1
PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL (IQ), KECERDASAN EMOSIONAL (EQ), DAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ) TERHADAP AUDIT JUDGMENT DALAM MENENTUKAN RISIKO KECURANGAN
PENDAHULUAN
Tanggung jawab terbesar auditor saat melaksanakan tugas audit terletak pada kemampuan dalam membuat keputusan yang tepat berdasarkan pertimbangan atas keterangan dan bukti-bukti yang tersedia (Pratama 2011).
Perusahaan membutuhkan jasa auditor untuk meyakinkan pihak-pihak pemakai laporan keuangan mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan. Para pemakai laporan keuangan biasanya tidak akan percaya begitu saja pada informasi keuangan yang disajikan oleh perusahaan karena adanya kemungkinan bahwa manajemen perusahaan melakukan kecurangan pada laporan tersebut. Oleh sebab itu, auditor harus bertindak profesional untuk menjaga keyakinan publik terhadap kualitas audit yang diberikan (Arens et al., 2004). Notoprasetio (2012) mendefinisikan auditor sebagai seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan perusahaan. Auditor berhubungan dengan kinerja sumber daya manusia, apabila kinerjanya bagus maka auditor tersebut dapat dikatakan berkompeten dalam memeriksa laporan keuangan. Selain itu, Arens et al. (2004) menjelaskan auditor sebagai seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia.
Menurut Ikasari (2011), audit judgment dipahami sebagai pendapat auditor mengenai hasil auditnya dengan mengevaluasi berbagai alternatif informasi, yaitu bukti yang sah dan relevan. Penaksiran risiko kecurangan merupakan persyaratan profesional dalam penugasan audit yang dimaksudkan untuk meningkatkan kecurigaan auditor terhadap bukti audit yang diperiksa pada perusahaan yang mempunyai risiko kecurangan tinggi (Lianawati 2011). Wijayanti (2012) menyebutkan salah satu kendala yang dihadapi oleh seorang auditor adalah bertahan dalam menghadapi tekanan, frustasi, stres, menyelesaikan konflik yang sudah menjadi bagian atau risiko profesi, memikul tanggung jawab sesuai dengan
2
pedoman kode etik akuntan Indonesia, serta dituntut dapat independen. Menurut Goleman (2000) dalam Sufnawan (2006), kinerja seseorang tidak dinilai dengan kemampuan intelektualnya saja, tetapi keseimbangan emosi dan spiritual yang baik dapat membangun karakter pribadi yang kompeten, bekerja keras, sabar dan termotivasi.
Dalam penelitian Notoprasetio (2012), kinerja sumber daya manusia dapat diukur oleh kecerdasan intelektual atau Intelligence Quotient (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ). Maryani dan Ludigdo (2011), menyebutkan seorang auditor yang memiliki pemahaman atau kecerdasan emosi dan religiusitas yang tinggi akan mampu berperilaku etis dalam profesi dan organisasi, jika religiusitas auditor rendah, seorang auditor bisa saja melakukan hal yang menyimpang. Hasil penelitian Notoprasetio (2012) dan Wijayanti (2012) menunjukkan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) berpengaruh terhadap kinerja auditor.
Penelitian tentang IQ, EQ, dan SQ pernah dilakukan oleh Kartikandari (2002) dan Fanani, Hanif dan Subroto (2007), yang menganalisis pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor. Marhal dan Zahar (2000) dalam Notoprasetio (2012) dan Sukidi (2002) meneliti bahwa kecerdasan Spritual (SQ) lebih penting dan berpengaruh pada kinerja auditor dibandingkan IQ dan EQ. Kemudian Sukmawati, Herawati dan Sinarwati (2014) meneliti pengaruh etika profesi, kecerdasaan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasaan spiritual terhadap opini auditor. Hasil penelitian menunjukkan etika profesi, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap opini auditor.
Penelitian yang berkaitan dengan audit judgment dilakukan oleh Rahmawati dan Honggowati (2004); O’Donnell dan Schultz (2005); Zulaikha (2006); Praditaningrum (2012) dan Kristianti (2012) dengan hasil penelitian ada beberapa faktor yang mempengaruhi audit judgment seperti tekanan kepatuhan, gender, pertimbangan moral, halo effect, kompleksitas tugas, pengalaman dan tipe kepribadian. Penelitian Anggraeni (2016) meneliti pengaruh dilution effect dan pengetahuan auditor terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, hasil penelitian menunjukkan auditor yang memiliki pengetahuan
3
tinggi dan tidak terkena dilution effect menentukan audit judgment yang lebih tepat daripada auditor yang terkena dilution effect.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Marhal dan Zahar (2000) dalam Notoprasetio (2012) serta Sukidi (2002), meneliti pengaruh IQ, EQ dan SQ terhadap kinerja auditor dan SQ lebih penting berpengaruh terhadap kinerja auditor dibandingkan IQ dan EQ. Praditaningrum (2012) dan Kristianti (2012) meneliti faktor-faktor audit judgment tanpa melibatkan IQ, EQ dan SQ.
Sukmawati, Herawati dan Sinarwati (2014) mengukur pengaruh IQ, EQ dan SQ serta etika profesi terhadap opini auditor. Penelitian Anggraeni (2016) menganalisis pengetahuan auditor dan dilution effect terhadap audit judgment auditor. Berdasarkan argumen di atas, pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan belum diteliti. Jika kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) seorang auditor kurang, hal ini dapat memungkinkan terjadinya bias pada audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan yang dilakukan auditor.
Penentuan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, merupakan hal pribadi karakteristik auditor dilihat dari karakter individu sehingga menarik untuk diteliti.
Karakter individu bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya. Dalam hal ini audit judgment auditor merupakan hal pribadi karakteristik individu dimana pengambilan keputusan didasarkan atas pemahaman dan pengetahuan pribadi auditor yang berbeda antara auditor satu dengan auditor yang lain (Anggraeni, 2016). Secara psikologis, Haryanto (2012) mengatakan auditor dituntut untuk memberikan pertimbangan atas penugasan audit yang mereka lakukan, yang tentunya diperlukan ketepatan dalam pengambilan keputusan yang dapat dipengaruhi oleh kemampuan internal auditor tersebut seperti kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Penelitian ini akan menguji apakah terdapat pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ)
4
terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Diharapkan penelitian ini memberi bukti empiris tentang pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, serta memberi masukan auditor dalam membuat audit judgment dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan keandalan audit judgment yang dibuat. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan di bidang akuntansi dan auditing untuk menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya, serta memberi kontribusi pada auditor dalam pengambilan audit judgment yang berhubungan dengan risiko kecurangan agar lebih baik di kemudian hari.
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Landasan Teori
Teori Bias Kognitif
Aspek psikologis berperan dalam membentuk perilaku dan mempengaruhi individu dalam mengambilan keputusan. Aspek bias psikologis berperan penting dalam audit judgment auditor, yang menyebabkan penilaian bias dan tidak akurat terhadap orang lain (Marbun, 2010). Kahneman dan Frederick (2002), mendefinisikan bias sebagai deviation of judgment, ketika individu yang terkena bias kognitif mereka akan membentuk realitas sosial subjektif. Informasi yang mereka anggap sebagai informasi yang relevan, walaupun sebenarnya informasi tersebut tidak relevan. Bias kognitif dapat membuat auditor menjadi tidak logis dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, setiap profesional yang pekerjaan utamanya adalah untuk membuat penilaian yang sesuai pada sesuatu, perlu menghindari keadaan yang dapat menimbulkan bias kognitif (Kahneman 2003).
Dalam konteks audit, Knapp dan Knapp (2012) menyatakan bias kognitif sering mempengaruhi kemampuan auditor untuk menghindari prasangka ketika memberi pendapat dalam audit, membuat auditor kurang skeptis pada saat melakukan
5
penilaian, serta berpotensi mengurangi kualitas audit karena melakukan judgment yang tidak tepat.
Audit Judgment dalam Menentukan Risiko Kecurangan
The term audit judgment typical refers to forming an idea, opinion, orestima about an object, an event, a state or another type of phenomenon.
Judgment tend to take the form of predictions about the future or an evaluation of a current state of affairs” Bonner (1999). Kutipan tersebut menyatakan bahwa audit judgment mengacu pada pembentukan ide, pendapat atau perkiraan tentang objek, peristiwa, keadaan, atau jenis lain dari fenomena, dan cenderung mengambil prediksi tentang masa depan atau evaluasi dari situasi saat ini.
Selain itu, judgment dipahami sebagai pertimbangan yang dilakukan oleh auditor dalam menjalankan pekerjaannya, dan cara pandang auditor dalam menanggapi semua informasi yang berhubungan dengan tanggung jawab dan risiko audit yang dihadapinya berdasarkan kejadian-kejadian masa lalu, sekarang dan yang akan datang (Jamilah, Fanani dan Chandrarin, 2007). Menurut Ikasari (2011), audit judgment sebagai pendapat auditor mengenai hasil auditnya dengan mengevaluasi berbagai alternatif informasi, yaitu bukti yang sah dan relevan.
Penafsiran risiko kecurangan merupakan persyaratan profesional dalam penugasan audit yang dimaksudkan untuk meningkatkan kecurigaan auditor terhadap bukti audit yang diperiksanya pada perusahaan yang mempunyai risiko kecurangan tinggi (Lianawati 2011). Haryanto (2012), Audit judgment sebagai aktivitas utama dalam melaksanakan pekerjaan audit. Ketepatan judgment auditor secara tidak langsung akan mempengaruhi tepat atau tidaknya keputusan yang akan diambil oleh pihak manajemen sebagai acuan dalam pengambilan keputusan.
Dalam kaitannya dengan laporan keuangan, judgment yang diputuskan oleh auditor akan berpengaruh pada opini auditor mengenai kewajaran laporan keuangan (Anggraeni 2016).
Kecerdasan Intelektual (IQ)
Kecerdasan dalam arti umum adalah kemampuan yang membedakan kualitas individu satu dengan individu yang lain. Salah satu ukuran kecerdasan, kemampuan kognitif yang dimiliki individu untuk menyesuaikan diri secara
6
efektif pada lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi oleh faktor genetik (Trihandini 2015). Penelitian Covey (2004), menyatakan bahwa kecerdasan intelektual adalah kemampuan manusia untuk menganalisis, berpikir dan menentukan hubungan sebab akibat, berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa dan memvisualisasikan sesuatu.
Behling (1998) dalam Ardana, Aritonang dan Dermawan (2013) mengemukakan kecerdasan intelektual sama dengan kemampuan kognisi yang didalamnya mencakup proses belajar, memecahkan masalah, menggunakan simbol dan bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual adalah kemampuan manusia untuk berpikir secara rasional, menganalisis, menentukan hubungan sebab akibat, berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa dan memvisualisasikan sesuatu.
Apabila dalam melakukan pemeriksaan atau audit, auditor dituntut menggunakan kecerdasan intelektual dalam membuat keputusan sehingga pertimbangan yang diambil rasional dan dapat melakukan prosedur audit dengan benar. Tanpa kecerdasan intelektual, auditor tidak dapat melakukan prosedur audit yang benar karena tidak mampu memahami dan mengaplikasikan pengetahuan dan pengalamannya baik dalam bidang akuntansi maupun disiplin ilmu lain yang relevan. Dengan demikian kecerdasan intelektual akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk melakukan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan dengan baik, tepat dan efektif. Berdasarkan penjelasan di atas maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
H1 : Kecerdasan intelektual auditor berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Kecerdasan Emosional (EQ)
Emosi adalah perasaan yang timbul dari hati seperti sedih, kecewa, marah, bahagia dan terharu yang terjadi karena peristiwa di sekelilingnya. Notoprasetio (2012) menyatakan kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberi dampak yang positif. Menurut Goleman (2003) dalam Carroline (2008), terdapat beberapa komponen kecerdasan emosional yaitu
7
kecakapan bagaimana cara mengenali dan mengendalikan perasaan kita sendiri yang terdiri dari kesadaran diri, pengaturan diri dan motivasi (intrapersonal intelligence) dan kecakapan yang berhubungan dengan orang lain yang terdiri dari empati dan keterampilan sosial (interpersonal intelligence).
Semakin kompleks pekerjaan, semakin penting kecerdasan emosional (Uno 2010). Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosional, seseorang tidak akan mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum. Widagdo (2001) dalam Kusuma (2011) menyatakan seseorang dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong produktivitas. Demikian halnya sebagai seorang auditor, kecerdasan emosional diperlukan untuk membantu auditor dalam melakukan pemeriksaan guna mendeteksi kebenaran atas laporan keuangan yang disajikan klien.
Seorang auditor membutuhkan kecerdasan emosional yang tinggi, karena dalam lingkungan kerja auditor berinteraksi dengan banyak orang, baik di dalam maupun di lingkungan kerja yang berperan penting dalam membentuk moral dan disiplin kerja. Oleh karena itu, seorang auditor yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan mampu mengetahui serta mengatasi perasaannya dengan baik dan mampu mengatasi perasaan orang lain dengan efektif. Seorang auditor yang memiliki pemahaman atau kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu bertindak dan berperilaku etis dalam melakukan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Berdasarkan penjelasan di atas maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
H2 : Kecerdasan emosional auditor berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Kecerdasan Spiritual (SQ)
Spiritual adalah hubungan pribadi seseorang dengan Tuhan yang menciptakannya, bukan hanya rutin melakukan ibadah tetapi dalam dirinya ada roh kudus yang membentengi hidupnya untuk melakukan segala yang benar seturut kehendak Sang Pencipta (Notoprasetio 2012). Ketika seseorang memiliki spiritual, Tuhan akan memberikan hikmat dalam menyikapi suatu persoalan
8
sehingga hidupnya menjadi terang. Kecerdasan spiritual dipahami sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai dengan menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks mana yang lebih luas, serta menilai dalam tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding orang lain (Notoprasetio 2012). Pada pedoman kode etik akuntan publik yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), menegaskan prinsip dasar etika profesi akuntan adalah setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas yang tinggi dalam menjalankan setiap tugas. Dengan mempertahankan integritas, setiap anggota akan tetap mempunyai kejujuran, komitmen dan tegas (Sukmawati, Herawati dan Sinarwati 2014). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spritual yang tinggi dan berkembang baik mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya.
Dalam penugasan audit, spiritualitas auditor diuji. Seorang auditor yang mempunyai spiritualitas yang tinggi belum tentu memiliki religius yang baik, begitu pula sebaliknya (Wijayanti 2012). Seorang auditor yang bekerja dengan kecerdasan spiritual pasti tidak akan menerima uang yang diberikan klien meskipun besar jumlahnya saat melakukan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, dalam hal ini seorang auditor akan bekerja sesuai kode etik akuntan. Sebaliknya, hal tersebut tidak akan ditemukan pada seorang auditor yang bekerja tidak menggunakan kecerdasan spiritual. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:
H3 : Kecerdasan spiritual auditor berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Dari uraian di atas maka model penelitian adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Model Penelitian
IQ
EQ
SQ
Audit Judgment dalam menentukan risiko kecurangan H1
H2
H3
9 METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah auditor eksternal yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) Kota Semarang sebanyak 17 Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun, dari semua KAP yang ada, tidak semua auditor bersedia menjadi responden. Kota Semarang dipilih sebagai sampel penelitian karena merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, dimana dimungkinkan ditemukan banyak Kantor Akuntan Publik (KAP) yang dapat mendukung penelitian ini. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria atau karakteristik tertentu (Sugiyono, 2011). Sampel penelitian adalah auditor eksternal yang memiliki masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun, yang berasal dari 7 Kantor Akuntan Publik (KAP). Jenis data penelitian ini merupakan data primer, menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan informasi dari auditor eksternal pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Semarang.
Dalam penelitian ini, kuesioner dikembangkan dari penelitian Ardana, Aritonang dan Dermawan (2013) untuk penentuan konsep dan definisi operasional kecerdasan intelektual (IQ). Untuk kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), konsep dan definisi operasional dikembangkan dari penelitian Notoprasetio (2012), serta konsep dan definisi operasional variabel audit judgment dikembangkan dari Bonner (1999).
Variabel Penelitian
Pertanyaan yang diajukan kepada responden dikelompokkan menjadi 5 (lima) bagian, yaitu (1) identitas responden dan profil KAP (2) kecerdasan intelektual (IQ) (3) kecerdasan emosional (EQ) (4) kecerdasan spiritual (SQ) dan (5) audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Penelitian ini menggunakan skala Likert dari skala 1 sampai 5, dimana angka 1 mewakili pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS), angka 2 mewakili pernyataan Tidak Setuju (TS), angka 3 mewakili pernyataan Tidak Berpendapat (RR), angka 4 mewakili pernyataan Setuju (S), angka 5 mewakili pernyataan Sangat Setuju (SS). Definisi operasional serta indikator empirik dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam lampiran tabel 1.
10 Metode Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik analisis menggunakan regresi linear berganda, untuk menguji pengaruh antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sujarweni 2015). Regresi linier berganda dilakukan jika memiliki satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen. Pengujian regresi linier berganda dilakukan bersamaan dengan pengujian asumsi klasik untuk menguji keindependenan hasil uji regresi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, serta variabel independen terdiri dari kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif penelitian ini akan menyajikan data mengenai karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, jabatan atau posisi dalam KAP serta pernah tidaknya melakukan audit judgment dalam penugasan audit. Berikut adalah pengujian hipotesis menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov), uji asumsi klasik (uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas) serta uji regresi linier berganda, dijelaskan sebagai berikut:
1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas,
Uji validitas dan uji reliabilitas digunakan untuk menguji data yang menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner untuk melihat pertanyaan dalam kuesioner yang di isi oleh responden tersebut layak atau tidak digunakan untuk mengambil data.
Uji validitas dilakukan pada tiap butir pertanyaan. Hasil r hitung dibandingkan dengan r tabel dimana df = n – 2 dengan sig 5%. Jika r tabel
< r hitung maka dinyatakan valid. Sedangkan, pada uji reliabilitas butir pertanyaan dinyatakan reliabel jika nilai Alpha > 0,600 (Sujarweni 2015).
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal.
11
Normalitas data dapat dilihat dengan menggunakan uji normal Kolmogorov-Smirnov.
3. Uji Asumsi Klasik
Model penguji regresi linier berganda digunakan jika memenuhi asumsi normalitas data dan bebas dari asumsi klasik yaitu multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Namun dalam penelitian ini pengujian asumsi klasik hanya mengunakan heteroskedastisitas dan multikolinieritas.
4. Uji Regresi Linear Berganda
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda, dengan model persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
AJ = a + b1IQ + b2EQ + b3SQ + e Keterangan :
AJ = Audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan a = Konstanta
b1,b2,b3 = Koefisien regresi IQ = Kecerdasan Intelektual EQ = Kecerdasan Emosional SQ = Kecerdasan Spiritual
e = Error term (Variabel Pengganggu)
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah auditor eksternal pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Semarang. Proses penyebaran kuesioner dilakukan dengan mendatangi langsung Kantor Akuntan Publik (KAP) tersebut. Jumlah kuesioner yang digunakan dan diolah sebanyak 40 kuesioner dengan rincian sebagai berikut:
12 Tabel 2
Rincian Penerimaan dan Pengembalian Kuesioner
Total kuesioner yang dibagi 50
Kuesioner yang kembali 43
Pengisian tidak lengkap 3
Kuesioner yang digunakan dan diolah 40 Tingkat Pengembalian 86%
Tingkat pengembalian yang digunakan 80% Sumber: Data primer diolah, 2017 Tabel 3 Rekapitulasi Penyebaran Kuesioner No Nama KAP Sebar Kembali Tidak Lengkap Siap Olah 1 .KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan (Cabang) 8 6 1 5
2 . KAP Benny, Tony, Frans & Daniel 7 6 1 5
3. KAP Tri, Bowo, Yulianti 8 6 1 5
4. KAP Bayudi, Yohana, Suzy, Arie (Cabang) 5 5 5
5. KAP Sodikin & Harijanto 8 7 7
6. KAP Achmad, Rasyid, Hisbullah & Jerry 7 6 6
7. KAP I. Soetikno 7 7 7
Jumlah Responden 50 43 (3) 40
Sumber: Data primer diolah, 2017 Tabel 4 Karakteristik Responden No Karakteristik Keterangan Jumlah Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 20 50%
Perempuan 20 50%
2. Usia 22-38 tahun 36 90%
39-53 tahun 4 10%
3. Pendidikan Terakhir D3 2 5%
S1 32 80%
S2 6 15%
4. Pengalaman Kerja 1 – 5 tahun 26 65%
6 – 10 tahun 11 27,5% > 11 tahun 3 7,5% 5. Posisi KAP Auditor Junior 25 62,5% Auditor Senior 14 35%
Partner 1 2,5%
Sumber: Data primer diolah, 2017
Dari Tabel 3, sebanyak 40 responden memenuhi kriteria sebagai sampel dan mengisi secara lengkap kuesioner penelitian. Ditemukan 3 responden pada 3 KAP yang tidak mengisi secara lengkap kuesioner yang diberikan. Responden auditor eksternal pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Semarang dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun. Data Tabel 4, menunjukkan responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan bobot persentase yang sama. 90%
13
responden berusia 22-38 tahun, tingkat pendidikan terakhir S1 (80%), pengalaman kerja 1-5 tahun (65%), dengan variasi jabatan sebagai auditor junior (62,5%) dan auditor senior (35%).
Tabel 5 Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Audit Judgment 40 17 25 21.20 1.92
IQ 40 24 33 29.42 2.19
EQ 40 41 60 50.55 3.97
SQ 40 16 55 40.82 6.79
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
Tabel 5 menjelaskan jumlah responden sebanyak 40 auditor. Variabel kecerdasan intelektual (IQ) mempunyai nilai minimum sebesar 24 dan nilai maximum sebesar 33 dengan nilai rata-rata 29.42 serta standar deviasi sebesar 2.19. Pada variabel kecerdasan emosional (EQ) mempunyai nilai minimum sebesar 41 dan nilai maximum sebesar 60 dengan nilai rata-rata 50.55 serta standar deviasi sebesar 3.97. Pada variabel kecerdasan spiritual (SQ) mempunyai nilai minimum sebesar 16 dan nilai maksimum sebesar 55 dengan rata-rata 40.82 serta standar deviasi sebesar 6.79. Terakhir adalah variabel audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan mempunyai nilai minimum sebesar 17 dan nilai maximum sebesar 25 dengan rata-rata 21.20 serta standar deviasi sebesar 1.92.
Pengujian Kualitas Data
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Dalam penelitian yang menggunakan kuesioner, harus menguji validitas dan keandalan kuesioner yang digunakan dalam penelitian. Pengujian instrumen terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kuesioner yang dibagikan kepada responden berisi daftar pertanyaan yang benar-benar valid dan dapat dipercaya, serta memberikan hasil yang konsisten dalam uji reliabilitas.
Dari tabel 6, dapat dilihat bahwa semua pernyataan dalam variabel audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) dinyatakan valid karena r hitung > r tabel (0,267). Dengan hasil ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
14
pernyataan yang ada dalam kuesioner penelitian ini mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Tabel 6 Hasil Uji Validitas
Korelasi Antara Nilai Korelasi Keterangan Kesimpulan Pertanyaan 1 0,430 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 2 0,542 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 3 0,547 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 4 0,323 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 5 0,344 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 6 0,354 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 7 0,343 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 1 0,277 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 2 0,379 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 3 0,308 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 4 0,372 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 5 0,404 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 6 0,511 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 7 0,438 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 8 0,392 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 9 0,506 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 10 0,456 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 11 0,414 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 12 0,439 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 1 0,597 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 2 0,598 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 3 0,708 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 4 0,551 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 5 0,549 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 6 0,768 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 7 0,617 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 8 0,575 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 9 0,543 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 10 0,632 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 11 0,641 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 1 0,502 r tabel = 0,267 Valid Pertanyaan 2 0,395 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 3 0,609 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 4 0,573 r tabel = 0,267 Valid
Pertanyaan 5 0,669 r tabel = 0,267 Valid
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
15 Tabel 7
Hasil Uji Reliabilitas
Korelasi AntaraNilai Croncbach S Alpha Keterangan Kesimpulan Kecerdasan Intelektual (IQ) 0,699 0,600 Reliabel Kecerdasan Emosional (EQ) 0,768 0,600 Reliabel Kecerdasan Spiritual (SQ) 0,889 0,600 Reliabel
Audit Judgment 0,774 0,600 Reliabel
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
Dari hasil pengolahan data yang terlihat pada tabel 7, Nilai Croncbach S Alpha untuk variabel audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) > dari 0,600 yang artinya semua variabel dalam penelitian ini reliabel.
Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan antar variabel independen dalam suatu model. Kemiripan antar variabel independen akan mengakibatkan korelasi yang sama kuat. Uji Multikolinieritas digunakan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan pada pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai VIF variabel IQ sebesar 1,391, nilai tolerance sebesar 0,719, nilai VIF variabel EQ sebesar 1,110, nilai tolerance sebesar 0,901, nilai VIF variabel SQ sebesar 1,518, nilai tolerance sebesar 0,659.
Semua variabel independen tersebut nilai VIF-nya (Variance Inflation Factor) kurang dari 10 dengan nilai tolerance diatas 0,100. Hal ini menunjukkan model regresi bebas dari asumsi Multikolinieritas, atau dengan kata lain tidak ada Multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.
Hasil pengujian Multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
Tabel 8
Hasil Uji Multikolinieritas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF Kesimpulan
1 (Constant)
IQ .719 1.391 Bebas Multikolinieritas
EQ .901 1.110 Bebas Multikolinieritas
SQ .659 1.518 Bebas Multikolinieritas
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
16 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain (Sujarweni 2015).
Cara untuk memprediksi ada tidaknya Heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dengan pola uji glejser, untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel bebas. Berikut gambar 2 uji glejser Heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.
Gambar 2 Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -2.377E-17 .092 .000 1.000
IQ .000 .116 .000 .000 1.000
EQ .000 .056 .000 .000 1.000
SQ .000 .104 .000 .000 1.000
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
Dari uji glejser pada gambar 2 diatas menunjukkan bahwa variabel independen yaitu IQ, EQ, dan SQ semuanya > 0,05 sehingga, tidak signifikan semuanya dan dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Hal ini menunjukkan tidak terjadi Heteroskedastisitas pada model regresi penelitian ini berdasarkan hasil keseluruhan uji asumsi klasik yaitu uji Multikolinieritas dan uji Heteroskedastisitas, dapat disimpulkan nilai parameter yang dihasilkan dalam model penelitian ini layak karena telah memenuhi asumsi klasik.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan sebelum data diolah dengan tujuan mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan menggunakan uji normal Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut:
17 Tabel 9
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 40
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .03907687
Most Extreme Differences Absolute .134
Positive .134
Negative -.068
Kolmogorov-Smirnov Z .848
Asymp. Sig. (2-tailed) .469
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
Berdasarkan tabel 9 diatas diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,469 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Hasil analisis menunjukkan data berdistribusi normal dengan Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari nilai sig 5%.
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Adapun hasil pengolahan data variabel dengan menggunakan SPSS, diperoleh data output model regresi linier berganda pada Tabel 10 berikut:
Tabel 10
Output Model Regresi Linier Berganda
Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .202 .092 2.201 .034
IQ .682 .116 .720 5.879 .000
EQ -.023 .056 -.044 -.406 .687
SQ .095 .104 .117 .913 .367
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
Berdasarkan tabel 10 dapat dirumuskan bentuk persamaan regresi berganda yaitu: Y= 0,202 + 0,682X1 + (-0,023X2) + 0,095X3. Dapat dilihat bahwa nilai beta (B) masing-masing variabel pada kolom Unstandardized Coefficient menunjukkan 2 (dua) nilai yang positif yaitu IQ (0,682) dan SQ
18
dengan nilai (0,095). Untuk variabel EQ menunjukkan nilai negatif yaitu (- 0,023). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IQ dan SQ seorang auditor belum tentu mempunyai kemampuan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Tabel 11
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 .782a .612 .580 .040672
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
Tampilan output SPSS pada Tabel 11 menunjukkan nilai Adjusted R Square adalah 0,580. Hal ini berarti 58% variabel audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). sedangkan sisanya 42% dijelaskan oleh variabel lain diluar model atau diluar variabel independen yang digunakan, seperti budaya organisasi, pelatihan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, pengalaman kerja, usia, tekanan waktu dan stres kerja. Semakin besar nilai Adjusted R Square, maka semakin besar (kuat) hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependennya. Nilai koefisien korelasi (R) pada tabel 11 sebesar 0,782 menunjukkan bahwa hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen adalah kuat, karena memiliki nilai koefisien korelasi diatas 0,05. Dalam tabel tersebut juga terdapat standar error of the estimate (SEE) sebesar 0,040.
Semakin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen yaitu audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Tabel 12
Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda Variabel B Nilai t Sig Hasil
IQ .720 5.879 .000 Hipotesis 1 didukung
EQ -.044 -.406 .687 Hipotesis 2 tidak terdukung
SQ .117 .913 .367 Hipotesis 3 tidak terdukung
Sumber: Hasil Olah SPSS, 2017
19 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang telah dianalisis secara statistik dengan regresi linier berganda mengenai pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan memberikan beberapa temuan hasil penelitian yang akan dibahas berikut:
Kecerdasan intelektual (IQ) auditor berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Pengujian untuk variabel kecerdasan intelektual (X1) diperoleh nilai sig sebesar 0,000 (sig = 0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H1 yang menyatakan variabel kecerdasan intelektual (IQ) berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan diterima. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan secara parsial dapat disimpulkan bahwa H1 menyatakan kecerdasan intelektual (IQ) berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Choiriah (2013), yang menyatakan bahwa kecerdasan intelektual berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Ini menunjukkan semakin tinggi kecerdasan intelektual seorang auditor maka semakin baik kualitas audit yang dihasilkan. Kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang penting untuk menghasilkan audit yang berkualitas termasuk didalamnya penentuan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Jika seorang auditor memiliki tingkat kemampuan intelektual yang rendah maka kinerja yang akan mereka capai juga tidak akan baik, tetapi jika auditor memiliki tingkat kemampuan yang tinggi, maka kinerja yang akan mereka capai juga akan semakin baik.
Selain itu, penelitian Fabiola (2005) juga menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja.
Kecerdasan intelektual bersifat kognitif yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja, karena dengan tingkat Intelegensi tinggi, auditor lebih mudah menyerap ilmu yang diberika sehingga kemampuan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dalam pekerjaan dalam hal ini audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan akan lebih baik.
20
Dalam menentukan audit judgment, auditor menggunakan kecerdasan intelektual (IQ) untuk dapat melakukan prosedur akuntansi terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan yang benar. Namun, jika kecerdasan intelektual (IQ) auditor menurun, auditor tidak dapat melakukan prosedur dan standar audit dalam menentukan risiko kecurangan yang benar, karena auditor tidak mampu memahami dan mengaplikasikan pengetahuan serta pengalamannya baik dalam bidang akuntansi maupun disiplin ilmu lain yang relevan.
Saat penugasan audit seorang auditor menggunakan rasionalitas pada hal-hal dan prosedur yang digunakan dalam audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Dengan demikian, kecerdasan intelektual (IQ) akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk melakukan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan dengan baik, tepat dan efektif, agar dapat menghasilkan audit yang berkualitas.
Kecerdasan emosional (EQ) auditor tidak berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Pengujian untuk variabel kecerdasan emosional (X2) diperoleh nilai sig sebesar 0,687 (sig =0,687 > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H2 yang menyatakan variabel kecerdasan emosional (EQ) berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan ditolak atau tidak terdukung secara statistik. Data menunjukkan secara parsial kecerdasan emosional tidak berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukkan risiko kecurangan.
Faktor usia yang dimiliki responden 90% memiliki usia 22-38 tahun. Pada umumnya dengan usia tersebut memiliki tingkat emosional yang tinggi (Hakim dan Esfandari, 2015). Namun hasil penelitian membuktikan kecerdasan emosional (EQ) auditor tidak berpengaruh terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Diduga dalam melakukan penugasan audit, para auditor lebih menggunakan rasionalitas dibanding emosinya.
Dalam prakteknya, seorang auditor melakukan audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan harus berdasarkan pedoman Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Standar Akuntansi Keuangan atau SAK (Choiriah
21
2013), dan dimungkinkan auditor melihat prosedur akuntansi yang harus dijalankan oleh auditor tidak menggunakan perasaan.
Kecerdasan spiritual (SQ) auditor tidak berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Pengujian untuk variabel kecerdasan spiritual (X3) diperoleh nilai sig sebesar 0,367 (sig = 0,367 > 0,05). Hal ini menunjukkan H3 yang menyatakan variabel kecerdasan spiritual (SQ) berpengaruh terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan ditolak atau tidak terdukung secara statistik.
Kecerdasan spiritual merupakan perasaan terhubungnya diri sendiri, orang lain dan pada Allah pencipta secara utuh. Pada orang yang bekerja, akan dituntut untuk mengarahkan kemampuan intelektualnya dan menyenangi pekerjaanya.
Seorang auditor dapat menunjukkan kinerja yang optimal apabila mendapat kesempatan untuk mengekspresikan seluruh potensi dalam dirinya (Choiriah 2013). Hal ini akan muncul apabila seorang individu memaknai setiap pekerjaan dan dapat menyelaraskan antara emosi, perasaan dan otak.
Penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Idrus (2002) yang membuktikan pentingnya kecerdasan spiritual. Seseorang harus memiliki SQ yang tinggi dalam dunia kerjanya. Seorang auditor yang memiliki kecerdasan spiritual yang memadai akan mampu mensinergikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang mereka miliki sehingga setiap pekerjaan yang mereka lakukan akan lebih bermakna. Selain itu Fabiola (2005), menunjukkan seorang auditor yang memiliki kecerdasan spiritual yang baik akan mampu mensinergikan IQ dan EQ yang dimiliki dan memberi pencapaian kinerja akan semakin baik pula. Namun, hasil penelitian ini tidak memberikan bukti secara empirik bahwa kecerdasan spiritual (SQ) auditor tidak berpengaruh terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan, yang menunjukkan kecerdasan spiritual (SQ) tidak bersinggungan dengan auditor dalam penentuan audit judgment.
Diduga auditor tidak melihat pekerjaan yang mereka lakukan sebagai “ibadah”
dan pekerjaan auditor terpisah dari hal-hal spiritual.
22
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Simpulan
Penelitian ini meneliti sebuah model yang menguji adanya pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Kecerdasan intelektual (IQ) auditor berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan. Auditor menggunakan kecerdasan intelektual (IQ) untuk dapat melakukan prosedur akuntansi terhadap audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan yang benar. Selain itu, saat penugasan audit seorang auditor menggunakan rasionalitas pada hal-hal dan prosedur yang digunakan dalam audit judgment dalam menentukan risiko kecurangan.
b. Kecerdasan emosional (EQ) auditor tidak berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukkan risiko kecurangan, karena diduga dalam melakukan penugasan audit, para auditor lebih menggunakan kecerdasaan intelektual dibanding kecerdasan emosional, serta dimungkinkan auditor melihat prosedur akuntansi yang harus dijalankan oleh auditor tidak menggunakan perasaan.
c. Kecerdasan spiritual (SQ) auditor tidak berpengaruh positif terhadap audit judgment dalam menentukkan risiko kecurangan, karena dalam prakteknya kecerdasan spiritual (SQ) tidak bersinggungan dengan auditor dalam penentuan audit judgment. Diduga auditor tidak melihat pekerjaan yang mereka lakukan sebagai “ibadah” dan pekerjaan auditor terpisah dari hal-hal spiritual.
Keterbatasan
Penelitian yang dilakukan ini tidak terlepas dari adanya beberapa keterbatasan. Berikut keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
a. Hasil penelitian ini merupakan studi persepsi dimana peneliti tidak bertemu langsung dengan auditor yang diteliti, sehingga menimbulkan bias persepsi dan faktor keakurasian responden masih dipertanyakan.
b. Data dalam penelitian ini hanya didasarkan pada aplikasi dan penerapan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan
23
spiritual (SQ) sesuai dengan konteks umum, dan bukan aplikasi IQ, EQ dan SQ secara akuntansi.
c. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penilaian individu atau penilaian diri sendiri. Pada penilaian individu dapat berguna untuk mengetahui kapasitas diri sendiri sebagai auditor. Namun, penilaian diri sendiri ini dapat mengakibatkan bias. Bias dapat diantisipasi dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas secara statistik.
Saran
Berikut adalah saran untuk penelitian selanjutnya:
a. Bagi KAP, dapat mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) auditor. Dengan pelatihan tersebut diharapkan bagi KAP yang pekerjaan utamanya melakukan audit, jika auditor tidak bekerja dengan hati, apakah auditor bekerja dan menganggap pekerjaan hanya sebagai formalitas. Selain itu, dengan adanya pelatihan tersebut dapat meningkatkan kualitas kecerdasan spiritual auditor.
b. Indikator penelitian IQ, EQ dan SQ diangkat secara umum dan belum menunjukkan adanya indikator IQ, EQ dan SQ yang spesifik dibidang audit. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan indikator dan menjabarkan IQ, EQ dan SQ dalam konteks audit.