CERMIN, SERDANG BEDAGAI)
SKRIPSI
OLEH
TIAS SEPTILIA 140406024
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
ABSTRAK
Ruang terbuka publik di kawasan pinggir kota yang telah direncanakan dengan baik memiliki citra yang lebih menarik bagi pengunjung. Keberadaan ruang terbuka publik sebagai kawasan wisata tak hanya menjadi sarana rekreasional namun juga membantu perekonomian daerah. Sebagai sebuah destinasi wisata, ruang terbuka publik harus ditunjang oleh elemen aksesibilitas, elemen fisik, fasilitas yang baik hingga aktivitas yang beragam. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki beragam potensi pariwisata berbasis alam yang sangat menonjol, yakni wisata tepi pantai, salah satunya adalah pantai Cermin. Kawasan ini memiliki ruang terbuka publik yang memungkinkan terjadinya aktivitas sosial.
Namun, kualitas ruang terbuka di dalam kawasan wisata ini cenderung tertinggal dibandingkan dengan wisata sejenis lainnya. Dalam upaya pengembangan pariwisata pantai Cermin, diperlukan identifikasi kualitas ruang terbuka publik sebagai destinasi wisata berdasarkan persepsi pengunjung. Untuk itu digunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif yang diperoleh dari observasi lapangan dan metode kuantitatif yang diperoleh dari penyebaran kuisoner. Hasil penelitian yang diperoleh mengindikasikan jika elemen yang paling krusial untuk ditingkatkan adalah elemen fisik dari ruang terbuka di dalam kawasan wisata pantai Cermin sehingga dapat meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung.
Kata Kunci: ruang terbuka publik, destinasi wisata, pantai, persepsi wisatawan
ABSTRACT
A well-designed public open space in the countryside attract tourists more than usual ones. As a tourism destination, public open space is not just for recreational purpose, but also could support local economy. Serdang Bedagai district has lots of nature-based tourism potential, such as a shoreline or beach tourism. As a tourism destination, public open space should has a good accessibility, physical elements, amenities, and also has a lot of activities. One of tourism destination which managed by local government and empowering locals is Cermin beach. This destination has public open space which has the possibility for social interaction. However, the quality of Cermin public open space as a tourism destination tends to left behind compared to another similar tourism nearby. The aim of this study is to identify the quality of public open space as a tourism destination based on tourism perception in Cermin beach. This research used descriptive analysis with a qualitative method by observed site and a quantitative method by distributed questionnaires. The result indicates that the most crucial element in Cermin beach which should be improved is its physical elements so that will increase tourists motivation in choosing tourism destination.
Keywords: public open space, tourism destination, coastal, tourist perceptions
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam memenuhi kewajiban untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama proses penyusunan skripsi ini, yaitu:
1. Bapak Koad Chamdi dan ibu Bertha Herawati, kedua orang tua penulis yang terus memberikan dukungan dalam berbagai bentuk; serta Adra Septyanindhea dan Regina Kaldera, kakak yang memberikan dorongan dan semangat bagi penulis. Serta keluarga besar J. Soewito dan Moh. Chamdi yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.
2. Ibu Nurlisa Ginting, M.Sc., Ph.D., IPM selaku dosen pembimbing, ibu Hilma Tamiami Fachruddin, ST., M.Sc., Ph.D., ibu Putri Pandasari Napitupulu, ST., MT., dan ibu Wahyuni Zahra, ST., MS. selaku dosen penguji yang telah membantu penulis dengan bimbingan dan masukannya.
3. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc., IPM, selaku ketua Departemen Arsitektur, dan ibu Beny OY Marpaung, S.T., M.T., Ph.D., selaku sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan kritik dan saran kepada penulis.
4. Seluruh dosen dan pegawai Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang turut membantu penyelesaian studi penulis.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR DIAGRAM ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Batasan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Keluaran Penelitian ... 6
1.7 Kerangka Berpikir ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Ruang Publik ... 8
2.1.1 Aksesibilitas ... 12
2.1.2 Elemen Fisik ... 13
2.1.3 Fasilitas ... 14
2.1.4 Aktivitas ... 14
2.2 Destinasi Wisata ... 15
2.2.1 Motivasi ... 19
2.2.2 Ekspektasi ... 20
2.2.3 Atraksi ... 20
2.2.4 Pelayanan ... 21
2.3 Ruang Publik sebagai Destinasi Wisata ... 21
2.4 Studi Banding ... 25
2.5 Kerangka Teori ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Lokasi Penelitian ... 30
3.3 Variabel ... 31
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian... 33
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.5.1 Data Primer ... 33
3.5.2 Data Sekunder ... 38
3.6 Metode Analisa ... 38
BAB IV KAWASAN KAJIAN ... 41
4.1 Gambaran Umum Kawasan ... 41
4.2 Pariwisata Kabupaten Serdang Bedagai ... 42
4.3 Daya Tarik Wisata Pantai Cermin ... 43
4.3.1 Atraksi Wisata dan Kegiatan di Pantai Cermin ... 45
4.3.2 Aksesibilitas Kawasan Wisata Pantai Cermin ... 47
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
5.1 Pendahuluan ... 53
5.2 Latar Belakang Responden ... 53
5.3 Kualitas Ruang Terbuka Publik sebagai Destinasi Wisata ... 58
5.3.1 Aksesibilitas ... 59
5.3.2 Elemen Fisik ... 66
5.3.3 Fasilitas ... 71
5.3.4 Aktivitas ... 75
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 82
6.1 Kesimpulan... 82
6.2 Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
2.1 Elemen Ruang Terbuka Publik... 11
2.2 Faktor-Faktor Elemen Ruang Terbuka Publik ... 15
2.3 Elemen Destinasi Wisata ... 18
2.4 Faktor-Faktor Elemen Destinasi Wisata ... 21
3.1 Variabel Ruang Terbuka Publik ... 32
3.2 Variabel Destinasi Wisata ... 32
3.3 Data Kuisioner yang Dibutuhkan ... 34
3.4 Data Observasi yang Dibutuhkan ... 37
5.1 Daerah Asal Responden ... 54
5.2 Jenis Kelamin Responden ... 55
5.3 Usia Responden ... 55
5.4 Etnis Responden ... 56
5.5 Pekerjaan Responden ... 56
5.6 Penghasilan Responden ... 57
5.7 Nilai Rata-Rata Persepsi Pengunjung ... 58
5.8 Nilai Rata-Rata Elemen Aksesibilitas... 63
5.9 Nilai Rata-Rata Elemen Fisik ... 66
5.10 Nilai Rata-Rata Ekspektasi Pengunjung ... 70
5.11 Nilai Rata-Rata Daya Tarik Pantai Cermin ... 71
5.12 Nilai Rata-Rata Kualitas Elemen Fasilitas ... 72
5.13 Nilai Rata-Rata Kualitas Pelayanan... 75
5.14 Aktivitas Pengunjung ... 77
5.15 Nilai Rata-Rata Kualitas Pelayanan... 80
5.16 Nilai Rata-Rata Kualitas Daya Tarik Wisata ... 80
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
2.1 Daya Tarik Pantai Parangtritis ... 26
2.2 Fasilitas Pantai Parangtritis ... 26
3.1 Lokasi Kajian ... 31
3.2 Kawasan Wisata Pantai Cermin ... 32
4.1 Peta Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai ... 43
4.2 Peta Kecamatan Pantai Cermin ... 44
4.3 Lokasi Pantai Cermin... 45
4.4 Tepi Pantai Cermin ... 46
4.5 Kapal Penumpang ... 46
4.6 Kegiatan Memancing ... 46
4.7 Pengunjung Bermain Air ... 46
4.8 Pengunjung Bersantai ... 46
4.9 Peta Aktivitas di Kawasan Wisata Pantai Cermin ... 47
4.10 Jalur Pencapaian Wisata Pantai Cermin ... 47
4.11 Kondisi Jalan Utama ... 48
4.12 Kondisi jalan di Dalam Kawasan Wisata ... 48
4.13 Papan Penanda Wilayah Kecamatan ... 48
4.14 Pondok ... 50
4.15 Kios Cinderamata ... 51
4.16 Ban Pelampung ... 51
4.17 Toilet ... 52
4.18 Tempat Ibadah ... 53
5.1 Area Parkir ... 64
5.2 Kondisi Jalan Utama ... 66
5.3 Skala Ruang... 67
5.4 Jarak Pondok ... 67
5.5 Kondisi Pondok ... 68
5.6 Sampah Wisatawan ... 70
5.7 Pangkal Pohon yang Mengganggu Aktivitas ... 70
5.8 Daya Tarik Wisata ... 72
5.9 Toilet ... 74
5.10 Kios Cinderamata ... 74
5.11 Tempat Ibadah ... 74
5.12 Kios Makanan dan Minuman ... 74
5.13 Fasilitas Pendukung ... 75
5.14 AktivitasPengunjung...78
DAFTAR DIAGRAM
No Judul Hal
5.1 Penyebaran Informasi ... 60
5.2 Jarak yang Ditempuh Pengunjung ... 61
5.3 Frekuensi Kunjungan ... 61
5.4 Transportasi yang Digunakan ... 64
5.5 Tujuan Berwisata ... 67
5.6 Tujuan Berwisata ke Kawasan Pantai Cermin ... 76
5.7 Dengan Siapa Melakukan Kunjungan ... 78
5.8 Kesenangan dalam Beraktivitas ... 79
5.9 Waktu Kunjungan ... 80
5.10 Lamanya Waktu Berkunjung ... 81
1.1 Latar Belakang
Pengembangan destinasi wisata kini mendapatkan perhatian khusus karena peran pentingnya dalam pergerakan perekonomian (Wibowo dan Yuniawati, 2007; Ginting dkk, 2017; Jones dan Haven 2005). Pada dasarnya, pariwisata hanya dapat terjadi ketika pengunjung pergi meninggalkan kediamannya menuju tempat lain dengan tujuan menikmati pemandangan atau sekedar merasakan suasana yang berbeda (Wang dan Pizam, 2011). Dalam upaya mengembangkan pariwisata, destinasi wisata harus mampu mendorong wisatawan agar loyal terhadap destinasi yang dikunjungi sehingga dapat menjadi jaminan wisatawan kembali berkunjung pada kesempatan yang lain. Loyalitas wisatawan ini terkait dengan kepuasan pengunjung yang dipengaruhi oleh persepsi positif dibenak wisatawan. (Putri dkk, 2015). Persepsi positif pengunjung dapat diperoleh dari pengelolaan atraksi wisata yang menjadi potensi dalam suatu destinasi wisata.
Loyalitas wisatawan dinilai penting dalam hal perencanaan strategi dalam sebuah organisasi, yang kemudian akan berdampak pada kemungkinan wisatawan untuk berkunjung kembali dan mengajak orang lain ke destinasi wisata tersebut (Zhang, 2014).
Destinasi wisata erat kaitannya dengan kegiatan rekreasi dan hiburan yang juga dapat terjadi dalam sebuah ruang publik (Pratiwi dkk, 2015). Ruang publik adalah salah satu elemen yang mendukung masyarakat untuk bertahan dan
berkembang sebagai makhluk sosial (Worpole, 2000). Keberadaan ruang publik yang pada dasarnya turut serta membantu meningkatkan kualitas hidup (Nasution dan Zahrah, 2012), sejalan dengan peran destinasi wisata yang tak hanya berdampak pada perekonomian, namun juga mempengaruhi aktivitas sosial wisatawan yang datang (Leiper, 1979). Adapun peran ruang publik sebagai ruang sosial yang melibatkan semua pihak dapat membantu menciptakan interaksi sosial di dalam masyarakat (Hardiman, 2010). Dengan kata lain, elemen fisik dan aktifitas yang berlangsung di ruang publik berperan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dari segi kesehatan, interaksi sosial dan nilai ekonomi (Nasution dan Zahrah, 2014). Namun, Francis (2003) berpendapat bahwa banyak praktik desain ruang publik mengesampingkan kebutuhan pengunjung, sedangkan keberhasilan ruang publik dewasa ini ditandai dengan kesan “hidup” di dalam ruang publik serta digunakan dengan baik oleh pengunjung yang datang.
Kebutuhan yang dimaksud dapat didefinisikan sebagai fasilitas dan pengalaman yang diinginkan oleh pengunjung (Francis, 2003), pengalaman itulah yang dinilai sebagai hal yang krusial yang diperlukan dalam upaya pengembangan kawasan (Ginting dkk., 2017 dan Cohen dkk., 2014).
Ruang publik sebagai sarana rekreasi dan hiburan bagi masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk ruang terbuka non-hijau mau pun ruang terbuka hijau.
Ruang publik berupa ruang terbuka non hijau seperti plasa, dan public squares, maupun ruang terbuka hijau yang erat kaitannya dengan kondisi eksisting alam memiliki potensi sebagai destinasi wisata. Terlebih jika ruang publik tersebut dirancang demi memenuhi kebutuhan pengunjung (Francis, 2003). Selain
berfungsi sebagai ruang publik yang mampu menciptakan interaksi sosial antar masyarakat, keberadaan destinasi wisata dapat memberikan kontribusi terhadap kemakmuran bagi negara (Wibowo dan Yuniawati, 2007), mengingat industri pariwisata telah demikian berkembang di dunia sebagai industri bisnis (Putri dkk, 2015). Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintahan dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo terus menggalakkan perkembangan sektor pariwisata Indonesia.
Provinsi Sumatara Utara khususnya Kabupaten Serdang Bedagai memiliki potensi sebagai destinasi wisata karena memiliki panjang pantai ± 95 km. Dikutip dari situs resmi pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai, terdapat destinasi wisata yang menawarkan kekayaan terumbu karang, hutan tropis, hingga pemandian alam. Tak hanya itu, di sepanjang garis pantai tersebut dibuka beberapa ruang publik yang kemudian di kelola dan menjadi destinasi wisata.
Sejauh ini, tercatat sebanyak 13 objek wisata yang telah dikembangkan di Kabupaten Serdang Bedagai, salah satunya adalah kawasan wisata pantai Cermin.
Wisata yang ditawarkan berupa ruang terbuka publik di sepanjang garis pantai.
Kawasan ini dikelola oleh pemerintah Serdang Bedagai dengan memberdayakan masyarakat sekitar untuk turut ambil bagian dalam pengembangan wisata alamnya. Banyaknya destinasi wisata sejenis di sekitar objek penelitian menyebabkan kawasan wisata pantai Cermin harus mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas ruang publik yang ditawarkan, melihat bagaimana objek wisata lainnya telah dikelola dengan baik, seperti pantai Cermin Theme Park &
Resort Hotel dan wisata pantai Bali Lestari yang memiliki daya tarik serta fasilitas
yang lebih beragam. Karena, jika dilihat lebih dekat, elemen fisik serta fasilitas di dalam ruang terbuka publik wisata pantai cermin lebih tertinggal dibanding wisata lainnya.
Hal tersebut tentu akan berdampak pada persepsi pengunjung terhadap kawasan wisata pantai Cermin mengingat keberadaan destinasi wisata ini tak lepas dari peran pengunjung yang datang mengingat segala hal yang memberikan kepuasan kepada wisatawan merupakan hal yang utama (Hernandez-Lobato, 2006). Adanya partisipasi dari pengguna dapat membantu pihak pengelola dalam memahami konteks dari sebuah ruang untuk menyeimbangkan antara kegunaan dan tujuannya (Carr, 1992).
Dalam rangka meningkatkan loyalitas wisatawan untuk dapat menyusun strategi dasar (Loureiro, 2008; dan Baker dan Crompton, 2000) terhadap destinasi wisata pantai Cermin, diperlukan sebuah kajian terkait persepsi wisatawan terhadap kualitas ruang publik yang berfungsi sebagai destinasi wisata di Serdang Bedagai. Kajian tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya pengembangan pariwisata di kawasan penelitian sehingga tidak kalah bersaing, mengingat banyaknya kawasan wisata sejenis di sepanjang garis pantai di Kabupaten Serdang Bedagai.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian terkait kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata memberikan gambaran tentang masalah serta potensi bagi destinasi wisata tersebut. Keberadaan ruang publik berupa destinasi wisata berbasis alam di pantai
Cermin, Serdang Bedagai sudah dikelola sedemikian rupa untuk mengundang pengunjung. Selain memperhatikan potensi alam yang dimiliki, pengelola harus memperhatikan persepesi pengunjung terhadap ruang publik yang disediakan.
Salah satu barometernya adalah mengetahui persepsi wisatawan yang datang.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti dirumuskan adalah bagaimana kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata berdasarkan persepsi wisatawan.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang rinci, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah kualitas kawasan wisata pantai Cermin yang ditinjau berdasarkan elemen-elemen pendukung ruang publik serta destinasi wisata, dan persepsi wisatawan terfokus komponen-komponen ruang terbuka publik di dalam kawasan wisata pantai Cermin.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengacu pada masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas ruang publik di pantai Cermin sebagai destinasi wisata berdasarkan persepsi wisatawan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat secara teori dalam upaya pengembangan destinasi wisata berupa ruang publik di kawasan pantai Cermin, Serdang Bedagai, Sumatra Utara, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Bagi pemerintah daerah, dapat menjadi evaluasi pengembangan destinasi pantai Cermin Serdang Bedagai.
b. Bagi stakeholder pariwisata, dapat menjadi pertimbangan dalam memenuhi kebutuhan pengunjung.
c. Bagi civitas akademika, dapat memberikan kontribusi di bidang ilmu pengetahuan kepariwisataan.
d. Bagi masyarakat sekitar, dapat membantu secara sosial ekonomi apabila hasil penelitian dapat diterapkan dalam pengembangan selanjutnya.
1.6 Keluaran Penelitian
Kajian kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata ditinjau dari persepsi pengunjung diharapkan menghasilkan rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam peningkatan kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata pantai Cermin, Serdang Bedagai, Sumatra Utara.
1.7 Kerangka Berpikir
ANALISA DATA Dilakukan secara deskriptif ber- dasarkan data-data yang diperoleh, serta mengaitkan variabel yang di-
tetapkan
PENGUMPULAN DATA Observasi, kuisioner
LOKASI KAJIAN Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara
VARIABEL 1. Ruang Publik 2. Destinasi Wisata KAJIAN PUSTAKA Ruang terbuka, destinasi wisata,
ruang publik sebagai destinasi wisata
LATAR BELAKANG
Pentingnya mengetahui kualitas destinasi wisata menurut persepsi pengunjung untuk meningkatkan loyalitas wisatawan terhadap destinasi tersebut
KAJIAN KUALITAS RUANG PUBLIK SEBAGAI DESTINASI WISATA DITINJAU DARI PERSEPSI PENGUNJUNG (STUDI KASUS: PANTAI
CERMIN, SERDANG BEDAGAI)
RUMUSAN MASALAH Bagaimana kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata berdasarkan persepsi wisatawan.
TUJUAN
Mengetahui kualitas ruang publik di Pantai Cermin sebagai destinasi wisata berdasarkan persepsi wisa-tawan.
METODOLOGI Deskriptif kualitatif dan
kuantitatif
TEMUAN Kualitas ruang publik
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Publik
Ruang publik adalah salah satu elemen yang mendukung masyarakat untuk bertahan dan berkembang sebagai makhluk sosial (Worpole, 2000).
Menurut Syarif (2014), ruang publik diperuntukan bagi semua orang untuk dapat berinteraksi tanpa batasan ruang dan waktu serta dapat membantu memberikan kepuasan bagi masyarakat (Carr, 1992). Kepuasan yang timbul merupakan salah satu kemungkinan yang dapat terjadi jika ruang publik tersebut dirancang dengan baik (Carr, 1992) berdasarkan fasilitas dan pengalaman yang dibutuhkan oleh pengunjung (Francis, 2003), serta kemudahan aksesibilitas yang baik turut meningkatkan kesejahteraan hingga kualitas hidup penggunanya karena memungkinkan terjadinya banyak aktivitas di dalam ruang publik (Abbasi dkk., 2016). Ruang publik yang dirancang dan dikelola dengan baik memiliki peran yang krusial dalam pembentukan lingkungan sosial ekonomi yang baik (Beck, 2009). Francis (2003) juga menilai, ruang terbuka publik yang berhasil adalah ruang yang memahami dengan baik kebutuhan dan konflik baik dari segi desain maupun manajemennya.
Masalah yang muncul di dalam ruang publik dapat diminimalisir dengan adanya pemograman yang efektif, baik dari segi desain hingga manajemen (Francis, 2003). Dalam memaksimalkan ruang publik, perencanaan ruang tersebut harus didasarkan pada 6 nilai dasar hak lingkungan hidup masyarakat yang
dipaparkan oleh Lynch (1995), yakni (1) livability, yang terkait dengan lingkungan yang mendukung aktivitas, terbebas dari segala bahaya dan hal-hal yang dapat mengganggu; (2) aksesibilitas, ruang publik dapat diakses oleh semua kalangan tanpa ada yang dibeda-bedakan; (3) kepekaan ruang dan waktu, kawasan tapak dapat mendefenisikan kepekaan terhadap ruang dan sejarah yang dapat menjadi sebuah kebanggaan tersendiri; (4) responsif, lingkungan ruang berada pada skala manusia yang memungkinkan terjadinya kontak secara personal antar pengunjung; (5) kesenangan dan kepekaan, kawasan tapak ruang memberikan kesenangan untuk disinggahi dengan adanya pendukung seperti kekayaannya, kualitas estetis serta kepekaan hidup, dan (6) konservasi, ruang publik memiliki sumber daya yang bernilai yang dijaga dan dilestarikan (tabel 2.1).
Sedangkan, tiga nilai yang utama dari ruang publik menurut Carr (1992) adalah (1) ruang publik haruslah bersifat responsif, terlihat dari perancangan dan pengelolaannya yang memadai untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis; (2) ruang publik bersifat demokratis dalam pengertian dapat diakses oleh semua kalangan yang memungkinkan kebebasan beraktivitas, dan (3) sebuah ruang publik harus mampu menghubungkan antara ruang, kehidupan pribadi dan lingkungan yang lebih besar sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna (tabel 2.1)
Heng dan Chan (2000) menjabarkan empat kriteria ruang publik yang berhasil, yakni (1) memiliki dimensi fisik yang mempengaruhi pengalaman aktivitas di dalamnya; (2) kondisi iklim mikro di ruang publik terkait pengaruh matahari, angin, pepohonan, elemen air, peneduh, tingkat kebisingan dan
bebauan; (3) fasilitas pendukung yang terdapat di ruang publik dapat berupa perabot, kios makanan dan minuman hingga fasilitas pejalan kaki, dan (4) adanya pendukung yang mempengaruhi aktivitas di dalam ruang publik seperti sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki, penggunaan dan aktivitas yang terjadi, tata guna lahan dan batasan-batasan ruang publik dan privat (tabel 2.1).
Beck (2009) menjabarkan elemen yang menentukan kualitas ruang publik, yakni (1) kondisi/pengelolaan ruang yang baik dan dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada; (2) adanya perancanaan desain fisik yang baik dan jelas serta memberikan kesan enclosure; (3) pengguna ruang publik dikatakan sehat sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan mampu memenuhi kebutuhan serta relaksasi; dan (4) peran ruang yang fungsional berdasarkan sumber daya komunitas dan kepentingan lain (tabel 2.1).
Pendapat lain mengemukakan jika ruang publik haruslah baik dari segi (1) akesibilitasnya dalam hal ini ruang publik mudah diakses oleh semua kalangan, (2) pengelompokan penggunaan ruang yang jelas, (3) perancangan fisik ruang publik yang dapat dinikmati baik dari dalam ruang maupun di luar ruang, (4) tersedia perabot yang mengakomodasi kegiatan yang berlangsung di ruang publik, (5) memberikan rasa keamanan dan keselamatan bagi pengguna, (6) memberikan suasana relaksasi yang mempengaruhi emosi dan kesehatan pengguna, (7) peka pada kebutuhan pengguna, dan (8) mendukung kegunaan ruang yang berbeda dari banyak kelas pengguna (Marcus dan Francis, 1997) (tabel 2.1).
Nasution dan Zahrah (2014) menjelaskan bahwa kualitas ruang publik dapat ditinjau dari aspek fungsi dan fisik yang berhubungan dengan latar belakang
dan aktivitas pengguna. Aspek tersebut adalah (1) aksesibilitas ruang publik terkait dengan jarak, pencapaian dan kemungkinannya untuk bisa dimasuki, (2) elemen alami termasuk taman-taman dan pepohanan sebagai peneduh yang memiliki peran dalam kegiatan rekreasi dan relaksasi, dan (3) ruang publik yang baik harus memiliki fasilitas yang dapat menunjang kegiatan individu maupun komunitas (tabel 2.1).
Tabel 2.1 Elemen Ruang Terbuka Publik
REFERENSI ELEMEN
Lynch, 1995
Nilai livability Nilai aksesibilitas
Nilai kepekaan ruang dan waktu Nilai responsif
Lynch, 1995 Nilai kesenangan dan kepekaan Nilai konservasi
Carr, 1992
Responsif Demokratis
Bermakna
Heng dan Chan, 2000
Dimensi fisik Iklim mikro
Fasilitas Aktivitas
Beck, 2009
Pengelolaan Desain fisik Pengguna
Fungsi
Marcus dan Francis, 1997
Aksesibilitas Zona ruang Desain fisik
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Marcus dan Francis, 1997
Perabot
Keamanan dan keselamatan Relaksasi
Fasilitas Pengguna
Nasution dan Zahrah, 2014
Aksesibilitas Elemen alami
Fasilitas
Dari hasil kajian literatur yang dilakukan, diperoleh beberapa elemen yang menjadi pembentuk sebuah ruang terbuka publik, antara lain aksesibilitas, elemen fisik, fasilitas, dan aktivitas. Adapun pertimbangan peneliti dalam menentukan variabel penelitian ini adalah (1) adanya komponen aksesibilitas, elemen fisik, fasilitas, dan aktivitas yang menjadi hal yang menonjol di dalam kawasan penelitian dalam hal ini adalah kawasan wisata pantai Cermin, dan (2) frekuensi munculnya komponen tersebut di dalam beberapa literatur dan di dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nasution (2015).
2.1.1 Aksesibilitas
Sebagai sebuah sarana interaksi sosial, sebuah ruang terbuka publik harus dapat diakses oleh semua kalangan dari berbagai latar belakang, baik individu maupun kelompok, serta dapat mengakomodasi pejalan kaki. Selain itu, kondisi jalur pencapaian dan jarak yang ditempuh oleh pengunjung mempengaruhi frekuensi kunjungan ke ruang terbuka publik, hal tersebut jelas akan berdampak pada bagaimana pengunjung berinteraksi di dalamnya (Lynch, 1995; Marcus dan Francis, 1997; Project For Public Space, 2000; ; Giles-corti dkk., 2005; dan
Nasution dan Zahrah, 2014) (tabel 2.2). Selain itu, ketersediaan lahan parkir yang memadai juga harus diperhatikan sehingga dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi pengunjung (McLachlan, 2013) (tabel 2.2). Keberadaan lahan parkir tersebut secara tidak langsung juga membentuk zonasi yang membatasi sirkulasi pengunjung dan kendaraan yang akan memberikan pengalaman berkunjung yang baik (To´th dan Da´vid, 2010).
2.1.2 Elemen Fisik
Perancangan yang direncanakan dapat memberikan skala ruang yang memungkinkan pengunjung dapat berinteraksi satu sama lain. Gehl (2011) menjelaskan jika ruang terbuka publik yang memiliki skala ruang yang baik adalah ruang yang memungkinkan pengunjung untuk berinteraksi dengan orang lain dan memiliki sirkulasi yang tidak terhalang dan terganggu oleh hal lain.
Tak hanya itu, dimensi fisik sebuah ruang yang baik turut mempengaruhi aktivitas yang terjadi dengan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Elemen fisik ini jugalah yang membuat sebuah ruang dapat dinikmati baik dari dalam maupun luar ruangan, termasuk elemen natural dan buatan (Carr, 1992; Lynch, 1995; Marcus dan Francis, 1997; Heng dan Chan, 2000; Beck, 2009; dan Nasution dan Zahrah, 2014). Elemen fisik yang direncanakan dengan baik dapat membantu pengunjung dalam aktivitas relaksasi ataupun rekreatif terutama bagi anak-anak (Thompson dan Travlou. 2007) (tabel 2.2). Pengelolaan ruang ini selanjutnya akan mempengaruhi penilaian pengunjung dan akan berdampak pada ekspektasi pengunjung (Bedimo-rung, dkk., 2005).
2.1.3 Fasilitas
Fasilitas yang mendukung ruang terbuka publik termasuk perabotan ruang yang mampu mengakomodasi kebutuhan serta aktivitas pengunjung baik individu maupun kelompok dan mampu mendukung kegiatan pariwisata (Marcus dan Francis, 1997; Heng dan Chan, 2000; Nasution dan Zahrah, 2014; Nieamah, 2014;
dan Marvidola, 2014). Fasilitas yang disediakan dapat mempengaruhi kegunaan dan aktivitas fisik yang berlangsung di dalam ruang terbuka publik, dengan kata lain pengunjung lebih tertarik terhadap ruang yang telah memiliki karakter tersendiri (Bedimo-rung dkk., 2005) (tabel 2.2)
2.1.4 Aktivitas
Kualitas lingkungan di dalam ruang terbuka publik dipengaruhi beberapa hal termasuk sirkulasi yang terjadi di dalam ruang sehingga memungkikan terjadinya interaksi sosial dan mampu memenuhi kegiatan relaksasi, memiliki variasi kegiatan, dan zona kegiatan yang jelas baik kegiatan individu ataupun kelompok (Marcus dan Francis, 1997; Heng dan Chan, 2000; Beck, 2009; Gehl, 2011). Aktivitas yang berlangsung di dalam ruang terbuka ini juga dipengaruhi oleh dengan siapa pengunjung tersebut datang, dengan kata lain, pengaruh yang paling besar datang dari lingkungan sekitar, seperti keluarga atau pun teman (Horner dan Swarbrooke, 2006) (tabel 2.2).
Tabel 2.3 Faktor-Faktor Elemen Ruang Terbuka Publik
ELEMEN INDIKATOR
Aksesibilitas
Latar belakang wisatawan Jalur pencapaian
Area parkir Jalur pejalan kaki
Papan penanda
Elemen Fisik
Penataan kawasan Pengelolaan kawasan
Skala ruang
Fasilitas Fasilitas pendukung
Aktivitas
Jenis aktivitas Durasi aktivitas
Kesenangan dalam beraktivitas Dengan siapa wisatawan melakukan
kunjungan
2.2 Destinasi Wisata
Perkembangan industri pariwisata terus berkembang di tengah pertumbuhan lingkungan sosial (Viken dan Granås, 2016). Leiper (1979)
menyatakan bahwa pemerintah terpaksa mengakui bahwa pariwisata memiliki nilai secara fisik, sosial, dan budaya serta perannya sebagai media aktivitas sosial.
Hal ini terlihat dari banyak negara yang mulai memperhatikan potensi pariwisata yang dimiliki, karena mampu memberikan kontribusi terhadap pergerakan perekonomian (Wibowo dan Yuniawati, 2007; Ginting dkk, 2017). Pergerakan tersebut ditandai dengan munculnya potensi peluang bisnis bagi masyarakat sekitar (Ginting dan Veronica, 2016). Buhalis (1999) berpendapat jika pemasaran destinasi wisata ini haruslah mengarahkan optimalisasi dampak pariwisata dan memaksimalkan keuntungan pada kawasan pariwisata.
Secara spasial, ada tiga elemen pada pariwisata, yakni yang menjadi asal wisatawan, destinasi wisatawan, dan wilayah transit yang menghubungkan dua elemen sebelumnya (Leiper, 1979). Pada prinsipnya, aktivitas pariwisata ini dapat terjadi karena adanya destinasi yang dituju dan membentuk sistem pariwisata.
Destinasi wisata merupakan campuran dari produk pariwisata dan berbagai kemungkinan pengalaman yang diberikan (Murphy dkk, 2000) haruslah didesain, dipromosikan dan dikoordinasikan agar pengunjung mendapatkan pengalaman yang memuaskan (Buhalis, 1999; Wang dan Pizam, 2011). Pihak pengelola harus memahami baik kebutuhan pengunjung, maupun potensial destinasi wisatanya yang mampu menarik pengunjung (Buhalis, 1999) yang meyakini bahwa destinasi tersebut mampu memenuhi kepuasannya dibanding destinasi lainnya (Armstrong dan Mok, 1995). Kepuasan tersebut akan mendorong wisatawan untuk kembali berkunjung pada perjalanan selanjutnya (Loureiro, 2008; Zabkar dkk, 2009) (tabel 2.3)
Nieamah (2014) memaparkan hal-hal yang mempengaruhi persepsi wisatawan terhadap destinasi wisata terkait (1) motivasi wisatawan sebelum memutuskan destinasi wisata yang dituju; (2) informasi wisata yang diterima yang selanjutnya akan disesuaikan dengan tujuan dan keinginan calon pengunjung; (3) ekspektasi wisatawan yang dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh, karakteristik serta alasan pemilihan destinasi; (4) pelayanan di dalam kawasan destinasi wisata juga memliki pengaruh dalam membentuk persepsi; (5) keamanan dan kenyamanan selama melakukan kunjungan wisata; (6) penataan kawasan wisata yang tergambar dengan baik bisa didukung dengan adanya legenda yang menarik serta perancangan yang sesuai; (7) ketersediaan dan kondisi fasilitas yang mendukung aktivitas pengunjung;dan (8) akomodasi di kawasan destinasi wisata yang dapat berupa ketersediaan transportasi maupun tempat menginap (tabel 2.3).
Menurut Ginting dkk. (2017), persepsi pribadi atas kawasan destinasi wisata secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh di lingkungan pariwisata dan berdampak pada kepuasan pengunjung.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh (1) ekspektasi pengunjung terhadap destinasi wisata, (2) situasi yang dialami oleh pengunjung selama melakukan kunjungan, (3) konteks di dalam kawasan wisata, dan (4) kekayaan yang ditawarkan yang menjadi daya tarik destinasi wisata (tabel 2.3).
Sedangkan Noor dan Karwina (2012) melakukan kajian persepsi wisatawan terhadap destinasi wisata yang terfokus pada aspek (1) pelayanan yang diterima terkait, keandalan pelayanan, responsibilitas pelayanan, jaminan terpercaya, empati terhadap pengunjung, serta pelayanan terkait hal-hal fisik yang
terdapat di kawasan destinasi wisata, sementara Marvidola (2014) menjabarkan persepsi wisatawan terhadap kualitas destinasi wisata dapat dilihat dari faktor (1) pemasaran kawasan wisata yang dilakukan oleh pihak pengelola, mencakup segala informasi wisata yang diberikan dan (2) fasilitas yang ditawarkan yang mampu mendukung kegiatan di dalam destinasi wisata (tabel 2.3).
Resmayasari (2011) mengkaji elemen yang mempengaruhi persepsi wisatawan dalam menilai suatu destinasi wisata, antara lain (1) motivasi wisatawan dalam memilih destinasi wisata dipengaruhi oleh tujuan wisatanya; (2) citra destinasi bagi wistawan; (3) kenyamanan pengunjung selama melakukan kunjungan di dalam kawasan destinasi wisata; dan (4) kekayaan yang ditawarkan oleh pihak pengelola yang menjadi daya tarik pariwisata (tabel 2.3).
Tabel 2.4 Elemen Destinasi Wisata
REFERENSI FAKTOR
Nieamah, 2014
Motivasi Informasi wisata
Ekspektasi Pelayanan
Keamanan dan kenyamanan Penataan kawasan
Fasilitas Akomodasi
Ginting dkk., 2017
Ekspektasi Situasi Konteks
Kekayaan yang ditawarkan
Noor dan Karwina, 2012 Pelayanan
Tabel 2.5 (Lanjutan)
Marvidola, 2014 Pemasaran
Fasilitas
Resmayasari, 2011
Motivasi Citra destinasi
Kenyamanan Kekayaan yang ditawarkan
Dari kajian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan jika pertimbangan wisatawan terhadap destinasi wisata dari aspek non fisik dipengaruhi oleh motivasi, ekspektasi, atraksi dan pelayanan. Adapun pertimbangan peneliti dalam menentukan variabel penelitian ini adalah (1) adanya komponen aksesibilitas, elemen fisik, fasilitas, dan aktivitas yang menjadi hal yang menonjol di dalam kawasan penelitian dalam hal ini adalah kawasan wisata pantai Cermin, dan (2) frekuensi munculnya komponen tersebut di dalam beberapa literatur.
2.2.1 Motivasi
Sebelum melakukan perjalanan, pengunjung memiliki kecenderungan untuk memilih destinasi wisata yang dipengaruhi oleh tujuan berwisata (Resmayasari, 2011; dan Nieamah, 2014). Tujuan pengunjung melakukan perjalanan wisata dapat didorong oleh adanya ketertarikan, rasa ingin bersosialisasi ataupun sekedar menghabiskan waktu bersama keluarga (Meng dkk., 2006). Selain itu, penentuan destinasi tersebut secara tidak langsung didasarkan pada dengan siapa wisatawan melakukan kunjungan. Kelompok pengunjung yang lebih muda cenderung melakukan perjalanan untuk memenuhi
kesenangan pribadi, sedangkan pengunjung yang lebih tua cenderung mencari suasana yang rekreatif dan ingin bersantai (Horner dan Swarbrooke, 2006) (tabel 2.4).
2.2.2 Ekspektasi
Ekspektasi pengunjung berupa citra terhadap destinasi wisata bergantung pada pengetahuan wistawan tersebut tentang objek yang dituju. Hal itu dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh terkait kawasan destinasi wisata (Nieamah, 2014; Ginting, dkk., 2017; Marvidola, 2014; Zhang, dkk., 2014) (tabel 2.4)
2.2.3 Atraksi
Salah satu elemen penting pembentuk destinasi wisata adalah atraksi atau daya tariknya, baik alam, sosial dan budaya, maupun sejarah yang ditawarkan oleh pihak pengelola (Ginting, dkk., 2017; dan Resmayasari, 2011). Keberadaan atraksi tersebut akan mempengaruhi kualitas destinasi wisata serta mempengaruhi pengambilan keputusan bagi wisatawan (Hu dan Ritchie, 1993) (tabel 2.4).
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Meng dkk. (2006) tentang kecenderungan wisatawan dalam menimbang destinasi wisata, daya tarik alam berupa taman ataupun ekowisata cenderung menarik wisatawan yang ingin bersantai atau relaksasi, sedangkan destinasi wisata yang menawarkan daya tarik alam yang cenderung memberikan pengalaman bertualang lebih digandrungi oleh wisatawan sebagai sarana aktualisasi diri.
2.2.4 Pelayanan
Hadirnya pengunjung di dalam kawasan destinasi wisata mengharuskan adanya pelayanan komersil maupun pelayanan publik yang dapat diandalkan, memiliki nilai responsibilitas, serta memiliki jaminan dan empati terhadap pengunjung yang dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung (Resmayasari, 2011; Noor dan Karwina, 2012; dan Nieamah, 2014). Pelayanan yang diterima oleh wisatawan dapat memberikan kepuasan bagi pengunjung sehingga mempengaruhi emosi pengunjung ketika melakukan kunjungan (Horner dan Swarbrooke. 2006) (tabel 2.4).
Tabel 2.6 Faktor-Faktor Elemen Destinasi Wisata
ELEMEN INDIKATOR
Motivasi
Tujuan wisata Frekuensi kunjungan
Ekspektasi
Citra destinasi Penyebaran informasi
Atraksi Daya tarik yang ditawarkan
Pelayanan
Pelayanan komersil Pelayanan publik
2.3 Ruang Publik sebagai Destinasi Wisata
Keberadaan ruang publik bagi masyarakat dinilai penting karena dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Oliveira dan Andrade, 2007; dan Nasution dan Zahrah, 2014). Ruang publik dalam hal ini merupakan ruang
terbuka publik yang dapat diakses oleh masyarakat umum berupa jalan, plasa, square, ataupun taman memiliki peran sebagai penunjang kegiatan luar ruangan, tak hanya kepentingan tertentu dan kegiatan opsional, namun juga kegiatan sosial (Oliveira dan Andrade, 2007; Gehl, 2011). Gospodini (2001), menyatakan bahwa banyaknya perbedaan kebebasan dan kegiatan rekreasi di perkotaan menyebabkan masyarakat semakin membutuhkan ruang publik, termasuk kawasan wisata.
Terlebih dengan adanya peningkatan kejenuhan yang dialami masyarakat dalam menjalani rutinitas kehidupan sehari-hari, membuat kebutuhan akan kawasan wisata turut meningkat (Resmayasari, 2011).
Francis (2003) mengklasifikasikan ruang publik ke dalam 12 tipe, salah satunya adalah kawasan tepian air yang memungkinkan wisatawan menikmati kekayaan wisata alam. Kawasan tersebut memungkinkan terciptanya perjalanan wisata maupun perjalanan bisnis dengan aktivitas berupa rapat, konfrensi, eksibisi, serta olahraga laut dan pantai (Buhalis, 2000). Hal tersebut didukung oleh Boerwinkel di dalam Gospodini (2001) yang menjelaskan bahwa ruang publik lebih menarik wisatawan karena memberikan kesan kebebasan bereksplorasi bagi individu maupun kelompok. Sebagai destinasi wisata, sebuah ruang terbuka publik yang identik dengan kebebasan aksesibilitas bagi pengunjungnya dapat menjadi sebuah ruang yang terprivatisasi. Ruang tersebut umumnya dimiliki oleh pengelola baik negeri maupun swasta (Nemeth, 2009).
Berdasarkan kajian sebelumya mengenai elemen pembentuk ruang terbuka publik, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait perannya di dalam sebuah destinasi wisata. Aksesibilitas menuju kawasan wisata khususnya yang
berada di kawasan tepi pantai mencakup jalur transportasi yang memadai, ketersediaan lahan parkir, pencahayaan yang baik, penanda arah, bahkan keamanan yang terjamin saat memasuki kawasan wisata (McLachlan, 2013;
Wijayanti dan Dewi, 2016). Tak hanya itu, sebagai sebuah kawasan wisata, pemandangan yang disuguhkan sepanjang perjalanan akan memberikan daya tarik tersendiri bagi pengunjug (To´th dan Da´vid, 2010).
Elemen fisik di dalam sebuah ruang terbuka publik merupakan produk yang utama dalam perannya sebagai objek wisata, terlebih jika elemen ini memiliki variasi yang unik dan menarik (Mo, Howard dan Havitz, 1993;
Vengesayi, 2013). Elemen tersebut dapat terbentuk dari lingkungan sekitar sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi pengunjung (Bither, 1990). Dalam hal perencanaan dan pengelolaan, sebuah ruang terbuka publik yang dalam penelitian ini merupakan sebuah kawasan tepi pantai dapat mempertimbangkan hal-hal apa saja yang dapat dikembangkan sebagai sarana rekreasi, sarana konservasi serta sarana yang memungkinkan banyak kegunaan sekaligus. Untuk dapat menampung wisatawan dalam jumlah besar, kawasan tepi pantai ini harus memiliki dimensi yang cukup besar yang membatasi area basah dan area fasilitas (McLachlan dkk., 2013).
Sebagai tujuan wisata, ruang terbuka publik yang berada di tepi pantai harus memiliki nilai rekreasional yang didasarkan pada ketersediaan infrastruktur yang mendukung kegiatan di dalamnya, keamanan dan status kesehatan di lingkungan pantai (McLachlan, 2013). Fasilitas ruang terbuka publik di dalam destinasi wisata merupakan salah satu elemen yang mempengaruhi kondisi
ekonomi masyarakat setempat serta dapat mempengaruhi persepsi wisatawan terhadap destinasi wisata (Nemeth, 2009). Fasilitas yang disediakan harus memenuhi kebutuhan serta mendukung aktivitas pengunjung di dalam kawasan wisata sehingga dapat meningkatkan daya tarik dari destinasi wisata ini (Kaczynski, dkk., 2008; dan Swarbrooke dan Page, 2012).
Ruang publik yang berada di kawasan pinggiran kota juga memungkinkan terjadinya interaksi antara manusia dengan lingkungan alami yang dinilai perlu untuk kemajuan masyarakat (Thompson, 2002). Dengan kata lain, pemahaman mengenai hubungan antara kondisi lingkungan, karakteristik manusia dan kegunaan ruang terbuka dapat menambah nilai ruang tersebut dan membuatnya semakin atraktif (Oliveira dan Andrade, 2007). Pemahaman tersebut semakin menekankan peran ruang publik sebagai sarana rekreasi, dalam hal ini relaksasi dan restorasi (Nasution dan Zahrah, 2014). Sebagai sebuah destinasi wisata, sebuah ruang terbuka publik harus memberikan kesan yang baik sehingga pengunjung bersedia menghabiskan waktu cukup lama ketika beraktivitas di dalam ruang tersebut (Gehl, 2011).
Tanggapan yang diperoleh dari pengunjung dapat menjadi pertimbangan bagi pengelola untuk memantau masalah yang ada dan menentukan sejauh mana pelayanan yang dapat memuaskan pengunjung (Duman dan Kozak, 2009) sehingga selanjutnya dapat meningkatkan kualitas objek wisata yang mampu menciptakan persepsi positif dari wisatawan (Nieamah, 2014). Henkel dkk. (2006) menekankan semakin terpenuhinya kebutuhan wistawan di dalam kawasan wisata, maka destinasi wisata tersebut akan menjadi semakin atraktif, yang akan
berdampak pada peningkatan pengunjung. Namun, perlu ditegaskan bahwa terciptanya citra destinasi tak hanya berasal dari persepsi yang bersifat positif.
Persepsi negatif terhadap destinasi wisata turut mempengaruhi pilihan wisatawan.
2.4 Studi Banding
Yogyakarta merupakan salah satu daerah dengan pariwisata terbesar di Indonesia dengan atraksinya yang beragam baik atraksi budaya ataupun atraksi alam. Salah satu wisata alam yang cukup menarik adalah wisata tepi pantai di Parangtritis. Pantai Parangtritis ini juga merupakan ruang tebuka publik yang berperan sebagai destinasi wisata yang telah dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah kabupaten Bantul.
Pantai Parangtritis berjarak 40 km di selatan pusat kota Yogyakarta yang dapat diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Pengunjung yang datang pun memiliki berbagai latar belakang (Irawan, 2017), dan akan dikenakan biaya masuk atau biaya retribusi. Kawasan wisata ini menyediakan area parkir yang cukup luas di sepanjang pantai Parangtritis, sehingga kendaraan pengunjung tidak parkir sembarangan yang dapat mengganggu kenyamanan.
Pantai Parangtritis memiliki elemen fisik yang baik yang mempengaruhi visual wisata sehingga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan (gambar 2.1).
Terlihat dari penataan yang teratur serta kondisi ruang yang bersih dan aman.
Daya tarik yang ditonjolkan di kawasan pantai Parangtritis tidak hanya mengandalkan elemen eksistingnya yang berupa kawasan tepi pantai serta gumuk
pasir namun juga berupa daya tarik budayanya (Setiawaty, dkk., 2010), termasuk legenda pantai ini yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.
Wisatawan merasa puas dalam beraktivitas di pantai Parangtritis yang sehingga memungkinkan terjadinya kunjungan yang berulang. Hal yang mendorong kepuasan tersebut antara lain kemudahan aksesnya, harga yang relatif murah, serta adanya pemandangan yang indah (Irawan, 2017). Selain itu, fasilitas pendukung yang tersedia di dalam kawasan pantai Parangtritis berupa kios makanan dan kios cinderamata. Di sekitar kawasan tersebut, ada juga beberapa fasilitas yang dibangun, seperti kios makanan dan cinderamata, panggung terbuka, panggung hiburan hingga area parkir.
Gambar 2.1 Daya Tarik Pantai Parangtritis
Gambar 2.2 Fasilitas Pantai Parangtritis
Kawasan wisata pantai Parangtritis juga menyediakan fasilitas lain yang dapat mendukung aktivitas di dalamnya, seperti bermain dipinggir pantai dengan ATV, berkeliling tepi pantai dengan delman, kolam air hangat, hingga paralayang.
Fasilitas tersebut dikenakan biaya penyewaan di luar dari biaya masuk kawasan pantai. Tak hanya fasilitas yang bersifat komersil, pihak pengelola juga menyediakan fasilitas publik seperti tempat ibadah dan toilet umum.
2.5 Kerangka Teori
KUALITAS RUANG PUBLIK SEBAGAI DESTINASI WISATA DITINJAU DARI PERSEPSI PENGUNJUNG (STUDI KASUS: PANTAI CERMIN,
SERDANG BEDAGAI)
Ruang publik Destinasi wisata
Aksesibilitas Elemen fisik
Fasilitas Aktivitas
Motivasi Ekspektasi
Atrakasi Pelayanan
Mengidentifikasi persepsi pengunjung terkait kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Kajian kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata ditinjau dari persepsi pengunjung di pantai Cermin, Serdang Bedagai, Sumatra Utara dilakukan untuk mengidentifikasi kualitas destinasi wisata berdasarkan persepsi wisatawan yang selanjutnya dapat dijadikan pertimbangan dalam upaya pengembangan kawasan wisata sesuai dengan kebutuhan pengunjung. Untuk dapat mengetahui persepsi wisatawan terkait destinasi wisata yang dikaji, diperlukan indikator penilaian untuk mengetahui kualitas kawasan wisata serta pengamatan langsung di pantai Cermin.
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif guna menjawab pertanyaan bagaimana (Gulo, 2002) persepsi wisatawan terhadap destinasi wisata. Dalam mengidentifikasi kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata berdasarkan persepsi pengunjung, digunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan tersebut telah diterapkan dalam penelitian dengan topik sejenis, yakni tentang persepsi pengguna ruang publik oleh Nasution dan Zahrah (2014) dan penelitian Ginting dkk. (2017) terkait persepsi individu terhadap kawasan wisata. Dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif dan kuantitatif, peneliti akan mampu mengidentifikasi kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata pantai Cermin, Serdang Bedagai, ditinjau dari persepsi wisatawan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan peran ruang publik sebagai destinasi wisata. Berdasarkan klasifikasi tipe ruang publik yang dilakukan oleh Francis (2003), ruang publik berupa kawasan tepian air memiliki potensi sebagai destinasi wisata. Hal tersebut didukung dengan klasifikasi tipe destinasi wisata menurut Buhalis (2000).
Gambar 3.1 Lokasi Kajian
Kondisi eksisting kawasan Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara yang memiliki panjang pantai sepanjang ± 95 km, memberikan peluang bagi pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai untuk mengelola kawasan tepian pantai tersebut menjadi destinasi wisata. Sejauh ini tercatat sebanyak 13 kawasan yang telah dikelola menjadi kawasan wisata. Di antara kawasan tersebut, pariwisata pantai Cermin merupakan destinasi wisata yang memiliki fasilitas berupa ruang publik di dalamnya. Hal ini menjadi alasan peneliti memilih pantai Cermin sebagai kawasan kajian. Ruang publik yang dimiliki oleh pantai Cermin berupa
Lokasi Kajian
kawasan tepian air serta plasa yang telah dirancang. Adapun area yang akan diteliti adalah plasa yang terdapat dalam kawasan wisata pantai Cermin.
Gambar 3.2 Kawasan Wisata Pantai Cermin 3.3 Variabel
Variabel dalam penelitian ini sebelumnya telah dikaji melalui tinjauan pustaka terkait ruang publik, destinasi wisata, ruang publik sebagai destinasi wisata dan persepsi pengunjung terhadap destinasi wisata. Dari tinjauan yang dilakukan ditentukan dua variabel, antara lain (1) variabel ruang publik, dan (2) variabel destinasi wisata. Adapun indikator dari variabel tersebut disimpulkan dari indikator yang telah diperoleh dari studi pustaka sebelumnya ditunjukan pada tabel 3.1 dan tabel 3.2
Tabel 3.1 Variabel Ruang Terbuka Publik
VARIABEL INDIKATOR
Aksesibilitas
Latar belakang wisatawan Akses menuju destinasi wisata Parkir
Jalur pejalan kaki
Aksesibilitas Papan penanda
Elemen fisik
Penataan Pengelolaan Skala
Fasiltas Fasilitas yang mendukung kebutuhan pengunjung
Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan Durasi aktivitas
Kesenangan dalam beraktivitas Dengan siapa melakukan kunjungan Tabel 3.2 Variabel Destinasi Wisata
VARIABEL INDIKATOR
Motivasi Tujuan wisata
Intensitas kunjungan Ekspektasi
Citra destinasi
Penyebaran informasi
Atraksi Daya tarik yang ditawarkan
Pelayanan Pelayanan komersil
Pelayanan publik
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Pada penelitian dengan topik persepsi pengunjung yang dilakukan oleh Nasution dan Zahrah (2014), pemilihan responden kuisioner penelitian dilakukan secara acak. Penentuan sampel mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ginting dan Veronica (2016) dan Lubis (2015) dengan jumlah sampel minimal 100 sampel karena tidak dapat diketahui secara pasti jumlah populasi (Fraenkel, 2011), maka penelitian ini mengambil sebanyak 100 sampel wisatawan yang sedang beraktivitas di dalam ruang terbuka kawasan wisata pantai Cermin, Serdang Bedagai. Sampel yang digunakan diambil dengan metode random sampling atau secara acak. Metode tersebut sebelumnya telah diterapkan dalam penelitian sejenis oleh Nasution (2014).
3.5 Metode Pengumpulan Data
Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan terkait kajian kualitas berdasarkan persepsi pengunjung, pengumpulan data dilakukan dengan cara mendistribusikan kuisioner dan observasi lapangan (Nasution dan Zahrah, 2014;
Ginting dkk., 2017) sesuai dengan variabel dan indikator yang telah ditetapkan.
Data yang diperlukan mencakup data primer dan data sekunder sebagai berikut.
3.5.1 Data Primer
Adapun data primer yang dikumpulkan peneliti dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang diperoleh melalui observasi dan penyebaran kuisioner.
a. Penyebaran Kuisioner
Data yang diperoleh melalui kuisioner ini diperlukan guna mengidentifikasi variabel persepsi wistawan terkait kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata pantai Cermin, Serdang Bedagai dengan indikator sesuai dengan kajian yang telah dilakukan. Penyebaran kuisioner ini dilakukan untuk memperoleh pandangan yang objektif.
Pertanyaan dalam kuisioner diambil dengan menggunakan metode frekuensi dan skala likert untuk dapat mengukur persepsi wistawan terhadap kualitas ruang terbuka publik sebagai destinasi wisata yang disusun berdasarkan kajian yang telah dilakukan (tabel 3.4). Pengambilan data dengan metode skala likert telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya dengan topik sejenis oleh Nasution (2014).
Adapaun nilai skala likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tidak Baik 2. Kurang Baik 3. Cukup Baik 4. Baik
5. Sangat Baik
Tabel 33 Data Kuisioner yang Dibutuhkan
VARIABEL INDIKATOR DATA YANG DIPERLUKAN METODE
Aksesibilitas Latar belakang wisatawan
Kondisi sosial wisatawan terkait jenis kelamin, umur, dan pekerjaan
Kuisioner Metoda Kuantitatif
Tabel 3.3 (Lanjutan)
Aksesibilitas
Transportasi Kendaraan yang digunakan untuk menuju kawasan wisata
Kuisioner Metoda Kuantitatif Jarak tempuh
Jarak yang ditempuh untuk menuju kawasan wisata dari kediaman
Kuisioner Metoda Kuantitatif Jalur
pencapaian
Kualitas akses transportasi menuju kawasan wisata
Kuisioner Metoda Kuantitatif Lahan parkir Kualitas lahan parkir yang
tersedia di kawasan wisata
Kuisioner Metode Kuantitatif Jalur pejalan
kaki
Kualitas jalur pedestrian yang disediakan di dalam kawasan wisata
Kuisoner Metode Kuantitatif Papan penanda Kualitas papan penanda untuk
menunjukkan kawasan wisata
Kuisioner Metode Kuantitatif
Elemen Fisik
Penataan kawasan
Kualitas penataan kawasan wisata yang telah diterapkan
Kuisioner Metode Kuantitatif Pengelolaan
kawasan
Kualitas pengelolaan kawasan wisata yang telah dilakukan
Kuisioner Metode Kuantitatif Skala ruang Kualitas skala ruang yang
dialami oleh pengunjung
Kuisioner Metode Kuantitatif Fasilitas Fasilitas
penunjang
Kualitas fasilitas penunjang yang disediakan pihak pengelola
Kuisioner Metoda Kuantitatif
Tabel 3.3 (Lanjutan)
Aktivitas
Waktu kunjungan
Waktu yang dipilih wisatawan untuk berkunjung ke kawasan wisata
Kuisioner Metode Kuantitatif Durasi
Berapa lama waktu yang dihabiskan pengunjung di kawasan wisata
Kuisioner Metode Kuantitatif Kesenangan
Perasaan pengunjung ketika beraktivitas di dalam ruang terbuka publik wisata pantai Cermin
Kuisioner Metode Kuantitatif Kegiatan Dengan siapa wisatawan
melakukan kunjungan
Kuisioner Metode Kuantitatif
Motivasi
Tujuan Wisata Tujuan pengunjung berwisata di kawasan pantai Cermin
Kuisioner Metoda Kuantitatif Intensitas
kunjungan
Seberapa sering wisatawan berkunjung ke kawasan wisata pantai Cermin
Kuisioner Metode Kuantitatif
Ekspektasi
Citra destinasi
Bagaimana kualitas citra kawasan wisata yang dimiliki wisatawan
Kuisioner Metoda Kuantitatif Pengaruh
pemasaran
Sumber informasi yang diperoleh
Kuisioner Metoda Kuantitatif Atraksi
Kekayaan yang ditawarkan pengelola
Kualitas daya tarik yang ditawarkan oleh pengelola
Kuisioner Metoda Kuantitatif
Pelayanan
Pelayanan komersil
Kualitas pelayanan komersil di kawasan destinasi wisata
Kuisioner Metoda Kuantitatif Pelayanan
publik
Kualitas pelayanan publik yang diberikan
Kuisioner Metoda Kuantitatif
b. Observasi Lapangan
Obeservasi lapangan diperlukan untuk memperoleh data spesifik terkait kondisi fisik dan internal destinasi wisata pantai Cermin, Serdang Bedagai.
Adapun yang menjadi komponen observasi lapangan mengacu pada variabel ruang publik sebagai destinasi wisata, yang dirumuskan pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Data Observasi yang Dibutuhkan
VARIABEL INDIKATOR DATA YANG DIPERLUKAN METODE
Aksesibilitas Akses menuju destinasi wisata
Pemetaan akses masuk menuju
destinasi wisata Observasi
Metoda Kualitatif Kondisi jalur pencapaian menuju
kawasan wisata
Kondisi papan penanda menuju kawasan wisata
Penataan Penataan ruang publik pantai Cermin
Observasi Metoda Kualitatif
Elemen fisik
Pengelolaan Pengelolaan ruang publik pantai Cermin
Observasi Metoda Kualitatif Skala Skala ruang yang dirasakan oleh
pengunjung
Observasi Metoda Kualitatif Fasiltas
Fasilitas yang mendukung kebutuhan pengunjung
Identifikasi fasilitas yang disediakan berdasarkan kebutuhan pengunjung
Observasi Metoda Kualitatif
Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan
Identifikasi aktivitas yang terjadi dalam ruang publik
Observasi Metoda Kualitatif Pemetaan
aktivitas
Identifikasi zona aktifitas di dalam ruang publik
Observasi Metoda Kualitatif
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan peneliti merupakan data pendukung dalam hal ini adalah teori-teori tentang ruang publik, destinasi wisata dan teori persepsi, serta keterangan terkait lokasi penelitian serta beragam wisata sejenis di sekitar kawasan wisata Pantai Cermin.
3.6 Metode Analisa
Untuk dapat memperoleh persepsi wisatawan terhadap kualitas ruang terbuka publik sebagai destinasi wisata di Pantai Cermin, analisa data dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, terkait dengan bagaimana keberlangsungan industri pariwisata tidak bisa terlepas dari peran wisatawan yang datang. Pengalaman subjektif pengunjung perlu dipahami di dalam pengembangan pariwisata, karena pada dasarnya pengunjung cenderung mencari pengalamana yang didukung oleh strategi pelayanan dan fasilitas, serta adanya beragam momok sumber daya yang mendukung (Ginting dkk., 2017; Cohen dkk., 2014; Leiper, 1979; dan Buhalis, 1999), dan selanjutnya dapat menciptakan lingkungan bisnis yang menguntungkan (Duman dan Kozak, 2009).
Persepsi wisatawan pada dasarnya terbentuk ketika wisatawan mempelajari informasi terkait kawasan pariwisata yang menciptakan pertimbangan dalam membuat keputusan wisata (Nieamah, 2014). Dengan kata lain, persepsi wisatawan merupakan hasil dari pengertian yang diterima sebagai sesuatu yang bermakna baik negatif maupun positif (Noor dan Karwina, 2012).
Informasi tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan sekitar,
seperti keluarga, teman, ataupun tetangga yang kemudian mempengaruhi dalam penentuan destinasi wisata yang akan dituju (Hu dan Ritchie, 1993; Horner dan Swarbrooke, 2006).
Adapun seluruh data yang telah diperoleh kemudian digambarkan secara teratur dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi (Sarwono, 2006). Metode tersebut telah diterapkan pada penelitian sejenis oleh Lubis (2015), Ginting dan Veronica (2016). Serta dengan metode t-test untuk memperoleh perbandingan nilai rata-rata yang pernah digunakan dalam penelitian Nasution (2014) dan Meng dan Uysal (2008). Hasil tabulasi data kemudian dikaitkan dengan variabel hasil observasi lapangan yang telah dilakukan. Hasil analisa yang dilakukan bertujuan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan yakni, kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata ditinjau dari persepsi pengunjung.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan memperhatikan elemen di dalam ruang publik dan elemen di dalam destinasi wisata untuk dapat menghasilkan kajian kualitas ruang publik sebagai destinasi wisata ditinjau dari persepsi pengunjung.
Kerangka Konsep
Ruang publik Destinasi wisata
Aksesibilitas
Elemen fisik
Fasilitas
Aktivitas
Motivasi
Ekspektasi
Atraksi
Pelayanan
Kajian Kualitas Ruang Publik sebagai Destinasi Wisata Ditinjau dari Persepsi Pengunjung
BAB IV
KAWASAN PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kawasan
Lokasi penelitian terletak di kawasan wisata pantai Cermin, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki luas lahan yang mencapai 1.900,22 km2 atau sama dengan 2,65% dari luas wilayah Provinsi Sumatra Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai terletak antara 030 01’2,5” – 030 46’33” Lintang Utara dan 980 44’22” – 990 19’01” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Serdang Begadai terbagi atas 17 kecamatan (Gambar 4.1). Adapun batas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai ini adalah:
Utara : Selat Melaka
Selatan : Kabupaten Simalungun
Timur : Kabupaten Asahan dan Simalungun
Barat : Kabupaten Deli Serdang
Kondisi geografis Kabupaten Serdang Bedagai memungkinkan adanya beragam potensi wisata, mulai dari wisata terumbu karang, hutan mangrove hingga wisata kepulauan terluar Indonesia serta yang paling menonjol adalah wisata yang berada di sepanjang garis pantainya yang memiliki panjang hingga kurang lebih 95 km. Potensi tersebut kemudian kelola atas kerjasama pemerintah setempat dengan pihak swasta serta masyarakat di sekitar kawasan wisata.
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai (Sumber: Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, 2016) 4.2 Pariwisata Kabupaten Serdang Bedagai
Melihat dari kondisi geografis Kabupaten Serdang Bedagai, sejauh ini tercatat terdapat 13 kawasan wisata bahari berupa bibir pantai serta hutan mangrove yang telah dikelola dan berkontribusi dalam pemasukan PAD Kabupaten Serdang Bedagai. Tak hanya itu, Kabupaten Serdang Bedagai juga memiliki objek wisata pemandian dan wisata kepulauan yang termasuk dalam salah satu kepulauan terluar Indonesia.
Kawasan penelitian terfokus pada kawasan wisata yang terletak di Kecamatan Pantai Cermin (Gambar 4.2), yakni kawasan wisata pantai Cermin.
Adapun kawasan wisata pantai Cermin ini terbagi atas dua bagian, yakni kawasan
Water Park (Pantai Cermin Theme Park & Resort Hotel) dan kawasan berupa ruang terbuka publik.
Gambar 4.2 Peta Kecamatan Pantai Cermin 4.3 Daya Tarik Wisata Pantai Cermin
Kawasan wisata pantai Cermin merupakan objek pariwisata yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kawasan wisata pantai Cermin ini terbagi atas dua bagian yakni wahana Waterpark dan kawasan berupa ruang terbuka publik. Untuk memasuki kawasan wisata ini, pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp13000,- per orang. Biaya tersebut sudah mencakup biaya retribusi dan biaya parkir. Namun, untuk memasuki kawasan Waterpark pengunjung akan dikenakan biaya yang berbeda. Kawasan kajian penelitian dapat dilihat pada gambar 4.3.
Lokasi Kajian
Gambar 4.3 Lokasi Pantai Cermin
(Sumber: Google maps yang diolah dengan menggunakan AutoCAD) Secara keseluruhan mencapai 134.652 m2. Namun, penelitian ini akan mengidentifikasi kualitas pada kawasan ruang terbuka publiknya yang memiliki luas berkisar 84.346 m2 dengan panjang bibir pantai sekitar 630,91 m. Adapun kawasan penelitian ini dibatasi oleh:
Utara : Selat Malaka
Selatan : Jalan Pematang Pasir
Timur : Pantai Cermin Waterpark
Barat : Wisata Pantai Bali Lestari
4.3.1 Atraksi Wisata dan Kegiatan di Pantai Cermin
Pihak pengelola memanfaatkan kodisi geografis di Kabupaten Serdang Bedagai sebagai daya tarik wisata yang ditonjolkan, yakni kawasan tepi pantainya yang memiliki fungsi sebagai ruang publik (Gambar 4.4). Pantai tersebut merupakan bibir pantai dari perairan Selat Malaka. Kondisi air pantai Cermin cenderung keruh dengan warna pasir keabu-abuan. Hal tersebut terjadi karena kawasan pantai Cermin termasuk dalam kawasan pantai timur Sumatra yang memiliki tingkat kecerahan yang rendah (Sya’rani dan Zainuri, 2013).
Gambar 4.4 Tepi Pantai Cermin
Kawasan wisata pantai Cermin ini mulai dibuka untuk umum pada pukul 09.00-18.00 WIB. Terkait perannya sebagai ruang terbuka publik, ada beberapa kegiatan individu dan kelompok yang dapat dilakukan dan diakomodasi oleh pihak pengelola yang mendukung daya tarik alam yang ada di wisata pantai Cermin, seperti kapal penumpang jika pengunjung ingin berkeliling di sepanjang