteorologi yang diwakili oleh hujan dan elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik dari daerah pengaliran. Elemen meteorology terdiri dari jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi curah hujan dalam daerah limpasan, arah pergerakan hujan serta curah hujan terdahulu dan kelembapan tanah. Elemen daerah pengaliran terdiri dari kondisi penggunaan tanah (land use), luas daerah pengaliran, kondisi topografi daerah pengaliran dan jenis tanah (Arsyad, 2006).

Aliran permukaan memiliki sifat-sifat yang mempengaruhi kemampuannya untuk menimbulkan erosi. Sifat-sifat tersebut yaitu diantaranya jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu massa hujan atau massa tertentu dinyatakan dalam tinggi kolom air (mm atau cm) atau dalam volume air (m3) dan laju

(26)

12 aliran permukaan (debit) adalah banyaknya atau volume air yang mengalir melalui suatu titik per satuan waktu dinyatakan dalam m/detik atau m/jam.

Besarnya debit dinyatakan dengan persamaan (Asdak, Chay 1995)

Q = A . V (Persamaan 2.1)

Keterangan : Q : Debit Air

A : Luas Penampang V : Kecepatan Air

Debit aliran permukaan berubah menurut waktu yang dipengaruhi oleh terjadinya hujan. Pada musim hujan debit akan mencapai maksimum dan pada musim kemarau akan mencapai minimum. Rasio debit maksimum (Qmax) terhadap debit minimum (Qmin) menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai. Semakin kecil rasionya, semakin baik keadaan vegetasi dan penggunaan lahan DAS dan sebaliknya (Arsyad, 2006).

E. Analisis Hidrologi

1. Pengertian hidrologi

Cabang ilmu yang mempelajari tentang air disebut sebagai Hidrologi, hidrologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata hidro (air) dan loge (ilmu) (Ward et al, 1995). Dengan demikitan hidrologi berarti ilmu yang mempelajari tentang air. Menurut Brooks et al (2003), siklus hidrologi adalah siklus yang

(27)

13 menggambarkan proses sirkulasi air dari lahan dan badan air di permukaan bumi menuju atmosfer yang berulang.

Lebih lanjut, menurut Martha dan Adidarma (1983), bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubunganya dengan kehidupan. Sedangkan menurut Linsley dan Franzini (1996), menyatakan pula bahwa hidrologi ialah ilmu yang membicarakan tentang air yang ada di bumi, yaitu mengenai kejadian, perputaran dan pembagiannya, sifat-sifat fisik dan kimia, serta reaksinya terhadap lingkungan termasuk hubungannya dengan kehidupan.

Singh (1992), menyatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang membahas karakteristik menurut waktu dan ruang tentang kuantitas dan kualitas air bumi termasuk di dalamnya kejadian, pergerakan, penyebaran, sirkulasi tampungan, eksplorasi, pengembangan dan manajemen dari beberapa pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air, baik di atmosfer, di bumi, dan di dalam bumi, tentang perputarannya, kejadiannya, distribusinya serta pengaruhnya terhadap kehidupan yang ada di alam ini.

2. Siklus hidrologi

Siklus hidrologi merupakan proses pengeluaran air dan perubahannya menjadi uap air yang mengembun kembali menjadi air yang berlangsung

(28)

14 terus-menerus tiada henti-hentinya. Sebagai akibat terjadinya sinar matahari maka timbul panas. Dengan adanya panas ini maka air akan menguap menjadi uap air dari semua tanah, sungai, danau, telaga, waduk, laut, kolam, sawah dan lain-lain dan prosesnya disebut penguapan (evaporation).

Penguapan juga terjadi pada semua tanaman yang disebut transpirasi (transpiration) ( Soedibyo, 2003)

Siklus hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut sementara tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan pemeluhan (transpirasi) oleh tanaman.Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran air permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak ke tempat yang lebih rendah yang dapat mengalir ke laut. Namun, sejumlah besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut (Linsley, Franzini 1996).

(29)

15 Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration), dan perkolasi (percolation), selebihnya terkumpul di dalam jaringan alur sungai (river flow). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainya seperti waduk, danau sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan tanah sebagai air eksfiltrasi (exfiltration) dan dapat terkumpul lagi dalam alur sungai atau langsung menuju ke laut/lautan. (Soewarno, 2000).

Dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun akibat dari penguapan air dipermukaan bumi sebagian akan mengalir melalui permukaan bumi kearah horisontal sebagai limpasan (run off). Sebagian lagi akan bergerak secara vertikal, meresap kedalam tanah untuk nantinya akan keluar lagi menuju kepermukaan sebagai sumber mata air ataupun sebagai sungai bawah tanah, sedangkan sisanya akan menguap lagi menuju atmosfer. Air yang terinfiltrasi ke tanah mula-mula akan mengisi pori-pori tanah sampai mencapai kadar air jenuh. Apabila kondisi tersebut telah tercapai, maka air tersebut akan bergerak dalam dua arah, arah horisontal sebagai interflow dan arah vertikal sebagai perkolasi (Sri Harto, 1993).

Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan,

(30)

16 temperatur, penguapan, lamanya penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air, selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan menggunakan prosedur tertentu (Yuliana, 2008).

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sumber : Triatmodjo, 2010) 3. Analisis Distribusi Curah Hujan Wilayah

Curah hujan yang di perlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata- rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada titik tertentu. Curah hujan ini di sebut curah hujan wilayah dan dinyatakan dalam millimeter (Sri Harto, 1993).

(31)

17 Curah hujan ini harus di perkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Metode perhitungan curah hujan areal dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut (Sri Harto, 1993):

a) Metode Rata-rata Aljabar

Cara menghitung rata-rata aritmatis (arithmetic mean) adalah cara yang paling sederhana. Metode ini dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh data curah hujan yang tercatat dari semua stasiun pengukuran kemudian membaginya sesuai dengan banyaknya jumlah stasiun. Metode ini dapat dilakukan di daerah yang datar dan memiliki banyak stasiun pengukuran yang tersebar secara merata (Sri Harto, 1993).

Secara sistematis rumus yang digunakan untuk menghitung curah hujan dengan metode rata-rata aljabar adalah sebagai berikut (Sri Harto, 1993):

=

(Persamaan 2.2)

Keterangan : R = curah hujan rata-rata (mm)

R1....R2 = besarnya curah hujan pada masing-masing pos (mm)

n = banyaknya pos hujan b) Metode Poligon Thiessen

Cara ini memperhitungkan luas daerah yang mewakili dari pos-pos hujan yang bersangkutan untuk digunakan sebagai faktor bobot dalam

(32)

18 perhitungan curah hujan rata-rata. Metode ini dilakukan dengan membagi daerah yang diwakili untuk setiap stasiun penakar hujan. Daerah tersebut dibentuk dengan menggambarkan garis-garis yang tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan dua stasiun pengukur terdekat. Untuk menghitung curah hujan rata-rata dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara data curah hujan di suatu stasiun pengukur dengan luas daerah yang diwakilinya kemudian dibagi dengan luas total seluruh DAS (Sri Harto, 1993).

Secara sistematis rumus yang digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata dengan metode polygon thiessen adalah sebagai berikut (Sri Harto, 1993):

Ṝ = R1W1+R2W2 + ………+ RnWn (Persamaan 2.3) Keteranga : R = curah hujan rata-rata (mm)

R1...R2...Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm) W1...W2...Wn = faktor bobot masing-masing stasiun. Yaitu %

daerah pengaruh terhadap luas keseluruhan

Gambar 2. Pembagian daerah dengan Metode Poligon Thiessen (Sumber : Sosrodarsono, 2006)

(33)

19 c) Metode Isohyet.

Isohyet adalah garis lengkung yang merupakan harga curah hujan yang sama. Umumnya sebuah garis lengkung menunjukkan angka yang bulat. Isohyet ini diperoleh dengan cara interpolasi harga-harga curah hujan yang tercatat pada penakar hujan lokal (Rnt). Metode ini dilakukan dengan cara membagi DAS dengan garis-garis yang menghubungkan titik yang memiliki curah hujan yang sama besar (isohyet). Curah hujan rata-rata didapatkan dengan menjumlakan perkalian curah hujan rata-rata diantara dua garis dengan luas daerah diantara dua garis tersebut kemudian membagi hasilnya dengan luas seluruh DAS (Sri Harto, 1993).

Rumus yang digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata dengan metode ini adalah sebagai berikut (Sri Harto, 1993):

Ṝ =

(Persamaan 2.4) Keterangan : R = curah hujan rata-rata (mm)

Ri = curah hujan stasiun i ( mm ) Ai = luas DAS stasiun i ( km2 )

(34)

20 Gambar 3. Pembagian daerah dengan Metode Isohyet

(Sumber : Sosrodarsono, 2006) 4. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah besarnya air hujan yang jatuh ke permukaan bumi pada satuan luas . Dengan demikian apabila diketahui curah hujan 1 mm berarti curah hujan tersebut adalah sama dengan 1 liter/m2. Jadi curah hujan merupakan jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas. Satuan curah hujan dinyatakan dalam mm sedangkan derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per-satuan waktu dan disebut juga dengan intensitas hujan. Intensitas hujan dipergunakan untuk mencari debit banjir rencana (Suyono, Kensaku Takeda, 1978).

5. Metode Analisis Curah Hujan Rancangan

Menurut Soewarno (1995) metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan rancangan adalah Metode Normal, Metode Log Normal, Metode Gumbel dan Metode Log Pearson Tipe III.

(35)

21 a. Metode Normal

Distribusi Normal atau kurva normal disebut pula Distribusi Gauss.

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

XT = X + k . Sx (Persamaan 2.5)

Keterangan :

XT = Variabel yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun

X = Harga rata-rata dari data K = Variabel Reduksi

Sx = Standar Deviasi b. Metode Log Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

Log XT = Log X + k . Sx log X (Persamaan 2.6) Keterangan :

Log XT = Variabel yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun

log X = Harga rata-rata dari data K = Variabel Reduksi

Sx log X = Standar Deviasi

(36)

22 c. Metode Gumbel

Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekwensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien kemencengan (Coefisien of skwennes) atau CS = 1,139 dan koefisien kurtosis (Coeficient Curtosis) atau Ck< 4,002. Pada metode ini biasanya menggunakan distribusi dan nilai ekstrim dengan distribusi dobel eksponensial (Soewarno,1995).

Persamaan curah hujan rencana dari metode E.J.Gumbel adalah sebagai berikut:

X S x K

Xt (Persamaan 2.7)

Sn Yn

K (Yt ) (Persamaan 2.8)

Keterangan :

Xt = besarnya debit rencana untuk periode ulang T X = harga rata-rata dari data debit

S = simpangan baku data debit K = faktor frekuensi

Yn = reduced mean sebagai fungsi dari banyak n data

Yt = reduced variate sebagai fungsi dari banyak periode ulang T tahun

Sn = reduced standard deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data

(37)

23 d. Distribusi Log Pearson Tipe III

Distribusi Log Pearson Tipe III atau Distribusi Extrim Tipe III digunakan untuk analisis variabel hidrologi dengan nilai varian minimum misalnya analisis frekwensi distribusi dari debit minimum (low flows). Distribusi Log Pearson Tipe III merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson Tipe III dengan menggantikan data menjadi nilai logaritmik. Pada distibusi Log Pearson Tipe III tidak mempunyai sifat khas yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan jenis distribusi ini. Pada umumnya sebaran data statistik memenuhi kriteria pada metode ini. Persamaan distribusi Log Pearson Tipe III dapat ditulis sebagai berikut (Soewarno, 1995):

Log XT = Log X + (KT x S Log X) (Persamaan 2.9) Keterangan : Log Xt = Besarnya curah hujan dengan periode t (mm)

Log X = Rata-rata nilai logaritma data X hasil pengamatan (mm)

S Log X = Deviasi standar Log X = 0,5

KT = Variabel Standar, besarnya tergantung koefisien kepencengan (Cs atau G pada tabel frekuensi KT untuk Distribusi Log Person Type III)

a) Harga rata-rata

(Persamaan 2.10)

(38)

24 b) Standar deviasai

S log X =

(Persamaan 2.11) c) Koefisien variasi

og og (Persamaan 2.12)

d) Koefisien kemencengan (skewness)

Cs = ∑

(Persamaan 2.13)

e) Koefisien kurtosis

Ck = ∑

(Persamaan 2.14)

F. Analisis Debit Banjir Rancangan

Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan stabilitas bangunan-bangunan yang ada di badan sungai. Perhitungan debit banjir rencana dalam pekerjaan ini dimaksudkan untuk menghitung debit banjir rencana pada lokasi rencana penetapan sempadan sungai (Soemarto, 1995).

Adapun metode yang digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana adalah sebagai berikut :

(39)

25 1. Metode Rasional

Menurut Goldman (1986) dalam Suripin (2004), metode rasional dapat digunakan untuk daerah pengaliran <300 ha. Menurut Ponce (1989) dalam Bambang T (2008), Metode Rasional dapat digunakan untuk daerah

pengaliran <2,5Km2. Dalam Departemen PU, SK SNI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa metode rasional dapat digunakan untuk ukutan daerah pengaliran <5000 ha.

Dalam Asdak, Chay (2002), dijelaskan jika ukuran daerah pengaliran

>300 ha, maka koefisien pengaliran (C) bisa dipecah-pecah sesuai tata guna lahan yang bersangkutan. Dalam suripin (2004) dijelaskan penggunaan metode rasional pada daerah pengaliran dengan beberapa sub daerah

pengaliran dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata- rata dan intensitas curah hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang, Rumus umum dari metode rasional adalah :

Q = 0,278 x C x I x A (Persamaan 2.15)

Keterangan :

Q = Debit puncak (m3/detik) C = Koefisien pengaliran

A = Luas daerah pengaliran (km2) I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

(40)

26 2. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Pada teori hidrograf satuan sintetik nakayasu untuk analisis hidrologi dalam penelitian debit banjir rancangan didasarkan pada persamaan berikut (Soemarto, 1995).

Qp =

0,3

0

T 0,3Tp 3,6

R A

C (Persamaan 2.16)

Keterangan : Qp = debit puncak banjir (m3/det) R0 = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

Tp = tg + 0,8 tr

Tg = waktu konsentrasi (jam), tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag), dalam hal ini, jika:

L < 15 km tg = 0,21 . L0,7 L > 15 km tg = 0,4 + 0,058 . L

tr = tenggang waktu hidrograf (time base of hidrograf)

= 0,5 sampai 1 tg T0,3 = α.tg

α =

 

tg L A 0,47  0,25

(41)

27 untuk :

1. Daerah penga iran biasa α = 2

2. Bagian naik hidrograf yang ambat dan bagian menurun yang cepat α =1,5 3. Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang ambat α = 3 Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan memiliki rumus :

Qa =  





2.4

p

p T

Q t (Persamaan 2.17)

Keterangan : Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/det) t = waktu (jam)

Bagian lengkung turun (decreasing limb) hidrograf satuan

Qd1 = T0,3

Tp t

0,3 Qp

` (Persamaan 2.18)

Qd2 =

1,5T0,3 0,5T0,3 Tp t

0,3 Qp

(Persamaan 2.19)

Qd3 = 0,3

2T1,5T0,3 Tp

t 0,3 Qp

(Persamaan 2.20)

(42)

28 Gambar 4 : Gambar Lengkung Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

(Sumber : Triatmodjo 2010)

G. Banjir

Banjir adalah air yang melebihi kapasitas tampung di dalam tanah, saluran air, sungai, danau atau laut karena kelebihan kapasitas air dalam tanah, saluran air, sungai, danau, dan laut akan meluap dan mengalir cukup deras menggenangi dataran atau daerah yang lebih rendah di sekitarnya. Hal itu sesuai dengan sifat air yang selalu mengalir dan mencari tempat-tempat yang lebih rendah (Kristianto, 2010). Dalam istilah teknis, banjir adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai dan dengan demikian aliran air akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya. Faktor-faktor Penyebab Banjir (Asdak, 2010):

lengkung naik lengkung turun

Q i

tr

0,8 tr tg

Qp

0,32 Qp 0,3 Qp

Tp T0,3 1,5 T0,3

(43)

29 1. Pengaruh aktivitas manusia: pembangunan pemukiman, mengubah pemanfaatan hutan menjadi budidaya, pembangunan di sekitar sepadan sungai, sampah dll.

2. Kondisi Alam yang bersifat tetap: kondisi geografi daerah yang sering terkena badai, angin muson barat daya membuat hujan deras terutama india dan asia tenggara. Daerah dengan topografi cekung.

3. Peristiwa Alam yang bersifat dinamis: hujan dalam jangka waktu panjang atau hujan deras berhari-hari, penurunan muka tanah atau amblesan, pendangkalan dasar sungai karena sedimen yang terlalu tinggi.

Jenis-jenis banjir berdasarkan penyebabnya dan proses terjadinya di Indonesia menurut Kristianto (2010):

1. Banjir Bandang

Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul dan mengalir dengan cepat di daerah- daerah dengan permukaan rendah. Akibatnya, segala macam yang dilewatinya dikelilingi oleh air dengan tiba-tiba. Banjir bandang terjadi begitu cepat sehingga setiap detik begitu sangat berharga.

2. Banjir Sungai

Banjir sungai umumnya terjadi akibat curah hujan yang terjadi di daerah aliran sungai sungai (DAS) secara luas yang berlangsung cukup lama.

Selanjutnya air hujan yang tidak tertampung lagi disungai meluap

(44)

30 sehingga menimbulkan banjir dan genangan di daerah sekitarnya. Banjir sungai umumnya akan menjadi banjir besar secara perlahan, dan tergolong banjir musiman yang dapat berlanjut sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

3. Banjir Pantai

Banjir pantai adalah banjir yang terkait dengan terjadinya badai tropis. Air laut membanjiri daratan akibat satu atau perpaduan dampak gelombang pasang, badai, atau tsunami (gelombang pasang).

H. Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Debit Banjir

Leopold dan Dunne (1978) dalam Sudadi et al. (1991) mengatakan secara umum perubahan penggunaan lahan akan mengubah: (1) karakteristik aliran sungai, (2) total aliran permukaan, (3) kualitas air dan (4) sifat hidrologi yang bersangkutan. Alih fungsi lahan memberikan pengaruh terhadap perubahan debit banjir melalui kemampuan tanah menyerap air hujan berdasarkan penutupan/penggunaan lahanya (Yustina, dkk 2011).

Kegiatan tata guna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam suatu DAS seringkali dapat mempengaruhi hasil air (wateryield). Pada batas tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air. Pembalakan hutan, perubahan dari satu jenis vegetasi hutan menjadi jenis vegetasi hutan lainnya, perladangan berpindah, atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi areal pertanian atau padang rumput adalah

(45)

31 contoh-contoh kegiatan yang sering dijumpai di Negara berkembang.

Terjadinya perubahan tata guna lahan dan jenis vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi besar-kecilnya hasil air (Asdak, 2010).

Menurut Arsyad (2006), vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatankegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah.

Menurut Haryani (2011) menyatakan bahwa beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain : (1) Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan, (2) Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga ke atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap permukiman (kelompok-kelompok perumahan), (3) Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan menggeser kegiatan

(46)

32 pertanian/ lahan hijau khusus di perkotaan, (4) Terjadinya fragmentasi pemilihan lahan yang menjadi satuan-satuan usahan dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.

(47)

33 I. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini mengambil beberapa penelitian yang menjadi bahan perbandingan dan referensi. Beberapa penelitian yang relevan dan menjadi bahan acuan referensi dituliskan dalam bentuk tabel matrix penelitian seperti di bawah ini:

No Penulis Judul Metode Hasil

1  Noviana Dian Utami

 Slamet Suprayog i

 Kajian debit banjir akibat perubahan penggunaan lahan di sub das belik,

Daerah Istimewa Yogyakarta

 Survery dan investigasi

 Kapasitan sungai yang dihitung dengan rumus Manning

 Metode Rasional

 Penggunaan lahan di sub DAS Belik antara tahun 2003 dan 2012 yang paling banyak berkurang luasannya adalah daerah bervegetasi yaitu seluaas 23,47 Ha (3,43%) diikuti oleh tanah kosong seluas 8,01 Ha ( 1,17%), dan halaman dengan tanah berpasir yang mengalami perubahan seluas 6,40 Ha (0,94%) sedangkan penggunaan lahan yang banyak mengalami pertambahan luas antara lain perumahan dengan perubahan seluas 22,86 Ha (3,34%), pertokoan seluas 10,75 Ha (1,57%), dan perkantoran seluas 9,86 Ha (1,44%).

 Debit banjir di Sub DAS Belik (DTA utama) pada tahun 2003 adalah 28,48 m3/detik dan mengalami kenaikan menjadi 29,47 m3/detik pada tahun 2012.

Kapasitas sungai DTA utama sebesar 36,07 m3/detik mampu menampung debit banjir yang melaluinya pada kala ulang tahun 2 tahun karena kapasitasnya lebih besar dari pada debit banjir.

 Daerah kajian secara keseluruhan mengalami peningkatan nilai koefisien limpasan antara 4,55% - 13,95% karena perubahan penggunaan lahan

(48)

34 menjadi lahan yang kedap. Penggunaan lahan yang berubah tetap dianggap berkontribusi terhadap peningkatan koefisien limpasan. Perubahan koefisien limpasan rata-rata di daerah kajian telah menaikkan debit banjir maksimumnya karena keduanya berbanding lurus

2  Adelia Untari

 Studi pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit banjir di DAS

Citepus, Kota Bandung

 ArcGis

 Metode Log Person III

 Metode Rasional

 Hasil analisis perubahan penggunaan lahan tahun 2009 dan menurut rencana tata ruang wilayah (RTRW) tahun 2011-2031 : Terjadi peningkatan drastis kawasan perdangan di semua sub das citepus, yang paling besar peningkatan terjadi di kecamatan Cicendo, Andir dan Astana Anyar.

 Peningkatan nilai koefisien limpasan (C) dan debit puncak terbesar pada tahun 1986 dibandingkan tahun 2009 adalah hulu DAS Citepus yaitu sebesar 10,12%

3  Sri Wahyuni

 Hardy Guchi

 Benny Hidayat

 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Tahun 2003 dan 2013 di

Kabupaten Dairi

 Survey dan investigasi

 ArcGis

 Berdasarkan data dilapangan diperoleh bahwa tipe penggunaan lahan yang cenderung mengalami penambahan luas adalah penggunaan lahan budidaya yaitu 15.905 Ha. Penambahan jumlah penduduk dari tahung 2003 yaitu sebesar 255.847 jiwa menjadi 318.818 jiwa pada tahung 2013.

 Land use dan land cover pada sawah pada tahun 2003 sebesar 3.358 Ha dan terjadi perubahan pada tahun 2013 menjadi 2.478 Ha sehingga pada tahun 2013 terjadi perubahan penggunaan kahan sawah yang cenderung menurun sebesar 880 Ha.

(49)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan untuk meneliti terletak antara 5o6’00”

– 5o10’30” L dan 119o37’30” – 119o51’00” BT, memi iki uasan 221,85 km2. Tepatnya berada pada desa Pucak Kabupaten Maros

Gambar 5. Peta Sub Das Lekopancing

Waktu penelitian ini dilakukan kurang lebih dalam jangka waktu 4 bulan, terdiri dari suvey kegiatan, pengambilan data, analisis data dan seminar.

(50)

36

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan adalah penilitan lapangan, dimana kondisi tersebut dibuat dan dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada literature-literatur yang berkaitan dengan penelitian tersebut, dengan tujuan untuk mengetahui adanya sebab dan akibat dan pengaruh dengan cara menganalisis data yang didapatkan, baik dari lapangan maupun dari instansi yang terkait.

Adapun sumber data di dapat dari instansi terkait :

1. Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

2. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Selatan.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang di teliti adalah data curah hujan yang di dapat dari instasi terkait (PU Pompengan Jeneberang Sul-Sel) yang terdiri dari 3 stasiun (stasiun pucak, stasiun salojirang, dan stasiun botto kappang) dengan rentang waktu masing-masing selama 20 tahun, Jumlah penduduk dari tahun 2008 sampai 2018 di Desa Pucak Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros, dan Luas Area penggunaan lahan disekitar Sub DAS Lekopancing.

(51)

37

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian, pengambilan data yang dilakukan yaitu pengambilan data dari lapangan dengan melakukan pengambilan sesuai data yang di dapat di lapangan :

1. Observasi langsung pada area yang akan di tinjau penggunaan lahannya.

2. Mengambil data-data yang dibutuhkan sesuai data yang diperlukan diluar dari lapangan yaitu instansi yang terkait.

E. Metode Analisis Data

Dalam metode analisis data merupakan tahapan proses penelitian dimana data yang sudah dikumpulkan dan diolah dalam rangka menjawab rumusan masalah. Dalam penelitian ini metode analisis data yang dilakukan yaitu:

1. Pengolahan Citra dengan menggunakan aplikasi ArcGIS 10.3, Citra Landsat 7 untuk tahun 2008, dan Citra Landsat 8 untuk tahun 2018.

Adapun tahapan langkahnya sebagai berikut:

a. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan Agar posisi piksel pada citra dapat sesuai posisinya dengan posisi yang ada di Peta Rupa Bumi (RBI)

(52)

38 b. Komposit Warna

Pada proses ini dilakukan penajaman warna dan proses komposit warna yaitu dimana proses pengolahan data Landsat 8 dengan cara mengkombinasikan data spektral dengan tujuan untuk memperoleh gambaran perbedaan antara lokasi obyek hutan, permukiman, petanian lahan basah, pertanian lahan kering, semak belukar dan tubuh air.

c. Mosaik

Penggabungan beberapa citra ke dalam satu citra pada suatu kenampakan yang utuh dari suatu wilayah. Dan untuk mempercepat pengerjaan dilakukan dengan menggabungkan dua citra menjadi satu dengan kualitas dan saluran band yang sama.

d. Cropping

Pemotongan batas daerah yang disesuaikan dengan wilayah yang akan di analisis, menggunakan data vektor.

e. Training area (Area Pelatihan)

Pemilihan training area dilakukan sebagai acuan dalam pelaksanaan klasifikasi digital.

f. Klasifikasi jenis penutup lahan.

2. Menggunakan Rumus log person tipe III

Rumus yang digunakan dalam metode Distribusi Probabilitas Log Person Type III pada (Persamaan 2.9).

(53)

39 Log XT = Log X + (KT x S Log X)

3. Menggunakan Rumus Gumbel

Persamaan curah hujan rencana dari metode E.J.Gumbel pada Persamaan (2.7) dan Persamaan (2.8):

X S x K

Xt

Sn Yn

K (Yt )

4. Menghitung Debit Banjir dengan metode Rasional pada (Persamaan 2.15)

C = 0,278 x C x I x A

5. Menghitung debit banjir rencana dengan Metode (HSS) Nakayasu Rumus umum dari Metode (HSS) Nakayasu pada Persamaan (2.16):

F. Prosedur Penelitian

Dalam melakukan penelitian kita harus memiliki prosedur penelitian agar mempunyai langkah-langkah dan aturan-aturan dalam melakukan suatu penelitian agar tidak keluar dari tahapan dan rencana serta prosedur dari penelitian yang dilakukan sehingga dapat mempermudah kita dalam menyelesaikan penelitian dengan baik dan teratur serta mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan sesuai dengan alur dari penelitian yang akan dilakukan yang berlokasi di Sub DAS Lekopancing, Kabupaten Maros.

Adapun prosedur dari penelitian ini, yaitu:

(54)

40 1. Melakukan tinjauan lokasi penelitian.

2. Mendefenisikan dan merumuskan masalah sehingga dalam penelitian kita dapat mengacu pada rumusan masalah yang ada dan yang akan di bahas dalam penelitian ini.

3. Dalam penelitian ini proses pengumpulan data dengan mengambil data dari lapangan yang berada pada lokasi penelitian.

4. Melakukan pengumpulan data-data yang di dapatkan dari lapangan.

5. Mengambil data-data dan mengumpulkan data yang diluar dari lapangan seperti mengambil data yang dibutuhkan yang berada pada instansi terkait.

6. Melakukan analisis data dengan berpatokan kepada dasar teori dan data-data yang didapatkan serta referensi yang relevan dengan penelitian dan di analisis.

7. Membuat kesimpulan pada tahap ini peneliti membuat kesimpulan yang sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan.

8. Penyusunan laporan.

(55)

41

G. Bagan Alur Penelitian

Gambar 6. Bagan alur pengerjaan tugas akhir Mulai

Studi literatur Survey pendahuluan

Pengumpulan data sekunder 1. Data Curah Hujan 20 tahun

dengan 3 stasiun.

2. Jumlah Penduduk

Selesai cek

1. Peta perubahan tutupan lahan dari tahun 2008 dan 2018 menggunakan arcGIS.

2. Analisa curah hujan dengan metode Log Person Type III (Log XT = Log X + (KT x S Log X) dan Metode Gumbel

3. Perhitungan debit banjir dengan Metode (HSS) Nakayasu

(

) dan Metode Rasional (Q=0,278 . C . I . A) Tidak

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan

Ya

(56)

42 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian

1. Klasifikasi penggunaan lahan pada tahun 2008: Hutan, Permukiman, Pertanian Lahan Basah, Pertanian Tanah Kering, Semak belukar, Tubuh air.

Tabel 2. Perhitungan lahan pada area penelitian pada tahun 2008 No. Penggunaan

lahan Luas (Ha) Persentase C C x A

1 Hutan 13776,720 62,1% 0,03 413,3016

2 Permukiman 110,840 0,50% 0,6 66,504

3 Pertanian

Lahan Basah 3230,579 14,562% 0,15 484,5869 4 Pertanian

Lahan Kering 3478,594 15,680% 0,1 347,8594

5 Semak

Belukar 1224,902 5,521% 0,07 85,7431

6 Tubuh Air 363,149 1,637% 0,05 18,1575

Total 22184,783 100% 1 1416,1525

C

Hasil analisis perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Lekopancing tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan lahan didominasi oleh Hutan sebesar 13776,720 Ha dan memiliki persentase 62,1% kemudian di susul oleh Pertanian Lahan Kering sebesar 3478,594 Ha dan persentase 15,680%, Pertanian Lahan Basah sebesar 3230,579 Ha dan persentase 14,562% , Semak Belukar sebesar 1224,902 Ha dan persentase 5,521%, Tubuh Air sebesar 363,149Ha dan persentase 1,637%, Permukiman sebesar 110,840Ha dan persentase 0,50%.

(57)

43 Gambar 7. Peta tutupan lahan sub DAS lekopancing tahun 2008

(58)

44

2. Klasifikasi penggunaan lahan pada tahun 2018 : pemukiman, sawah, tegalan, perkebunan, tanah kosong, semak belukar, hutan rimba, sungai.

Tabel 3. Perhitungan lahan pada area penelitian pada tahun 2018 No. Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase

(%) C CxA

1 Hutan 12264,632 55,284 0,03 367,9390

2 Permukiman 140,545 0,634 0,6 84,327

3 Pertanian Lahan

Basah 5657,716 25,503 0,15 848,6574

4 Pertanian Lahan

Kering 3724,709 16,789 0,1 372,4709

5 Semak Belukar 107,613 0,485 0,07 7,5329

6 Tubuh Air 289,569 1,305 0,05 14,4785

Total 22184,783 100 1 1695,4057

C

Pada Tabel di atas menunjukkan perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Lekopancing tahun 2018, penggunaan lahan didominasi oleh Hutan sebesar 12264,632 Ha dan memiliki persentase 55,284% kemudian di susul oleh Pertanian Lahan Basah sebesar 5657,716 Ha dan persentase 25,503%, Pertanian Lahan Kering sebesar 3724,709 Ha dan persentase 16,789% , Tubuh Air sebesar 289,569 Ha dan persentase 1,305%, Permukiman sebesar 140,545 Ha dan persentase 0,634%, semak belukar sebesar 107,613 Ha dan persentase 0,485%. Jadi total keseluruhan penggunaan lahan di tahun 2018 sebesar 2218,783Ha.

(59)

45 Gambar 8. Peta tutupan lahan sub DAS lekopancing tahun 2018

Referensi

Dokumen terkait

Alat sederhana yang dapat mendeteksi adanya neutron termal terdiri dari detector kamar ionisasi (ionization chamber) yang mana salah satu elektrodanya dilapisi dengan

Koordinat yang dihasilkan lebih akurat, karena menggunakan data shp yang memiliki koordinat sehingga letak objek lebih akurat 2 Dimensi/ Skala Dimensi sesuai denagn

Tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk memberikan arahan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengurangi risiko bencana banjir di Kali Lamong Kabupaten

mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2015, seperti tersebut dibawah ini:. NO LELANG / SELEKSI KEGIATAN

Dalam hal ini peneliti melakukan analisis data terhadap buku-buku mengenai pendidikan Islām, pendidikan di lingkungan Persis, dan data yang diperoleh dari wawancara

Berdasarkan data dan praktikum yang telah didapatkan data pada persemaian kering rata-rata tinggi tanaman yaitu sebesar 16,62 cm, rata-rata total panjang akar

Untuk dapat menerapkan dan mengetahui nilai kesesuaian (relevant) model Okapi BM25 terhadap query dan dokumen yang dikembalikan, maka penellitian ini akan membahas tentang

Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi oleh jenis kontrak atau subkontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati