• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran dan kematian merupakan salah satu anugerah Tuhan yang diberikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran dan kematian merupakan salah satu anugerah Tuhan yang diberikan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kelahiran dan kematian merupakan salah satu anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia sejak dia lahir bahkan sejak berada didalam kandungan. Kelahiran dapat terjadi jika manusia menghendaki kelahiran tersebut, begitu juga dengan kematian, dapat terjadi jika dikehendaki ataupun tidak dikehendaki oleh manusia itu sendiri. Kematian adalah penghentian permanen dan ireversibel (tidak dapat dibalikkan) dari semua fungsi biologis yang menopang organisme hidup. Kematian otak kadang-kadang digunakan sebagai definisi hukum kematian.1 Kematian merupakan terminal akhir dari perjalanan hidup yang terdiri dari tiga tahap yaitu tahap mati klinis, mati otak, mati secara biologis dan seluler.2 Berdasarkan dengan pengertian yang bisa dilihat diatas, kematian sebenarnya dapat terjadi karena berbagai sebab, bisa terjadi begitu saja, atau bahkan direncanakan. Didalam ilmu pengetahuan kedokteran jika membicarakan masalah kematian berdasarkan cara dibagi menjadi 3 jenis : othanasia, dimana kematian dapat terjadi karena adanya suatu proses alamiah; Dhytanasia, yang berarti kematian terjadi karena suatu hal yang tidak wajar; Euthanasia, peristiwa kematian terjadi dengan sengaja menggunakan pertolongan ahli medis.3

1 “death”. Dictionary.com Unabridged. Random House.

2 Giordano DA et al. Experiencing Health. Prentice Hall Internat. Inc.

London, l985. hal. 51.

3 Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, Euthanasia: Hak Asasi Manusia Dan Hukum Pidana (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984) hlm. 10

(2)

2

Kematian yang dilakukan secara sengaja atau yang kita kenal dengan sebutan Euthanasia tersebut telah ada sejak dahulu di dunia kesehatan dalam menangani penyakit yang memang sulit untuk disembuhkan. Yang dimana pasien tersebut sudah berada didalam tahap yang sudah tidak berdaya dan juga putus asa. Menurut KBBI Euthanasia merupakan tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan. Jika dijabarkan pengertian Euthanasia adalah perbuatan yang memungkinkan hal tersebut dapat terjadi.

Euthanasia (eu = baik, thanatos = mati) atau good death or easy death sering pula disebut “mercy killing” pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan kasihan, sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri (the right self of determination) pada diri pasien.4 Sedangkan menurut blacks law dictionary sendiri Euthanasia memiliki arti sebagai “The act or practice of killing or bringing about the death of a person who suffers from an incurable disease or condition, esp. a painful one, for reasons of mercy. Euthanasia is sometimes regarded by the law as second-degree murder, manslaughter, or criminally negligent homicide”. Didalam Kode etik Kedokteran Indonesia, Euthanasia diartikan menjadi kedalam 3 bagian yaitu berpindahnya ke alam baka yang tenang dan aman, saat sakratul maut si penderitaan si sakit diringankan dengan memberikan obat penenang, mengakhiri penderitaan sekaligus kehidupan seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.5

4 Karyadi, P.Y. Euthanasia: Dalam Perspektif Hak Azasi Manusia. Yogyakarta Penerbit Media Pressindo:

2001: h. 53-87.

5 Direktorat Jenderal Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia (Jakarta: Departemen Kesehatan, 1983), 26.

(3)

3

Dalam prakteknya euthanasia dibedakan menjadi euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Menurut Soemarno P. Wirjanto, euthanasia aktif (Causation) adalah perbuatan seseorang dengan ilmu pengetahuannya mempercepat kematian si pasien, dengan memberikan suntikan atau obat penenang yang lebih dari dosis seharusnya. Begitu juga dengan Euthanasia Pasif (Permission) ialah mengakhiri penderitaan pasien dengan tidak melakukan sesuatu, sehingga dokter atau tim medis tidak memberikan sesuatu atau pertolongan lanjutan kepada si pasien.6

Pada kenyataannya di Indonesia sendiri legalitas praktek Euthanasia masih ditentang baik dalam segi hukum maupun segi agama. Jika melihat dari pengertian dari legalitas itu sendiri, menurut KBBI legalitas merupakan perihal (keadaan) sah;

keabsahan. Sedangkan menurut Black Laws Dictionary Legality is Strict adherence to law, prescription, or doctrine; the quality of being legal atau The principle that a person may not be prosecuted under a criminal law that has not been previously published. Maka jika melihat dari kedua pengertian yang ada Legalitas atau yang memiliki kata dasar ‘Legal’ merupakan suatu perbuatan atau benda yang diakui keberadaannya selama tidak ada ketentuan yang melanggar.

Sampai saat ini praktek Euthanasia masih saja menuai pro dan kontra di dalam nya. Karena banyak yang beranggapan bahwa Euthanasia merupakan praktek kesehatan yang dimana sudah melanggar Pasal 344 KUHP.

Dalam Hukum Positif Indonesia Praktek Euthanasia diatur didalam Pasal 344 KUHP yang mengatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas perminataan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-

6 Soemarno P. Wirjanto, “Awal dan Akhir Hidup Sebagai Masalah Medio Legal, Hukum, No. 6, tahun V, Yayasan Penelitian dan Pengembangan Hukum (Law Centre), 1979, h.34.

(4)

4

sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Penulis berpendapat bahwa Pasal 344 KUHP tersebut kabur atau memiliki ketidakjelasan makna dimana hal ini dapat dilihat dari adanya unsur “permintaan orang itu sendiri” dan “dengan nyata dan sungguh-sungguh”. Dalam prakteknya sangat sulit untuk membuktikan alasan yang menjadi dasar atas dilakukanya praktek Eutanasia tersebut.

Jika dikaitkan dengan pengaturan dari prespektif Hak Asasi Manusia Euthanasia dalam prakteknya, sangat berhubungan erat dengan Hak bebas dari penghilangan paksa dan penghilan nyawa. Aturan tersebut terdapat dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi:

“Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilang paksa dan penghilang nyawa.”

Namun, dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur mengenai ketentuan yang dimana didalam pasal nya yang ke 9 dikatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan meningkatkan taraf hidupnya. Kemudian untuk menentukan hak hidupnya sendiri pun tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya suatu hak atas informasi yang diatur didalam pasal 14 UU HAM Tahun 1999 dan hak atas sehat yang dimana juga diatur didalam pasal 9 ayat 3 UU HAM tahun 1999. Dalam hal ini praktek Euthanasia bahwa si pasien dan juga keluarga pasien dapat meminta persetujuan untuk meminta diberhentikannya pengobatan dikarenakan biaya dan pasien yang sudah tidak dapat lagi untuk disembuhkan. Persetujuan tersebut kemudian tidak dapat dipersalahkan oleh pihak keluarga yang akan mengadukannya karena hal tersebut dilakukan atas persetujuan keluarga pasien dan juga pasien yang dimana dikenal dengan istilah Informa Consent yang dimana bertumpu antara dua hak yaitu hak utuk menentukan hidupnya sendiri dan hak untuk mendapatkan informasi.

(5)

5

Kemudian di Negara yang menganut system Anglo Saxon seperti Amerika serikat sendiri dengan tegas sebenarnya melarang adanya praktek euthanasia baik pasif maupun aktif. Akan tetapi di satu negara bagian yang ada di Amerika yaitu Oeregeon hal tersebut sudah dilegalkan berdasarkan dengan Oeregeon death with dignity act, disebutkan bahwa seorang pasien yang memang sudah tidak dapat disembuhkan lagi dapat mengakhiri hidupnya. Akan tetapi hak untuk mati tersebut tidak bersifat mutlak, seperti hal nya terdapat di dalam putusan pengadilan negeri Leeuwarden dari Pengadilan Negeri yang dimana menetapkan tolak ukur perumusan

“tidak dikenal hukum” atau tanpa hukuman, terhadap euthanasia yang dilakukan.

Berbeda dengan negara Belanda, mereka menerbitkan Undang-Undang yang mengizinkan tentang praktek Euthanasia yaitu wet van 12 April 2001, yang berisikan : “Hondende toetsing van levensbeendiging op verzek en hulp bij lijkberzorging atau Review prosedures for the termination of life on reguest and assisted suicide and amandement of the Criminal code and the Burial and Crimation Act.” Negara Belanda tersebut yang pertama kali melegalkan Praktek Euthanasia.

Dengan catatan pasien yang mengalami sakit menahun dan tidak dapat disembuhkan, maka diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya, tetapi hal tersebut ditekankan bahwa dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan dan dianggap criminal.

Akan tetapi meskipun di Belanda Praktek Euthanasia mendapatkan dukungan yang sangat besar, hal ini juga menimbulkan adanya kekhawatiran yang dimana dapat juga menyebabkan penyalahgunaan pada hukum yang berlaku. Dalam prakteknya euthanasia di Belanda dilegalkan dalam keadaan tertentu. Didalam pasal 293 KUHP Belanda sekarang termasuk dalam ketentuan itu hal ini menyatakan bahwa

(6)

6

berakhirnya kehidupan oleh sebuah permintaan bantuan bunuh diri tidak diperlukan sebagai tindak pidana apabilak hal tersebut dilakukan oleh dokter dan sesuai dengan prosedur. Maka dari itu euthanasia tersebut dilegalkan dan tidak termasuk pidana dalam ketentuan hukum di Belanda.

Dalam contoh kasus yang terjadi di Belanda, seorang nyonya bernama Netti mengalami keadaan depresi dikarenakan kegagalan perkawinan dan kedua anaknya yang meninggal karena bunuh diri dan kanker. Hal utama yang menyebabkan adalah psikologis, yang kemudian Nyonya Netti mendekati federasi Belanda sukarela euthanasia yang mengarah ke dokter. Dokter tersebut kemudian mendiagnosa menderita penyakit mental yang berat dan sulit untuk dipecahkan. Berdasarkan dengan hasil diskusi dan juga berbagai macam pertimbangan. Di tahun 1991 dokter tersebut pun melakukan euthanasia pada nyonya Netti dengan resep obat dosis yang tinggi dan mematikan akibat. Kemudian berdasarkan pada pasal 294 KUHP Belanda, Mahkamah Agung menyatakan bahwa tidak ada alasan prinsip dilakukannya praktek euthanasia jika penyebabnya dikarenakan si penderita mengalami ganguan psikologis. Pengadilan menyatakan bahwa untuk melakukan praktek euthanasia tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh ahli medis independen. Maka dari itu sejak tahun 1993, Belanda pun secara hukum menatur kembali kewajiban kepada para dokter untuk melaporkan semua kasus bunuh diri berbantuan. Dan di tahun 2002 sebuah konvesi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang Belanda, yang dimana seorang dokter tidak akan dihukum jika melakukan praktek euthanasia tertentu.

Di Indonesia sendiri pernah terjadi permohonan untuk melakukan praktek euthanasia. Berlin Silalahi merupakan salah satu orang Indonesia yang mengajukan

(7)

7

permohonan euthanasia dengan alasan pemohon mempunyai penyakit TB Tulang, TB Paru, dan Pheunomonia yang tak kunjung sembuh dan juga didalam permohonannya dikatakan bahwa beban keadaan ekonomi yang semakin menghimpit keluarga. Dalam sidang putusanya, Hakim mempertimbangkan bahwa di Indonesia belum memiliki hukum positif yang membenarkan untuk melakukan euthanasia, ditambah lagi bahwa praktek tersebut harus dilakukan oleh dokter dengan begitu dokter dapat melanggar kode etik dokter, dan berakhir dipidanakan.7

Di dalam Prakteknya Euthanasia timbulah pro dan kontra seputar persoalan euthanasia yang dimana sejauh ini masih menjadi beban tersendiri bagi hukum. Oleh sebab itu persoalan yang menjadi beban tersebut adalah legalitas dimana persoalan euthanasia ini akan bermuara. Kejelasan hukum pidana positif memberikan regulasi/pengaturan terhadap persoalan euthanasia yang dimana nanti nya akan sangat membantu masyarakat di dalam menyikapi persoalan euthanasia. Lebih-lebih di tengah kebingungan kultural karena munculnya pro dan kontra tentang legalitasnya. Berdasarkan uraian yang ada, penulis tertarik untuk menulis artikel ilmiah terkait Legalitas Perbuatan Euthanasia dalam Perspektif Hukum Pidana.

2. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Legalitas Euthanasia ditinjau dari Hukum Pidana serta Hak Asasi Manusia di Indonesia?

7 Merdeka, “Hakim PN Banda Aceh Tolak Permohonan Suntik Mati Korban Tsunami”

www.m.merdeka.com tanggal 28 Oktober 2021.

(8)

8

3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menemukan, menggambarkan (mendeskripsikan), dan menganalisis Legalitas Perbuatan Euthanasia dalam Perspektif Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia.

4. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat diadakannya penelitian hukum ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu di bidang hukum utamanya Hukum Pidana itu sendiri khususnya dalam konsep pertanggungjawaban pidana, serta dapat memberikan pemahaman dan pemecahan masalah terkait Legalitas Perbuatan Euthanasia dalam Perspektif Hukum Pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Serta mengetahui perkembangan praktek Euthanasia dalam perkembangan nilai-nilai Hak Asasi Manusia di Masyarakat.

Hasil daripada penelitian ini juga tentu diharapkan kedepannya dapat menjadikan sebuah landasan atau dasar dalam pembuatan atau pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai Legalitas Perbuatan Euthanasia dalam Perspektif Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia.

5. METODE PENELITIAN

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum. Seperti yang diutarakan oleh Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum merupakan suatu proses tindakan

(9)

9

untuk menemukannaturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi8. b. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan oleh penulis yaitu, penelitian hukum Normatif (normative law research), yaitu menggunakan studi kasus normative berupa produk perilaku hukum. Pokok kajiannya adalah hukum yang dimana dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normative ini berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktirn hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum serta sejarah hukum9.

c. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) bahan hukum, antara lain:

i. Bahan hukum primer, adalah bahan hukum yang mempunyai sifat autoratif10. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang tentang Hak Asasi Manusia.

3) Kode Etik Kedokteran.

4) Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 83/Pdt.P/2017PN Bna.

8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2006, hlm 35.

9Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2004), h. 52

10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2006, hlm 47.

(10)

10

ii. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan berupa teori-teori hukum, doktrin yang didapat dari literature, karya ilmiah, jurnal, dan hasil penelitian. 11

iii. Bahan hukum tersier berupa Black’s Law, kamus hukum, Buku Besar Bahasa Indonesia, dan kamus bahasa Inggris-Indonesia.

11 Ibid., hlm 54.

Referensi

Dokumen terkait

Menendang bola merupakan suatu usaha untuk memindahkan bola dari seuatu tempat ke tempat lain menggunakan kaki atau menggunakan bagian kaki. Menendang bola

Sedangkan siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan gaya belajar visual menggunakan media 3D memberikan rerata prestasi lebih tinggi dibanding yang mempunyai gaya

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pengetahuan, sikap dan manajemen lak- tasi ibu di wilayah kerja Puskesmas Samaenre pada tahun 2014 sebagian besar masih berada pada

Pada tahun 1976 merupakan era baru bagi bangsa Indonesia karena dengan dikeluarakanya peraturan Pemerintah No. Habibie, untuk mengembangkan segala potensi yang ada dan

Adaptasi penglihatan pada hewan nokturnal khususnya terjadi di retina matanya, karena retina merupakan bagian dari mata yang berperan dalam melihat warna.. Dari

Intisari — Permasalahan penjadwalan pembangkit berkaitan dengan pemenuhan seluruh permintaan beban dan pencarian total biaya operasi pembangkitan yang optimal tanpa melanggar semua

menyebutkan bahwa single tap root memiliki kemampuan untuk menyerap air dari kedalaman tanah yang dalam dan mencukupi kebutuhan air lebih dari 65% pada tanaman

Nuansa musik dalam karya ini juga mengalami perubahan, dimana nuansa awal lagu Kacang Dari yang sangat sederhana agar anak dapat mengantuk dan terlelap mengalami