• Tidak ada hasil yang ditemukan

R1. PENGENDALIAN PENCEMARAN, EKOTOKSIKOLOGI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "R1. PENGENDALIAN PENCEMARAN, EKOTOKSIKOLOGI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii LAPORAN KETUA PANITIA ... ix

R1. PENGENDALIAN PENCEMARAN, EKOTOKSIKOLOGI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG SEBAGAI BAHAN PENGGANTI FILLER AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL (Ari Pratama, Sugeng Wiyono dan Harmiyati) ... 1

PENGGUNAAN LEMPUNG BENTONIT SEBAGAI KATALIS HETEROGEN YANG RAMAH LINGKUNGAN DIBANDINGKAN KATALIS HOMOGEN UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT BEKAS PENGGORENGAN (Prasetya, Yuhelson, M. Ridha Fauzi dan Puri Triasih) ... 11

UPAYA MINIMALISASI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI LIMBAH PADAT PENGOLAHAN FILLET IKAN PATIN DI DESA KOTO MESJID KABUPATEN KAMPAR (Syahrul dan Dewita) ... 17

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI KAMPAR KIRI DI DAERAH TARATAK BULUH (Virgo Trisep Haris, Muthia Anggraini, dan Widya Apriani) ... 26

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN PENGENDALIANNYA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SIAK BAGIAN HULU (Mitri Irianti, Besri Nasrul dan Brilliant Asmit) ... 31

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH MELINJO (GNETUM GNEMON L ) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT PB (TIMBAL) (Dewi Yudiana Shinta) ... 37

SUMBER POLUSI TITIK DAN SEBARAN (POINT ADN NONPOINT SOURCE POLLUTION) TERHADAP PENCEMARAN AIR BAWAH PERMUKAAN (Syahril) ... 43

POTENSI ENERGI TEORITIS DAN TEKNIS DARI LIMBAH BIOMASSA DI PEKANBARU (Yelmira Zalfiatri dan Kunaifi) ... 50

PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI MEMBRAN : PENGARUH MEMBRAN SELULOSA ASETAT TERHADAP KUALITAS AIR OLAHAN SUNGAI SIAK (Jhon Armedi Pinem, Syaiful Bahri, Edy Saputra dan Sofia Anita) ... 61

EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN JAMBAL SIAM (PANGASIUS HYPOPHTALMUS) (Mirna Ilza) ... 68

MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR MINYAK BUMI DI DUMAI (Asmiwati, Aras Mulyadi, Adel Zamri dan Mubarak) ... 76

(3)

iii Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016

PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS SAGU SEBAGAI DODOL (Masykur HZ., R.

Marwita Sari Putri dan Roberta Zulfhi Surya) ... 82

PENGENDALIAN JAMUR BIRU (BLUE STAIN) BATANG KELAPA SAWIT LIMBAH REPLANTING MENGGUNAKAN BAHAN PENGAWET BIOCIDE (Fakhri, Elianora dan Eko Riyawan) ... 90

ANALISIS PENCEMARAN PERAIRAN SELAT AIR HITAM KEPULAUAN MERANTI, RIAU (Yusni Ikhwan Siregar) ... 97

STUDI KUALITAS AIR PADA WILAYAH PERTANIAN KOTA DI KECAMATAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU (Agussalim Simanjuntak, Tengku Nurhidayah dan Nofrizal) ... 105

PAVING BLOK GEOPOLIMER DARI FLY ASH LIMBAH PABRIK (Aman, Amir Awaluddin, Adrianto Ahmad dan Monita Olivia) ... 113

DAMPAK AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) TERHADAP PENCEMARAN AIR SUNGAI, SOSIAL EKONOMI, DAN SOLUSINYA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI (Nopriadi) ... 119

HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REJOSARI KOTA PEKANBARU (Oktavia Dewi dan Puteri Hidayati) ... 145

ANALISIS PROTEKSI RISIKO KEBAKARAN PADA PROSES PEMBONGKARAN AVTUR DI PT. X PEKANBARU (Endang Purnawati Rahayu dan Masribut) ... 152

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI DAMPAK TAMBANG GALIAN C DI KELURAHAN PASIR SIALANG KECAMATAN BANGKINANG (Budi Azwar) ... 158

KOMPARASI PENGGUNAAN BIOFILTER MEDIA PLASTIK BEKAS DAN SAND-FITO FILTER DAN GABUNGANNYA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS AIR LIMBAH PABRIK KARET (M. Hasbi dan Budijono) ... 164

R2. MANAJEMEN LINGKUNGAN,VALUASI EKONOMI, MITIGASI, DAN KEARIFAN LOKAL

PROGRAMS OF COMMUNITY EMPOWERMENT, VILLAGE GOVERNMENT AND ECOLOGICAL FOOTPRINT IN INDONESIAN (Muhammad Abduh, Dedik Budianta, Arinafril dan Lili Erina)... 172

POTENSI MITIGASI PADA SISTEM PENGGUNAAN LAHAN MASYARAKAT BERBASIS AGROFORESTRI DI PULAU NUMFOR, PAPUA (Aditya Rahmadaniarti) ... 181

PELATIHAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PRAKTIKUM IPA BERBASIS ALAM SEKITAR UNTUK GURU-GURU SD SE- KECAMATAN PINGGIR KABUPATEN BENGKALIS RIAU (Zulhelmi, Betty Holiwarni dan Arnentis) ... 188

AMDAL SEBAGAI ALAT PENGENDALI PERUBAHAN PEMBANGUNAN (Mulyadi) ... 195

(4)

iv Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016

ECOCULTURE DALAM PELESTARIAN LINGKUNGAN (Husni Thamrin) ... 203

MONITORING LONGSOR DAN MITIGASI BENCANA MENGGUNAKAN SENSOR OPTIK BERSTRUKTUR SINGLEMODE-MULTIMODE- SINGLEMODE (Agus Rino, Helendra dan Farida) ... 219

ANALISIS TINGKAT KEPARAHAN KEKERINGAN DAN UPAYA MITIGASI BENCANA HIDROLOGIS DI SUB DAS KRUENG JREUE ACEH BESAR (Helmi, Hairul Basri, Sufardi dan Helmi) ... 226

INVENTARISIR PROGRAM CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR (Kasmaruddin, Said Ali, dan Roberta Zulfhi Surya) ... 234

VALUASI EKONOMI KAYU MANGROVE PADA EKOSISTEM MANGROVE SUNGAI LIUNG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU (Miswadi dan Zulkarnaini) ... 240

REBOISASI TERPADU TINDAKAN URGEN PEMULIHAN LAHAN KRITIS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN (Zainuri) ... 248

TEKNIK-TEKNIK MITIGASI KONFLIK GAJAH MANUSIA DI PROVINSI RIAU (Defri Yoza) ... 255

INDIGENOUS KNOWLEDGE RIMBO KEPUNGAN SIALANG PADA MASYARAKAT PETALANGAN DALAM PELESTARIAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PELALAWAN (Muhammad Syafi.i, dan Yennita) ... 262

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE SECARA BERKELANJUTAN (Farid Aulia) ... 275

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM MENGELOLA HUTAN DI NAGARI KOTO MALINTANG KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM (Refniza Yanti) ... 281

MODEL PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN SUKU LAUT PASCA REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI BERBASIS KEARIFAN LOKAL (Rusli) ... 288

KEARIFAN LOKAL ADAT MINANGKABAU DALAM MELESTARIKAN HUTAN TROPIS BASAH DI KECAMATAN HARAU, KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, PROVINSI SUMATERA BARAT (Pasca Zenitho Nuari) ... 296

POLA MANAJEMEN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU (Ernawati) ... 306

PERUBAHAN SOSIAL DI KAWASAN RIMBO LARANGAN : KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SENTAJO MEMELIHARA HUTAN (Dhina Yuliana) ... 313

MODEL PEMBERDAYAAN REMAJABERBASIS GENERASI BERENCANA (GENRE)DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA BONO KABUPATEN PELALAWAN (Achmad Hidir, Nur Laila Meilani dan Susi Hendriani) ... 316

(5)

v Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016

ANALISIS KINERJA TENAGA MEDIS TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI PUSKESMAS RUMBIO JAYA KABUPATEN KAMPAR (Sofia Achnes, Syafri Harto, dan Zulkarnain) ... 326

KETERLIBATAN WARGA SEKOLAH DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI SEKOLAH ADIWIYATA TINGKAT PROPINSI (Wan Roswita) ... 334

PEMBELAJARAN SOSIAL (SOCIAL LEARNING) UNTUK MENGATASI MASALAH PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) DI PROVINSI RIAU (Roilan) ... 343

PENGGUNAAN KOSMETIK RAMAH LINGKUNGAN DALAM MEWUJUDKAN PERILAKU KESADARAN LINGKUNGAN (Ingrid Weddy. V. F) . 349

INVENTARISIR PROGRAM CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI KABUPATEN INDRAGIRI

HILIR (Supardi, Akbar Alfa dan Roberta Zulfhi Surya)……… 354

FUNGSI DAN TATA KELOLA TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PEKANBARU – PROVINSI RIAU (Nurliah) ... 360

PENGEMBANGAN MODEL ECOTOURISM DALAM RANGKA PERTUMBUHAN HIJAU (GREEN GROWTH) DALAM MEWUJUDKAN PARIWISATA BERBASIS ALAM DI KABUPATEN SIAK (Salmiah Safitri) ... 364

COMMUNITY LOCAL WISDOM IN MITIGATION EARTHQUAKE AND TSUNAMI CITY OF PADANG (Herix Sonata MS) ... 375

STRATEGI PENGEMBANGAN SEKOLAH BERWAWASAN LINGKUNGAN PADA SISWA SMA KHARISMA BANGSA BILINGUAL BOARDING SCHOOL TANGERANG (Hasan Yilmaz, Zulfan Saam, Auzar dan Amir Awaluddin) ... 382

PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU (Nurhafni) ... 396

PASOKAN DAN DISTRIBUSI IKAN DARI PASAR TERATAK BULUH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS DI SEKITAR LINGKUNGAN PERAIRAN(Hendrik) ... 405

REKAYASA SOSIAL PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU (Sumiyanti) ... 411

SUSTAINABILITY AND VULNERABILITY OF LOCAL WISDOM BASED LIVELIHOOD: LEARNING FROM COASTAL VILLAGE LIVELIHOOD BASE ON MENONGKAHECONOMY IN INDRAGIRI HILIR DISTRICT (Viktor Amrifo) ... 418

(6)

vi Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016

R3. KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP, KONSERVASI SDA LINGKUNGAN DAN PERAIRAN

USAHA PANGLONG ARANG MANGROVE DI KEPULAUAN BENGKALIS (M.

Genta Soerianto) ... 428

SURVEY RESISTIVITAS GEOLISTRIK UNTUK PENILAIAN KESTABILAN LERENG PERBUKITAN (Nur Islami) ... 432

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN (Faisyal Rani) ... 438

APLIKASI METODE GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN RESAPAN AIR BAWAH TANAH DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU (Juandi) ... 443

PERUBAHAN SIFAT FISIKA TANAH AKIBAT KONVERSI LAHAN DI EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA PROVINSI ACEH (INDONESIA) (Sufardi, Hairul Basri, 3Syamaun A. Ali, dan 4Khairullah) ... 449

PERTUMBUHAN JENIS TANAMAN ENDEMIK DAN EKSOTIK UNTUK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN MANOKWARI (Nunang Lamaek May) ... 458

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PEMANENAN AIR HUJAN DI PULAU MERBAU (Joleha) ... 463

PENGARUH TINGGI MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP SIFAT TANAH, PERTUMBUHAN KELAPA SAWIT DAN EMISI CO2 DI LAHAN GAMBUT (Alhaq dan Wawan) ... 469

ANALISIS POTENSI AIR TANAH DAN STRATEGI PENGELOLAAN YANG BERKELANJUTAN DI KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK (Gendraya Rohaini) ... 481

UJI FITOTOKSISITAS ABU TERBANG BATUBARA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Hafiz Fauzana, F.X. Wagiman dan Edhi Martono) ... 489

KEANEKARAGAMAN DAN ESTIMASI CADANGAN KARBON DI HUTAN DAN TAMAN KOTA PEKANBARU (Sri Wulandari) ... 496

KAJIAN METODE PENCUCIAN DENGAN FREKUENSI BERBEDA PADA KOLAM BUDIDAYA IKAN NILA DI RAWA PASANG SURUT (Shelvi De Vella Suwanda, Marsi, Mirna Fitrani dan Robiyanto H Susanto) ... 503

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) WADUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) KOTO PANJANG (Nurdin, Syaiful, B., Sukendi dan Zulkarnai) ... 513

(7)

vii Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016

PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENJADI AIR LAYAK KONSUMSI DENGAN KOAGULAN ALAMI EKSTRAK BUAH (AVERRHOA BILIMBI) (Ardiansyah, Syaiful Bahri, Saryono dan Wawan) ... 521

DOSIS KAPUR DAN TAWAS DALAM PAKET KEMASAN OSMOFILTER UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS AIR GAMBUT (Budijono, M. Hasbidan E.S.N. Asih) ... 533 STRATEGI DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT RAWA TRIPA TERHADAP PERUBAHAN LINGKUNGAN (Monalisa, Fikarwin Zuska, Zulkifli Nasution danDelvian) ... 542

BELAJAR DARI ADAPTASI PETANI LADANG BERPINDAH DI NAGARI SILAYANG KECAMATAN MAPATTUNGGUL SELATAN KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT (Juli Yusran) ... 548

MANFAAT PENGENDALIAN GULMA PAKIS-PAKISAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT YANG BELUM MENGHASILKAN BAGI LINGKUNGAN DAN MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN DI PROVINSI RIAU (Yunel Venita) ... 558

ISOLASI BAKTERI INDEGEN MINYAK BUMI DARI GAS BOOT DI PETAPAHAN RIAU (Irda sayuti, Yusni Ikhwan Siregar, Bintal Amin dan Anthoni Agustien) ... 563

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DELIGNIFIKASI BIOMASSA LIGNOSELULOSA DENGAN METODE FERMENTASI FASA PADAT DAN METODE NON-BIOLOGIS (Hilman Taufiq, Wiwit Ridhani dan V. Sri Harjati Suhardi) ... 571

ANALISIS USAHA PERIKANAN TANGKAP BERWAWASAN LINGKUNGAN DALAM MENDUKUNG KABUPATEN KARIMUN SEBAGAI KAWASAN FREE

TRADE ZONE (Hazmi Yuliansyah, Filiatra, Sukendi dan Zulkarnaini) ... 578

STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN KAMPUS HIJAU BINAWIDYA UNIVERSITAS RIAU BERBASIS KONSERVASI (Suwondo) ... 590

IDENTIFIKASI BAKTERI PATOGEN DI PERAIRAN WADUK KOTO PANJANG KABUPATEN KAMPAR RIAU (Henni Syawal*, Syafrudin Nasution, dan Risman Ferdiansyah) ... 598

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP KONSERVASI HUTAN MANGROVE SEBAGAI PENYIMPAN KARBON (Mariana, Felitra Felix, Sukendi dan Syafruddin Nasution) ... 606

POTENSI PENGELOLAAN LAHAN TERBIAR DI SEKITAR KAWASAN HUTAN MANGROVE SUNGAI LIUNG PULAU BENGKALIS (Miswadi dan Romi Jhonnerie) ... 612 ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT SELAT MALAKA (Mubarak) ... 619

PENGARUH PENYUNTIKAN OVAPRIM TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KUALITAS SPERMATOZOA IKAN PAWAS (Osteochilus hasselti CV) UNTUK

(8)

viii Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016

PRODUKSI BENIH DALAM KONSERVASI (Sukendi Thamrin dan Ridwan Manda Putra) ... 627

PENELITIAN VARIABILITAS OZON, CO, CH4 DAN UAP AIR DI PROVINSI RIAU BERBASIS DATA SATELIT AQUA-AIRS (Ninong Komala) ... 637

ANALISA DOKUMEN LINGKUNGAN DALAM UPAYA PELESTARIAN SUMBER ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP (Masnur Putra Halilintar)………... ………. 651

(9)

ix Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016 LAPORAN KETUA PANITIA

SEMINAR NASIONAL PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN MITIGASI BENCANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

1. Yth. Bapak Rektor UR

2. Yth. Bapak Direktur Program Pascasarjana UR

3. Yth. Bapak Ketua Program Studi Doktor dan Magister Ilmu Lingkungan PPS UR

4. Yth. Bapak/Ibu Perwakilan Badan/Dinas/Instansi Provinsi Riau Maupun dari Kabupaten /Kota

5. Yth. Peserta Seminar/Pemakalah dari Dinas/Instansi maupun akademisi dan segenap Panitia Pelaksana Seminar Nasional Konservasi dan Proteksi Lingkungan.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, pertama-tama Puji Syukur kita sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena dengan rahmat dan karunia Nya sehingga sampai saat ini kita dapat berkumpul bersama di ruangan ini, dalam rangka pelaksanaan Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana.

Dalam rangka pelaksanaan Seminar Pelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana, perkenankanlah kami melaporkan hal-hal sebagai berikut :

I. Tema

Tema utama Seminar Nasional kali ini adalah “Pelestarian Lingkungan Dan Mitigasi Bencana”

II. Tujuan

1. Berbagi (sharing) informasi mengenai Pelestarian Lingkungan, proteksi dan dampak perubahan lingkungan serta bentuk Mitigasi Bencana.

2. mewujudkan kualitas dan kuantitas SDM bidang lingkungan hidup secara profesional dan kreatif.

3. Menyamakan persepsi tentang pengelolaan lingkungan hidup yang bertanggungjawab di lingkungan masyarakat.

4. Meningkatkan partisipasi berbagai pihak dalam pembangunan berkelanjutan

5. Berbagi informasi mengenai kecenderungan kebijakan yang dibuat dilaksanakan dalam pengelolaan sumberdaya hayati yang berwawasan kearifan lokal masyarakat

III. WAKTU DAN TEMPAT

Tanggal : 28 Mei 2016 Pukul : 08.00 – 17.00 WIB Tempat : Hotel Grand Jatra Pekanbaru.

IV. TOPIK SEMINAR

1. Manajemen Lingkungan dan Kearifan Lokal dalam Mitigasi Bencana 2. Konservasi SDA, Lingkungan dan Perairan

3. Sanitasi Kesehatan Lingkungan

4. Kebijakan Pengendalian Lingkungan Hidup 5. Valuasi Ekonomi dan Hukum Lingkungan

V. KEYNOTE SPEAKER

1. Prof. Tokeshi Mutsunori (Guru Besar Kyushu Universitity) 2. Prof, Dr. Ir. Purwanto, DEA ( Guru Besar Universitas UNDIP) 3. Prof. Dr. Ir. Aras Mulyadi, DEA (Guru Besar Universitas Riau) 4. Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng (BMKG Pusat)

(10)

x Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 2016 VI. PERSENTASI MAKALAH

Sebanyak 79 Orang berasal dari

1. Dinas/Instansi , Badan riset, dan Balai Pengkajian yang ada di Indonesia

2. Akademisi, antara lain : UNSYIAH, UNIPA Papua, UNSRI, ITB, IPB, UNAND, UNP, AL AZHR Medan, Stikes Perintis, STKIP Sumbar, Muhammadiah Sumbar, YLPTK Padang, Tunawisma Palembang, UR, UIR, UNILAK, UMRI, UIN, HANG TUAH, UNISI, dll.

Demikian yang dapat kami laporkan dan selanjutnya mohon perkenan Yth. Bpk Rektor Universitas Riau untuk memberikan pengarahan sekaligus membuka secara resmi pelaksanaan Seminar Nasional pada kesempatan ini.

Sekian Terima kasih Wassalamu’alaikum Wr. Wb

(11)

449 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

PERUBAHAN SIFAT FISIKA TANAH AKIBAT KONVERSI LAHAN

DI EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA PROVINSI ACEH (INDONESIA)

1Sufardi, 2Hairul Basri, 3Syamaun A. Ali, dan 4Khairullah

1,2,3,4)

Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Corresponded person : sufardi.usk@gmail.com; HP +6281269594111

ABSTRAK

Konversi lahan rawa gambut menjadi lahan kering akan mengganggu fungsi ekosistem lahan dan fungsi hidrologis tanah sehingga akan berdampak terhadap fisika dan hidraulika tanah. Untuk mengkaji dampak konversi hutan rawa gambut terhadap karakteristik fisika tanah di Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa Provinsi Aceh telah dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif melalui pengamatan tanah di lapangan dan analisis laboratorium. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lapisan atas (0-20 cm) dan lapisan bawah (40-60 cm) pada beberapa tipe pemanfaatan lahan dan jenis tanah. Karakteristik tanah yang diamati meliputi bulk density (BV), tekstur tanah, permeabilitas, porositas, dan kemampuan menyimpan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah lahan gambut dikeringkan, maka sifat-sifat fisika tanah mengalami perubahan. Nilai BV tanah mengalami peningkatan, permeabilitas dan porositas mengalami penurunan, sehingga kemampuan mengikat air menjadi berkurang. Untuk mencegah degradasi fisik lahan, maka perlu dilakukan pengaturan tata air yang baik di ekosistem hutan rawa gambut Tripa.

Kata kunci: Lahan Gambut, pengeringan, sifat fisika tanah, hidraulika tanah

ABSTRACT

Conversion of peat swamp land into dry land will disrupt the land ecosystem and soil hydrological functions so it will affect the soil physics and hydraulics. A descriptive method was used to study the impact of the conversion of peat swamp forest on soil physics characteristics in the Tripa Peat Swamp Forest ecosystem located in Aceh Province through the soil observation in the field and laboratory analysis. Some soil samplings are taken on the top layer (0-20 cm) and the lower layer (40-60 cm) for each land use and soil types. The observed soil characteristics include bulk density (BV), soil texture, porosity, permeability, and the water holding capacity. The results showed that after the peat has drained, the physical properties of the soil will change. The value of soil BV has increased, permeability and porosity have declined, so the water holding capacity being reduced. To prevent the soil physical degradation of land, it is necessary to regulate water system properly in the Tripa Peat Swamp Forest ecosystem.

Key words: Peat land, drying, physical properties of soil, soil hydraulics

PENDAHULUAN

Lahan gambut merupakan lahan yang memiliki lapisan tanah yang kaya dengan bahan organik. Berbeda dengan tanah mineral, tanah gambut mempunyai kandungan C- organik > 18% yang terdapat pada kedalaman 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karena itu, lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa (swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Gambut

(12)

450 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik. Gambut mempunyai daya menahan air yang tinggi sehingga berfungsi sebagai penyangga hidrologi areal sekelilingnya. Konversi lahan gambut akan mengganggu semua fungsi ekosistem lahan gambut tersebut. Gambut sangat penting dalam sistem hidrologi rawa karena mampu menyerap air sampai beberpa kali lipat dari bobotnya (Riwandi, 2003;

Stevenson, 2004)

Apabila hutan gambut ditebang dan lahan dilakukan pengeringan yang berlebihan melalui pembuatan sistem drainase, maka karbon yang tersimpan pada gambut akan mudah teroksidasi menjadi gas CO2 yang dianggap sebagai salah satu gas rumah kaca (GRK) dan mudah mengalami penurunan permukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka (Wosten et al., 1997; Hairiah et al., 2011). Penurunan ini terjadi karena ruang pori yang biasanya diisi oleh air, menjadi hilang. Akibatnya volume gambut mengecil dan kemampuan menyerap air akan berkurang (Sabiham, 2007). Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang matang apabila akan mengkonversi hutan rawa bergambut menjadi areal pertanian lahan kering. Di Indonesia ternyata pemanfaatan lahan ini untuk areal pertanian khususnya untuk perkebunan kelapa sawit sudah sangat luas dilakukan dampak terhadap kerusakan lahanpun teus bertambah. Di Provinsi Aceh, salah satu wilayah ekosistem rawa bergambut yang telah dikonversi menjadi lahan perkebunan dan pertanian terdapat di areal Hutan Gambut Rawa Tripa (Tripa peat swamp forest = TPSF) yang berada Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Sebelum dikonversi menjadi lahan perkebunan dan penggunaan lainnya areal TPSF ini merupakan hutan rawa yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi dan mengandung karbon yang cukup tinggi karena sebagian dari rawa ini terdapat bahan gambut yang banyak mengandung unsur karbon.

Namun dalam satu dekade terakhir ini, ekosistem TPSF ini diperkirakan telah mengalami degradasi lahan/hutan seiring dengan meningkatnya aktifitas masyarakat/swasta untuk melakukan ekspansi lahan hutan menjadi areal pertanian.

Konversi hutan ini akan terjadi perubahan pada pola penggunaan lahan yang memberikan implikasi luas pada perubahan tata lingkungan dan pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya Yayasan Ekosistem Lestari, 2008). Berdasarkan permasalahan ini maka perlu dilakukan studi terhadap dinamika perubahan ekologis khususnya perubahan terhadap karakteristik fisika dan hidrualika tanah pada ekosistem TPSF agar dapat diidentifikasi setiap permasalahan yang ditimbulkan sehingga akan memudahkan untuk rehabilitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan beberapa sifat fisika tanah di areal hutan rawa gambut Tripa (TPSF) akibat konversi lahan gambut menjadi lahan pertanian.

METODE

Penelitian ini dilakukan di areal ekosistem Hutan rawa gambut Tripa (TPSF) Provinsi Aceh yang luasnya 60.657,29 hektar yang mencakup wilayah Kecamatan Darul

(13)

451 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

Makmur Kabupaten Nagan Raya dan Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya Provinsi Aceh. Penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka kajian ekosistem Rawa Tripa yang dilaksanakan oleh Tim Peneliti Universitas Syiah Kuala bekerja sama dengan UNDP dan UKP4 Jakarta yang telah dilaksanakan pada Maret - Agustus 2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu melalui kegiatan survai dan pengamatan lapangan serta analisis laboratorium. Pengamatan lapangan yang dilakukan bertujuan untuk mengamati kondisi biofisik lahan, karakterisasi dan identifikasi jenis tanah serta pengambilan sampel tanah untuk analisis. Untuk mengetahui ketebalan gambut dilakukan dengan pengeboranm, sedangkan penentuan tingkat kematangan gambut pada setiap titik pengambilan sampel dilakukan dengan cara meremas gambut dengan menggunakan tangan. Satuan lahan dalam areal TPSF dibuat berdasarkan sifat lithologi/jenis tanah, kemiringan lahan, ketebalan gambut, tingkat kematangan gambut, dan pola penggunaan lahan/vegetasi. Penentuan dan pengambilan sampel tanah dengan pengeboran dilakukan dengan menggunakan sistem grid dengan intensitas sampling 1 titik untuk luas areal 500 ha.

Sebanyak 42 titik pengeboran telah ditetapkan sebagai lokasi pengamatan yang mewakili 16 satuan peta lahan. Untuk mengetahui perubahan karakteristik gambut akibat konversi lahan, maka dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel tanah/gambut pada berberapa tipe penggunaan lahan dan jenis tanah yang ada di areal ekosistem TPSF. Sampel untuk analisis sifat fisika tanah diambil pada dua lapisan (ketebalan) tanah yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm. Sifat-sifat fisika tanh yang dianalisis di laboratorium meliputi : tekstur tanah (3 fraksi) yang ditetapkan dengan metode penyaringan dan pemipetan, BV (bulk density) dengan metode volumetrik, porositas total dengan pengukuran kadar air pada pF 2,5, permeabilitas dengan menggunakan permeameter, dan kadar air tanah pada kondisi kering angin dengan menggunakan metode gravimetrik. Pemberian nama jenis tanah dilakukan sampai pada tingkat macam tanah menurut Sistem Klasifikasi Nasional (Indonesia) 2014 dan padanannya menurut Soil Taxonomy USDA (2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Satuan Lahan

Berdasarkan hasil pengamatan profil tanah/gambut dan karakteristik lahan seperti ketebalan gambut, tingkat kematangan gambut, drainase di lapangan serta analisis sifat- sifat fisika dan kimia tanah di laboratorium, wilayah studi dapat dibagi atas 16 satuan peta lahan (SPL). Tabel 1 memperlihatkan bahwa wilayah studi terbentuk atas dua formasi litologi yaitu bahan aluvial dan bahan organik sehingga membentuk dua jenis tanah utama yaitu tanah mineral dan tanah organik (gambut). Bahan aluvial yang membentuk tanah Aluvial berasal dari endapan tiga sungai utama yang terdapat di areal TPSF yaitu Krueng Tripa, Krueng Seumayam, dan Krueng Batee atau Krueng Babahrot. Tanah gambut yang terdapat di areal TPSF merupakan jenis tanah gambut tipe ombrogen. Distribusi gambut di areal TPSF ini diperkirakan membentuk tiga kubah dengan kedalaman yang bervariasi.

Kedua asal bahan ini di dalam ekosistem rawa gambut ini ternyata bisa terjadi saling mempengaruhi sehingga menghasikan jenis tanah yang bervariasi walaupun terdapat dalam suatu kawasan ekosistem rawa. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan

(14)

452 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

bahwa tanah dari bahan Aluvial ini membentuk enam macam tanah menurut Sistem Klasifikasi Nasional, Indonesia (BPSDLP, 2014), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Deskripsi SPL di Areal Hutan Rawa Gambut Tripa (TPSF)

Simbol No Macam Tanah Penggunaan Lereng Luas Areal

SPL SPL SNI (2014) Lahan (%) (ha) (%)

1AAd1 1 Aluvial Distrik Kb. Campuran 0 – 2 4.415,01 7,28 1AAd2 2 Aluvial Distrik Kelapa Sawit 0 – 2 2.204,67 3,63 1AAe1 3 Aluvial Eutrik Kb.Campuran 0 – 2 15.637,28 25,78 1AAg1 4 Aluvial Gleik Hutan Rawa 0 – 2 2.478,50 4,09 1AAg2 5 Aluvial Gleik Kb. Campuran 0 – 2 1.368,24 2,26 2GHf1 6 Organosol Fibrik Hutan Rawa 0 – 2 2.916,00 4,81 2GHf2 7 Organosol Fibrik Hutan Rawa 0 – 2 1.925,28 3,17 2GHh1 8 Organosol Hemik Hutan Rawa 0 – 2 2,566,59 4,23 2GHh2 9 Organosol Hemik Kelapa Sawit 0 – 2 1.122,78 1,85 2GHs1 10 Organosol Saprik Kb. Campuran 0 – 2 7.663,92 12,63 2GHs2 11 Organosol Saprik Kelapa Sawit 0 – 2 6.034,74 9,95 2GHs3 12 Organosol Saprik Kb. Campuran 0 – 2 3.488,20 5,75 2GHs4 13 Organosol Saprik Kelapa Sawit 0 – 2 2.844,37 4,69 2GHs5 14 Organosol Saprik Hutan rawa 0 – 2 779,18 1,28 2GHs6 15 Organosol Saprik Kelapa Sawit 0 – 2 2.028,91 3,24 2GHs9 16 Organosol Saprik Kelapa Sawit 0 – 2 1.183,61 5,25

Jumlah 60.657,29 100,00

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan dan Analisis Peta (2014)

Tabel 2. Sebaran Jenis Tanah di Areal Hutan Rawa Gambut Tripa (TPSF) No

Siatem Klassifikasi Tanah

Luas Soil Taxanomi USDA (2014)

SNI (2014)

Ordo Great Group (ha) (%)

1. Entisol Typic Udifluvent Alluvial Eutrik 15.697,58 25,88 Typic Fluvaquent Alluvial Gleik 3.759,97 6,20 Typic Udifluvent Alluvial Distrik 6.647,66 10,96 2. Histosol Typic Haplofibrist Organosol Fibrik 4.930,97 8,13 Typic Haplohemist Organosol Hemik 3.679,24 6,07 Typic Haplosaprist Organosol Saprik 25.941,87 42,77

Jumlah 60.657,29 100,00

Sumber: Hasil identifikasi profil tanah (2013)

Dari aspek penggunaan lahan maka areal TPSF secara umum dapat dibagi atas tiga pola penggunaan, yaitu hutan rawa, kebun campuran, dan kebun kelapa sawit, sedangkan berdasarkan topografi, areal TPSF memiliki bentuk wilayah yang datar dengan kemiringan 0-2 %.

Peta Kedalaman Gambut

Berdasarkan hasil pengukuran ketebalan gambut yang dilakukan oleh Tim Peneliti Universitas Syiah Kuala dan Yayasan Ekosistem Lestari tahun 2013, peta sebaran dan kedalaman gambut di areal TPSF dapat dilihat pada Gambar 1.

(15)

453 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

Gambar 1. Peta Sebaran Kedalaman Gambut di Areal TPSF Provinsi Aceh (Sumber : Analisis Peta oleh Tim Bersama Unsyiah- YEL, 2014, tidak dipublikasikan).

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar areal TPSF terdiri atas tanah gambut dengan ketebalan yang cukup bervariasi dari 25 cm - > 800 cm. Sebagian besar areal gambut didominasi oleh gambut dengan kedalaman lebih dari 300 cm, dan areal ini tidak sesuai untuk digunakan untuk lahan pertanian. Dari gambar juga memperlihatkan bahwa areal TPSF memiliki tiga kubah gambut yang terbagi atas kubah kiri, tengah, dan kanan. Kubah-kubah gambut ini dapat mencapai kedalaman lebih dari 400 cm bahkan ada yang mencapai di atas 800 cm. Antara ketiga kubah tersebut dipisahkan oleh areal yang bukan tanah gambut yaitu tanah Aluvial yang terbentuk akibat pengayaan gambut oleh endapan sungai.

Karakteristik Fisika dan Hidraulika Tanah

Karakteristik beberapa sifat fisika dan hidrualika tanah pada setiap satuan lahan dii areal TPSF disajikan pada Tabel 3. Data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai BV tanah, sebaran ukuran butir, porositas dan kadar air bahan sangat berbeda antara satuan lahan. Perbedaan tersebut makin nyata jika dilihat pada setiap jenis tanah dan tingkat kematangan gambut. Dari aspek komposisi partikel tanah, dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa di areal TPSF ternyata juga terdapat tanah mineral karena ada tanah yang memiliki fraksi pasir, debu, dan liat. Tanah ini diperkirakan terbentuk akibat endapan sungai atau terbentuk pada tanah gambut yang diperkaya dengan endapan aluvial.

Tabel 3. Karakteristik Fisika dan Hidraulika Tanah di Areal TPSF No SPL

Macam Tanah / SN (2014)

Tekstur Tanah

BV (g cm-3)

Porositas (%)

Kadar Air (%) /Kedalaman

(cm)

0-20 0-20 20-4 0-20 20-40 0-20 20-40 1 1AAd

1

Aluvial Distrik Halus 1,04 1,02 35,7 44,4 9,17 8,21 2 1AAd Aluvial Distrik Sedang 1,09 0,98 43,8 46,2 5,78 9,65

(16)

454 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

2

3 1AAe1 Aluvial Eutrik Sedang 0,92 0,95 43,8 46,2 14,3 7,85 4 1AAg

1

Aluvial Gleik Sedang 1,12 0,92 48,1 42,9 9,78 11,2 5 1AAg

2

Aluvial Gleik sedang 1,18 0,94 43,8 44,4 8,89 15,21 6 2GHf1 Organosol

Fibrik

- 0,42 0,36 64,4 63,8 295,7 289,6 7 2GHf2 Organosol

Fibrik

- 0,46 0,38 66,2 68,1 289,2 312,7 8 2GHh

1

Organosol Hemik

- 0,58 0,59 52,9 54,4 261,7 250,6 9 2GHh

2

Organosol Hemik

- 0,55 0,57 53,8 56,2 250,2 271,6 10 2GHs1 Organosol

Saprik

- 0,68 0,64 58,1 52,9 171,7 181,6 11 2GHs2 Organosol

Saprik

- 0,61 0,67 54,4 43,8 181,2 119,8 12 2GHs3 Organosol

Saprik

- 0,68 0,73 56,2 48,1 185,5 159,6 13 2GHs4 Organosol

Saprik

- 0,66 0,69 52,9 54,4 189,1 112,1 14 2GHs5 Organosol

Saprik

- 0,62 0,70 53,8 56,2 175,3 156,4 15 2GHs6 Organosol

Saprik

- 0,63 0,62 58,1 54,4 189,4 132,8 16 2GHs9 Organosol

Saprik

- 0,68 0,71 58,1 52,9 189,2 142,7 Sumber : Hasil Analisis Tanah di Laboratorium (2013)

Bobot Volume Tanah (BV)

Nilai BV tanah mineral di areal TPSF secara umum lebih tinggi daripada nilai BV tanah gambut. Nilai BV tanah mineral berkisar dari 0,92 hingga 1,18 sedangkan pada tanah gambut bervariasi dari 0,42-0,68. Pada lahan dengan bahan tanah gambut, ternyata nilai BV paling rendah ditemukan pada jenis gambut muda yaitu Organosol fibrik/Typic Haplofibrist dengan BV < 0,50, sedangkan pada gambut yang telah berkembang nilai BV berada antara 0,55-0,68. Hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan rawa gambut menjadi areal pertanian lahan kering akan memberikan perubahan pada sifat fisika tanah yang ditandai dengan meningkatnya nilai BV tanah. Dariah et al. (2012) menyatakan bahwa semakin matang suatu gambut, maka nilai BV-nya makin meningkat.

Dari aspek lahan pertanian, peningkatan BV dan kematangan gambut ini merupakan suatu indikasi perubahan kualitas lahan gambut yang makin membaik. Lahan gambut dengan BV

< 0,5 atau lebih kecil kurang sesuai untuk lahan pertanian terutanama untuk tanaman keras karena daya dukung tanah rendah. Dengan meningkatnya BV ini maka daya dukung terhadap tanaman budidaya seperti kelapa sawit manjadi lebih baik, namun di sisi yang lain, peningkatan nilai BV dari tanah gambut ini akan menyebabkan tanah gambut menyusut sehingga akan menimbulkan penurunan muka tanah (subsidensi) dan secara fisik

(17)

455 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

juga akan mengalami penurunan kapasitas penyerapan air (Tabel 3). Perbedaan BV tanah antara jenis tanah gambut dengan tanah mineral di areal TPSF lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

Porositas dan Daya Pegang Air

Hasil survai lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar areal TPSF telah dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan areal penggunaan lainnya dengan cara melakukan pengeringan yang berlebihan. Analisis tanah pada setiap satuan peta lahan (Tabel 3) memperlihatkan bahwa porositas total tanah bervariasi antara satuan peta tanah.

Pada lapisan atas (0-20 cm), porositas total bervariasi dari 35,7 - 66,2 %, sedangkan pada lapisan bawah permukaan (20-40 cm) bervariasi dari 42,9 - 68,1 %. Porositas total yang rendah dijumpai pada tanah mineral yaitu Aluvial, sedangkan pada tanah Gambut (Organosol) porositas total relatif lebih tinggi (Gambar 3).

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40

Aluvial Distrik

Aluvial Eutrik

Aluvial Gleik

Organosol Fibrik

Organosol Hemik

Organosol Saprik BV (g cm-3)

0-20 cm 20-40 cm

Gambar 2. Nilai berat volume (BV) tanah pada berbagai jenis tanah di areal TPSF

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Aluvial Distrik

Aluvial Eutrik

Aluvial Gleik

Organosol Fibrik

Organosol Hemik

Organosol Saprik

Porositas Total (%)

0-20 cm 20-40 cm

0 50 100 150 200 250 300 350

Aluvial Distrik

Aluvial Eutrik

Aluvial Gleik

Organosol Fibrik

Organosol Hemik

Organosol Saprik

Kadar Air (%)

0-20 cm 20-40 cm

Gambar 3. Porositas Total dan kadar air tanah pada berbagai jenis tanah di areal TPSF Selanjutnya Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa kadar air tanah sangat bervariasi antara satuan lahan di areal TPSF. Variasi ini terjadi karena ada perbedaan yang sangat menyolok antara tanah Gambut dengan tanah Aluvial (tanah mineral). Pada tanah Aluvial kadar air berkisar antara 5,78-14,3 % pada lapisan atas (0-20 cm) sedangkan pada lapisan bawahnya

(18)

456 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

(20-40 cm) berkisar dari 7,85-15,21 %. Selanjutnya pada tanah gambut kadar air tanah bervariasi dari 171,7-295 % pada lapisan atas dan 112,1-312,7 % pada lapisan dibawahnya.

Data ini menunjukkan bahwa daya pegang air tanah gambut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah mineral. Gambar 3 juga dapat dilihat bahwa perbedaan kadar air tanah antara tanah mineral ternyata sangat jauh jika dibandingkan dengan kadar air tanah gambut dan juga terlihat bahwa gambut fibrik yang belum matang, relatif memegang air lebih tinggi dengan gambut setengah matang (hemist) dan yang matang (fibrist) seperti dilaporkan Mutalib et al. (1991). Widjaya-Adhi (1998) juga menyatakan bahwa gambut dapat menyimpan air tinggi karena porositas yang tinggi.

Upaya Mitigasi Bencana

Terjadinya degradasi lahan di areal TPSF akibat konversi lahan telah menyebabkan terjadinya perubahan pada karakteristik fisika tanah. Sifat istimewa tanah gambut adalah dapat menyimpan air hingga 3-4 kali lebih besar dari bobot bahan keringnya. Dari aspek ekologis, sifat ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan hidrologis. Kemampuan memegang air yang tinggi ini disebabkan karena sifat bahan gambut yang porous sehingga kemampuan memegang air menjadi tinggi (Widjaya-Adhi, 1988). Pengeringan lahan rawa gambut dengan membuat drainase berlebihan dapat menyebabkan kondisi tanah gambut mengering dan akan menyebabkan terjadinya proses pengeringan yang tidak dapat balik (irreversible drying) sehingga daya pegang air menjadi berkurang (Dariah et al., 2014).

Massa gambut akan terjadi kompak dan membentuk material yang padu (consolidated) dan kemampuan menyerap dan mengikat air pada gambut fibrik lebih besar dari gambut hemik dan saprik, sedangkan gambut hemik lebih besar dari saprik (Sabiham, 2007).

Berdasarkan hal ini, maka pengelolaan lahan rawa gambut untuk pertanian perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif pada karaketrsitik fisik tanah gambut. Oleh karena itu, untuk rehabilitasi lahan di areal TPSF Provinsi Aceh perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi bencana hidrologis dan lingkungan misalnya dengan melakukan rehabilitasi lahan dan hutan rawa, pembuatan canal blocking secara terbatas, dan revitalisasi kawasan ekosistem rawa gambut.

KESIMPULAN

(1) Konversi hutan rawa di areal TPSF menjadi lahan perkebunan/pertanian telah menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang ditandai dengan menurunnya ketebalan gambut dan daya pegang air (water holding capacity) serta perubahan pada karakteristik fisika tanah seperti BV, porositas, dan kadar air tanah. Perubahan tersebut bervariasi tergantung pada jenis tanah, lama konversi lahan, dan tingkat kematangan gambut.

(2) Lahan rawa gambut di TPSF yang telah lama digunakan untuk pertanian/perkebuan karakteristiknya telah terjadi perubahan yang ekstrim dari sifat aslinya sehingga sulit untuk dikembalikan kepada kondisi semula.

(3) Untuk mencegah meluasnya degradasi lahan akibat konversi lahan, maka di wilayah ekosistem TPSF perlu dilakukan upaya-upaya rehabilitasi dan konservasi ekosistem rawa pada tempat–tempat tertentu terutama pada areal yang masih memiliki vegetasi hutan rawa, dan lahan rawa gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter.

(19)

457 Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”

Pekanbaru, 28 Mei 26

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim penulis menyampaikan penghargaan yang setingi-tinggi kepada Rektor Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada tim penulis untuk melaksanakan penelitian yang didanai oleh pihak UNDP dan UKP4 tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

BBLSLP (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian). 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Sumberdaya Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Dariah, A., E. Maftuah, dan Maswar. 2014. Karakteristik Lahan Gambut. Hal 16-29.

Dalam N.L. Nurida dan A. Wihardjaka (eds.) Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Balitbang Pertanian, Bogor 2014.

Dariah, A., E. Susanti, A. Mulyani, dan F. Agus. 2012. Faktor penduga karbon tersimpan di lahan gambut. Hal. 213-223. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balitbang Pertanian, Bogor, 4 Mai 2012.

Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran cadangan karbon dari tingkat lahan ke bentang lahan. Edisi 2. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia dan Universitas Brawijaya. Bogor dan Malang. Indonesia.

Mutalib, A.A., J.S. Lim, M.H. Wong, and L. Koonvai. 1991. Characterization and utilization of peat in Malaysia. In Proc. International Symposium Peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.

Riwandi. 2003. Indikator Stabilitas Gambut Berdasarkan Analisis Kehilangan Karbon Organik, Sifat Fisikokimia dan Komposisi Bahan Gambut. Jurnal Penelitian UNIB.

Bengkulu.

Sabiham. S. 2007. Pengembangan Lahan Secara Berkelanjutan Sebagai Dasar Dalam Pengelolaan Gambut di Indonesia. Makalah Utama Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa. Kapuas 3-4 Juli 2007.

Stevenson. 2004. Humus Chemistry. Genesis, composition and charactization. Jophn Wiley and Sons., New York.

Widjaja-Adhi, I.P.G. 1998. Masalah tanaman di lahan gambut. Maklah disampaikan dalam Pertemuan Teknis Penelitian Usahatani Menunjang Transmigrasi. Cisarua, Bogor 27- 29 Februari 1988.

Wosten, J.H.M., A.B. Ismail, and van Wijk ALM. 1997. Peat subsidence and its practical implications: a case study in Malaysia. Geoderma 78:25-36.

Yayasan Ekosistem Lestari. 2008. Value of Tripa Peat Swamp Forest, Aceh. Sumatera Indonesia. www.yelweb.org.

Gambar

Gambar 1. Peta Sebaran Kedalaman Gambut di Areal TPSF Provinsi Aceh  (Sumber : Analisis Peta oleh Tim Bersama Unsyiah- YEL, 2014, tidak dipublikasikan)
Gambar 2.  Nilai berat volume (BV) tanah pada berbagai jenis tanah di areal TPSF     0102030405060708090100 Aluvial  Distrik Aluvial Eutrik Aluvial Gleik Organosol Fibrik Organosol Hemik Organosol SaprikPorositas Total (%)0-20 cm20-40 cm 0 5010015020025030

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis regresi berganda menun- jukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap ketahanan pangan keluarga adalah pendapatan perkapita, jumlah anggota kelu- arga dan

19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia ( Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO) yang mewajibkan sertifikasi ISPO

Jika gagal berpisah pada oogenesis, gonosom gamet yang mungkin adalah X, XX, dan O, sedangkan dalam spermatogenesis terjadi gagal berpisah maka gonosom gamet yang

Bukti  bahwa  yang  diuntungkan  dengan  sistem  MLM  adalah  Upline,  sedangkan  Downline  akan  selalu  dirugikan  adalah  bahwa 

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa dengan menggunakan metode deteksi perubahan pada tegangan dapat mendeteksi pada jarak kurang lebih 30cm baik untuk

Investasi atau penanaman modal memegang peranan penting bagi setiap usaha karena bagaimanapun juga investasi akan menimbulkan peluang bagi pelaku ekonomi untuk

kewarisan adat tidak memberlakukan sistem pergantian tempat bagi ahli waris yang meninggal terlebih dahulu dari si pewaris dengan pendapat bahwa apabila seorang anak

Subseksi Kepatuhan Pelaksanaan Tugas Pelayanan dan Administrasi mempunyai tugas melakukan pengawasan pelaksanaan tugas, pemantauan pengendalian intern, pengelolaan