• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Landasan Teori

1. Hipertensi Menurut Medis a. Definisi Hipertensi

Tekanan darah merupakan kekuatan atau tenaga yang digunakan oleh darah untuk melawan dinding pembuluh arteri dan biasa diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg). Nilai tekanan darah dinyatakan dalam dua angka, yaitu angka tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik merupakan nilai tekanan darah saat fase kontraksi jantung, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat relaksasi jantung (Prasetyaningrum, 2014).

Menurut Santoso (2011), tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah. Pada rasio tekanan sistolik biasanya digambarkan terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar 100/60 mmHg sampai 140/90 mmHg. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Ardiansyah, 2012). Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan merusak pembuluh darah di organ yang terkena seperti jantung, ginjal, otak dan mata (Smeltzer, 2011).

Berdasarkan pengertian hipertensi yang disampaikan oleh beberapa ahli di atas dapat dijelaskan bahwa hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.

(2)

b. Etiologi Hipertensi

Hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi (Susilo, 2011). Berdasarkan penyebabnya hipertensi dikelompokkan dalam dua kategori besar, antara lain:

a) Hipertensi primer

Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti genetik, jenis kelamin dan usia, berat badan, garam berlebih, dan gaya hidup (Udjianti, 2013).

b) Hipertensi sekunder

Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik (Susilo, 2011).

c. Klasifikasi Hipertensi

The Joint National Community on Preventation, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure 7 (JNC VII), WHO dan European Society of Hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya lebih dari 90 mmHg. Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun) dibagi menjadi 4 kategori meliputi hipertensi normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2 yang didasarkan pada rerata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Yulanda, 2017).

(3)

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

S e

d a n

Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan hipertensi dalam beberapa tingkatan. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO

d. Tanda dan Gejala Hipertensi

Menurut Situmorang (2015), gejala-gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan penyakit lainnya. Gejala-gejala itu adalah :

1. Sakit kepala

2. Jantung berdebar-debar 3. Kaku leher

4. Mudah lelah Klasifikasi Tekanan

Darah

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik(mmHg)

Normal <120 <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥100

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99 Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109 Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110 Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

(4)

5. Penglihatan kabur 6. Wajah memerah

7. Sering buang air kecil, terutama dimalam hari 8. Telinga berdenging (tinnitus)

9. Kepala terasa berputar (vertigo) e. Faktor Resiko Hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:

a. Faktor yang tidak dapat dikontrol 1. Usia

Insiden hipertensi yang makin meningkat dengan bertambahnya usia. Arteri akan kehilangan elastisitas atau kelenturan sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut mulai berkurang, sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia (Kartika, 2012).

2. Jenis kelamin

Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik (Kuswardhani, 2006). Namun pada saat wanita mengalami menopause, faktor resiko hipertensi lebih besar terjadi pada wanita daripada pria. (Julius, 2008). Wanita sebelum menopause memiliki pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis yaitu hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Anggraeni, 2009).

3. Genetika

Faktor genetik yang terjadi secara turun temurun pada penderita hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi.

Terdapat sekitar 70-80% lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada heterozigot (banyak telur) pada penderita

(5)

hipertensi esensial. Risiko tekanan darah tinggi terdapat 2-5 kali lipat pada keluarga yang memiliki riwayat hipertensi dan penyakit jantung (Rahajeng, 2009 dan Susilo, 2011)

b. Faktor yang dapat dikontrol 1. Kebiasaan merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Terdapat hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler yang sudah dibuktikan. Resiko merokok tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Rahajeng, 2009). Aterosklerosis terjadi akibat dari zat-zat kimia beracun yang dihisap melalui rokok, seperti nikotin dan karbon monoksida yang akan masuk kedalam aliran darah dan dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri sehingga mengakibatkan hipetensi.

2. Makanan

Seseorang yang mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan natrium akan beresiko tinggi menyebabkan hipertensi. Asupan natrium yang terlalu tinggi secara terus-menerus dapat menyebabkan keseimbangan natrium terganggu. Hal ini terjadi jika terjadi kelainan fungsi ginjal, dimana ginjal tidak mampu lagi membuang sejumlah air dan garam dari dalam tubuh. Pada kondisi ini, natrium tidak dapat atau hanya sedikit dikeluarkan, sehingga kadar natrium dalam darah menjadi tinggi. Penurunan pengeluaran natrium akan diikuti dengan penambahan air.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Pola makan penderita hipertensi harus stabil, penderita hipertensi yang tidak menjaga pola makannya akan berakibat penumpukan lemak pada tubuh sehingga terjadi obesitas. Seseorang yang makan yang ≥ 3 kali sehari beresiko

(6)

terjadi penumpukan lemak pada tubuhnya sehingga kadar lemak tinggi dalam darah dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, sehingga menggangu suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh. Jumlah lemak dan kolesterol yang tinggi dalam darah juga akan menempel pada dinding pembuluh darah. Jika kadar lemak dan kolesterol terus menerus tinggi, maka lemak yang menempel dalam dinding pembuluh darah akan semakin banyak dan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Penyempitan dan sumbatan lemak ini kemudian memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya, tekanan darah pun menjadi meningkat (Santoso, 2011).

3. Konsumsi alkohol

Alkohol mengakibatkan peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah. Hal ini berperan dalam menaikkan tekanan darah. Resiko hipertensi dapat meningkat sebesar dua kali apabila mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per hari.

Mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang dan berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain (Saverio, 2008).

4. Obesitas

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Pada penderita hipertensi yang obesitas, curah jantung dan sirkulasi volume darah lebih tinggi. Tahanan perifer berkurang atau normal pada kondisi obesitas, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah (Natalia, 2015). Tekanan darah sistolik berkolerasi secara langsung dengan Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pada orang obes, resiko relatif untuk menderita hipertensi 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada

(7)

penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih (Natalia, 2015).

5. Olahraga

Pada orang yang kurang aktivitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Hal ini sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi (Andria, 2013).

6. Stress

Stres juga sangat erat hubungannya dengan hipertensi. Stres merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi di mana hubungan antara stres dengan hipertensi diduga adanya peningkatan saraf melalui aktivitas saraf simpatis yang dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu).

Stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi (Suhadak, 2011). Menurut Varvogli (2011), hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi percobaan yang dilakukan pada binatang yang diberi pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi.

f. Patofisiologi Hipertensi

Pada pusat cerebre otak terdapat mekanisme pengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah yang berfungsi sebagai vasomotor terkait dengan fungsi saraf simpatis yang menuju ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis pada area toraks dan abdomen. rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke medula simpatis melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Neuro preganglion akan melepaskan asetilkolin yang kemudian merangsang serabut saraf ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah, faktor kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

(8)

respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Hipertensi sensitif terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui jelas hal tersebut terjadi (Padilla, 2013).

Pada saat pembuluh darah terangsang oleh saraf simpatis, kelenjar adrenal akan terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang akan menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal akan mensekresi kortisol dan steroid yang akan memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan aliran yang masuk menuju ginjal menjadi sedikit, sehingga menyebabkan terjadinya pelepasan renin, renin akan merangsang pembentukan angiostensin I kemudian akan diubah menjadi angiostensin II, suatu vasokontriktor kuat akan merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua ini akan mencetuskan keadaan hipertensi (Padilla, 2013).

g. Pathway Hipertensi

Gambar 2.1 Pathway Hipertensi (Padilla, 2013)

Pusat Vasomotor

Saraf simpatis Parasimpatis

Kelenjar Adrenal

medulla korteks

Epinefrin Kortisol & Steroid

Vasokonstriksi

Penurunan cairan yang masuk ke ginjal

Ginjal bereaksi

Pelepasan renin

Angiotensin I

Angiotensin II

Hipertensi

(9)

h. Komplikasi Hipertensi

1) Penyakit jantung koroner dan arteri

Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak, dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini (Hidayat, 2011).

2) Payah jantung

Kerusakan otot jantung menyebabkan payah jantung (congestive heart failure). Payah jantung (congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh (Hidayat, 2011)

3) Stroke

Hipertensi adalah faktor utama penyebab stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan di otak yang dapat mengakibatkan kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang muncul di pembuluh yang sudah sempit (Hidayat, 2011).

4) Kerusakan ginjal

Ginjal berfungsi sebagai penyaring kotoran dalam tubuh. Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah menuju ginjal.

Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru (Hidayat, 2011).

5) Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau kebutaan (Hidayat, 2011).

i. Penatalaksanaan Hipertensi

Target penurunan tekanan darah berdasarkan JNC VII dibagi menjadi dua kelompok yaitu <150/90 mmHg pada kelompok usia ≥60

(10)

tahun dan <140/90 mmHg pada kelompok usia <60 tahun. Pengobatan hipertensi primer terbagi menjadi dua yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Yulanda, 2017)

1) Terapi farmakologi

Pengobatan hipertensi harus dilakukan seumur hidup, sehingga pengobatan dengan obat-obatan yang mengandung banyak bahan kimia secara jangka panjang akan menimbulkan efek samping (Manurung, 2016). Menurut Corwin (2000), terapi farmakologi pada hipertensi meliputi :

a. Diuretik

Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagian diuretik (tiazid) tampaknya juga menurunkan TPR (Total Pheripheral Resistance).

b. Penghambat saluran kalsium

Penghambat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung dan/atau arteri dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagian penghambat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan demikian, berbagai penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR (Total Pheripheral Resistance).

c. Inhibitor ACE (Angiotensin-converting-enzyme)

Penghambat enzim pengubah angiotensin II (Inhibitor ACE) berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik dengan secara langsung menurunkan TPR, dan karena angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan

(11)

meningkatkan pengeluaran natrium melalui urin sehingga volume plasma dan curah jantung menurun. Karena enzim pengubah tersebut juga menguraikan vasodilatasi bradikinin, maka inhibitor enzim pengubah akan menurunkan tekanan darah dengan memperpanjang efek bradikinin.

d. Antagonis reseptor-alfa

Antagonis reseptor-alfa menghambat reseptor alfa di otot polos vaskular yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi. Hal ini akan menurunkan tekanan darah.

2) Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi pada penderita hipertensi antara lain:

a. Berhenti merokok dan minum alkohol

Merokok dan minum alcohol dapat menurunkan kadar NO (Nitrit Oxidate) dan menyebabkan kekentalan pada sel darah merah sehingga meningkatkan tekanan darah. Berhenti merokok dan minum alkohol dapat mengurangi resiko penyakit kardiovaksular dan menurunkan tekanan darah secara bertahap (Simarmaata, 2012 dan Suhana, 2014).

b. Modifikasi gaya hidup

Tujuan utama pengaturan diet pada penderita tekanan darah tinggi adalah mengatur makanan sehat dengan cara mengurangi asupan natrium dan memenuhi kebutuhan kalium dan magnesium, serta mengurangi asupan lemak yang berlebih.

Sebuah studi penelitian menyatakan bahwa mengurangi berat badan dapat menurunkan resiko tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Setiap penurunan 5 kg berat badan pada individu dengan obesitas dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan (Uli, 2013).

(12)

c. Olahraga

Olahraga yang teratur dan isotonik (aktivitas fisik selama 20-30 menit/hari) akan menurunkan tahanan perifer, sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Nuryati, 2009).

d. Mencegah emosi dan ketegangan (relaksasi)

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis (Corwin, 2009).

e. Akupunktur

Akupunktur merupakan salah satu terapi pilihan dengan cara menusukkan jarum ke titik titik tertentu ditubuh pasien.

Mekanisme akupunktur dalam mengurangi tekanan darah pada pasien tekanan darah tinggi diantaranya penurunan renin plasma, aldosterone, dan aktivitas angiotensin II, peningkatan sekresi natrium dan perubahan plasma norepinefrine, serotonin, dan kadar endorfin (Wang et al., 2013)

2. Hipertensi Menurut Ilmu Akupunktur a. Definisi Hipertensi

Dalam kedokteran China, hipertensi disebut juga Xuanyu (dizzines), Tou Tong (headache), Gan Yang (Liver Yang), Gan Feng (angin hati), Zhong Feng (stroke). Buku Suwen Zhizhenyao Dalun yang di tulis pada dinasti Qin dan Han mengatakan “semua sindrom angin dingin dengan karakteristik pusing dan dizzines berasal dari organ hati (Zhang, 2007).

Hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi primer dan sekunder berdasarkan etiologi dan pathogenesisnya. Hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Hal ini ditandai dengan naiknya tekanan darah dengan manifestasi nyeri kepala, dizzines, tinnitus, wajah merah, insomnia, dan mudah marah. Dalam kasus yang parah dapat terjadi pandangan kabur, palpitasi, nafas pendek, memori buruk, mati rasa pada jari atau terkadang stroke dapat terjadi. Hipertensi sekunder

(13)

terjadi karena masalah penyakit tertentu misal penyakit nefrik, jantung, atau penyakit endokrin (Xinghua, 1996).

b. Etiologi dan Pathogenesis Hipertensi 1. Stres Emosional

Khawatir, marah, benci atau perasaan bersalah yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan stagnasi qi hati yang kemudian berubah menjadi api hati, merusak tubuh bagian atas, dan menyebabkan hipertensi. Stagnasi qi hati terkadang menyebabkan naiknya Yang hati yang juga mengakibatkan terjadinya hipertensi (Maciocia, 2008).

2. Overwork

Overwork dalam jangka waktu yang lama dapat menguras Yin hati dan ginjal yang dapat menyebabkan naiknya Yang hati dan tekanan darah tinggi (Maciacio, 2008).

3. Usia tua

Menurunnya Jing di usia tua dapat menyebabkan Yang hati atau Angin hati, menyebabkan tekanan darah tinggi (Maciacio, 2008).

4. Diet yang buruk

Diet yang buruk dapat menyebabkan kelemahan limpa. Defisiensi limpa merupakan penyebab utama terbentuknya phlegma (Maciacio, 2008). Phlegma akan menyebabkan obesitas dengan Qi lemah, dan menjadi stagnasi. Makanan tidak bisa tercerna menyebabkan produksi phlegma. Phlegma yang kental dapat mempengaruhi fungsi ascending dan descending Qi dalam tubuh dan terjadilah pusing yang berkelanjutan (Zhang, 2007).

c. Diferensiasi sindrom 1) Berkobarnya Api Hati

Manifestasi klinis: sakit kepala, dizziness, wajah merah, tinnitus, mudah marah, gelisah, konstipasi, urin kuning, lidah merah dengan selaput kuning, nadi kawat dan cepat. Titik akupunktur antara lain:

LV 2 (Xingjian), LI 11 (Quchi), dan GB 41 (Zulinqi) dengan metode

(14)

pelemahan dan dapat dilakukan pricking pada titik EX-HN 5 (Taiyang) (Xinghua, 1996).

2) Hiperaktifitas Yang Hati

Manifestasi klinis: dizzines, nyeri kepala, wajah merah, tinnitus, penglihatan kabur, insomnia, mudah lupa, gelisah, sakit dan kelemahan di pnggang dan lutut, lidah merah kering dengan sedikit selaput, nadi benang dan kawat (Xinghua, 1996). Titik akupunktur antara lain: KI 3 (Taixi), KI 1 (Yongquan), dan SP 6 (Sanyinjiao) dengan metode penguatan untuk menguatkan Yin ginjal (Xuemin, 2007).

3) Defisiensi Yin Hati dan Ginjal

Manifestasi klinis: dizzines, palpitasi, penglihatan kabur, mata kering, tinnitus bahkan ketulian, nyeri pada tumit, sensasi panas pada telapak tangan dan telapak kaki, sakit dan kelemahan lutut dan pinggang, BAK malam hari, keringat malam, lidah merah kering tanpa selaput, nadi dalam, benang atau lemah. Titik akupunktur antara lain : KI 3 (Taixi), SP 6 (Sanyinjiao), GB 34 (Yanglingquan), BL 18 (Ganshu), dan BL 23 (Shenshu) dengan metode penguatan untuk menguatkan hati dan ginjal (Xinghua, 1996).

4) Akumulasi Flegma di Jiao Tengah

Manifestasi klinis: vertigo, rasa berat di kepala, rasa penuh didada, sering mengantuk, lidah pucat, bengkak dengan tapak gigi dan selaput putih tipis serta berminyak, nadi licin atau kawat. Titik akupunktur antara lain : ST 40 (Fenglong), CV 12 (Zhongwan), ST 36 (Zusanli) dan PC 6 (Neiguan) dengan metode penguatan untuk menguatkan limpa dan menghilangkan flegma (Xinghua, 1996).

d. Penatalaksanaan terapi akupunktur 1) ST 36 (Zusanli)

Lokasi titik ST 36 (Zusanli) terletak pada aspek anterolateral kaki, pada garis yang menghubungkan ST 35 (Dubi) dengan ST 41 (Jiexi), 3 cun inferior dari ST 35 (Dubi). Titik ini digunakan pada gangguan

(15)

sistem pencernaan, insomnia, hipertensi, pusing, dan pengeluaran ASI dan merupakan titik general. Penusukan pada titik ST 36 (Zusanli) yaitu tegak lurus 0,5 – 1,5 cun (WHO, 2008).

Gambar 2.2 Titik ST 36 (Zusanli) (WHO, 2008) 2) LV 3 (Taichong)

Titik Taichong (LV 3) merupakan titik akupunktur dari meridian Hati atau liver yang terletak pada lekuk distal dari pertemuan basis os. metatarsal I dan II (Saputra dan Idayanti, 2005). Titik ini digunakan pada kelainan mata, daerah iga, pelvis, genetalia eksterna, ekstremitas inferior, tekanan darah tinggi, vertigo. Penusukan titik Taichong (LV 3) dilakukan dengan arah penusukkan tegak lurus 0,5 cun (WHO, 2008).

(16)

Gambar 2.3 Titik LV 3 (Taichong) (WHO, 2018) 3) GV 14 (Dazhui)

Titik GV 14 (Dazhui) yang terletak dibawah prosesus spinalis cervikalis VII setinggi pundak dengan penusukan tegak lurus 0,5 cun. Merupakan titik yang dijadikan sebagai sumber penyembuhan penyakit termasuk hipertensi. Titik ini merupakan titik pertemuan semua darah yang mengalir diseluruh tubuh. Sehingga dengan cupping ini dapat memberikan efek peningkatan aliran darah, peningkatan oksigenasi organ, penurunan elemen darah, penurunan hematokrit, memurunkan tekanan darah (Rudhon, 2014).

Gambar 2.4 Titik GV 14 (Dazhui) (WHO, 2008)

(17)

e. Pendahuluan Cupping

Cupping adalah sebuah terapi yang digunakan dalam penanganan penyakit yang melibatkan penarikan Qi (energi) dan Xue (darah) ke permukaan kulit menggunakan ruang hampa udara (vakum) yang tercipta di dalam mangkuk seperti gelas atau bambu. Tabung atau gelas yang ditelungkupkan pada permukaan kulit tersebut di vakum sehingga menimbulkan bendungan lokal. Terjadinya bendungan lokal disebabkan tekanan negatif dalam tabung agar terjadi pengumpulan darah lokal, kemudian darah yang telah terkumpul dikeluarkan dari kulit dengan dihisap (Susanah, 2017).

Menurut Kasmui (2010), terapi cupping memiliki beberapa jenis cara dalam melakukan tindakan cupping, antara lain :

a) Cupping kering atau dry cupping

Yaitu menghisap permukaan kulit tanpa mengeluarkan darah kotor.

b) Cupping seluncur

Merupakan cupping dengan cara meng kop bagian tubuh tertentu dan meluncurkan ke arah bagian tubuh yang lain. Fungsi cupping ini untuk melancarkan peredaran darah dan pelemasan otot.

c) Cupping basah atau wet cupping

Yaitu cupping dengan cara melakukan cupping kering terlebih dahulu kemudian melukai bagian kulit dengan jarum (lancet) kemudian di hisap menggunakan cupping untuk mengeluarkan darah kotornya. Cupping basah bermanfaat untuk penyakit yang berat seperti darah tinggi, asam urat dan kolesterol.

f. Mekanisme cupping

Menurut Fatonah dkk (2015), mekanisme kerja cupping dalam meningkatkan kesehatan, khususnya dalam menurunkan tekanan darah akibat kerusakan Mast Cell ini akan dilepaskan beberapa zat seperti Serotonin, Histamin, Bradikinin, Slow Reacting Substance (SRS), serta zat-zat lain yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta flare

(18)

reaction pada daerah yang di cupping. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi ditempat yang jauh dari tempat cupping, ini menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Kemudian akan menimbulkan efek relaksasi (pelemasan) otot–otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Selain itu yang terpenting adalah dilepaskannya Cortikotropin Releasing Factor (CRF) serta releasing faktor lainnya oleh adeno hipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya kortikotropin dan kortikosteroid.

g. Indikasi dan kontraindikasi Cupping

Cupping dapat diterapkan pada beberapa penyakit, antara lain gangguan kardiovaskuler (hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke), dislipidemia, hiperurisemia, dan gangguan akibat proses degenerasi (Thamrin, 2012). Kontraindikasi pada pasien adalah pasien yang terkena infeksi terbuka dan cacar air, penderita diabetes mellitus, penderita kelainan darah (hemophilia), penderita penyakit anemia dan penderita hipotensi, penderita kanker darah, anak-anak penderita dehidrasi, serta pada wanita hamil (Hafidzah, 2018). Wet-cupping dilakukan maksimal 5 menit dengan jarak waktu penggunaan cupping kembali setelah 3- 4 minggu (Kasmui, 2010).

h. Mekanisme Akupunktur pada Hipertensi

Mekanisme rangsangan pada suatu titik akupunktur diduga perubahan tekanan berhubungan dengan berikut:

a. Secara Segmental

Secara segmental yaitu penusukan akupunktur pada titik tertentu merupakan rangsangan pada saraf aferen yang akan diteruskan ke cornu posterior medulla spinalis kemudian ke cornu intermediolateral lalu kesusunan saraf otonom yang menimbulkan hambatan rangsangan simpatis sehingga terjadi vasodilatasi (Hasnah, 2016).

(19)

b. Peningkatan kadar Nitrit Oksida

Ketika penusukan jarum pada titik akupunktur terjadi, maka akan menstimulasi tonus saraf parasimpatis dan menekan tonus saraf simpatis. Saraf parasimpatis dominan akan memproduksi asetilkolin, kemudian ikatan asetilkolin pada sel endotel akan menginduksi terbentuknya Nitrit Oksida (NO) lokal dan di endotel, yang kemudian berdifusi ke dalam otot polos pembuluh darah lalu merubah aliran darah dan sirkulasi lokal, maka akan terjadi relaksasi otot polos pembuluh darah (Hasnah, 2016).

c. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS) dapat mengatur homeostasis pada tekanan darah. Akupunktur dapat menurunkan tekanan darah dengan mengurangi aktivitas renin, angiotensin, dan aldosteron. Sejumlah percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa akupunktur dapat menurunkan tekanan darah dengan menurunkan tingkat reseptor Angiotensin Converting Enzym (ACE) dan Angiotensin II dan dapat mengurangi kandungan plasma Angiotensin II. Karena angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron yang dapat meningkatkan pengeluaran natrium melalui urin sehingga volume plasma dan curah jantung menurun. (Li et al., 2019).

(20)

B. Kerangka Teori

Diteliti Tidak diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Teori Faktor penyebab Hipertensi

secara medis:

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Genetik

4. Kebiasaan merokok 5. Konsumsi garam 6. Konsumsi alkohol 7. Obesitas

8. Olahraga 9. Stress

Hipertensi

Penatalaksanaan

1. Diuretik 2. Penghambat

saluran kalsium 3. Inhibitor ACE 4. Antagonis

reseptor-alfa

Terapi Akupunktur Kombinasi Titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Tacihong), dan Cupping pada Titik GV 14 (Dazhui)

Penurunan Tekanan Darah

Faktor penyebab hipertensi secara Ilmu Akupunktur:

1. Stress emosional 2. Overwork 3. Usia tua 4. Diet yang

buruk

Terapi akupunktur titik ST 36 (Zusanli)

dan LV 3 (Taichong)

(21)

C. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka konsep

D. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Hₒ)

a. Terapi akupunktur dengan kombinasi titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong), dan cupping pada titik GV 14 (Dazhui) tidak efektif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo, Mojosongo.

b. Terapi akupunktur titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong) tidak efektif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo, Mojosongo.

c. Terapi akupunktur kombinasi titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong), dan cupping pada titik GV 14 (Dazhui) tidak efektif dibanding terapi akupunktur titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong) terhadap penurunan

Tekanan darah pada penderita hipertensi

Variabel terikat

Terapi akupunktur dengan kombinasi titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong), dan cupping pada titik GV 14 (Dazhui)

Variabel bebas

Terapi akupunktur titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong)

(22)

tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo, Mojosongo.

2. Hipotesis Alternatif (Hₐ)

a. Terapi akupunktur dengan kombinasi titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong), dan cupping pada titik GV 14 (Dazhui) efektif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo, Mojosongo.

b. Terapi akupunktur titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong) efektif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo,Mojosongo.

c. Terapi akupunktur kombinasi titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong), dan cupping pada titik GV 14 (Dazhui) lebih efektif dibanding terapi akupunktur titik ST 36 (Zusanli), LV 3 (Taichong) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo, Mojosongo.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII  S e d a n
Gambar 2.1 Pathway Hipertensi (Padilla, 2013)
Gambar 2.2 Titik ST 36 (Zusanli) (WHO, 2008)  2) LV 3 (Taichong)
Gambar 2.3 Titik LV 3 (Taichong) (WHO, 2018)  3) GV 14 (Dazhui)

Referensi

Dokumen terkait

Di MTsN 2 Sukoharjo, setiap guru mempunyai perangkat pembelajaran yang sudah dalam bentuk buku yang terlengkapi dengan standar kelulusan, kompetensi inti, dan

terletak di belakang papan-panel di beberapa lokasi lain dapat diakses ditampilkan dengan garis putus- putus dan Surat horizontal kombinasi angka akan muncul di dalam setiap

Dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan diri, dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer &amp; Stone

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, semakin besar konsentrasi ragi yang digunakan maka semakin menurun total padatan terlarut, semakin tinggi kadar alkohol, dan

Dimana tanpa perlu mendatangi toko, kaum generasi milineal bisa berselancar dengan internet untuk mencari produk yang mereka butuhkan atau inginkan.Dapat

Dengan demikian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian FHEMM pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/kgBB terbukti berpengaruh dalam menurunkan

adalah fraudulent financial reporting untuk variabel dependen serta teori fraud pentagon yang diproksikan dengan stabilitas keuangan, tekanan eksternal, opini

J.Co merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang restaurant yang menawarkan produk olahan kopi (Coffee), donat, dan yoghurt beku. Kata Kunci: kualitas pelayanan,