• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7

TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS

2.1.1. Pengertian Persepsi

Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan

dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

ini menyebabkan alasan individu menyenangi suatu objek,

sedangkan orang lain belum tentu menyenangi objek yang sama.

Perbedaan tersebut, disebabkan oleh bagaimana cara individu

menanggapi objek dengan persepsinya (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Walgito (2002), persepsi merupakan pengorganisasian

dan penginterpretasian terhadap objek yang diamati dan

merupakan aktivitas terpadu dalam diri individu, sehingga apa yang

ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam memberikan persepsi.

Pendapat lain juga menyatakan bahwa persepsi merupakan

pandangan atau pun pendapat individu terhadap suatu kejadian

(Aruan & Trianingsih, 2006).

Dengan demikian, persepsi merupakan suatu proses yang terjadi

didalam diri individu, sehingga individu mampu mengetahui,

mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati atau

dilakukan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam diri

(2)

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Sifat Persepsi Memaknai dan menafsirkan suatu objek yang menjadi perhatian

antar individu satu dengan lainnya tentu berbeda-beda. Meskipun

objek yang sama, mereka dapat mempersepsikannya secara

berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah faktor yang

mempengaruhi persepsi tersebut. Menurut Robins (2003)

faktor-faktor tersebut terdiri dari:

1. Pelaku persepsi, apabila seseorang memandang pada suatu

objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,

penafsiran tersebut akan dipengaruhi oleh karakteristik dari

pelaku persepsi. Di antara karakteristik pribadi yang relevan

dengan persepsi adalah sikap, motif, kepentingan, atau minat,

pengalaman masa lalu, dan harapan.

2. Target, karakteristik dari target atau objek yang diamati dapat

mempengaruhi persepsi terkait dengan cara individu

mengelompokkan benda-benda yang memiliki kesamaan

makna. Objek atau target yang memiliki kemiripan cenderung

dipersepsikan sebagai kelompok yang sama, demikian

sebaliknya.

3. Situasi, dalam menafsirkan serta memaknai suatu objek, akan

sangat ditentukan oleh unsur lingkungan. Lingkungan yang

baik akan memberikan persepsi yang baik pula, sebaliknya

(3)

Selain memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya,

persepsi juga memiliki beberapa sifat. Newcomb (1985) dalam

Arindita (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa sifat yang

menyertai proses persepsi, yakni:

a. Konstansi (menetap): Individu mempersepsikan seseorang

sebagai orang itu sendiri, walaupun perilaku yang disertakan

berbeda-beda.

b. Selektif: persepsi dipengaruhi oleh suatu keadaan psikologis

perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut,

sehingga tidak semua informasi yang didapat akan diterima

seutuhnya melainkan, informasi tertentu saja yang dapat

diterima dan diserap.

c. Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi

sama yang dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara

yang berbeda-beda.

Faktor-faktor serta sifat persepsi yang menyertai, saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Melalui beberapa faktor

yang ada maka individu atau kelompok akan menentukkan

persepsinya mengenai suatu hal, yang akan berdampak pada

persepsi apa yang akan diberikan maupun perilaku apa yang akan

ditunjukkan, sebagai hasil akhir dari proses pengolahan persepsi di

(4)

2.1.3. Persepsi Sehat Sakit

Istilah sehat dan sakit mengandung banyak muatan karena ada

faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya terutama faktor

sosial dan budaya sehingga pada kenyataannya masih sering

ditemukan sebagian masyarakat memiliki perbedaan sudut

pandang atau persepsi terkait sehat dan sakit. Umumnya,

masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasa sakit belum

tentu bertindak. Akan tetapi, apabila sudah mendapat penyakit dan

mengalami sakit, maka akan muncul berbagai macam perilaku dan

usaha untuk mengatasinya. Biasanya persepsi yang demikian

timbul dengan alasan penyakit tersebut belum sepenuhnya

mengganggu kegiatan sehari-hari. Kejadian seperti ini, tentu saja

berkaitan dengan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai

konsep sehat sakit sendiri, namun terkadang faktor inilah yang

kemudian sering dilupakan oleh layanan kesehatan (Notoatmodjo,

2010). Akibatnya, sebagian masyarakat tetap memegang

pemahaman mereka yang tidak sesuai dengan konsep sehat dan

sakit.

Berbicara mengenai sehat, sakit serta penyakit tidak terlepas

dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Blum

(1974) dalam Asmadi (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi

(5)

1. Keturunan (heredity)

Keturunan yang dimaksudkan disini adalah, keturunan yang

berkaitan dengan penyakit keturunan. Penyakit keturunan

disebabkan oleh faktor genetik.

2. Layanan kesehatan, berkaitan dengan letak geografis,

kualitas, biaya, sistem layanan kesehatan juga dapat

mempengaruhi keterjangkauan masyarakat terhadap layanan

kesehatan dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

3. Lingkungan, memberi pengaruh besar terhadap kesehatan

individu, kelompok atau masyarakat. Lingkungan yang bersih

dan sehat, tentunya tidak terlepas dari adanya peran

masyarakat yang berada pada wilayah tersebut. Peran yang

dimaksudkan disini adalah sekelompok tingkah laku atau

perilaku anggota masyarakat yang berkaitan dengan

keberadaan status sosial masyarakat dalam suatu wilayah

tertentu (Laksana, 2013).

4. Perilaku, sehat sakitnya individu, kelompok atau masyarakat

dipengaruhi oleh perilaku. Jika perilaku pada komunitas

tersebut sehat, maka dapat dipastikan status kesehatan

komunitas tersebut juga sehat, begitupun sebaliknya. Hal ini

karena lingkungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh

perilaku masyarakatnya, dan tentunya sangat berkaitan

(6)

lingkungan. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh pendidikan,

pengetahuan, kebiasaan, adat istiadat, sosial ekonomi dan

sebagainya.

Berdasarkan penjelasan mengenai persepsi konsep sehat sakit

beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dikatakan

bahwa sehat merupakan kondisi individu yang tidak mengalami

gangguan secara fisik, mental, spiritual, maupun ekonomi, yang

juga dalam pencapaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar

faktor klinis dan biologis, dari keempat faktor tersebut perilaku

merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya yang akan

ditunjukkan sebagai hasil akhir dari persepsi terhadap sakit,

penyakit bahkan kondisi sehat sekalipun.

Menurut teori Health Belief Models (HBM) dalam Hayden (2013),

menyatakan bahwa terdapat empat (4) variabel kunci yang menjadi

konstruksi utama untuk menjelaskan penentuan perilaku sehat

sesuai kepercayaan atau keyakinan-keyakinan individu atau

persepsi-persepsi tentang penyakit dan ketersediaan

strategi-strategi untuk mengurangi penyakit-penyakit tersebut. Empat

macam persepsi yang menjadi konstruk utama dari teori ini adalah:

1. Persepsi keseriusan (seriousness)

Persepsi keseriusan adalah persepsi mengenai tingkat

keseriusan atau kegawatan suatu penyakit dan risiko-risiko

(7)

penyakit, sehingga memotivasi individu dalam berperilaku.

Perilaku tersebut meliputi pencegahan maupun pengobatan

penyakit (Notoatmodjo, 2010). Persepsi keseriusan dapat

diperoleh dari informasi medis, maupun pengetahuan individu

yang berasal dari dalam diri individu (keyakinan) akan

dampak maupun kesulitan yang ditimbulkan suatu penyakit.

2. Persepsi kerentanan (susceptibility)

Persepsi kerentanan merupakan persepsi mengenai

kerentanan terhadap munculnya suatu penyakit. Ketika

individu percaya dirinya tidak rentan terhadap penyakit maka

perilaku sehat pun bisa saja tidak terjadi, akan tetapi

sebaliknya, jika individu mempersepsikan bahwa dirinya

rentan terhadap suatu penyakit perilaku sehat pun dapat

terjadi, ini berarti bahwa semakin besar risiko yang dirasakan

maka semakin besar kemungkinan individu terlibat dalam

perilaku untuk mengurangi risiko-risiko tersebut. Persepsi

keseriuan dan kerentanan keduanya juga merupakan

persepsi ancaman yang biasanya digunakan untuk

memotivasi terjadinya perilaku sehat.

3. Persepsi keuntungan (benefit)

Persepsi keuntungan merupakan persepsi mengenai

keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan perilaku atau

(8)

meningkatkan kesehatan sehingga tidak ada peluang terkena

penyakit.

3. Persepsi rintangan atau hambatan (barriers)

Persepsi keuntungan dan hambatan merupakan evaluasi

individu terhadap adaptasi perilaku. Persepsi terhadap

keuntungan dan hambatan merupakan persepsi yang

memainkan peranan penting dalam menentukan perubahan

perilaku. Dengan kata lain agar sebuah perilaku dapat

diadaptasi individu perlu meyakini keuntungan-keuntungan

dari perilaku tersebut, termasuk konsekuensi-konsekuensi

akibat melanjutkan perilaku yang sebelumnya dilakukan.

Persepsi keuntungan dan hambatan juga merupakan

persepsi yang dijadikan sebagai evaluasi terhadap perilaku

sehat.

Keberadaan empat persepsi yang menjadi konstruk utama di

atas juga dipengaruhi oleh variabel-variabel lain seperti, budaya,

level atau tingkat pendidikan, kemampuan, pengalaman masa lalu

dan motivasi yang didalamnya juga termasuk

karakteristik-karakteristik individual yang juga ikut berpengaruh terhadap

persepsi (Notoadmodjo, 2010; Hayden, 2013).

Selain terdapat empat kepercayaan atau persepsi dan

variabel-variabel yang berpengaruh, teori HBM juga menjelaskan bahwa

(9)

bertindak (cues to actions). Variabel pendorong untuk bertindak

yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa (kejadian-kejadian),

orang, benda-benda yang dapat menggerakkan individu untuk

mengubah perilaku mereka, termasuk didalamnya

penyakit-penyakit yang diderita anggota keluarga, laporan media atau media

massa, saran-saran atau masukan-masukan dari orang lain, kartu

pos pengingat dari penyedia jasa layanan kesehatan atau label

peringatan kesehatan pada suatu produk tertentu (Hayden, 2013).

Teori HBM lebih lanjut menegaskan bahwa prinsip dasar perilaku

kesehatan bergantung pada cara individu mempersepsi, sehingga

memberikan motivasi pada perilakunya yang berasal dari, persepsi

individu akan kerentanannya terhadap penyakit dan berujung pada

pengambilan keputusan individu melakukan tindakan pencegahan

atau penyembuhan penyakit. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa perilaku terbentuk melalui sebuah proses yang berlangsung

dalam diri manusia melalui persepsi yang dimiliki (Notoadmodjo,

2010).

2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2.2.1. Pengertian Perilaku Sehat

Sebelum membahas lebih jauh mengenai perilaku, hal pertama

yang perlu dilakukan adalah memahami pengertian perilaku itu

sendiri. Umumnya, perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia

(10)

berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, dan sebagainya

yang dapat diamati secara langsung (Notoatmodjo, 2010).

Selanjutnya, Blum (1980) dalam Notoadmodjo (2010), membagi

domain atau ranah perilaku menjadi tiga, sebagai berikut:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga dan sebagainya), sehingga

menghasilkan pengetahuan yang ditentukan oleh intensitas

perhatian, dan persepsi terhadap objek.

2. Sikap (attitude)

Newcomb (1985) dalam Notoadmodjo (2010) menyatakan

bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak dan biasanya merupakan predisposisi perilaku.

Sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau

aktivitas, akan tetapi lebih mengarah pada predisposisi perilaku

(tindakan), yang juga disebut sebagai reaksi tertutup. Dalam

menentukan sikap, pengetahuan, persepsi, pikiran, keyakinan

dan emosi juga ikut memegang peranan penting.

3. Praktik (Practice)

Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, sebab untuk

(11)

fasilitas atau sarana dan prasarana yang mendukung

terwujudnya praktik atau tindakan nyata.

Melihat definisi perilaku dan domain perilaku jika dihubungkan

dengan perilaku sehat, dapat dikatakan bahwa perilaku sehat

merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan yang dapat

terwujud dalam praktik atau tindakan yang nyata. Sarafino (2011)

juga menyatakan bahwa perilaku sehat adalah segala aktivitas

yang ditunjukkan individu untuk mempertahankan atau

meningkatkan kesehatannya, termasuk persepsi terhadap status

kesehatannya atau perilakunya untuk mencapai tujuannya.

Perilaku sehat secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi

tiga kelompok, yakni (Notoatmodjo, 2013):

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Perilaku ini mencakup pencegahan penyakit, peningkatan

kesehatan, perilaku gizi (makanan) dan minuman, dimana

merupakan usaha-usaha untuk memelihara dan juga menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila

terkena penyakit.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas

layanan kesehatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini meliputi upaya atau tindakan seseorang pada saat

(12)

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku ini terkait bagaimana seseorang merespon lingkungan

fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya.

Selanjutnya Hayden (2013) menambahkan, perilaku sehat

termasuk segala hal yang kita lakukan yang mempengaruhi fisik,

mental, emosi, psikologis dan spiritual. Berikut penjelasannya:

a. Status Sosial Ekonomi (SES)

SES secara signifikan berkontribusi terhadap kesehatan

termasuk status pendidikan, pendapatan dan pekerjaan. Di

antara ketiganya, tingkat pendidikan adalah salah satu faktor

yang paling baik untuk memprediksi status kesehatan, ini

disebabkan karena level pendidikan yang tinggi dapat

memberikan kesempatan kerja yang lebih tinggi dan secara

otomatis pendapatannya juga meningkat dan status

kesehatannya juga ikut meningkat. Dengan pengetahuan maka

seseorang dapat membuat keputusan tentang kesehatan

mereka dan sebagai hasilnya mereka akan meningkatkan

perilaku sehatnya.

b. Kemampuan (skill)

Skema utama adanya kemampuan lebih relatif memberikan

informasi baru untuk meningkatkan pengetahuan mereka,

(13)

menggunakan pengetahuan itu sama saja tidak ada gunanya.

Jadi perilaku juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan

kemampuan.

c. Budaya (Culture)

Terkadang masih banyak orang yang tidak menggunakan apa

yang mereka ketahui dan melakukan apa yang mereka ketahui

untuk dilakukan, hal ini dikarenakan perilaku secara signifikan

dipengaruhi oleh budaya. Di setiap budaya terdapat

norma-norma atau harapan-harapan, nilai-nilai dan kepercayaan yang

mendasari adanya suatu perilaku.

d. Gender

Gender adalah salah satu faktor penting lainnya yang

menentukan perilaku sehat. Hasil penelitian menunjukkan

laki-laki lebih rendah untuk menunjukkan perilaku promosi

kesehatan daripada perempuan, akan tetapi perempuan

menunjukkan gaya hidup sehat yang lebih rendah. Laki-laki

lebih menyukai makanan rendah serat, kurang tidur dan lebih

sering kelebihan berat badan daripada perempuan.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat dan Tidak Sehat

Keterkaitan antar perilaku kesehatan itu bergantung pada

faktor-faktor motivasional dan secara partikular dengan persepsi-persepsi

(14)

mengurangi penanganan, akan tetapi beberapa perilaku tidak sehat

seperti miras (minuman keras), dan merokok seringkali

menyenangkan untuk dilakukan hasilnya banyak individu yang tidak

tahan dan memulai perilaku tidak sehat, dan mungkin menolak

usaha-usaha atau saran-saran untuk membuat mereka berhenti

(Sarafino, 2011).

Persoalan semacam ini sudah menjadi hal yang biasa, dan

selalu menjadi batu sandungan dalam menjalankan promosi

kesehatan, terutama mengenai perilaku sehat. Sarafino (2011)

menyatakan bahwa umumnya bagi sekelompok orang yang

menganggap cara-cara untuk meningkatkan kesehatan mereka

diperlukan perjuangan dalam menghadapi masalah-masalah yang

sering ditemui dalam kehidupan nyata. Salah satu masalahnya

adalah banyak orang yang mempersepsikan beberapa perilaku

sehat sebagai perilaku yang kurang menarik atau mudah daripada

alternatif sehat mereka. Beberapa orang yang menghadapi situasi

ini mengatasinya dengan menjaga keseimbangan dalam hidup

mereka, menetapkan batas kewajaran pada perilaku tidak sehat

yang mereka lakukan, sehingga individu akan cenderung

mengabaikan anjuran-anjuran kesehatan dan menolak

mempraktikannya dengan menggunakan alasan-alasan tersebut.

Tetapi tidak demikian bagi beberapa orang lainnya, yang tidak

(15)

berupaya untuk berubah di masa mendatang: Contohnya, “Saya

akan diet minggu depan.”

Di samping itu, terdapat empat faktor lain dalam diri individu

yang juga penting. Pertama, dalam mengadopsi gaya hidup sehat

akan membuat individu mampu merubah perilaku yang sudah lama

menetap, yang menjadi kebiasaan dan mungkin terkait kecanduan

seperti merokok. Kebiasaan atau perilaku-perilaku adiktif sangat

sulit untuk dimodifikasi. Kedua, orang membutuhkan

sumber-sumber kognitif tertentu seperti kemampuan dan pengetahuan

untuk mengetahui apakah perilaku-perilaku sehat yang diadopsi

untuk membuat rencana-rencana perubahan perilaku dan

mengatasi hambatan-hambatan perubahan seperti, memiliki sedikit

waktu atau tidak memiliki tempat latihan. Ketiga, individu

membutuhkan self effifacy terkait kemampuan mereka untuk

mempertahankan perubahan. Tanpa self effifacy motivasi mereka

akan berubah menjadi lemah. Keempat, adanya sakit dapat

mempengaruhi mood dan tingkatan energi, yang juga dapat

mempengaruhi level energi dan motivasi individu (Sarafino, 2011).

Selanjutnya, Hayden (2013) mengatakan bahwa di antara

semuanya pengaruh interapersonal berfokus pada faktor-faktor

dalam diri individu sehingga dapat mempengaruhi perilaku, antara

lain pengetahuan, sikap, keyakinan, motivasi, konsep diri, latar

(16)

Faktor Interpersonal juga menjelaskan pengaruh orang lain

terhadap perilaku. Orang lain mempengaruhi perilaku melalui

sharing pikiran, nasihat dan perasaan-perasaan melalui dukungan

emosional, dan memberikan jasa mereka. Orang lain ini bisa

merupakan keluarga, teman, kelompok teman sebaya dan penyedia

jasa layanan kesehatan.

2.3. Indikator PHBS

Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 yang juga

dimuat dalam Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 adalah

sebagai berikut:

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan

Persalinan oleh tenaga kesehatan yang dimaksud adalah

persalinan yang dibantu langsung oleh tenaga kesehatan seperti

dokter, bidan, perawat yang memiliki pengetahuan serta

kemampuan untuk membantu selama proses persalinan

berlangsung.

2. Melakukan penimbangan bayi dan balita

Indikator ini menggunakan variabel usia 0 sampai 59 bulan yang

mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan

terakhir.

3. Memberikan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif

Pemberian ASI eksklusif dalam analisis ini adalah bayi usia ≤6

(17)

4. Mencuci tangan

Perilaku mencuci tangan merupakan salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihkan jari dan telapak tangan dengan

menggunakan air dan sabun dengan maksud memutuskan mata

rantai kuman. Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup

mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum dan

setelah beraktivitas (menyiapkan makanan, sebelum dan

sesudah makan, setelah memegang pupuk dan lain-lain).

5. Memakai jamban sehat

Perilaku menggunakan jamban sehat dapat diukur dari perilaku

buang air besar dengan menggunakan jamban saja.

6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari,

Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasanya

melakukan aktivitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari

seminggu.

7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari,

Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu

yang biasa mengonsumsi buah dan sayur selama tujuh hari

dalam seminggu.

8.Tidak merokok dalam rumah

Pengertian tidak merokok adalah individu yang tidak mempunyai

kebiasaan merokok di dalam rumah saat ada anggota keluarga

(18)

9. Penggunaan air bersih

Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah

tangga yang menggunakan sumber air bersih sesuai

syarat-syarat air bersih dan dapat digunakan untuk seluruh keperluan

rumah tangga.

10. Memberantas jentik nyamuk.

Perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator ini adalah

perilaku menguras bak mandi satu kali atau lebih, dalam

Referensi

Dokumen terkait

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BATU DALAM PENATAAN RETRIBUSI PARKIR (STUDI IMPLEMENTASI PERDA KOTA BATU NOMOR 45 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM).. Oleh:

, untuk Masyarakat: Ciptakan Gerakan , untuk Masyarakat: Ciptakan Gerakan Nasional Budaya & Pelatihan. Nasional Budaya & Pelatihan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil dan disimpulkan sebagai berikut: (1) Pola rekruitmen DPD Partai Golkar Kabupaten Ponorogo dalam menyongsong

Dorongan yang timbul dari dalam dan dari luar untuk mencapai

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik. Universitas

[r]