• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS POKOK BAHASAN KECEPATAN JARAK DAN WAKTU DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS POKOK BAHASAN KECEPATAN JARAK DAN WAKTU DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

203

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

POKOK BAHASAN KECEPATAN JARAK DAN WAKTU DITINJAU

DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

Fyrda Jamiatul Hasanah, Ramlah

Mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang, Jl. HS. Ronggo Waluyo, Puseurjaya, Kec. Teluk Jambe Timur, Kab. Karawang, Jawa Barat 41361.

Dosen Universitas Singaperbangsa Karawang, Jl. HS. Ronggo Waluyo, Puseurjaya, Kec. Teluk Jambe Timur, Kab. Karawang, Jawa Barat 41361, E-mail: fyrdahasanah716@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah soal cerita pada

materi kecepatan, jarak, dan waktu dengan ditinjau dari kemampuan awal siswa. Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD yang berjumlah 3 orang dan berada di Desa Pasirtalaga II. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu satu buah tes uraian dan wawancara dengan materi jarak, waktu, dan kecepatan. Data penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data nilai kemampuan pemecahan masalah sedangkan data kualitatif berupa hasil wawancara yang bertujuan untuk menganalisis kemampuan awal siswa. Analisis data dalam penelitian ini memiliki tiga tahapan, yaitu: 1) tahap perencanaan, pada tahap ini peneliti membuat sebuah instrument tes pemecahan masalah matematis dengan meliputi kisi-kisi, dan juga wawancara; 2) tahap pelaksanaan, pada tahap ini siswa diberikan sebuah test pemecahan masalah matematis, setelah itu dilanjutkan dengan wawancara mengenai soal yang diberikan.; 3) tahap evaluasi, pada tahap ini peneliti mengolah data yang telah diperolah ketika penelitian itu, lalu peneliti menyusun hasil dalam bentuk laporan dan mengevaluasi soal tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan memahami dan tidak mengetahui rumus dalam sebuah soal kemampuan pemecahan masalah dengan materi keceptan, jarak, dan waktu untuk kelas V SD. Siswa juga tidak mengetahui prasyarat materi soal tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis masih sangat rendah, begitu pula untuk kemampuan awal siswa juga masih sangat rendah.

Kata-kata kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Awal, Kecepatan Jarak dan Waktu.

PENDAHULUAN

Pendidikan memiliki peran penting pada kehidupan manusia, dengan bekal pendidikan, wawasan, dan pengetahuan yang memadahi manusia dapat mengembangkan kemampuan yang sebelumnya belum dimiliki. Seseorang yang mendapatkan pendidikan yang cukup setidaknya dapat membuat keputusan

bijak pada kehidupannya kelak dan lingkungannya.

Menurut Permendiknas 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi satuan pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir

(2)

204 logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,

serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Setiap terjadi perubahan kurikulum pembelajaran, Matematika selalu menekankan pada pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM). Akan tetapi pada prakteknya guru kesulitan menghadirkan PAIKEM tersebut dalam kelas. Proses pembelajaran saat ini terlalu mementingkanperkembangan pada tataran pengetahuan, sehingga persoalan kreativitas pada tarafpemahaman konsep, prinsip dan kemampuan menyelesaikan masalah masih perlu ditingkatkan.

Rendahnya nilai matematika siswa ditinjau dari lima aspek kemampuan matematika yang dirumuskan oleh NCTM (1995) yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika, komunikasi matematika, penalaran matematika, representasi dan koneksi matematik. Pengelompokan ini sejalan dengan tutuntutan kemampuan yang disarankan pemerintah melalui kurikulum pembelajaran matematika tahun 2006 yang menjadi acuan penilaian secara nasional.Namun dalam penelitian ini hanya membahas pada kemampuan pemecahan masalah siswa.

Dalam pembelajaran pemilihan strategi dan metode pembelajaran adalah langkah yang harus diperhatikan. Startegi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentangrangkaian kegiatan yang didesain untuk

mencapai tujuan tertentu. Model pembelajaran merupakan langkah penting yang dapat menentukankeberhasilan pencapaian tujuan. Untuk itu dalam pemilihan metode haruslah kreatif dalam penyesuaiannya dengan tujuan pembelajaran.

Mata pelajaran Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol kategori yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Matematika di sekolah dasar berisi bahan pelajaran yang menekankan siswa mengenal, memahami, serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya dengan praktik kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika Sekolah Dasar ditekankan pada pembentukan kemampuan siswa menggunakan matematika dalam memecahkan masalah matematika, dikaitkan dengan mata pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata, sebagai alat komunikasi, dan cara bernalar yang dapat digunakan pada setiap keadaan.

Melalui kemampuan pemecahan masalah matematika yang memadai, siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Pengalaman belajar yang bermakna tersebut akan tumbuh sebagai dampak dari adanya keterlibatan siswa dalam menghubungkan konsep Matematika yang telah dipelajari untuk menyelesaikan suatu masalah.

Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah belajar matematika. Kemampuan ini

(3)

205 sangat diperlukan siswa,terkait dengan

kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari dan mampu mengembangkan diri mereka sendiri. Oleh sebab itu, kemampuan pemecahan masalahperlu mendapatkan perhatian khusus dalam proses pembelajaran matematika dari jenjang pendidikan formal paling dasar, yaitu di SD. Pernyataan ini didukung antara lain oleh National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM, 1977) bahwa “learning

to solve problems is the principal reason for studying mathematics” dan National Council of

Teacher of Mathematics (NCTM, 1980) bahwa

problem solving must be the focus of the curriculum.

Di samping itu, model pembelajaran Matematika yang diterapkan oleh beberapa guru cenderung monoton. Diawali dari menerangkan materi, memberi contoh, memberi latihan soal dan diakhiri memberikan pekerjaan rumah (PR). Proses pembelajaran yang monoton tersebut menyebabkan motivasi dan minat siswa mengikuti pelajaran menurun. Hal ini disebabkan pembelajaran yang dilakukan tersebut dominasi guru sangat kuat. Hal ini sesuai pendapat Abba (2000: 2) yang mengatakan bahwa kebanyakan guru menggunakan model, pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi guru, sehingga mengakibatkan keaktifan siswa rendah dan berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Badan Standar

Nasional Pendidikan (dalam Bambang Soehendro, 2006: 147) menyatakan bahwa “Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.” Kompetensi tersebut sangat bermanfaat bagi peserta didik agar mereka dapat memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi sehingga diharapkan mereka mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika selama ini diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal rumus-rumus, otak anak dipaksa untuk mengingat berbagai rumus tanpa dituntut memahami rumus yang telah dipelajarinya serta menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan menunjukkan bahwa matematika merupakan pelajaran sulit bagi siswa. Hal itu sejalan dengan pendapat Sri Subarinah (2006:2) yang menyatakan bahwa “Pelajaran matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Sebagian anak masih merasa kesulitan menghitung dalam pelajaran matematika.” Catur Supatmono (dalam Evi Yulita Ratnaningsih, 2011: 2) juga berpendapat bahwa “Banyak siswa yang menganggap mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan, tidak menarik, membosankan, dan sulit.” Tidak sepatutnya matematika menjadi momok bagi para siswa.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah tentu menjadi perhatian serius, karena kemampuan pemecahan masalah dapat

(4)

206 digunakan siswa untuk menyelesaikan

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya digunakan untuk menyelesaikan konsep matematis (Masfuah & Pratiwi, 2018). Pernyataan ini sejalan dengan Astuti dkk (2017) bahwa kemampuan pemecahan masalah penting dikembangkan sejak sekolah agar siswa dapat menggunakan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah di kehidupannyata.

Kemampuan pemecahan masalah matematika penting untuk dikuasai siswa sejak dari bangku sekolah dasar. Budha yanti (2009: 9-2) mengutip pernyataan National Council of

Supervisors of Mathematic (978), menyatakan

bahwa belajar memecahkan masalah adalah prinsip dasar dalam mempelajari matematika. Apabila siswa menguasai kemampuan pemecahan masalah, maka siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan penerapan ilmu matematika. Sesuai dengan Shadiq (2014: 09) yang berpendapat bahwa pembelajaran pemecahan masalah sebagai hal yang menentukan keberhasilan pembelajaran matematika, sehingga pengintegrasian pemecahan masalah hendaknya menjadi satu kehausan selama proses pembelajaran itu berlangsung. Oleh karena itu, apabila kemampuan pemecahan masalah matematika tidak ditingkatkan pada siswa, maka akan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa perlu didukung oleh metode pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Wahyudin (2008) mengatakan bahwa salah satu aspek

penting dari perencanaan bertumpu pada kemampuan guru untuk mengantisipasi kebutuhan dan materi-materi atau modelmodel yang dapat membantu para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Didukung pula oleh Sagala (2011) bahwa guru harus memiliki metode dalam pembelajaran sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan. Selain itu, guru harus mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran matematika sehingga dapat diberikan solusi yang tepat agar tujuan dalam pembelajaran dapat tercapai.

Hendriana (2017:47) mengungkapkan bahwa indikator pemecahan bermakna masalah hampir sama dengan strategi dalam pemevahan masalah matematis. Beberapa pakar juga mengungkapkan bahwa indikator pemecahan masalah merupakan bagian dari langkah-langkah dalam pemecahan masalah.

Gagne dalam Hendriana (2017:45) mengemukankan lima langkah yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah, yaitu: 1) menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas; 2) menyatakan masalah dalam bentuk operasional; 3) menyusun hipotesis alternatif dan prosedur kerja dalam memecahkan masalah; 4) menguji hipotesis (mengumpulkan data, mengolah data, dan menyimpulkan); dan 5) memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

Menurut Polya (1973) ada beberapa strategi penyelesaian masalah, yaitu: 1) mencoba-coba; 2) membuat diagram; 3) mencobakan pada permasalahan yang lebih sederhana; 4) menyusun tabel; 5) menemukan pola; 6) memecah tujuan, yaitu merinci tujuan

(5)

207 umum ke dalam tujuan sesungguhnya; 7)

melakukan perhitungan; 8) berpikir logis, yaitu menggunakan penalaran dan penarikan kesimpulan; 9) bergerak dari belakang, yaitu menganalisis bagaimana mendapatkan tujuan yang ingin dicapai; dan 10) mengabaikan hal yang tidak mungkin, yaitu mengesampingkan perhatian pada hal-hal yang mungkin saja terjadi.

Berdasarkan kenyataan di lapangan hasil studi yang telah dilakukan oleh Jatisunda (2016) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebabnya antara lain siswa di Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan PISA. Karakteristik soal-soal tersebut, menuntut siswa untuk menggunakan penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya yaitu soal-soal tes yang berbentuk pemecahan masalah. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Widodo dan Novianto (2017) mengemukakan bahwa rendahnya kemampuan pemecahan masalah dilihat dari hasil uji coba terbatas dengan jumlah 33 sisw diperoleh rata-rata 0,23 dimana rata-rata-rata-rata tersebu berada pada kategori yang rendah.

Pemecahan masalah sering dimunculkan pada standar kompetensi mata pelajaran matematika sekolah dasar, salah satunya di kelas V. Pada Standar Kompetensi (BSNP, 2006: 155) mata pelajaran matematika kedua kelas V tertulis, “Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah” dan Kompetensi Dasar 2.5 tertuli, “Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan”.

Untuk dapat menyelesaikan pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi waktu, jarak, dan kecepatan, siswa harus menguasai serta memahami materi yang telah dipelajari sebelumnya mengenai pengukuran waktu dan jarak. Upaya yang dapat dilakukan guru untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran inovatif. Model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan materi yang diajarkan nantinya akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami, menyelesaikan, serta menafsirkan solusi pemecahan masalah.

Bertolakbelakang dengan harapan di atas, kenyataan yang dijumpai di Sekolah Dasaar saat ini, banyak siswa masih memiliki kemampuan pemecahan masalah pada materi waktu, jarak, dan kecepatan yang tegolong rendah. Hal ini tejadi pada siswa kelas V di daerah Pasirtalaga. Berdasarkan hasil observasi, wawancara diperoleh gambaran bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V khususnya pada materi waktu, jarak, dan kecepatan masih tergolong rendah.

Penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi waktu, jarak, dan kecepatan antara lain: 1) kemampuan pemahaman konsep waktu, jarak, dan kecepatan siswa yang masih tergolong rendah: 2) siswa beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga kurang diminati siswa; 3) siswa kesulitan dalam memahami masalah dan memecahkan masalah pada materi wktu, jarak, dan kecepatan secara sistematis; 4) siswa masih kurang menguasai dan teliti dalam

(6)

208 berhitung; 5) proses pembelajaran yang

cenderung teacher centered.

Kenyataannya yang ditemukan disekolah menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih tergolong rendah (Asih & Ramdhani, 2019). Siswa kurang mampu menyelesaikan soal pemecahan masalah (Sopian & Afriansyah, 2017). Pada saat guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal non rutin siswa kurang mampu menyelesaikannya. Soal non rutin merupakan soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut. Dalam pembelajaran guru tidak pernah mengorientasikan siswa pada suatu masalah sehari-hari yang dekat dengan kehidupan siswa dan tidak memperhatikan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dalam mengajar guru cenderung kurang memperhatikan kemampuan awal siswa. Selain itu, guru matematika tidak melakukan pengajaran bermakna (Afriansyah, 2014) secara maksimal yang berakibat pola belajar siswa cenderung menghafal. Kemampuan awal siswa merupakan kemampuan yang telah ada didalam diri siswa sebelum ia memulai pembelajaran. Kemampuan awal dalam mata pelajaran matematika penting untuk diketahui guru sebelum memulai pembelajaran (Gais & Afriansyah, 2017). Hal ini berguna untuk mengetahui apakah siswa mempunyai pengetahuan prasyarat (prerequisite) untuk mengikuti pembelajaran dan sejauh mana siswa telah mengetahui materi yang akan disajikan, sehingga guru dapat merancang pembelajaran lebih baik. Branca (Sumarmo, 1994) berpendapat bahwa pemecahan masalah dapat diartikan dengan

menggunakan interpretasi umum yaitu pemecahan masalah sebagai tujuan, proses, dan keterampilan dasar. Pemecahan masalah sebagai tujuan menyangkut alasan mengapa matematika itu diajarkan. Dalam interpretasi ini, pemecahan masalah bebas dari soal, prosedur, metode atau isi khusus yang menjadi pertimbangan utama adalah bagaimana cara menyelesaikan masalah yang merupakan alasan mengapa matematika itu diajarkan. Pemecahan masalah sebagai proses merupakan suatu kegiatan yang lebih mengutamakan pentingnya prosedur, langkah-langkah strategi yang ditempuh oleh siswa dalam menyelesaikan masalah dan akhirnya dapat menemukan jawaban soal bukan hanya pada jawaban itu sendiri (Sumartini, 1981).

Kemampuan awal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebelum ia mengikuti pembelajaran. Kemampuan awal dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang kesiapan siswa dalam pembelajaran. Kemampuan awal siswa menjadi salah satu yang harus diketahui oleh guru sebelum memulai pembelajaran, karena pengetahuan tentang kemampuan awal siswa dapat digunakan untuk mengukur kesiapan anak didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman siswa yang terjadi pada fase sebelumnya, perkembangan kognitif siswa, serta ketertarikan siswa terhadap matematika merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam menyelesaikan masalah (Chaplin, 2006).

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa siswa masih rendah dalam kemampuan pemecahan masalah ini, dikarenakan kurangnya

(7)

209 kemampuan awal siswa mengenai materi yang

diujikan sehingga membuat siswa menjadi tidak bisa mengerjakan soal tersebut dengan tuntas.

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif., dimana penelitian kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan analisis pemecahan masalah matematis siswa dan juga bertujuan untuk menggambarkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah pada materi kecepatan, jarak, dan waktu. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD yang berjumlah 3 orang dan berada di Desa Pasirtalaga II. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu satu buah tes uraian dengan materi jarak, waktu, dan kecepatan. Data penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data nilai kemampuan pemecahan masalah sedangkan data kualitatif berupa hasil wawancara yang bertujuan untuk menganalisis kemampuan awal siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik non tes berupa observasi dan wawancara, serta teknik tes.

Analisis data dalam penelitian ini memiliki tiga tahapan, yaitu: 1) tahap perencanaan, pada tahap ini peneliti membuat sebuah instrument tes pemecahan masalah matematis dengan meliputi kisi-kisi, dan juga wawancara; 2) tahap pelaksanaan, pada tahap ini siswa diberikan sebuah test pemecahan masalah matematis, setelah itu dilanjutkan dengan wawancara mengenai soal yang

diberikan.; 3) tahap evaluasi, pada tahap ini peneliti mengolah data yang telah diperolah ketika penelitian itu, lalu peneliti menyusun hasil dalam bentuk laporan dan mengevaluasi soal tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, diperoleh bahwa siswa masih rendah dalam kemampuan pemecahan masalah ini, dikarenakan kurangnya kemampuan awal siswa mengenai materi yang diujikan sehingga membuat siswa menjadi tidak bisa mengerjakan soal tersebut dengan tuntas.

Peneliti memberikan sebuah test mengenai materi kecepatan, jarak, dan waktu. Selanjutnya peneliti menganalisis rekapitulasi kemampuan pemecahan masalah matematis pada beberapa siswa di kelas V di daerah Desa Pasirtalaga II.

Berikut merupakan soal yang diujikan dalam observasi tersebut:

“Chika akan berencana pergi ke Monumen Kebulatan Tekad. Posisi Chika berada di UNSIKA, jika jarak UNSIKA ke Monumen Kebulatan Tekad adalah 23 km. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Chika untuk sampai di Monumen Kebulatan Tekad jika Chika mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 60 km/jam?”

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh melalui jawaban tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diberikan dan hasil wawancara, maka dapat dideskripsikan sebagai berikut:

(8)

210 Gambar 1. Jawaban Responden 1

Wawancara

Peneliti : “Nak, apakah ada kesulitan ketika mengerjakan soal test tadi?”

Responden 1 : “Iya bu saya kesulitan, saya hanya tahu jarak dan kecepatan saja karena sudah tertera di soal”

Peneliti : “Kesulitan apa yang membuat kamu tidak bisa mengerjakan soal tersebut?”

Responden 1 : “Pokoknya sulit aja bu” Peneliti : “Memang sebelumnya apakah kamu sudah menerima materi test ini?”

Responden 1 : “Tidak tahu bu saya lupa” Peneliti : “Kalau begitu, apakah kamu ingat materi apa saja yang menjadi syarat untuk materi ini?”

Responden 1 : “Saya tidak tahu bu” Peneliti : “Ya sudah,terimakasih” Responden 1 : “Ya bu, sama-sama”

Berdasarkan hasil jawaban dan wawancara responden 1 di atas, terlihat bahwa siswa 1 hanya mengetahui keterangan yang di soal saja tanpa tahu apa yang sudah ditanyakan, padahal sudah jelas tertera mengenai apa yang ditanyakan tersebut, sehingga tidak dapat memahami masalah pada soal cerita tersebut. Siswa juga tampak kesulitan ketika mengerjakan soal tersebut, karena dari mimik wajah siswa saja sudah terlihat jika ada kesulitan ketika mengejakan soal ini. Maka dapat disimpulkan bahwa responden 1 dalam kemampuan pemecahan masalah masih sangat rendah menurut indikator-indikator pemecahan

masalah itu tidak sesuai dengan indikator itu, dan kemampuan awal siswa juga masih rendah.

Hasil jawaban responden 2, yaitu:

Gambar 2. Jawaban Responden 2 Wawancara

Peneliti : “Nak, apakah ada kesulitan ketika mengerjakan soal test tadi?”

Responden 2 : “Iya bu sedikit kesulitan” Peneliti : “Kesulitan apa yang membuat kamu tidak bisa mengerjakan soal tersebut?”

Responden 2 : “Saya tidak bisa mengoperasikan langkah selanjutnya bu, bingung, saya hanya tau rumusnya saja”

Peneliti : “Sebelumnya apakah kamu sudah menerima materi test ini?”

Responden 2 : “Sudah bu”

Peneliti : “Kalau begitu, apakah kamu ingat materi apa saja yang menjadi syarat untuk materi ini?”

Responden 2 : “Saya tidak tahu bu, saya hanya ingat rumusnya saja bu”

Peneliti : “Ya sudah,terimakasih” Responden 2 : “Ya bu, sama-sama”

Berdasarkan hasil jawaban dan wawancara responden 2 di atas, terlihat bahwa siswa sudah dapat memahami masalah seperti sudah mengetahui apa yang diketahui pada soal tersebut dan sudah mengetahui rumus, sudah

(9)

211 memahami bagaimana merencanakan

pemecahan masalah, tetapi 2 indikator yang lainnya responden 1 tidak dapat melakukannya karena hanya bisa megerjakan sampai rumus itu dimasukkan oleh keterangan yang ada di soal tanpa melanjutkannya lagi. Maka dapat disimpulkan bahwa responden 2 itu memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan tingkat yang sedang, dan kemampuan awal siswa masih rendah.

Hasil jawaban responden 3, yaitu:

Gambar 3. Jawaban Responden 3 Wawancara

Peneliti : “Nak, apakah ada kesulitan ketika mengerjakan soal test tadi?”

Responden 3 : “Iya saya kesulitan dalam mengerjakan soal tadi bu”

Peneliti : “Kesulitan apa yang membuat kamu tidak bisa mengerjakan soal tersebut?”

Responden 3 : “Kesulitannya itu saya tidak tau rumusnya bu”

Peneliti : “Memang sebelumnya apakah kamu sudah menerima materi test ini?”

Responden 3 : “Sepertinya sudah bu, tetapi saya lupa”

Peneliti : “Kalau begitu, apakah kamu ingat materi apa saja yang menjadi syarat untuk materi ini?”

Responden 3 : “Saya tidak tahu bu” Peneliti : “Ya sudah,terimakasih” Responden 3 : “Sama-sama bu”

Berdasarkan hasil jawaban dan wawancara responden 3 di atas, terlihat bahwa siswa sudah memahami masalah seperti sudah mengetahui, keterangan di dalam soal itu, tetapi siswa tidak melakukan indikator pemecahan yang lainnya dan juga siswa 3 mengalami kesulitan pada rumus karena tidak mengetahui rumusnya. Maka dapat disimpulkan bahwa responden 3 itu kemampuan pemecahan masalahnya masih sangat rendah, dan kemampuan awal juga masih sangat rendah.

Dari hasil analisis jawaban tes kemampuan pemecahan masalah dan wawancara, dari ketiga subjek di atas kita peroleh hasil berdasarkan tahapan indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Polya sebagai berikut:

a. Memahami masalah

Berdasarkan hasil penelitian pada indikator memahami masalah diperoleh data, yaitu 3 semua siswa dapat memahami masalah pada soal dengan benar. Menurut Polya (Purnamasari & Setiawan, 2019) memahami masalah yaitu mengidentifikasi masalah, menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah.

b. Merencanakan pemecahan masalah

Berdasarkan hasil penelitian pada indikator analisis diperoleh data, yaitu 1 siswa dapat menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah tersebut, sedangkan 2 siswa tidak dapat menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Menurut Polya (Purnamasari & Setiawan, 2019) merencanakan pemecahan masalah, yaitu menyatakan dan menuliskan model

(10)

212 atau rumus yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah.

c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Berdasarkan hasil penelitian pada indikator analisis diperoleh data yaitu semua siswa tidap dapat menyelesaikan masalah sesuai rencana, karena rata-rata tidak mengerti untuk menjalankan atau tidak mengetahui rumusnya. Menurut Polya (Purnamasari & Setiawan, 2019) menyelesaikan masalah sesuai rencana yaitu melakukan operasi hitung dengan benar.

d. Mengevaluasi

Berdasarkan hasil penelitian pada indikator analisis diperoleh data yaitu semua siswa tidak dapat menyelesaikan soal dengan tepatt, karena rata-rata tidak mengerti untuk menjalankan atau tidak mengetahui rumusnya. Menurut Polya (Purnamasari & Setiawan, 2019) mengevaluasi yaitu menarik kesimpulan dari jawaban yang diperoleh dan mengecek kembali perhitungan yang diperoleh.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari masing-masing indikator yang sudah dipaparkan di atas, maka hasilnya yaitu ketiga siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah dalam soal tersebut, dikarenakan 2 siswa hanya dapat memahami masalah saja dan dalam indikator hanya dapat melakukan indikator 1 saja, sedangkan 1 siswa hanya dapat melakukan 2 indikator saja yaitu memahami masalah dan merencanakan pemecahan masalah.

Sehingga yang menjadi penyebab siswa tidak dapat menyelesaikan masalah pada soal sesuai indikator yaitu karena siswa memiliki kemampuan awal yang sangat rendah sehingga siswa tidak dapat memahami soal dengan tepat. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi jarak, waktu, dan kecepatan berdasarkan kemampuan awal masih tergolong rendah.

DAFTAR PUSTAKA

.

Unaenah, E., Kamilah, N., Lestari, D. R., Nugrahanti, I., Lestari, B., & Lestari, P. I. (2020). Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Materi Waktu, Jarak dan Kecepatan melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Siswa Kelas V SD.

Journal STITPN, 2(1), 169-176.

Purnomo, Puji & Palupi, M.S. (2016). Pengembangan Tes Hasil Belajar Matematika Materi Menyelesaikan Masalah Yang Berkaitan Dengan Waktu, Jarak dan Kecepatan Untuk Siswa Kelas V. Jurnal Penelitian (Edisi

Khusus PGSD), 20(2), 151-157.

Winditasari, M., Soegiyanto, H., & Kamsiyati, S. (2018). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Materi Waktu Jarak dan Kecepatan Melalui Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) Pada Siswa Sekolah Dasar.

Jurnal FKIP UNS, 6(8), 151-58.

Nuranah, S. (2015). Diagnosis Kesulitan

Belajar Matematika Pada Materi Jarak Waktu dan Kecepatan Di Kelas 5A SD Negeri I Pujokusuman I Yogyakarta.

Diakses dari

https://eprints.uny.ac.id/25524/1/SKRI PSI_Siti%20Nurjanah_11108241129.p df

Suryani, M., Jufri, L.H., & Putri, T.A. (2020). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Kemampuan Awal Matematika. Jurnal

(11)

213 Komarudin. (2019). Peningkatan Hasil Belajar

Matematika Materi Pengukuran Waktu, Jarak, Kecepatan Dalam Pemecahan Masalah Melalui Model Pembelajaran Koopeatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Randusari 02 Semester 1 Tahun Pelajaran 2018/2019. Dialektika

P. Matematika, 6(1), 37-46.

Andari, Tri. (2010). Efektifitas Pembelajaran

Matematika Menggunakan Pendekatan Kontekstual Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas V SD Se-Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung

Tengah. Diakses dari

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/ 22707

Astutik, A.P. (2020). Peningkatan Hasil Belajar Mengenal Satuan Jarak dan Kecepatan Pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Strategi Peer Lessons Siswa Kelas V SDN Puloniti Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojoerto. Wahana

Kreatifitas Pendidik, 3(1), 27-34.

Fauziyah, U.S. (2018). Pengaruh Metode

Problem Solving Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Materi Kecepatan Pada Siswa Kelas V MI Futuhiyyah Mranggen Demak. Diakses dari http://eprints.walisongo.ac.id/9767/1/S KRIPSI%20LENGKAP.pdf

Mulyati, T. (2016). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 6(2). Sumartini, T.S,. (2016). Peningkatan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran

Berbasis Masalah. Junal Pendidikan

Matematika STKIP Garut, 5(2),

148-158.

Yandhari, I.A.V., Alamsyah, T.P., & Halimatusa’diah, D. (2019). Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas IV SD. Jurnal

UNNES, 10(2), 146-152.

Ningum, E.K., Purnami, A.S., & Widodo, S.A. (2017). Eksperimentasi Team Accelerated Instruction Terhadap Kemampuan Peecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa. Jurnal Nasional Pendidikan Matematika, 1(2), 218-227.

Apriani, E., Djadir., Asdar. (2017). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Matematika dan Perbedaan Gender. Issues in Mathematics Education, 1(1), 7-11.

Sintawati, M.,. Berliana, L., & Supriyanto, S. (2020). Real Mathematics Education (RME) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Tindakan

Kelas dan Pengembangan

Pembelajaran, 3(1), 26-33.

Gambar

Gambar 2. Jawaban Responden 2  Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah awal penelitian peramalan kunjungan wisman menggunakan GRNN dengan membuat plot data runtun waktu kunjungan wisman ke Indonesia.. Plot

2 FastICA dapat digunakan dalam proses ekstraksi watermark di mana watermark ROI audio hasil ekstraksi memiliki pola yang sama dengan aslinya dengan range

Pasar Eropa ditutup naik kemarin setelah munculnya harapan dari pemerintah China dan Jepang untuk memberikan stimulus Namun pasar Amerika ditutup turun setelah

Alquran, pluralisme keagamaan merupakan persoalan yang absah dan natural sebagai bagian dari kehendak Tuhan dan karena itu Alquran mengajak kepada cara keberagamaan

Keunggulan kegiatan ekonomi dalam pengembangan perkebunan kabupaten Kampar meliputi : a) memiliki akses (kedekatan jarak) dengan kota Pekan baru ibu kota propinsi Riau, Bandara

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Metode Drill dapat diterapkan dan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat pada mata

Dari empat subkelompok yang termasuk pada kelompok ini, hanya satu subkelompok yang tercatat mengalami peningkatan indeks atau inflasi, yaitu: subkelompok sarana

Hasil Analisis Koefisien Determinasi dapat diketahui bahwa Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk memberikan pengaruh secara bersama-sama terhadap Kepuasan Konsumen