5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Risiko Proyek
Pada setiap kegiatan usaha termasuk usaha jasa konstruksi akan selalu muncul dua kemungkinan yaitu adanya peristiwa memperoleh keuntungan dan risiko menderita kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara sederhana risiko dapat berarti kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan. Dalam perspektif kontraktor risiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu keadaan/ peristiwa/ kejadian dalam proses kegiatan usaha, yang dapat berdampak negatif terhadap pencapaian sasaran usaha yang telah ditetapkan (Asiyanto, 2004). Risiko proyek ditandai faktor-faktor berikut:
a. Peristiwa risiko, menunjukkan dampak negatif yang dapat terjadi terhadap proyek.
b. Peristiwa terjadinya peluang/ probabilitas. c. Kedalaman dampak yang terjadi.
2.1.1 Jenis-Jenis Risiko
Risiko pada umunnya dikelompokkan berdasarkan anggaran modal, sifat, dan sumber,
a. Risiko berdasarkan sifat dapat dibedakan atas dua jenis (Darmawi, 2000), yaitu:
1. Risiko Spekulatif
Risiko ini memiliki dua kemungkinan yaitu kemungkinan rugi atau untung, biasanya risiko ini tidak dapat diasuransikan.
2. Risiko Murni
Risiko yang memiliki satu kemungkinan yaitu ke arah kemungkinan rugi, risiko ini dapat diasuransikan. Dalam perhitungan risiko proyek konstruksi, biasanya diasumsikan sebagai risiko murni, maksudnya keuntungan dalam proyek yang dianggap sebagai pembayaran jasa atas kemampuan perusahaan sehingga berhasil menyelesaikan proyek.
6 b. Risiko berdasarkan anggaran modal proyek dibagi atas dua (Soeharto, 1997),
yaitu :
2. Risiko Proyek Tunggal (stand alone risk).
Risiko yang diperhitungkan hanya risiko yang melekat pada proyek itu sendiri atau hanya memperhitungkan karakteristik hubungan antara risiko dan keuntungan terlepas ada tidaknya proyek lain dalam satu perusahan.
3. Risiko Multiproyek
Risiko yang dihadapi satu perusahaan dalam kaitan menangani beberapa proyek, dalam hal ini risiko masing-masing proyek diperhitungkan berkombinasi.
c. Risiko berdasarkan sumber risiko dapat diartikan sebagai faktor yang dapat menimbulkan kejadian yang bersifat positif atau negatif. Berikut ini adalah sumber risiko dari suatu proyek (Kwakye, 1997) :
1. Fundamental physical risk
Merupakan risiko akibat fenomena alam, kesalahan manusia atau industri yaitu : terjadinya hal yang tidak dapat dikontrol (force majeur) seperti kerusakan akibat badai, kebakaran, perang, kebocoran nuklir atau bahan kimia berbahaya, dan sebagainya.
2. Legal risk
Risiko ini berkaitan dengan bidang hukum, yaitu kerugian terhadap manusia dan kerusakan pada bangunan atau lingkungan selama masa pelaksanaan dan pemeliharaan konstruksi, kualitas bahan yang kurang baik dan gangguan-gangguan lainnya selama pelaksanaan konstruksi.
3. Construction related risk
Risiko ini berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi, yaitu kekurangan sumber daya (tenaga kerja, material, peralatan), keterlambatan penyelesaian pekerjaan, penundaan atau keterlambatan mengelola site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidaksesuaian gambar atau volume dalam kontrak dengan kenyataan di lapangan, dan sebagainya.
7 4. Price determination risk
Risiko ini berkaitan dengan masalah biaya, meliputi risiko akibat kesalahan estimasi atau penaksiran yang kurang akurat, tidak tepatnya pengambilan keputusan, kesalahan meramalkan fluktuasi dan biaya sumber daya yang digunakan.
5. Contractual Risk
Risiko ini meliputi keterlambatan pembayaran, kualitas kerja yang tidak sesuai kontrak, klaim, persengketaan, dan sebagainya.
6. Peformance Risk
Risiko ini diakibatkan oleh bagaimana hasil produktivitas dari sumber daya yang digunakan, misalnya akibat kualitas pekerja yang kurang profesional.
7. Economic Risk
Risiko ini meliputi inflasi, tingkat suku bunga yang tinggi, penundaan pencairan dana, pembengkakan biaya, dan sebagainya.
8. Political Risk
Risiko ini diakibatkan oleh peristiwa yang terjadi dalam dunia politik, perubahan iklim politik,seperti pergantian pemerintahan, dan sebagainya.
9. Market Risk
Risiko pasar diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan konstruksi, persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya. Soeharto (1997) mengelompokkan risiko berdasarkan sumber dalam beberapa garis besar, yaitu :
1. Risiko yang berkaitan dengan bidang manajemen, misalnya : a. Kurang tepat perencanaan lingkup biaya, mutu, waktu. b. Kurang tepatnya pengendalian lingkup biaya, mutu, waktu. c. Koordinasi pelaksanaan, dan sebagainya.
2. Risiko yang berkaitan dengan bidang teknis dan implementasi, misalnya:
a. Ketepatan pekerjaan dan produksi design engineering. b. Ketepatan pekerjaan konstruksi (jadwal dan kualitas).
8 c. Kondisi lokasi dan site.
d. Ketepatan pengadaan material dan peralatan (volume, jadwal, harga dan kualitas), dsb.
3. Risiko yang berkaitan dengan bidang kontrak dan hukum, misalnya: a. Pasal-pasal yang kurang lengkap, kurang jelas, interpretasi yang
berbeda.
b. Pengaturan pembayaran, change order, claim. c. Masalah jaminan warranty dan garansi guaranty. d. Force majeure, dsb.
4. Risiko yang berkaitan dengan situasi politik a. Perijinan
b. Pelestarian lingkungan c. Situasi pasar
d. Aliran kas, dsb.
Barrie & Paulson (1992) dalam mengidentifikasi risiko secara garis besar dan mengelompokkannya atas lima macam, yaitu :
1. External unpredictable
Risiko ini terjadi akibat faktor eksternal yang tidak terduga, risiko ini meliputi : intervensi pemerintah, akibat kejadian alam, perusakan dan sabotase, efek samping yang tidak terduga, penyelesaian yang gagal. 2. External predictable uncertain
Risiko ini diakibatkan oleh faktor eksternal yang dapat diramalkan namun berada dalam ketidapastian, risiko ini meliputi ; risiko pasar, kegiatan operasional, pengaruh lingkungan, pengaruh sosial, inflasi dan pajak 3. Internal non technical
Risiko ini terjadi akibat faktor internal yang bersifat non teknis, risiko ini meliputi : keterlambatan waktu, pembengkakkan biaya, dan gangguan pada cashflow.
4. Techical
Risiko ini diakibatkan oleh faktor teknis, risiko ini meliputi : perubahan teknologi, cara kerja, penggunaan teknologi khusus, perubahan dan ketepatan penggunaan suatu sistem.
9 5. Legal
Risiko ini berkaitan dengan masalah hukum, risiko ini meliputi: perijinan, kegagalan kontrak, hak paten, tuntutan hukum, dan force majeur.
2.1.2 Manajemen Risiko Proyek (Project Risk Management)
Manajemen risiko adalah proses sistematik dari identifikasi, analisis, dan menanggulangi risiko proyek. Termasuk memaksimalkan kemungkinan dan konsekuensi hal-hal yang positif untuk obyektifitas proyek (PMBOK Guide, 2000). Urutan manajemen risiko adalah :
1. Rencana Manajemen Risiko 2. Identifikasi Risiko
3. Analisis Kualitatif Risiko 4. Analisis Kuantitatif Risiko 5. Rencana Penanggulangan Risiko 6. Kontrol dan Pengawasan Risiko
2.1.2.1 Perencanan Manajemen Risiko
Perencanaan manajemen risiko adalah proses bagaimana melakukan pendekatan dan perencanaan aktivitas manajemen risiko terhadap proyek. Adapun yang dipertimbangkan dalam Perencanaan Manajemen Risiko antara lain:
1. Bagan proyek
2. Kebijakan-kebijakan perusahaan
3. Penegasan tentang aturan-aturan dan tanggung jawab
4. Penggambaran dari Perencanaan Manajemen Risiko perusahaan
Perencanaan Manajemen Risiko akan dapat menggambarkan tentang pengidentifikasian risiko, analisis kualitatif dan kuantitatif risiko, perencanaan penanggulangan risiko, pengontrolan dan pengawasan risiko.
2.1.2.2 Identifikasi Risiko
Pengidentifikasian risiko dalam proyek merupakan proses awal untuk menemukan peristiwa risiko yang potensial menimbulkan kerugian pada proyek, merupakan proses pengumpulan dan mendokumentasikan risiko apa saja yang
10 dapat membahayakan proyek. Dengan menggunakan pendekatan cause and effect untuk pengidentifikasian, yaitu dengan menganalisis apa yang terjadi dan potensi akibat yang akan ditimbulkan.
2.1.2.3 Analisis Kualitatif Risiko
Analisis kualitatif risiko merupakan proses menyelenggarakan analisis kualitatif terhadap risiko sesuai dengan kondisi keutamaan yang mempengaruhi proyek. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam analisis kualitatif risiko adalah:
1. Status proyek 2. Jenis proyek
3. Asumsi-asumsi/ anggapan
4. Pengujian-pengujian terhadap asumsi-asumsi/ anggapan 5. Kemungkinan risiko dan pengaruhnya terhadap proyek
6. Susunan/ urutan dari kemungkinan risiko dan pengaruhnya terhadap proyek
7. Urutan ketepatan data
Dengan analisis kualitatif akan dapat menghasilkan antara lain : a. Tingkatan risiko secara keseluruhan dari proyek b. Daftar skala prioritas risiko bagi proyek
c. Daftar dari risiko tambahan/risiko lain
d. Kecenderungan dalam hasil analisis risiko kualitatif
2.1.2.4 Analisis Kuantitatif Risiko
Setelah mengetahui peristiwa risiko yang mungkin terjadi maka dilanjutkan dengan langkah pengkajian kuantifikasi risiko, yaitu menaksir derajat ketidakpastiannya. Metode yang biasa digunakan adalah metode Decision Tree, Analisis Sensitivitas, dan Metode Simulasi. Metode Decision Tree atau Pohon Keputusan sering dipakai untuk menganalisis masalah probabilitas yang kompleks dan berlangsung secara berurutan (Soeharto, 2001).
Metode Decision Tree adalah diagram pilihan keputusan dan peristiwa kejadian yang menyertai keputusan, serta hasil dari hubungan antara pilihan dengan kejadian. Disebut pohon keputusan karena bila digambarkan mirip sebuah
11 pohon dengan cabang-cabang dan ranting-ranting (Hasan, 2002). Dengan pohon keputusan selain dapat digunakan untuk menentukan risiko dominan dari peristiwa risiko juga bisa digunakan untuk mengetahui kedalaman dampak, prosentase risiko dan urutan dari peristiwa risiko yang ada. Tujuan penggunaan pohon keputusan ini adalah untuk memudahkan penggambaran situasi keputusan secara sistematik dan komprehensif. Pengambilan keputusan adalah saat dimana sesuatu di luar kontrol tentang apa yang akan terjadi, atau diluar kendali kita. Pohon keputusan yang lengkap memiliki komponen-komponen sebagai berikut (Kamaluddin, 2003) :
1. Titik pilihan (choice node). Merupakan hasil akhir sebuah keputusan yang diperoleh dari beberapa alternatif, dan merupakan suatu pilihan yang terbaik. Titik pilihan ini ditandai dengan sebuah kotak.
2. Cabang alternatif (alternatif branches). Merupakan banyak kemungkinan pilihan jawaban dari suatu persoalan yang berpangkal pada titik pilihan. Pada akhir dari suatu cabang pilihan terdapat nilai atau kemungkinan dari suatu hasil yang diharapkan.
3. Titik hasil (outcome node). Merupakan hasil dari tiap-tiap cabang dalam pohon keputusan. Titik hasil ini ditandai dengan sebuah lingkaran pada tiap-tiap cabang pohon keputusan.
4. Cabang hasil (outcome branches). Merupakan banyaknya kemungkinan untuk meraih suatu hasil dari titik hasil, dan pada tiap-tiap ujung alternatifnya ada nilai kesuksesan (biaya atau profit).
5. Kesuksesan (payoff). Merupakan sekumpulan laba (benefit) atau biaya yang mungkin dihasilkan, yang diakibatkan oleh kombinasi suatu keputusan dan suatu keadaan dasar yang acak.
Pembentukan pohon keputusan akan lebih mudah jika melalui tahapan tahapan berikut:
1. Tahap Pertama: Membentuk sebuah pohon keputusan dengan membentuk atau menggambarkan cabang-cabang. Pada tahap pertama ini dari titik pilihan (choice node) yaitu mulai arah paling kiri ke arah kanan, dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
12 b. Pada akhir tiap-tiap cabang alternatif, gambarkan kemungkinan hasil sebagai cabang dari titik hasil (outcome node), dengan membuat lingkaran pada tiap-tiap alternatif dan kemudiann membuat cabang-cabang lagi pada suatu kondisi yang berbeda.
2. Tahap Kedua: Membentuk sebuah pohon keputusan, dengan menyisipkan daun-daun. Pada langkah kedua ini, dimaksudkan untuk menambahkan informasi yang relevan ke dalam pohon keputusan.
Adapun pada tahapan ini, harus ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan biaya (laba) masing-masing alternatif. Jika alternatif tersebut
adalah biaya maka di depan angka tersebut harus diberi tanda negatif. b. Menentukan probabilitas untuk masing-masing kejadian. Nilai
probabilitas dapat berubah jika ditemukan informasi tambahan yang relevan, misalnya saja setelah melakukan kegiatan survey atau riset pasar dan seterusnya.
c. Menentukan nilai kesuksesan kotor (payoff kotor) dari masing-masing hasil.
3. Tahap Ketiga: Memotong cabang keputusan dengan mengumpulkan informasi, jika perlu. Tahap ini merupakan tahap akhir dari pohon keputusan. Dalam memotong cabang-cabang yang tidak diperlukan, dibutuhkan adanya informasi yang akurat dan dapat dipercaya, sebab kesalahan dalam memotong cabang karena kesalahan penerimaan informasi akan berakibat fatal dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pada tahap ini harus dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :
a. Menghitung nilai bersih yang diharapkan tiap-tiap titik hasil.
b. Mengubah masing-masing titik hasil dengan nilai bersih yang diharapkan pada cabang-cabang.
c. Pada masing-masing titik pilihan, potonglah (buanglah) masing-masing cabang alternatif yang tidak dipakai, dengan catatan:
Jika NEV (Net Expected Value) mencerminkan biaya atau rugi, maka yang dipotong adalah NEV masing-masing alternatif yang besar. Artinya, hanya tinggal satu alternatif pilihan yaitu biaya atau kerugian terkecil.
13 maka yang dipotong adalah nilai NEV yang kecil, dan yang tersisa yang menjadi pilihan adalah satu nilai NEV yang terbesar.
Adapun unsur-unsur dalam pohon keputusan yaitu : 1. Node kotak (□), mewakili simpul keputusan. 2. Node lingakaran (o), mewakili simpul probabilitas.
Cabang atau ranting dari simpul keputusan mencerminkan keputusan yang mungkin terjadi saat itu, sedang cabang dari simpul probabilita menandakan kondisi dasar yang dapat terjadi.
Langkah-langkah pokok dalam pembuatan pohon keputusan adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan masalah dan alternatif-alternatif
2. Mengambar lay out dari pohon keputusan, pohon keputusan memperlihatkan titik-titik keputusan dan pilihan alternatif yang tersedia, yang hasilnya tergantung dari identifikasinya. Adapun cara menggambar lay out dari pohon keputusan adalah sebagai berikut:
a. Pohon keputusan dimulai dengan sebuah keputusan yang harus dibuat, yang diwakili dengan node kotak pada bagian paling kiri. Keputusan ini merupakan alternatif awal atau alternatif tindakan yaitu kumpulan alternatif pertama yang harus dipilih oleh pengambil keputusan. Pada bagian lebih lanjut alternatif ini mungkin akan diikuti oleh alternatif lain, tapi pada dasarnya hasil utama analisis ini adalah merekomendasi alternatif pertama mana yang sebaiknya dipilih.
b. Dari node kotak digambar garis penghubung atau cabang ke arah kanan untuk setiap altematif.
c. Pada ujung garis harus dipertimbangkan hasil dari altematif, apabila hasilnya berupa ketidakpastian maka gambarkan node lingkaran, jika hasilnya mempakan suatu keputusan maka gambarkan node kotak. d. Apabila semua sudah diselesaikan, maka harus dievaluasi apakah ada
altematif yang belum dipertimbangkan. Jika perlu digambarkan dan diatur penempatannya.
14 tugas akhir ini diperoleh dari pengolahan data hasil penyebaran kuesioner. 4. Mengevaluasi pohon keputusan. Dimulai dari bagian paling kanan dan
berakhir di bagian paling kiri dari pohon keputusan.
Dalam membuat pohon keputusan ini diusahakan sesederhana mungkin, sehingga fokus terhadap alternatif utama. Contoh struktur pohon keputusan dan alternatif yang mungkin terjadi dapat diperlihatkan dengan gambar 2.1 dan gambar 2.2. Main Lotere Mata Uang Main Lotere Dadu Tidak Main Gambar Angka 1 2 3 4 5 6 Rp. - 0 - + - - - 0 Gambar 2.1 Pohon keputusan permainan lotere
15 Pabrik besar
- 3,5 M
Demand tinggi 750 Juta
250 Juta Demand rendah
Pabrik kecil - 1,5 M
Demand tinggi 400 Juta
200 Juta Demand rendah
Gambar 2.2 Pohon keputusan pembangunan pabrik
(Sumber : Kamaluddin, 2003)
Pelaksanaan analisis dengan metode ini didasari beberapa asumsi yang membantu memberi analisis hasil yang diharapkan.
I. Asumsi ke-1 : Memberi Probabilitas Kejadian
Informasi mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa, jika tidak tersedia maka perlu diberikan nilai probabilitas. Nilai probabilitas diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner. Besarnya nilai kemungkinan bagi munculnya suatu kejadian adalah selalu berada diantara 0 (nol) dan 1 (satu). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai :
0 ≤ P(A) ≤ 1 (2.1)
Dimana P(A) menyatakan nilai kemungkinan munculnya kejadian A. Jumlah nilai kemungkinan dari seluruh hasil yang muncul adalah 1 (Supranto et al, 1991).
II. Asumsi ke-2: Nilai ekspektasi dengan kriteria peristiwa rugi ekspektasi (expected opportunity loss atau EOL) untuk setiap alternatif keputusan
Penggunaan nilai ekspektasi sebagai kriteria pengambilan keputusan yang dapat membantu dalam mengambil keputusan, salah satunya nilai ekspektasi dengan kriteria peristiwa rugi ekspektasi (expected opportunity toss atau EOL). Penggunaan nilai ekspektasi ini
16 didasari pertimbangan bahwa analisis ini merupakan analisis dari risiko yang merupakan peristiwa mendapat kerugian (Taylor, 1996).
Untuk selanjutnya nilai ekspektasi ini dinyatakan dengan EOL (Peristiwa Rugi Ekspektasi) yang dihasilkan dengan mengalikan probabilitas dengan nilai ekspektasi penyesalan (expected regret).
III. Asumsi ke-3 : Penetapan nilai ekspektasi penyesalan (NE)
Penetapan nilai ekspektasi penyesalan (NE), karena dampak peristiwa risiko ini dianggap mengurangi nilai keuntungan yang diharapkan maka dipergunakan tanda (-), dimana besamya NE sebagai berikut (Supranto, 1991):
NE = 1/n ∑𝑖𝑗𝑃𝑖𝑗 (2.2)
Dimana :
NE = Nilai ekspektasi
n = Jumlah kondisi masa depan (state of nature)
Pij = Nilai payoff untuk alternatif keputusan i, bila kondisi masa depan state of nature yang terjadi adalah j
2.1.2.5 Rencana Penanggulangan Risiko
Rencana penanggulangan risiko merupakan proses pengembangan tahapan, teknik untuk mempertinggi kesempatan dan mengurangi ancaman obyektifitas proyek. Proses ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan tanggapan dan tanggung jawab risiko
1. Tanggapan Terhadap Risiko
Tanggapan yang dimaksud adalah berupa teknik dan strategi untuk menanggulangi risiko yang mungkin timbul. Tanggapan dapat berupa tindakan menghindari, mencegah kerugian, dan memperkecil dampak negatif. Tanggapan risiko dikelompokkan dalam beberapa kategori (Soeharto, 1997) sebagai berikut :
a. Mengikat Asuransi
Meminimalkan risiko dengan mengurangi atau mengontrol kerugian dengan asuransi.
b. Menghindari Risiko
17 keputusan yang paling mudah dalam menghadapi risiko. Misalnya suatu proyek yang dokumen proyeknya tidak jelas, tidak lengkap dan mengada-ada maka proyek ini terlalu berisiko jika diambil maka keputusan yang paling tepat adalah tidak mengambilnya.
c. Ditanggung bersama/shared
Pendistribusian atau pembagian risiko (shared) dengan pihak lain, misalnya dalam kerja sama berbentuk joint venture, risiko dipikul bersama antara pengguna jasa dengan mitranya.
d. Pemindahan tanggung jawab/ transferred
Pemindahan atau memberikan tanggung jawab risiko proyek pada pihak lain, misalnya dari pengguna jasa proyek ke peserta proyek lain, ini dilakukan bila pihak lain tersebut dianggap mampu atau memiliki kontrol yang baik dalam mengelola risiko bersangkutan
e. Menghadapi risiko dengan dana cadangan
Risiko dihadapi dengan persiapan misalnya menyediakan dana cadangan yang sering disebut kontijensi atau allowance. Besarnya dana ini tergantung dari kontraktor sendiri. Strategi ini digunakan bila tidak memungkinkan dengan mentransfer risiko dengan pertimbangan biaya yang sama besar dengan kerugiannya bila menghadapi risiko tersebut.
2. Tanggung Jawab Risiko
Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi oleh jenis kontrak atau subkontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati pada ketentuan-ketentuan dalam kontrak atau subkontrak dan pembagian tanggung jawabnya tersebut. Umumnya risiko yang bersifat controllable dalam proyek dialokasikan kepada peserta proyek berdasarkan petimbangan berikut.
a) Alokasi risiko diberikan pada peserta yang dianggap memilliki posisi paling baik untuk mengendalikannya.
b) Alokasi risiko diberikan pada peserta atas dasar dorongan motivasi untuk meningkatkan kinerjanya dan disesuaikan kemampuannya dalam menangani risiko.
c) Bila risiko harus dipikul bersama oleh peserta proyek maka bobotnya harus dibagi secara rasional.
18 d) Dalam merencanakan alokasi risiko harus diperhitungkan dampaknya terhadap biaya proyek secara keseluruhan, sehingga perlu dicari alternatif terbaik.
2.1.2.6 Kontrol dan Pengawasan Risiko
Proses terakhir adalah pengawasan sisa-sisa risiko, mengidentifikasi risiko baru, menentukan rencana penurunan risiko, dan evaluasi keefektifitasannya. Hal-hal yang perlu dilaksanakan dalam proses ini antara lain :
a. Pemeriksaan terhadap penanggulangan risiko b. Tinjauan risiko proyek secara berkala
c. Merencanakan penanggulangan terhadap risiko tambahan
Dengan dilaksanakannya proses ini akan menghasilkan rincian kegiatan secara keseluruhan
2.2 Kontrak
Kontrak adalah ikatan perjanjian antara dua pihak, pihak pertama (pemberi tugas) memberikan tugas pada pihak kedua (penerima tugas) dan pihak kedua menerima tugas tersebut untuk melaksanakan pekerjaan atau pengadaan barang dan pihak pertama berjanji akan membayar sejumlah biaya yang telah disetujui bersama atas pekerjaan atau pengadaan barang yang telah diselesaikan (Soedibyo, 1984).
2.2.1. Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Perjanjian (Kontrak)
Pihak-pihak yang terlibat dalam rangkaian proses insdustri konstruksi yang relatif panjang mulai dari tahap pra studi kelayakan (pre feasibility study) sampai dengan penyerahan hasil pekerjaan (Soeharto, 1995) dapat dibagi atas :
1. Pemilik atau owner
Yaitu individu/ badan hukum yang memiliki ide dan modal untuk membangun suatu proyek.
2. Konsultan
Yaitu institusi atau badan usaha yang memiliki keahlian dan bakat khusus dalam menangani masalah perencanaan, membantu pengelolaan, atau
19 mengawasi pelaksanaan proyek. Konsultan ini terdiri dari konsultan perencana, konsultan pengawas atau konsultan manajemen konstruksi.
3. Kontraktor
Yaitu pihak yang melaksanakan kegiatan fisik proyek.
Berdasarkan KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI, NOMOR: 11a Tahun 2008, maka kontraktor-kontraktor di Indonesia dibagi menjadi:
a. Kualifikasi Gred 2 yaitu kontraktor yang melaksanakan pekerjaan Rp. 0,00 sampai dengan Rp 300.000.000,00.
b. Kualifikasi Gred 3 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan Rp. 0,00 sampai dengan Rp. 600.000.000,00.
c. Kualifikasi Gred 4 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan di atas Rp. 0,00 s/d Rp. 1.000.000.000,00.
d. Kualifikasi Gred 5 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan sama atau di atas Rp. 1.000.000.000,00 sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00
e. Kualifikasi Gred 6 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan sama atau di atas Rp. 1.000.000.000,00 sampai dengan Rp. 25.000.000.000,00.
f. Kualifikasi Gred 7 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan sama atau di atas Rp. 1.000.000.000,00. sampai dengan tak terbatas.
4. Subkontraktor
Subkontraktor adalah kontraktor spesialis yang disewa untuk menghasilkan pekerjaan spesifik pada proyek. Subkontrak adalah perjanjian kerja antara kontraktor utama dengan subkontraktor, keseluruhan pekerjaan tersebut tetap menjadi tanggung jawab kontraktor utama kepada pemilik proyek.
5. Nominated subcontractor (NSC)
Adakalanya dalam suatu kontrak disebut adanya Nominated subcontractor, pengelolaan subkontraktor jenis ini (nominated) berbeda sekali dengan subkontraktor biasa yang diuraikan di depan.
20 Menurut Conditions of Contract for Construction dari FIDIC, definisi Nominated Sub Contractor adalah:
a. Subkontraktor yang disebut dalam kontrak (surat perjanjian) sebagai subkontraktor yang dinominasikan (ditunjukkan oleh owner/ engineer)
b. Subkontraktor yang harus dipekerjakan oleh kontraktor atas perintah engineer (wakil owner).
Ada dua macam nominated subcontractor (NSC), yang pertama disebut secara jelas dalam kontrak nama perusahaan dan pekerjaan apa yang harus diserahkan pelaksanaannya, sedang yang kedua baru diketahui setelah subkontraktor yang bersangkutan ditunjuk oleh engineer.
6. Pihak-pihak lain
Yaitu pihak-pihak yang tidak terkait langsung dalam kontrak seperti pemasok (supplier), pihak penjamin seperti bank dan asuransi.
2.2.2. Hubungan Antara Pihak-pihak yang Terlibat dalam Perjanjian (Kontrak)
Hubungan kontraktual maupun fungsional dapat dilihat dari organisasi proyek secara keseluruhan. Bentuk-bentuk organisasi proyek pada dasamya ada empat macam (Barrie, 1992), yaitu :
1. Organisasi Proyek Tradisional
Organisasi proyek yang memperlihatkan adanya hubungan dan tanggung jawab langsung (hubungan kontraktual) baik konsultan perencana maupun kontraktor dengan pemilik. Bentuk organisasi ini biasanya dipakai pada jenis kontrak. fixed price atau unit price.
Keuntungan organisasi ini adalah minimnya keterlibatan konsultan dan bentuknya yang sederhana sehingga hubungan kerja atau hubungan fungsional lebih mudah. Kerugiannya adalah sering terjadi sikap yang bertentangan atau berlawanan antara pemilik dan kontraktor dan sering tejadi perubahan pekerjaan (change order) khususnya untuk fixed price atau lumpsump.
21 2. Organisasi Proyek Owner Builder
Yaitu organisasi dimana pemilik, perencana, dan pelaksana dilakukan oleh satu badan yang dapat menjadi tiga bagian, yaitu bagian perencana, pelaksana dan pemasaran. Dalam insdustri konstruksi Indonesia, bentuk ini dikenal sebagai developer (pengembang).
3. Organisasi Proyek Turnkey
Yaitu organisasi proyek dimana terdapat pemilik (owner) dan satu badan usaha atau perusahaan yang bertanggung jawab baik dalam perencanaan maupun konstruksi.
4. Organisasi Proyek Manajemen Konstruksi
Yaitu organisasi proyek yang pesertanya seperti pihak-pihak dalam organisasi proyek tradisional ditambah dengan konsultan manajemen proyek. Hubungan kontraktual yang terjadi antara pemilik dan masing-masing konsultan perencana dan kontraktor ditambah hubungan fungsional dan kontraktual dengan konsultan manajemen proyek.
2.3 Standar Umum Kontrak dalam Industri Konstruksi
Standar umum kontrak adalah format standar kontrak diperuntukan bagi seluruh kontraktor (Dipohusodo, 1996). Di dalam standar umum kontrak terdapat klausal-klausal yang dapat dipakai sebagai dasar dalam pembuatan pasal-pasal di dalam kontrak suatu pekerjaan.
2.3.1. Bagian-bagian dari Standar Umum Kontrak
Di dalam suatu standar umum kontrak biasanya terdiri atas enam bagian (Soedibyo, 1984):
1. Syarat-syarat Umum Kontrak (General Conditions of Contract)
Persyaratan-persyaratan umum kontrak (General Conditions of Contract) berisikan tentang:
1) Definisi dan pengertian istilah-istilah kontrak. 2) Asuransi dan jaminan (insurances and bonds).
3) Hak dan kewajiban pemillik, kontraktor dan subkontraktor. 4) Hak dan wewenang supervisi pemilik (owner's engineer).
22 5) Pengadaan material, peralatan, dan jasa termasuk mutu
pekerjaan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. 6) Penundaan dan penghentian pekerjaan.
7) Ketentuan penambahan pekerjaan.
8) Ketentuan permulaan dan perpanjangan waktu pekerjaan. 9) Cara dan waktu pembayaran.
10) Ketentuan sehubungan dengan uang yang ditahan (retention money).
11) Ketentuan perubahan kontrak dan penambahan biaya tenaga kerja dan bahan-bahan.
12) Prosedur yang digunakan jika kontraktor mengalami kebangkrutan.
13) Prosedur yang digunakan jika terjadi tuntutan dan perselisihan. 2. Persyaratan-persyaratan khusus/ tambahan (Special or Supplementary
Conditions of Contract)
Yaitu persyaratan-persyaratan tambahan yang bersifat khusus dan berfungsi untuk melengkapi General Conditions of Contract, seperti denda yang harus dibayarkan jika terjadi keterlambatan dalam penyelesaian kontrak, masa pemeliharaan sesudah kontrak, pengadaan item-item khusus oleh pemilik, dan lain-lain.
3. Spesifikasi (Specifications)
Yaitu bagian-bagian yang menerangkan tentang metode pelaksanaan dan mutu pekerjaan yang harus dilaksanakan secara garis besar. Bagian ini berisikan antara lain:
a. Ruang lingkup pekerjaan.
b. Jenis-jenis dan kualitas pekerjaan yang digunakan. c. Kualitas tenaga kerja yang diperlukan.
d. Cara pengerjaan atau pelaksanaan (metode pelaksanaan) dari suatu bentuk atau hasil pekerjaan.
e. Pengujian-pengujian yang diperlukan.
f. Standar satuan atau ukuran peralatan yang digunakan.
23 (tempat fabrikasi, pemotongan material, dan Iain-lain).
h. Standar upah dan harga satuan. 4. Gambar (Drawings)
Yaitu penjelasan secara visual mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan.
5. BQ (Bill of Quantity)
Yaitu daftar volume pekerjaan yang harus dilaksanakan beserta harga satuannya dalam suatu proyek.
6. Lain-lain
Yaitu hal-hal Iain sebagai tambahan dari kontrak seperti denda atau addendum (perubahan-perubahan yang terjadi sebelum pelaksanaan kontrak).
2.3.2. Standar Kontrak yang Umum Dipakai di Indonesia
Untuk mengatur hal-hal teknis, kontrak konstruksi umumnya dibuat dengan merujuk kepada syarat-syarat umum kontrak atau standar umum kontrak (General Conditions of Contract). Di Indonesia terdapat syarat-syarat umum perjanjian pemborongan bangunan (Algemene Voorwaden) sebagai singkatan dari peraturan yang lengkapnya disebut : Algemene Voorwaden voor de intvoering biijanneming van openbare werken yang disahkan dengan Surat Keputusan Pemerintahan Hindia Belanda Nomor : 09 tanggal 28 Mei 1941. disingkat AV-41 yang lebih umum dikenal dengan nama "Syarat-Syarat Umum Untuk Pelaksanaan Pembangunan Bangunan Umum yang Dilelangkan (SU-41)". Conditions of Contract ini merupakan produk kolonial Belanda. Conditions of Contract ini lebih cocok dipergunakan untuk proyek-proyek dengan struktur organisasi proyek sederhana, yaitu organisasi proyek yang terdiri dari pemilik dan pelaksana proyck (organisasi proyek tradisional) (Sri, 1982) dalam (Perbawa, 2004).
Keputusan Menteri Pekeriaan Umum Nomor : 38/KPTS/1998 Tentang Dokumen Lelang Standar Pengadaan Jasa Pemborong di lingkungan Departemen Pekeriaan Umum, yang dikeluarkan oleh PU masih juga dipergunakan oleh PU sebagai standar dalam pembuatan suatu kontrak konstruksi pada saat ini contohnya pada kontrak pekeriaan jasa pemborongan jalan Tohpati-Kusamba
24 Gianyar Tahun 2000. Hal ini dilakukan karena belum adanya surat keputusan menteri PU yang baru sebagai pengganti Keputusan Menteri Pekerjaaan Umum Nomor : 38/KPTS/1998 Tentang Dokumen Lelang Standar Pengadaan Jasa Pemborong. Selain itu pasal-pasal dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 38/KPTS/1998 ini isinya tidak bertentangan dengan ketentuan UUJK No. 18 Tahun 2000. Hal ini dapat dilihat pada pasal 4 UUJK No. 18 Tahun 2000, bahwa surat keputusan yang ada lebih rendah dari UUJK No. 18 Tahun 2002, jika isinya tidak sesuai atau bertentangan maka surat keputusan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi.
Bagian-bagian dari standar umum ini antara lain: I. Bab I. Instruksi kepada peserta lelang
II. Bab II. Bentuk penawaran, informasi kualifikasi surat penetapan dan perjanjian
III. Bab III Syarat-syarat kontrak IV. BablV Data kontrak
V. Bab V Spesifikasi VI. Bab VI Daftar kuantitas VII. Bab VII Gambar-gambar
VIII. Bab VIII Bentuk-bentuk Jaminan
Pada syarat-syarat kontrak (Conditions of Contract) ini juga terdapat klausal yang mengatur tentang kepentingan dan hak-hak dari pemilik, konsultan, maupun kontraktor yang relative seimbang sehingga tidak merugikan atau mementingkan salah satu pihak. Hal ini dapat dillihat pada Bab. III tentang syarat- syarat kontrak, sebagai berikut:
1. Klausal 4 : tentang wewenang dan keputusan direksi pekerjaan. 2. Klausal 6 : tentang berlakunya syarat-syarat kontrak
3. Klausal 8 : tentang kerjasama antar kontraktor dengan kontraktor, petugas pemerintah dan pemilik
4. Klausal 10 : tentang risiko-risiko yang dihadapai pemilik dan kontraktor akibat pelaksanaan dan selama berjalan kontrak.
5. Klausal 11 : tentang risiko-risiko yang dihadapi oleh pemilik 6. Klausal 12 : tentang resiko-resiko yang dihadapi kontraktor
25 7. Klausal 14 : tentang data investigasi lapangan
8. Klausal 25 : tentang prosedur penyelesaian perselisihan
9. Klausal 28 : tentang pengunduran dan penjadwalan ulang semua kegiatan pekerjaan
10. Klausal 29 : tentang percepatan yang diajukan oleh pemillik 11. Klausal 38 : tentang perubahan kuantitas pekerjaan
12. Klausal 39 : tentang perintah perubahan
13. Klausal 40 : tentang pembayaran untuk perintah perubahan
14. Klausal 44 : tentang peristiwa apa saja yang mendapatkan kompensasi.
15. Klausal 59 : tentang pemutusan kontrak apabila salah satu pihak 16. Klausal 62 : melakukan kesalahan mendasar atas kontrak
17. Klausal 44 : tentang peristiwa yang ada di luar kemampuan pemilik atau kontraktor. Standar umum kontrak ini menggantikan standar umum kontrak pekerjaan Nomor 172/KPTS/1993 dan ditetapkan di Jakarta Tanggal 26 Februari 1998 oleh Menteri PU saat itu yaitu Bapak Radinal Moochtar.
2.3.3. Standar Kontrak untuk Subkontraktor
Untuk Standar kontrak khusus untuk subkontraktor sampai saat ini memang belum ada, karena pada dasarnya subkontraktor sama dengan kontraktor, hanya saja subkontaktor melakukan volume pekerjaan tidak terlalu besar dan spesialisasi pada jenis pekerjaan tertentu.
2.4 Pengelolaan Subkontraktor
Kontraktor sebagai suatu badan usaha, seperti usaha lain, selalu menginginkan usahanya dapat berkembang menjadi lebih besar. Namun demikian, kemampuan perusahaan untuk menambah jumlah sumber daya pasti ada batasnya, apalagi bila dinilai dari segi efisiensi. Dalam hal perusahaan telah mencapai batas kemampuannya dalam menyediakan sumber daya sendiri, sedangkan di lain pihak peristiwa masih tetap terbuka maka biasanya perusahaan menggunakan "out
26 sourcing" (sumber daya milik pihak lain). Dalam hal pemanfaatan ketiga sumber daya tersebut, kita dapat menggunakan "subkontraktor".
Dalam sistem manajemen subkontrak, tanggung jawab tidak diserahkan tetapi tetap berada pada kontraktor utama. Yang diserahkan hanya pelaksanaan pekerjaan, artinya kinerja dari subkontraktor tetap menjadi tanggung jawab kontraktor kepada owner.
Menurut (Asiyanto,2005) Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam kebijakan subkontrak antara lain sebagai berikut:
1. Menghindari atau mengurangi risiko terhadap pekerjaan yang kurang dikuasai (tidak ahli).
2. Menghemat penyediaan sumber daya sendiri, meliputi uang, tenaga dan alat.
3. Membantu mempercepat pelaksanaan proyek dengan pemanfaatan kekuatan subkontraktor.
4. Pembinaan hubungan kerja sama yang baik dengan partner/ subkontraktor.
5. Pemanfaatan potensi dari luar ke dalam perusahaan.
Berikut ini adalah tahap - tahap pengelolaan subkontraktor dalam (Asiyanto, 2004), yaitu:
1. Tahap Pemilihan Subkontraktor
Tahap pemilihan subkontraktor bertujuan untuk menentukan subkontraktor yang akan diikutsertakan, baik dalam proses tender maupun proses produksi, perlu dilakukan proses pemilihan, agar sasaran dan tujuan penggunaan subkontraktor dapat tercapai dengan baik. Proses pemilihan subkontraktor bisa melalui tender ataupun penunjukan langsung.
2. Tahap Negosiasi
Tahap negosiasi merupakan tahap pemilihan subkontraktor melalui penunjukan maupun melalui tender, tetap ditindaklanjuti dengan negosiasi, untuk mencapai suatu kesepakatan kerja sama. Inti dari proses negosiasi adalah harga penawaran dimana persyaratan waktu dan mutu sudah dinyatakan tetap. Artinya harga penawaran yang disampaikan oleh subkontraktor berdasarkan persyaratan mutu dan waktu yang ditetapkan.
27 Ada lima hal penting yang harus diketahui oleh subkontraktor sebelum menghitung penawarannya, yaitu:
a. Semua dokumen proyek yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan diserahkan kepada subkontraktor yang bersangkutan, termasuk gambar dan spesifikasi.
b. Semua informasi yang diperlukan tentang lokasi proyek. Untuk ini subkontraktor yang bersangkutan diharuskan melakukan survei lokasi proyek.
c. Metode konstruksi (construction method) yang kita inginkan. Dalam hal ini subkontraktor dapat mengajukan alternatif tetapi melalui persetujuan kita (kontraktor).
d. Batasan waktu pelaksanaan, yang meliputi titik mulai dan titik akhir dari pekerjaan.
e. Cara pembayaran, misalkan cara pembayaran menggunakan cara "back to back", yaitu subkontraktor dibayar bila sesuai dengan pembayaran dari owner, atau dengan cara pembayaran yang lain.
Berdasarkan standar proses, maka cara yang dilakukan untuk menghitung harga penawaran harus dilakukan juga oleh subkontraktor bila akan mengajukan harga penawaran kepada kontraktor utama (main contractor).
3. Tahap Pengesahan
Tahap pengesahan hasil negosiasi berbentuk surat perjanjian yang ditandatangani kedua belah pihak. Surat perjanjian subkontraktor yang fair (wajar) adalah memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing pihak secara seimbang.
Hal-hal penting yang harus ada dalam surat perjanjian subkontrak, antara lain adalah :
a. Kuantitas pekerjaan
b. Kualitas pekerjaan (spesifikasi) c. Biaya pekerjaan
d. Waktu pekerjaan e. Cara pembayaran f. Sanksi atas pelanggaran
28
4. Tahap Persiapan Subkontraktor .
Bila surat perjanjian kerja sama dalam proses produksi dengan subkontraktor telah ditandatangani, maka segala sesuatu sudah harus mulai dikendalikan, agar dapat mencapai sasaran yang kita inginkan. Persiapan yang harus dilakukan oleh subkontraktor dan juga dari pihak mainkontraktor
5. Tahap Pengawasan dan Koordinasi Pengawasan
Sikap kontraktor utama terhadap tiga variabel penting dalam pelaksanaan proyek yaitu: biaya, mutu dan waktu, pada bagian pekerjaan yang disubkontrakkan adalah sebagai berikut:
a. Pengendalian mutu, sepenuhnya ada di tangan kontraktor utama. Dalam hal ini subkontraktor bertanggung jawab kepada kontraktor utama. Kontraktor utama dapat melakukan intervensi langsung, tanpa kompromi, kepada subkontraktor bila terjadi penyimpangan.
b. Pengendalian waktu, sepenuhnya ada pada kontraktor utama, karena subkontraktor hanya bertanggung jawab kepada kontraktor utama. Hanya bedanya dengan butir (a) di atas, kontraktor utama tidak dapat melakukan intervensi langsung, harus melakukan kompromi dengan subkontraktor. Kecuali bila nyata-nyata subkontraktor sudah tidak mampu mengatasi keterlambatan, yang dapat menyebabkan keterlambatan penyelesaian seluruh proyek.
c. Pengendalian biaya, proses pengendalian biaya sebenarnya telah terjadi pada saat negosiasi harga. dengan ditandatanganinya surat perjanjian, pada dasarnya pengendalian biaya telah selesai, kecuali bila dalam surat perjanjian terdapat syarat-syarat kondisi. jadi dalam proses pelaksanaan bagian pekerjaan yang disubkontrakkan, pengendalian biaya sepenuhnya ada pada subkontraktor sendiri. kontraktor utama tidak dapat mencampuri, kecuali bila terjadi ketidakwajaran sehingga diperkirakan akan berdampak negatif pada mutu dan waktu berdampak kepada biaya keseluruhan
Melihat uraian ketiga variabel tersebut di atas, maka kegiatan pengawasan dan kontrol, tetap berlaku secara utuh seperti bagian pekerjaan lain yang dilaksanakan sendiri. Oleh karena itu, kontraktor harus memiliki
29 sistem pengeloaan subkontraktor yang baik (manajemen subkontrak), sehingga dapat mencapai suatu kondisi dimana subkontraktor merasa menjadi bagian dari kontraktor secara utuh.
6. Koordinasi
Dalam pelaksanaan bagian pekerjaan yang disubkontrakkan, sudah jelas bahwa pengaturan dan pengalokasian sumber daya ada di tangan subkontraktor. Oleh karena itu, perlu dan penting sekali adanya koordinasi agar seluruh kegiatan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar.
Dengan demikian, hal-hal yang berkaitan dengan perlunya koordinasi antara lain meliputi :
a. Keterbatasan lahan kerja yang ada b. Keterbatasan peralatan kerja yang ada c. Keterbatasan fasilitas kerja yang lain d. Keterkaitan kegiatan satu dengan yang lain e. Keterbatasan waktu yang tersedia
f. Keterkaitan dengan pihak lain (kontraktor lain)
7. Bantuan Teknis dan Administrasi
Pekerjaan subkontraktor adalah tanggung jawab dari kontraktor utama, oleh karena itu pekerjaan tersebut haras diperlakukan seperti kegiatan sendiri. Bila subkontraktor perlu bantuan teknis, termasuk pemecahan persoalan, maka haras dibantu. Begitu juga bila subkontraktor perlu bantuan yang bersifat administratif, seperti permintaan izin dan lain sebagainya, juga menjadi kewajiban kontraktor utama untuk membantu subkontraktor. Sebaliknya, personel atau petugas subkontraktor haras patuh terhadap arahan dari personel kontraktor utama yang berwenang.
8. Pemutusan Kontrak
Pemutusan kontrak terhadap subkontraktor, pada dasarnya tidak dikehendai oleh siapapun, Oleh karena itu, sistem pengelolaan subkontraktor ditekankan kepada pencegahan pemutusan kontrak dan pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan surat perjanjian yang ada.
30
2.5 Populasi
Menurut Sugiono (1997) dalam Riduwan (2003) pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Ada dua jenis populasi, yaitu populasi terbatas dan populasi tidak terbatas (tak terhingga)
a. Populasi Terbatas
Populasi terbatas adalah mempunyai sumber data yang jelas batasnya secara kuantitatif sehingga dapat dihitung jumlahnya.
b. Populasi Tak Terbatas ( Tak Terhingga)
Populasi tak terbatas yaitu sumber datanya tidak dapat ditentukan batas-batasnya sehingga relatif tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah. Berdasarkan sifatnya, populasi dapat digolongkan menjadi populasi homogen dan populasi heterogen.
1. Populasi Homogen adalah sumber data yang unsurnya memiliki sifat yang sama sehingga tidak perlu mempersoalkan jumlahnya secara kuantitatif.
2. Populasi Heterogen adalah sumber data yang unsurnya memiliki sifat atau keadaan yang berbeda (bervariasi) sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah populasi terbatas dan populasi heterogen.
2.6 Sampel
Menurut Arikunto (1998) dalam Riduwan (2003) pengertian sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.
Perhitungan jumlah sampel yang akan digunakan menggunakan rumus Al-Rasyid sebagai berikut (Riduwan, 2003) :
31 Rumus Al-Rasyid : no =
(
𝑍𝛼 2 ∗ 𝐵𝐸)
2 (2.3) n = 𝑛𝑜 1+ (𝑛𝑜 −1) 𝑁 (2.4) Dimana :𝜶 = taraf kesalahan yang besarnya ditetapkan 0,05 N = jumlah populasi
BE = Bound of Error diambil 15% Z 𝜶 = nilai dalam table Z = 1,99 n = jumlah sampel
Teknik pengambilan sampel adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Ada dua macam teknik pengambilan sample dalam penelitian yang umum dilakukan yaitu:
a. Probability Sampling ialah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, yang tergolong teknik probability sampling antara lain metode Proporsionate Stratified Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. b. Non Probability Sampling ialah teknik sampling yang tidak memberikan
kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel.
Pada penelitian ini akan digunakan teknik Probability Sampling dengan teknik Proporsionate Stratified Random Sampling agar didapatkan sampel yang representatif dengan penelitian ini yaitu pengalaman orang-orang yang berkompeten untuk mengisi kuesioner pada penelitian ini.