7
TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS
2.1.1. Pengertian Persepsi
Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan
dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan
ini menyebabkan alasan individu menyenangi suatu objek,
sedangkan orang lain belum tentu menyenangi objek yang sama.
Perbedaan tersebut, disebabkan oleh bagaimana cara individu
menanggapi objek dengan persepsinya (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Walgito (2002), persepsi merupakan pengorganisasian
dan penginterpretasian terhadap objek yang diamati dan
merupakan aktivitas terpadu dalam diri individu, sehingga apa yang
ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam memberikan persepsi.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa persepsi merupakan
pandangan atau pun pendapat individu terhadap suatu kejadian
(Aruan & Trianingsih, 2006).
Dengan demikian, persepsi merupakan suatu proses yang terjadi
didalam diri individu, sehingga individu mampu mengetahui,
mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati atau
dilakukan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam diri
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Sifat Persepsi Memaknai dan menafsirkan suatu objek yang menjadi perhatian
antar individu satu dengan lainnya tentu berbeda-beda. Meskipun
objek yang sama, mereka dapat mempersepsikannya secara
berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah faktor yang
mempengaruhi persepsi tersebut. Menurut Robins (2003)
faktor-faktor tersebut terdiri dari:
1. Pelaku persepsi, apabila seseorang memandang pada suatu
objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,
penafsiran tersebut akan dipengaruhi oleh karakteristik dari
pelaku persepsi. Di antara karakteristik pribadi yang relevan
dengan persepsi adalah sikap, motif, kepentingan, atau minat,
pengalaman masa lalu, dan harapan.
2. Target, karakteristik dari target atau objek yang diamati dapat
mempengaruhi persepsi terkait dengan cara individu
mengelompokkan benda-benda yang memiliki kesamaan
makna. Objek atau target yang memiliki kemiripan cenderung
dipersepsikan sebagai kelompok yang sama, demikian
sebaliknya.
3. Situasi, dalam menafsirkan serta memaknai suatu objek, akan
sangat ditentukan oleh unsur lingkungan. Lingkungan yang
baik akan memberikan persepsi yang baik pula, sebaliknya
Selain memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya,
persepsi juga memiliki beberapa sifat. Newcomb (1985) dalam
Arindita (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa sifat yang
menyertai proses persepsi, yakni:
a. Konstansi (menetap): Individu mempersepsikan seseorang
sebagai orang itu sendiri, walaupun perilaku yang disertakan
berbeda-beda.
b. Selektif: persepsi dipengaruhi oleh suatu keadaan psikologis
perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut,
sehingga tidak semua informasi yang didapat akan diterima
seutuhnya melainkan, informasi tertentu saja yang dapat
diterima dan diserap.
c. Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi
sama yang dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara
yang berbeda-beda.
Faktor-faktor serta sifat persepsi yang menyertai, saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Melalui beberapa faktor
yang ada maka individu atau kelompok akan menentukkan
persepsinya mengenai suatu hal, yang akan berdampak pada
persepsi apa yang akan diberikan maupun perilaku apa yang akan
ditunjukkan, sebagai hasil akhir dari proses pengolahan persepsi di
2.1.3. Persepsi Sehat Sakit
Istilah sehat dan sakit mengandung banyak muatan karena ada
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya terutama faktor
sosial dan budaya sehingga pada kenyataannya masih sering
ditemukan sebagian masyarakat memiliki perbedaan sudut
pandang atau persepsi terkait sehat dan sakit. Umumnya,
masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasa sakit belum
tentu bertindak. Akan tetapi, apabila sudah mendapat penyakit dan
mengalami sakit, maka akan muncul berbagai macam perilaku dan
usaha untuk mengatasinya. Biasanya persepsi yang demikian
timbul dengan alasan penyakit tersebut belum sepenuhnya
mengganggu kegiatan sehari-hari. Kejadian seperti ini, tentu saja
berkaitan dengan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
konsep sehat sakit sendiri, namun terkadang faktor inilah yang
kemudian sering dilupakan oleh layanan kesehatan (Notoatmodjo,
2010). Akibatnya, sebagian masyarakat tetap memegang
pemahaman mereka yang tidak sesuai dengan konsep sehat dan
sakit.
Berbicara mengenai sehat, sakit serta penyakit tidak terlepas
dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Blum
(1974) dalam Asmadi (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi
1. Keturunan (heredity)
Keturunan yang dimaksudkan disini adalah, keturunan yang
berkaitan dengan penyakit keturunan. Penyakit keturunan
disebabkan oleh faktor genetik.
2. Layanan kesehatan, berkaitan dengan letak geografis,
kualitas, biaya, sistem layanan kesehatan juga dapat
mempengaruhi keterjangkauan masyarakat terhadap layanan
kesehatan dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
3. Lingkungan, memberi pengaruh besar terhadap kesehatan
individu, kelompok atau masyarakat. Lingkungan yang bersih
dan sehat, tentunya tidak terlepas dari adanya peran
masyarakat yang berada pada wilayah tersebut. Peran yang
dimaksudkan disini adalah sekelompok tingkah laku atau
perilaku anggota masyarakat yang berkaitan dengan
keberadaan status sosial masyarakat dalam suatu wilayah
tertentu (Laksana, 2013).
4. Perilaku, sehat sakitnya individu, kelompok atau masyarakat
dipengaruhi oleh perilaku. Jika perilaku pada komunitas
tersebut sehat, maka dapat dipastikan status kesehatan
komunitas tersebut juga sehat, begitupun sebaliknya. Hal ini
karena lingkungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh
perilaku masyarakatnya, dan tentunya sangat berkaitan
lingkungan. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh pendidikan,
pengetahuan, kebiasaan, adat istiadat, sosial ekonomi dan
sebagainya.
Berdasarkan penjelasan mengenai persepsi konsep sehat sakit
beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dikatakan
bahwa sehat merupakan kondisi individu yang tidak mengalami
gangguan secara fisik, mental, spiritual, maupun ekonomi, yang
juga dalam pencapaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar
faktor klinis dan biologis, dari keempat faktor tersebut perilaku
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya yang akan
ditunjukkan sebagai hasil akhir dari persepsi terhadap sakit,
penyakit bahkan kondisi sehat sekalipun.
Menurut teori Health Belief Models (HBM) dalam Hayden (2013),
menyatakan bahwa terdapat empat (4) variabel kunci yang menjadi
konstruksi utama untuk menjelaskan penentuan perilaku sehat
sesuai kepercayaan atau keyakinan-keyakinan individu atau
persepsi-persepsi tentang penyakit dan ketersediaan
strategi-strategi untuk mengurangi penyakit-penyakit tersebut. Empat
macam persepsi yang menjadi konstruk utama dari teori ini adalah:
1. Persepsi keseriusan (seriousness)
Persepsi keseriusan adalah persepsi mengenai tingkat
keseriusan atau kegawatan suatu penyakit dan risiko-risiko
penyakit, sehingga memotivasi individu dalam berperilaku.
Perilaku tersebut meliputi pencegahan maupun pengobatan
penyakit (Notoatmodjo, 2010). Persepsi keseriusan dapat
diperoleh dari informasi medis, maupun pengetahuan individu
yang berasal dari dalam diri individu (keyakinan) akan
dampak maupun kesulitan yang ditimbulkan suatu penyakit.
2. Persepsi kerentanan (susceptibility)
Persepsi kerentanan merupakan persepsi mengenai
kerentanan terhadap munculnya suatu penyakit. Ketika
individu percaya dirinya tidak rentan terhadap penyakit maka
perilaku sehat pun bisa saja tidak terjadi, akan tetapi
sebaliknya, jika individu mempersepsikan bahwa dirinya
rentan terhadap suatu penyakit perilaku sehat pun dapat
terjadi, ini berarti bahwa semakin besar risiko yang dirasakan
maka semakin besar kemungkinan individu terlibat dalam
perilaku untuk mengurangi risiko-risiko tersebut. Persepsi
keseriuan dan kerentanan keduanya juga merupakan
persepsi ancaman yang biasanya digunakan untuk
memotivasi terjadinya perilaku sehat.
3. Persepsi keuntungan (benefit)
Persepsi keuntungan merupakan persepsi mengenai
keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan perilaku atau
meningkatkan kesehatan sehingga tidak ada peluang terkena
penyakit.
3. Persepsi rintangan atau hambatan (barriers)
Persepsi keuntungan dan hambatan merupakan evaluasi
individu terhadap adaptasi perilaku. Persepsi terhadap
keuntungan dan hambatan merupakan persepsi yang
memainkan peranan penting dalam menentukan perubahan
perilaku. Dengan kata lain agar sebuah perilaku dapat
diadaptasi individu perlu meyakini keuntungan-keuntungan
dari perilaku tersebut, termasuk konsekuensi-konsekuensi
akibat melanjutkan perilaku yang sebelumnya dilakukan.
Persepsi keuntungan dan hambatan juga merupakan
persepsi yang dijadikan sebagai evaluasi terhadap perilaku
sehat.
Keberadaan empat persepsi yang menjadi konstruk utama di
atas juga dipengaruhi oleh variabel-variabel lain seperti, budaya,
level atau tingkat pendidikan, kemampuan, pengalaman masa lalu
dan motivasi yang didalamnya juga termasuk
karakteristik-karakteristik individual yang juga ikut berpengaruh terhadap
persepsi (Notoadmodjo, 2010; Hayden, 2013).
Selain terdapat empat kepercayaan atau persepsi dan
variabel-variabel yang berpengaruh, teori HBM juga menjelaskan bahwa
bertindak (cues to actions). Variabel pendorong untuk bertindak
yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa (kejadian-kejadian),
orang, benda-benda yang dapat menggerakkan individu untuk
mengubah perilaku mereka, termasuk didalamnya
penyakit-penyakit yang diderita anggota keluarga, laporan media atau media
massa, saran-saran atau masukan-masukan dari orang lain, kartu
pos pengingat dari penyedia jasa layanan kesehatan atau label
peringatan kesehatan pada suatu produk tertentu (Hayden, 2013).
Teori HBM lebih lanjut menegaskan bahwa prinsip dasar perilaku
kesehatan bergantung pada cara individu mempersepsi, sehingga
memberikan motivasi pada perilakunya yang berasal dari, persepsi
individu akan kerentanannya terhadap penyakit dan berujung pada
pengambilan keputusan individu melakukan tindakan pencegahan
atau penyembuhan penyakit. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa perilaku terbentuk melalui sebuah proses yang berlangsung
dalam diri manusia melalui persepsi yang dimiliki (Notoadmodjo,
2010).
2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2.2.1. Pengertian Perilaku Sehat
Sebelum membahas lebih jauh mengenai perilaku, hal pertama
yang perlu dilakukan adalah memahami pengertian perilaku itu
sendiri. Umumnya, perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, dan sebagainya
yang dapat diamati secara langsung (Notoatmodjo, 2010).
Selanjutnya, Blum (1980) dalam Notoadmodjo (2010), membagi
domain atau ranah perilaku menjadi tiga, sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga dan sebagainya), sehingga
menghasilkan pengetahuan yang ditentukan oleh intensitas
perhatian, dan persepsi terhadap objek.
2. Sikap (attitude)
Newcomb (1985) dalam Notoadmodjo (2010) menyatakan
bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan biasanya merupakan predisposisi perilaku.
Sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau
aktivitas, akan tetapi lebih mengarah pada predisposisi perilaku
(tindakan), yang juga disebut sebagai reaksi tertutup. Dalam
menentukan sikap, pengetahuan, persepsi, pikiran, keyakinan
dan emosi juga ikut memegang peranan penting.
3. Praktik (Practice)
Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, sebab untuk
fasilitas atau sarana dan prasarana yang mendukung
terwujudnya praktik atau tindakan nyata.
Melihat definisi perilaku dan domain perilaku jika dihubungkan
dengan perilaku sehat, dapat dikatakan bahwa perilaku sehat
merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan yang dapat
terwujud dalam praktik atau tindakan yang nyata. Sarafino (2011)
juga menyatakan bahwa perilaku sehat adalah segala aktivitas
yang ditunjukkan individu untuk mempertahankan atau
meningkatkan kesehatannya, termasuk persepsi terhadap status
kesehatannya atau perilakunya untuk mencapai tujuannya.
Perilaku sehat secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok, yakni (Notoatmodjo, 2013):
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Perilaku ini mencakup pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, perilaku gizi (makanan) dan minuman, dimana
merupakan usaha-usaha untuk memelihara dan juga menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila
terkena penyakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas
layanan kesehatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini meliputi upaya atau tindakan seseorang pada saat
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku ini terkait bagaimana seseorang merespon lingkungan
fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya.
Selanjutnya Hayden (2013) menambahkan, perilaku sehat
termasuk segala hal yang kita lakukan yang mempengaruhi fisik,
mental, emosi, psikologis dan spiritual. Berikut penjelasannya:
a. Status Sosial Ekonomi (SES)
SES secara signifikan berkontribusi terhadap kesehatan
termasuk status pendidikan, pendapatan dan pekerjaan. Di
antara ketiganya, tingkat pendidikan adalah salah satu faktor
yang paling baik untuk memprediksi status kesehatan, ini
disebabkan karena level pendidikan yang tinggi dapat
memberikan kesempatan kerja yang lebih tinggi dan secara
otomatis pendapatannya juga meningkat dan status
kesehatannya juga ikut meningkat. Dengan pengetahuan maka
seseorang dapat membuat keputusan tentang kesehatan
mereka dan sebagai hasilnya mereka akan meningkatkan
perilaku sehatnya.
b. Kemampuan (skill)
Skema utama adanya kemampuan lebih relatif memberikan
informasi baru untuk meningkatkan pengetahuan mereka,
menggunakan pengetahuan itu sama saja tidak ada gunanya.
Jadi perilaku juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan
kemampuan.
c. Budaya (Culture)
Terkadang masih banyak orang yang tidak menggunakan apa
yang mereka ketahui dan melakukan apa yang mereka ketahui
untuk dilakukan, hal ini dikarenakan perilaku secara signifikan
dipengaruhi oleh budaya. Di setiap budaya terdapat
norma-norma atau harapan-harapan, nilai-nilai dan kepercayaan yang
mendasari adanya suatu perilaku.
d. Gender
Gender adalah salah satu faktor penting lainnya yang
menentukan perilaku sehat. Hasil penelitian menunjukkan
laki-laki lebih rendah untuk menunjukkan perilaku promosi
kesehatan daripada perempuan, akan tetapi perempuan
menunjukkan gaya hidup sehat yang lebih rendah. Laki-laki
lebih menyukai makanan rendah serat, kurang tidur dan lebih
sering kelebihan berat badan daripada perempuan.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat dan Tidak Sehat
Keterkaitan antar perilaku kesehatan itu bergantung pada
faktor-faktor motivasional dan secara partikular dengan persepsi-persepsi
mengurangi penanganan, akan tetapi beberapa perilaku tidak sehat
seperti miras (minuman keras), dan merokok seringkali
menyenangkan untuk dilakukan hasilnya banyak individu yang tidak
tahan dan memulai perilaku tidak sehat, dan mungkin menolak
usaha-usaha atau saran-saran untuk membuat mereka berhenti
(Sarafino, 2011).
Persoalan semacam ini sudah menjadi hal yang biasa, dan
selalu menjadi batu sandungan dalam menjalankan promosi
kesehatan, terutama mengenai perilaku sehat. Sarafino (2011)
menyatakan bahwa umumnya bagi sekelompok orang yang
menganggap cara-cara untuk meningkatkan kesehatan mereka
diperlukan perjuangan dalam menghadapi masalah-masalah yang
sering ditemui dalam kehidupan nyata. Salah satu masalahnya
adalah banyak orang yang mempersepsikan beberapa perilaku
sehat sebagai perilaku yang kurang menarik atau mudah daripada
alternatif sehat mereka. Beberapa orang yang menghadapi situasi
ini mengatasinya dengan menjaga keseimbangan dalam hidup
mereka, menetapkan batas kewajaran pada perilaku tidak sehat
yang mereka lakukan, sehingga individu akan cenderung
mengabaikan anjuran-anjuran kesehatan dan menolak
mempraktikannya dengan menggunakan alasan-alasan tersebut.
Tetapi tidak demikian bagi beberapa orang lainnya, yang tidak
berupaya untuk berubah di masa mendatang: Contohnya, “Saya
akan diet minggu depan.”
Di samping itu, terdapat empat faktor lain dalam diri individu
yang juga penting. Pertama, dalam mengadopsi gaya hidup sehat
akan membuat individu mampu merubah perilaku yang sudah lama
menetap, yang menjadi kebiasaan dan mungkin terkait kecanduan
seperti merokok. Kebiasaan atau perilaku-perilaku adiktif sangat
sulit untuk dimodifikasi. Kedua, orang membutuhkan
sumber-sumber kognitif tertentu seperti kemampuan dan pengetahuan
untuk mengetahui apakah perilaku-perilaku sehat yang diadopsi
untuk membuat rencana-rencana perubahan perilaku dan
mengatasi hambatan-hambatan perubahan seperti, memiliki sedikit
waktu atau tidak memiliki tempat latihan. Ketiga, individu
membutuhkan self effifacy terkait kemampuan mereka untuk
mempertahankan perubahan. Tanpa self effifacy motivasi mereka
akan berubah menjadi lemah. Keempat, adanya sakit dapat
mempengaruhi mood dan tingkatan energi, yang juga dapat
mempengaruhi level energi dan motivasi individu (Sarafino, 2011).
Selanjutnya, Hayden (2013) mengatakan bahwa di antara
semuanya pengaruh interapersonal berfokus pada faktor-faktor
dalam diri individu sehingga dapat mempengaruhi perilaku, antara
lain pengetahuan, sikap, keyakinan, motivasi, konsep diri, latar
Faktor Interpersonal juga menjelaskan pengaruh orang lain
terhadap perilaku. Orang lain mempengaruhi perilaku melalui
sharing pikiran, nasihat dan perasaan-perasaan melalui dukungan
emosional, dan memberikan jasa mereka. Orang lain ini bisa
merupakan keluarga, teman, kelompok teman sebaya dan penyedia
jasa layanan kesehatan.
2.3. Indikator PHBS
Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 yang juga
dimuat dalam Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 adalah
sebagai berikut:
1. Persalinan oleh tenaga kesehatan
Persalinan oleh tenaga kesehatan yang dimaksud adalah
persalinan yang dibantu langsung oleh tenaga kesehatan seperti
dokter, bidan, perawat yang memiliki pengetahuan serta
kemampuan untuk membantu selama proses persalinan
berlangsung.
2. Melakukan penimbangan bayi dan balita
Indikator ini menggunakan variabel usia 0 sampai 59 bulan yang
mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan
terakhir.
3. Memberikan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif
Pemberian ASI eksklusif dalam analisis ini adalah bayi usia ≤6
4. Mencuci tangan
Perilaku mencuci tangan merupakan salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan jari dan telapak tangan dengan
menggunakan air dan sabun dengan maksud memutuskan mata
rantai kuman. Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum dan
setelah beraktivitas (menyiapkan makanan, sebelum dan
sesudah makan, setelah memegang pupuk dan lain-lain).
5. Memakai jamban sehat
Perilaku menggunakan jamban sehat dapat diukur dari perilaku
buang air besar dengan menggunakan jamban saja.
6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari,
Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasanya
melakukan aktivitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari
seminggu.
7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari,
Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu
yang biasa mengonsumsi buah dan sayur selama tujuh hari
dalam seminggu.
8.Tidak merokok dalam rumah
Pengertian tidak merokok adalah individu yang tidak mempunyai
kebiasaan merokok di dalam rumah saat ada anggota keluarga
9. Penggunaan air bersih
Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah
tangga yang menggunakan sumber air bersih sesuai
syarat-syarat air bersih dan dapat digunakan untuk seluruh keperluan
rumah tangga.
10. Memberantas jentik nyamuk.
Perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator ini adalah
perilaku menguras bak mandi satu kali atau lebih, dalam