PERGESERAN PENGGUNAAN AKSARA BATAK DALAM
TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI
DESA TOMOK KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH :
TONGGO SIDABUTAR
308121151
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
TONGGO SIDABUTAR. NIM 308121151. PERGESERAN PENGGUNAAN AKSARA BATAK DALAM TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA TOMOK KABUPATEN SAMOSIR. SKRIPSI JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH, FAKULTAS ILMU SOSIAL, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pergeseran penggunaan Aksara Batak dalam kehidupan masyarakat Batak Toba khusunya di desa Tomok, kemudian supaya kita mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi proses pergeseran tersebut dan sekalian sedikit mempelajari mengenai Sejarah Aksara Batak Toba.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Dengan tekhnik pengumpulan data menggunakan studi literatur maupun observasi langsung kedaerah Tomok yang merupakan objek penelitian. Selanjutnya melakukan pemotretan kepada seluruh objek yang merupakan data factual dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan wawancara dengan pihak pemerintah daerah , dinas pariwisata, tokoh masyarakat, tokoh adat, pengrajin souvenir dan pihak-pihak yang berkecimpung dalam pelestarian Aksara Batak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil bahwa Demikianlah kenyataanya bahwa pada masyarakat Batak khususnya jaman dahulu di desa Tomok kabupaten Samosir, telah memiliki peradapan berupa seni tulisan sendiri, yang tidak dimiliki oleh semua suku di nusantara. Jadi dalam hal penggunaanya pada jaman dahulu di desa Tomok, bahwa Aksara Batak digunakan sebagai sebuah varian tulisan yang di pergunakan oleh datu (dukun) untuk memuat tentang ramalan yang berkaitan dengan ilmu perbintangan (Parhalaan) yang sering ditulis pada ruas-ruas bambu, dan kebanyakan mengandung lebih dari jenis teks. Jadi dalam tatanan kehidupan masyarakat Batak Toba khususnya di desa Tomok pada jaman dahulu segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari itu tidak pernah dituliskan tetapi diutarakan secara lisan, maupun itu dalam hal silsilah keluarganya sendiri, jadi mengenai Aksara Batak tersebut, tidak sembarangan orang yang mengerti. Hanya seorang Datu (dukun) lah yang mengerti tentang varian tulisan tersebut. Yang dimana sang Datu tersebut menggunakanya untuk menulis di berbagai media yang dibuat sendiri, contohnya kulit kayu, tanduk kerbau, tulang hewan. Hanya media-media tersebutlah yang digunakan oleh masyarakat Batak Toba, lain hal dengan suku-suku lain di Indonesia yang berbeda dengan suku-suku Batak, contohnya, suku-suku Bugis di Sulawesi menggunakan daun Lontar, jawa sudah menggunakan batu sebagai media tulisan atau yang lebih kita kenal dengan prasasti.
KATA PENGANTAR
puji dan syukur panjatkan kepada Allah Bapa dan sang kepala gerakan Yesus
Kristus atas berkat dan rahmatnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dan dipenuhi
penulis untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Untuk memenuhi gelar tersebut maka
penulis mengajukan judul “Pergeseran Penggunaan Aksara Batak Dalam Tatanan
Kehidupan Masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir”.
Didalam penulisan ini, Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak
mengalami kekurangan baik dalam tata bahasa dan penyajian. Hal tersebut disebabkan
karena Penulis masih dalam tahap belajar. Maka dengan ini Penulis dengan hati terbuka
manerima kritikan yang konstruktif terhadap kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga
menyadari betapa besar bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga masalah yang
dihadapi penulis sejak awal dapat teratasi. Tanpa bantuan dan dorongan berbagai pihak
kiranya, Penulis tidak akan dapat menyesaikan menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menuturkan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis Bapa S. Sidabutar (Alm) dohot Omak L br
Gultom dengan seluruh kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasi atas segala
sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi. dan Khusus kepada ayahanda, terimakasih
telah membimbingku hingga akhir hayatmu, semua jasamu tak akan kulupakan seumur
hidupku, kepada ibunda tercinta, terima kasih telah jadi ibu nomor satu, yang jadi inspirasi
penulis dalam hidup ini. Semua jasa yang saya terima tidak akan pernah lupa sepanjang
hayat ini.
Dan kepada adekku satu-satunya Elsa manora sidabutar, tingkatkan trus prestasimu
kami mendukungmu. Terkhusus kepada hasianku Honey Sartika Nadapdap, terima kasih
atas doa dan dukungan selama Penulis melakukan studi, semua perbuatan baikmu telah
terpahat indah dalam hati, Tuhan memberkati.
Dan pada kesempatan ini juga dengan segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof.DR. Ibnu Hajar Damanik selaku Rektor UNIMED
2. Bapak Drs.H.Restu MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Medan
3. Ibu Dra. Lukitaningsih,M.Hum selaku ketua jurusan Pendidikan Sejarah
Universitas Negeri Medan.
4. Ibu Dra.Hafnita SD Lubis,M.si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
5. Bapak Pristi Suhendro,S.Hum,M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah memberikan banyak masukan dalam membimbing kepada Penulis
menyelesaikan Skripsi ini.
6. Bapak-Ibu Dosen jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Medan yang
telah memberikan banyak ilmu kepada Penulis selama perkuliahan.
7. Buat sahabat-sahabat terbaikku selama menjalani perkuliahan, Bang Koko,
Bang Martua, mauliate Motivasi muna bang, buat lae Rio, Marolop, lek Putra,
lek Imam Santosa, freddy, Agus hitam dan Agus Putih, Lae Pomo, Dolung,
Brighten, semua mahasiswa stambuk 2008.
8. Buat Team SERA 08, kita selalu menjadi tim yang terbaik di FIS, truss
semangat…
9. Dan seluruh pihak yang ikut berperan dalam membantu Penulis menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap atas kebaikan yang mereka berikan kelak akan mendapat balasan
yang berlipat ganda dari Tuhan yang Maha Esa.,
Agustus 2012
Tonggo Sidabutar
DAFTAR PUSTAKA
Hariara, J.M. 1928.Poestaha Parsiajaran Manjaha Soerat Batak. Lagoeboti: Zendelingsdrukkerij.
Hariara, J.M.1987. Hata Batak Maninggoring Bagian Rangsa Ni Andung Dohot
Hadatuan.Jakarta:Balai Pustaka.
Heine-Geldern, Robert.1999.Warisan Leluhur Sastra Lama Dan Aksara Batak.Jakarta:Gramedia.
Lumbantobing, Arsenisius.1916. Porgolatanta buku sidjahon ni
anaksikola.Laguboti:Pangarongkoman Mission.
Meuraxa, Dada.1973.Sejarah Kebudayaan Suku-Suku di Sumatera Utara.Medan:Napitupulu.
Sidabutar,S.S.1980.Batu na Impol: Buku Parsiajaran Manala, Manami dohot Marhamaolan
Hata Surat Batak nang Pustaha. Medan: Mitra.
Sihombing, T.M.1986.Filsafat Batak Tentang Kebiasaan Adat Istiadat.Jakarta:Balai Pustaka
Tampubolon, Raja Patik.2002.Pustaha Tumbaga Holing Adat Batak-Patik Uhum.Buku I dan
II.Jakarta:Dian Utama.
Kozok,Uli. 1999. Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak. Bogor. Grafika Mardi Yuana
Kozok,Uli. 2009. Surat Batak.Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia.
Marbun, M.A. 1978. Pengantar Budaya Batak. Jakarta. Balai Pustaka.
Baroroh, Baried, 1985. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta : Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batak Toba merupakan suatu kelompok dari etnik Batak yang menjunjung
nilai-nilai sosial budaya yang hampir sama dengan sub etnik lainnya seperti :
Batak Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing, dan Angkola pada dasarnya
memiliki kesamaan dalam kebudayaan. Namun, dewasa ini istilah Batak
sebenarnya sudah jarang dipakai bila merujuk kepada kelompok etnis Batak selain
Toba, yakni Karo, Mandailing, Pakpak, Simalungun. Hal tersebut terjadi karena
dalam kenyataan bahwa orang Toba cenderung menyebut diri sebagai Batak, dan
bukan sebagai Toba. Dengan demikian maka Batak sering dianggap sinonim
dengan Toba.
Jadi mengapa orang Batak Toba lebih suka menggunakan predikat Batak
daripada Toba? Hal itu disebabkan karena “Toba” sebenarnya adalah nama daerah
bukan nama suku bangsa. Pada intinya Toba merujuk pada dua daerah saja, yaitu
Toba Humbang dan Toba Holbung, sementara Habinsaran, Samosir, Silalahi,
Silindung Uluan, dan beberapa daerah kecil lainnya sebenarnya tidak termasuk
kepada daerah Toba. Akan tetapi karena kesamaan dari segi bahasa, dan budaya
penduduk daerah-daerah itu lazim disebut etnis Toba, terutama oleh orang luar
dan kemudian juga oleh para ahli bahasa dan antropologi. Tetapi sampai sekarang,
banyak orang Samosir merasa janggal mereka disebut Toba, dan lebih suka
Sebagian besar kegiatan suku Batak Toba mengacu kepada Adat Istiadat
yang telah di wariskan secara turun – temurun. Mulai dari awal kehamilan,
kelahiran, sampai tumbuh dewasa, hingga kematian, selalu di atur oleh adat
istiadat. Pada umumnya di jaman dahulu ketika peran Zending belum menyentuh
tanah Batak, dimana masyarakat pribumi masih menganut agama suku
„PARMALIM’ setiap pelaksanaan upacara ritual baik yang menyangkut religi, adat
istiadat, pengobatan, dll. Selalu menggunakan Aksara Batak dalam hal penulisan
ke media-media yang tersedia sebagai pertinggalan yang berguna bagi anak cucu
di kemudian hari.
Sebagian besar sastra Batak tidak pernah ditulis. Cerita-cerita rakyat dalam
bentuk fable, Mitos, dan legenda, umpama dan umpasa, torhan-torhanan,
turi-turian, huling-hulingan semua itu tidak pernah ditulis, tetapi diturunkan secara
lisan dari generasi ke generasi. Walaupun orang Batak sudah berabad-abad sudah
memiliki tulisan sendiri, mereka tidak pernah menggunakan system tulisannya
untuk tujuannya sehari-hari. Membuat catatan, mengeluarkan dokumen-dokumen,
mencatat piutang-piutang atau pengeluaran rumah tangga, mencatat silsilah
marganya, semuanya ini tidak pernah dilakukan dengan menggunakan pena
melainkan secara lisan saja orang Batak menggunakan aksaranya hanya untuk tiga
tujuan:
1. Ilmu kedukunan ( hadatuon)
2. Surat menyurat ( hata poda)
Tiga perempat naskah membahas hal-hal yang berkaitan dengan ilmu
kedukunan atau hadatuon. Yang berhak menulis naskah perihal hadatuon adalah
dukun (datu). Pengetahuannya terutama ditulis dalam buku kulit kayu, tetapi
kadang-kadang mereka juga menggunakan bambu atau tulang rusuk
kerbau.Dalam hal penulisan pustaha, para datu menggunakan sebuah ragam
bahasa yang lazim disebut hata poda. Kata poda dalam bahasa sehari-hari dapat
diartikan sebagai nasehat, tetapi dalam pustaha memiliki makna yang berbeda,
dalam pustaha artinya lebih mendekati instruksi atau petunjuk. Ragam hata poda
yang hanya dipakai di pustaha ini, merupakan sejenis dialeg kuno rumpun bahasa
Batak Selatan dan banyak bercampur dengan kata-kata yang dipinjam dari bahasa
Melayu. Kerahasiaan ini merupakan salah satu sebab mengapa isis pustaha sangat
sukar dimengerti karena petunjuk-petunjuk yang diberikan pada umumnya hanya
dapat dipahami oleh seseorang yang sudah memiliki pengetahuan mendalam
mengenai masalah yang dibicarakan.
Walaupun seorang datu harus menguasai bahasa poda sebelum menyusun
sebuah pustaha, hal itu tidak berarti bahwa bahasa yang dipakai dipustaha adalah
murni hata poda. Tetapi ada pula banyak naskah yang jika dilihat dari segi
bahasa, tempat asalnya tidak dapat diketahui, karena ditulis dalam ragam hata
poda tersebut.
Kini tradisi pembuatan pustaha sudah lama usai dan bukan pustaha saja
demikian juga dengan naskah-naskah lainnya yang ditulis pada ruas-ruas bambu
atau yang ditulang-tulang rusuk kerbau. Memang sudah punah, tetapi masih ada
memprihatikan. Contohnya adalah industri cenderamata yang diperjualbelikan di
daerah pusat-pusat pariwisata, khususnya daerah Desa Tomok Kabupaten
Samosir. Naskah-naskah yang baru diciptakan cukup memprihatikan. Karena
naskah yang dihasilkan (dijual) tidak dapat dimengerti atau dibaca makna dari
Surat Batak tersebut. Cenderung naskah-naskah yang ditulis dalam media-media
hanya terdiri atas rantaian huruf-huruf yang tak berarti. Dalam kata lain bahwa
Surat Batak yang dipakai hanya sebagai hiasan saja. Hasilnya adalah sebuah
“naskah” dan “teksnya” dikarang oleh yang buta huruf yang kemudian dijual
kepada masyarakat sebagai hasil ciptaan budaya Batak. Labors of The Datu
(Bartlet 1973).
Namun ironisnya diperkirakan terdapat sekitar 1000 hingga 2.000 pustaha
Aksara Batak asli berada di luar negeri, dan tersimpan dalam koleksi-koleksi
museum atau perpustakaan di mancanegara terutama di Belanda dan Jerman.
Sebuah koleksi yang besar juga terdapat di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia di Jakarta. Jadi masyarakat pribumi, terlebih para generasi muda Batak,
merasa ada dari kebudayaan mereka yang hilang. Mereka jadi sangat sulit
mendapatkan naskah pustaha yang asli yang merupakan milik nenek moyang
mereka tersebut. (Fischer 1914; 1920 ).
Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti
permasalahan tersebut dalam suatu penelitian yang berjudul: “Pergeseran
Penggunaan Aksara Batak Dalam Tatanan Kehidupan Masyarakat Batak
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Pemakaian Aksara Batak dalam proses kehidupan masyarakat
Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir sebelum masuknya
agama Kristen.
2. Pemakaian Aksara Batak dalam proses kehidupan masyarakat
Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir setelah masuknya
agama Kristen.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran pemakaian
Aksara Batak dalam kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa
Tomok Kabupaten Samosir.
4. Dampak penggunaan Aksara Batak dalam proses kehidupan
masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir.
5. Usaha masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir
dalam melakukan pelestarian Aksara Batak sebagai salah satu
warisan budaya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah diatas yang menjadi pembatasan masalah dalam
penelitian ini : “Pergeseran Penggunaan Aksara Batak Dalam Tatanan
D. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pemakaian Aksara Batak dalam proses kehidupan
masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir
sebelum masuknya agama Kristen?
2. Bagaimana pemakaian Aksara Batak dalam proses kehidupan
masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir setelah
masuknya agama Kristen?
3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran
pemakaian Aksara Batak dalam kehidupan masyarakat Batak Toba
di Desa Tomok Kabupaten Samosir?
4. Bagaimana dampak penggunaan Aksara Batak dalam proses
kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten
Samosir?
5. Bagaimana usaha masyarakat Batak Toba di Desa Tomok
Kabupaten Samosir dalam melakukan pelestarian Aksara Batak
sebagai salah satu warisan budaya?.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pemakaian Aksara Batak dalam proses
kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten
2. Untuk mengetahui pemakaian Aksara Batak dalam proses
kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten
Samosir setelah masuknya agama Kristen.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
pergeseran pemakaian Aksara Batak dalam kehidupan masyarakat
Batak Toba di Desa Tomok Kabupaten Samosir.
4. Untuk mengetahui dampak penggunaan Aksara Batak dalam
proses kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Tomok
Kabupaten Samosir.
5. Untuk mengetahui masyarakat Batak Toba di Desa Tomok
Kabupaten Samosir dalam melakukan pelestarian Aksara Batak
sebagai salah satu warisan budaya.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat Batak Toba khususnya di
Desa Tomok Kabupaten Samosir tentang pergeseran pemakaian
Aksara Batak dalam proses kehidupan.
2. Menambah pengetahuan dan memperkaya informasi tentang
pemakaian Aksara Batak sebelum dan sesudah masuknya agama
Kristen Protestan dalam masyarakat Batak Toba khususnya di Desa
3. Sebagai studi pembanding bagi penulis lainnya yang mempunyai
objek tulisan yang sama.
4. Sebagai pengangkat motivasi kepada generasi muda khususnya
Batak Toba untuk lebih mempelajari kebudayaan yang hampir
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Desa Tomok merupakan sebuah desa yang keadaan sosial masyarakatnya cukup
baik, hal ini didukung oleh masyarakat yang hidupnya tidak terlalu heterogen, hampir
semua masyarakat desa ini satu suku yakni suku Batak Toba dan menganut agama Kristen
protestan dan katolik. Disamping itu secara kultural penduduk desa Tomok masih berasal
dari satu klan keturunan marga Sidabutar ditambah dengan marga-marga lain yang juga
masih sanak saudaranya, jadi dalam tatanan kehidupan masyarakat desa Tomok, walaupun
sekarang telah menganut agama, namun masyarakat belum meninggalkan nilai-nilai leluhur
mereka, baik dalam hal keagamaan (Parmalim) maupun dalam hal pengobatan dan ilmu
nujum dll. Semua hal tersebut dirangkum dalam berbagai media yakni Pustaha lak-lak
(yang terbuat dari kulit kayu) dan bagian parhalaan (yang terbutat dari bambu).
Demikianlah kenyataanya bahwa pada masyarakat Batak khususnya jaman dahulu di desa
Tomok kabupaten Samosir, telah memiliki peradapan berupa seni tulisan sendiri, yang
tidak dimiliki oleh semua suku di nusantara.
Jadi dalam hal penggunaanya pada jaman dahulu di desa Tomok, bahwa Aksara
Batak digunakan sebagai sebuah varian tulisan yang di pergunakan oleh datu (dukun) untuk
ditulis pada ruas-ruas bambu, dan kebanyakan mengandung lebih dari jenis teks. Jadi dalam
tatanan kehidupan masyarakat Batak Toba, khususnya di desa Tomok pada jaman dahulu
segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari itu tidak pernah dituliskan tetapi
diutarakan secara lisan, maupun itu dalam hal silsilah keluarganya sendiri,
Sejak dahulu orang Batak telah memiliki tulisan sendiri (Aksara Batak), dan
sistem kekerabatan sendiri (dalihan natolu) yang menandakan suku Batak Toba memiliki
budaya yang sangat tinggi. Warisan itu tetap bertahan walaupun terkadang terdapat
pergeseran bentuk dan penggunaanya. Karena prinsip yang berlaku bagi orang Batak adat
atau budaya merupakan tu ari so ra biltak, tu aek sora mengge (tidak lekang oleh panasnya
matahari dan tidak luntur karena hujan).
Secara khusus fungsi Aksara Batak di desa Tomok Kabupaten Samosir yang
dijadikan sebagai objek utama dalam penelitian ini dalam bidang kebudayaan dapat dilihat
dari berbagai sisi yang diantaranya yaitu:
Dapat dijadikan sebagai salah satu peninggalan budaya Batak yang ternyata
memiliki identitas dari suku tersebut.
Isi dari naskah yang telah diterjemahkan dari Aksara Batak, memperkuat
bahwa suku Batak Toba memiliki banyak pengetahuan yang didalamnya
Secara tidak langsung dari naskah yang ditemukan telah memberi warna
bahwa suku Batak Toba memiliki ciri khas dari segi tulisan yang dimana,
ada beberapa suku lain juga memilikinya. Tetapi, ada juga yang tidak
memilikinya.
Dari beberapa hasil tersebut dapat terlihat bahwa suku Batak mampu untuk
bersaing dalam bidang kebudayaan dengan suku yang lain.
B. Saran
Sebelum penulis mengakhiri pembahasan dalam skripsi ini maka penulis ingin
memberikan sedikit saran-saran dari penulis yang merupakan sebuah himbauan.
1. Untuk menjaga lestarinya naskah-naskah kuno terutama Aksara Batak Toba,
disarankan agar pemerintah daerah membuat suatu kebijaksanaan tentang
pengajaran naskah Batak disekolah lanjutan ayng ada didaerah masing-masing.
Dengan adanya pelajaran tersebut memaksa dengan cara yang halus agar murid
memahami bahasa dan peninggalan budaya daerah sendiri.
2. Terutama kepada penutur bahasa Batak Toba, perlu himbauan supaya kita sebagai
penutur bahasa tersebut mengetahui sekaligus memperdalam ilmu tentang
pernaskahan Batak Toba. Dengan cara ini maka sudah barang tentu kita turut
memelihara dan mengembangkan cakrawala pengetahuan dan mengenai naskah
3. Kepada Pemerintah daerah sebaiknya lebih mengefektifkan penggunaan Aksara
Batak dalam sisi kehidupan masyarakat terlebih di Toba, hal tersebut minimal akan
membuat Aksara Batak tidak akan terlupakan, contoh yang paling kecil adalah
penggunaan Aksara Batak dalam penulisan papan nama depan suatu instansi
pemerintahan, contoh, Puskesmas, kantor Polisi, kantor Dinas, Rumah Sakit,