• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH METODE ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKALAH METODE ILMIAH"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

i

MAKALAH

“METODE ILMIAH”

Disusun Oleh Irwan Pratama

Nurhayati Hamzah Abdurrahim

Muhammad Ali Mukhrozi Fahmi

Susi Satriani

KELAS NON REGULER

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NIDA EL ADABI

2022

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas individu dengan judul Metode Ilmiah.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Parung , 21 Juni 2022

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN AWAL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 2

1.3 TUJUAN ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1. FUNGSI FILSAFAT ILMU ... 3

2.2. METODE ILMIAH ... 5

2.3 LANGKAH-LANGKAH DALAM METODE ILMIAH ... 6

BAB III PENUTUP ... 8

3.1 KESIMPULAN ... 8

3.2 SARAN ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Filsafat seringkali dikatakan oleh sejumlah pakar sebagai induk semang dari ilmu-ilmu. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukkan batasbatas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai.

Filsafat telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telaht umbuh mekar-bercabang secara subur sebagai sebuah fenomena kemanusiaan. Masing-masing cabang pada tahap selanjutnya melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiridanmasing-masingmengikuti metodologinya sendiri-sendiri.

Upaya manusia manusia untuk mengetahui tentang apa saja yang terjadi di dunia ini biasanya dilakukan dalam tiga bentuk metode, yakni baik secara abduktif, deduktif maupun induktif (Damang, 2011).

Dalam perkembangan kehidupan Ilmu mengalami kemajuan.

Perkembangan ilmu ini dapat terwujud karena adanya aktivitas yang berupa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan. Beberapa orang ahli filsafat diantaranya Francis Bacon (1561-1620) dan Karl Popper dan Thomas Kuhn telah melakukan pengamatan atas aktivitas atau cara kerja ilmuwan tersebut.

Para pengamat yang bukan ilmuwan sains menyebut cara kerja ini sebagai metode ilmiah.

Kemampuan untuk mengetahui inilah yang menjadikan manusia memiliki nilai yang lebih tinggi dari makhluk lain. Kemampuan ini menurut Soetriono dan Rita Hanafie (2007) terletak pada kreativitas, karena itu langsung berhubungan dengan Pencipta. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala bidang, nalar, ilmu, etika, dan estetika.

Dalam perkembangannya, metode ilmiah tidak lepas dari filsafat ilmu.Berfilsafat berarti berfikir. Metode dalam berfikir yakni secara deduktif, induktif maupun abduktif dapat memberikan suatu metodologi ilmiah sehingga format penulisannya dapat dibakukan.

Upaya quest for knowledge itu manusia menggunakan segala kemampuannya, yaitu akal budinya. Bila ilmu barat hanya menyandarkan pada akal atau rasio saja dan kurang menempatkan budi dan rasa, sedangkan ilmu-ilmu timur menekankan pada budi atau rasa dan sedikit atau tidak menggunakan rasio, maka Pancasila menghendaki untuk menggunakan rasio dan rasa secara seimbang pada “tempat” dan “takaran” yng benar. Dalam hal ini doktrin netralistik etik (Weber) mampu diterapkan pada tempatnya yang

(5)

2

benar, dengan takaran yang tepat. Rasio dan rasa merupakan kemampuan yang dilimpahkan oleh Tuhan kepada manusia, yang kedua-duanya mempunyai kemampuan dan keunggulan masing-masing untuk digunakan pada tempat masing-masing dan tidak boleh dicampur-adukkan.

Kemampuan rasio terletak pada kemampuan membedakan dan atau menggolongkan, menyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif, dan menyatakan hubungan-hubungan dan mereduksi hubungan-hubungan.Semua kemampuan itu berdasarkan ketentuan atau patokan yang sangat terperinci.Rasio tidak berdusta.Dalam keadaan murni di menyatakan secara tegas “ya” atau “tidak”. Kemampuan rasa menurut Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (2007:100) terletak pada kreativitas, yang merupakan kegaiban, karena itu langsung berhubungan dengan Tuhan. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala bidang, nalar, ilmu, etika, dan estetika.Sebagai pemula, kemampuan ini disebut intuisi. Etika (love) dan estetika (beauty) seluruhnya terletak pada rasa sehingga tiadanya rasa tak mungkin ada etika maupun estetika. Rasa tidak mempunyai patokan.Rasa adalah media kontak antara manusia dengan yang Ilahi yang juga menjadikan manusia berderajat lebih tinggi dari malaikat, sedangkan rasa yang tidak terjaga dari godaan setan (setan tidak bisa tergoda rasio) menjadikan manusia jatuh martabatnya.

Rasio dengan patokan-patokannya yang sangat terperinci, mampu menjaga diri untuk tidak terkena godaan setan. Rasa yang tidak berpatokan itu dijaga dengan petunjuk Tuhan, dan dengan kebesaran Tuhan.Setan diijinkanNya untuk menggoda manusia agar manusia lengah dan menyimpang dari petunjuk itu sehingga terjerumuslah manusia ke dalam lembah kenistaan dalam usahanya mencapai kebahagiaan dan kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu, di dalam upaya quest for knowledge setiap hari, pertama-tama harus kuat memahami ilmu maupun humanitas, dan kedua:

dalam mencapai “kebenaran”, tidak cukup dengan verifikasi seperti dalam ilmu barat, akan tetapi verifikasi yang dibarengi dengan validasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa fungsi dari filsafat ilmu?

b. Apa yang dimaksud dengan metode ilmiah?

c. Bagaimana langkah-langkah dalam metode ilmiah?

1.3 TUJUAN

a. Untuk mengetahui fungsi dari filsafat ilmu.

b. Untuk mengetahui metode ilmiah.

c. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam metode ilmiah.

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN

2.1 FUNGSI FILSAFAT ILMU

Filsafat Ilmu menurut Beerling (1988) adalah penyelidikan tentang ciriciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmu berkaitan dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yakni secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk- bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.

M Zainudin (2006) menyatakan bahwa Cony membagi dasar pemahaman tentang filsafat ilmu menjadi empat titik pandang:

(1) Filsafat ilmu adalah perumusan yang konsisten dengan teoriteori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filsuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu;

(2) Filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuwan;

(3) Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan;

(4) Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut:

i. Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain?;

ii. Kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam?;

iii. Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar?; dan

iv. Status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah?

Pada masa puncak kejayaan islam, renaissance dan aufklarung, ilmu telah memperoleh kemandiriannya. Sejak itu pula manusia merasa bebas Pada masa ini perombakan secara fundamental di dalam cara pandang tentang apa hakikat ilmu dan bagaimana cara perolehannya telah terjadi secara signifikan.

Menurut Koento (1988), ada tiga hal yang mempengaruhi manusia cara pandang manusia terhadap ilmu. Pertama, ilmu yang satu sangat terkait dengan yang lain, sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara teori dan praktik.

Kedua, semakin tidak terlihatnya batas antara satu ilmu dengan ilmu yang lain sehingga timbul permasalahan sejauhmana seorang ilmuwan dapat terlibat dengan etika dan moral.

(7)

4

Ketiga dengan adanya implikasi yang begitu luas terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai sesuatu yang membawa kemajuan atau malah sebaliknya.

Filsafat ilmu pengetahuan (theory of knowledge) di mana logika, bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18.

(Komara, 2011) Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera), akal (verstand), budi (vernunft) dan intuisi. Diselidiki pula arti evidensi serta syaratsyarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu.

Filsafat ilmu menurut Roento Wibisono (1988) sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat.Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara populer disebut dengan ilmu tentang ilmu.

Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi (Komara, 2011).

Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa.

Menurut Jujun (1986), ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana bagian yang ingin dikaji itu.

Paham idealism atau spiritualisme, materialism, pluralism dan seterusnya merupakan paham ontologis yang akan menentukan pendapat dan bahkan keyakinan masing-masing tentang apa dan bagaimana kebenaran dan kenyataan yang hendak dicapai oleh ilmu itu.

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal muasal, metodemetode dan hakikatnya dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Menurut Harold Titus et al., (1984) terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang epistemologi antara lain:

(1) Apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?;

(2) Apakah sifat dasar pengetahuan itu?

(3) Apakah pengetahuan itu benar (valid)?

Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun isi pengetahuannya berdasarkan: pertama, kerangka pemikiran yang bersifat logis menggunakan argumentasi yang bersifat konsisten yakni dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; kedua, menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran

(8)

5

tersebut, dan ketiga melakukan pengujian terhadap hipotesis tersebut untuk mengetahui kebenaran pernyataannya.

Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoff (1987) dapat dijawab melalui tiga cara. Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai itu merupakan reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung kepada pengalaman masing-masing individu. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologis namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan diketahui melalui akal.Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini disebut objektivisme metafisik.

Dalam pendekatan aksiologis, Jujun (1986) menyebutkan, bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara universal (Komara, 2011).

2.2 METODE ILMIAH

1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.

2. Menyusun kerangka pemikiran (logical construct).

3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah).

4. Menguji hipotesis secara empirik.

5. Melakukan pembahasan.

6. Menarik kesimpulan.

Tiga langkah pertama merupakan metode penelitian, sedangkan langkah-langkah selanjutnya bersifat teknis penelitian. Dengan demikian maka dapat diartikan juga bahwa pelaksanaan penelitian menyangkut dua hal, yaitu hal metode dan hal teknis penelitian.

Mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang spesifik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan penelitian (research question), yaitu pertanyaan yang belum dapat memberikan penjelasan (explanation) yang memuaskan berdasarkan teori (hukum atau dalil) yang ada.

Misalnya menurut teori dalam teknik kimia dinyatakan bahwa jika suhu semakin naik, maka kelarutan semakin naik. Hal ini bisa saja menjadi global dan diterima dalam skala yang lebih luas. Namun kenyataannya hal ini terdapat pengecualian untuk beberapa senyawa tertentu.

Oleh karena itu pertanyaan penelitiannya dapat diidentifikasikan pada situasi mana atau pada kondisi mana dengan mengidentifikasi situasi atau kondisi yang memungkinkan atau tidak memungkinkan secara lebih lanjut berarti telah merumuskan masalah penelitian.

Cara yang paling sederhana untuk menemukan pertanyaan penelitian (research question) adalah melalui data sekunder. Wujudnya berupa beberapa kemungkinan misalnya:

(9)

6

1. Melihat suatu proses dari perwujudan teori.

2. Melihat linkage dari proposisi suatu teori, kemudian bermaksud memperbaikinya.

3. Merisaukan keberlakuan suatu dalil atau model di tempat tertentu atau pada waktu tertentu.

4. Melihat tingkat informative value dari teori yang telah ada. Kemudian bermaksud meningkatkannya.

5. Segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang telah ada atau belum dapat dijelaskan secara sempurna.(Komara, 2011).

Cara berpikir ke arah memperoleh jawaban terhadap masalah yang diidentifikasi ialah dengan penalaran deduktif. Cara penalaran deduktif ialah cara penalaran yang berangkat dari hal yang umum kepada hal-hal yang khusus. Hal-hal yang umum ialah teori/dalil/hukum, sedangkan hal yang bersifat khusus (spesifik) tida lain adalah masalah yang diidentifikasi.

Bagian berikutnya adalah abduktif atau merumuskan hipotesis.

Hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan kerangka pemikiran, berupa proposisi deduksi. Merumuskan berarti membentuk proposisi yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan serta tingkat- tingkat kebenarannya. Bentuk-bentuk proposisi menurut tingkat keeratan hubungannya (linkage) serta nilai-nilai informasinya (informative value).

Hasil pembahasan disajikan dalam bentuk kesimpulan. Kesimpulan penelitian adalah penemuan-penemuan dari hasil interpretasi dan pembahasan yang disajikan dalam kalimat yang tidak menimbulkan tafsiran lain.Penemuan dari interpretasi dan pembahasan harus merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian sebagai masalah, atau sebagai bukti dari penerimaan terhadap hipotesis yang diajukan.(Komara, 2011).

Dalam hal inilah digunakan metode induktif yakni dari pembahasan secara khusus menjadi umum sehingga aplikasinya dapat dipakai dalam skala yang lebih luas.

2.3 LANGKAH-LANGKAH DALAM METODE ILMIAH

Dalam melaksanakan penelitian yang menggunakan metode ilmiah wajib memperhatikan langkah tertentu, tidak ada kesepakatan mengenai langkah dalam metode ilmiah yang di gunakan oleh para ahli dalam melakukan penelitian ilmiah mulai dari langkah yang paling simpel (sederhana) hingga kepada yang sulit dan rumit. Berikut ini akan di bahas beberapa langkah dalam metode ilmiah yang di gunakan para ahli dalam melakukan penelitian.

Dalam Buku filsafat ilmu oleh (Mohammad adib, 2011) beliau merinci lima langkah metode ilmiah dalam melakukan penelitian ilmiah diantaranya adalah merumuskan masalah, menyusun kerangka berpikir, menyusun

(10)

7

hipotesis, menguji hipotesis dan melakukan penarikan kesimpulan.”

penjelasan lebih lanjut tentang aspek tersebut yaitu:

1. Merumuskan masalah, berisi pertanyaan tentang obyek tertentu yang di tinjau dari aspek tertentu, sehingga memiliki batas secara tegas dan jelas serta dapat diidentifikasikan unsur yang terkait di dalamnya.

Perumusan masalah ini berisi persolalan yang memancing orang untuk melaksanakan riset , menyusun kerangka berpikir, mengajukan hipotesis merupakan alasan utama atau dasar pemikiran yang memberi penjelasan keterkaitan yang kemungkinan terdapat antara berbagai faktor yang berhubungan dan menciptakan konstelasi persoalan, berdasarkan premis-premis ilmiah yang teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor empiris yang sejalan dengan permasalahannya berdasarkan aspek tersebut kerangka berpikir ini disusun secara rasional,

2. Perumusan Hipotesis, hipotesis merupakan dugaan berupa jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam penelitian dan merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkannya,

3. Pengujian hipotesis, rumusan hipotesis sebagai dugaaan jawaban sementara tersebut perlu kita konfrontasikan dengan dunia empiris, melalui observasi dalam pengalaman harian atau melalui ekprimen.

4. Penarikan kesimpulan, penarikan kesimpulan untuk melihat diterima atau di tolaknya sebuah hipotesis dapat dilihat dari prosese pengajuan hipotesis, hipotesis di nyatakan di terima jika di peroleh bukti yang otentik dan mendukung dari permasalahan yang di teliti. Sebaliknya hipotesis akan di tolak jika proses pengujian hipotesis tidak di peroleh bukti yang cukup serta otentik yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah, di karenakan telah memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan teruji kebenarannya.

Menurut (Biyanto, 2015) berfikir ilmiah yang menghasilkan metode ilmiah menempuh langkah-langkah berikut “perumusan masalah, menyusun kerangka berpikir, perumusan hipotesis, menguji hipotesis, penarikan kesimpulan.” Perumusan masalah yaitu (1) Mengajukan persoalan untuk di cari jawabannya melalui kegiatan penelitian ilmiah, (2) Menyusun kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, tahapan ini alasan yang menerangkan kaitan antara faktor saling berhubungan sehingga membentuk masalah. (3) Perumusan hipotesis, yaitu jawaban sementara yang sudah di ajukan pada pertanyaan sebelumnya, (4) Pengujian Hipotesis, yaitu pengajuan proses pengumpulan bukti yang berhubungan dengan hipotesis yang di ajukan, (5) Penarikan kesimpulan, untuk melihat apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak.

(11)

8 BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penelitian menghasilkan hal-hal sebagai berikut:

1) Fungsi Filsafat ilmu erat kaitannya dalam perkembangan metodologi ilmiah,

2) Struktur prosesial mencakup tiga langkah sistematik yaitu: Tahap Pra Penelitian, tahap Proses Penelitian dan tahap Epistemologis,

3) Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah teratur yang sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan ilmu dengan bagian penyusun berupa: masalah, kerangka pemikiran, hipotesis, uji hipotesis, pembahasan dan kesimpulan,

4) Metode Ilmiah terdiri dari tiga sistem berfikir yakni deduktif, induktif, dan abduktif.

5) Langkah-langkah dalam metode ilmiah di antaranya adalah:

merumuskan masalah, mengadakan studi kepustakaan, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis dan menafsirkan data, dan penarikan kesimpulan.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna mulai dari penulisan maupun materi. Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang penyusun buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

(12)

9

DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2011. Filsafat Ilmu, Ontologi ,Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pegetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Bandung: Pustaka Setia.

Beerling. 1988. Filsafat Dewasa Ini. Terj. Hasan Amin. Jakarta: Balai Pustaka.

Kattsof, Louis. 1987. Element of Pholosophy. Terj.Soemargono.

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Biyanto (2015) Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. ISBN 978-602-229-495-5

Damang, 2011.filsafat hukum diantara hukum filsafat penalaran.

Komara, E. 2011.Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung

Suriasumantri, Jujun S. 1986. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi

Zainuddin, M. 2006. Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas Pustaka.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian merupakan aktivitas dalam menelaah suatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah secara terancang dan sistematis untuk menemukan pengetahuan baru yang

Karangan ilmiah merupakan karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis dengan metodologi penulisan yang baik dan benar.. Dimana dalam penulisan

Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat

Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum yang dapat dibuktikan

Metode ilmiah adalah proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan mengenai gejala alam yang terorganisir secara sistematis sehingga dilakukan proses pengujian

Karya tulis ilmiah merupakan tulisan yang membahas ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang benar.. Syarat minimal dalam sebuah karya

Tujuan penulisan buku ilmiah adalah belajar mengetahui ilmu pengetahuan yang merupakan sarana utama dalam upaya pencerdasan bangsa, belajar melatih ketrampilan yang diperlukan supaya

Bab 7 BAHAN DAN METODE ARTIKEL ILMIAH 7.1 Pendahuluan Ilmu pengetahuan science adalah kumpulan tertib catatan-catatan ilmiah scientific records, yaitu, pengamatan observations