• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNGJAWAB LEMBAGA EKONOMI ISLAM DALAM MENTRANSFORMASI MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TANGGUNGJAWAB LEMBAGA EKONOMI ISLAM DALAM MENTRANSFORMASI MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNGJAWAB LEMBAGA EKONOMI ISLAM DALAM MENTRANSFORMASI MUSTAHIQ MENJADI

MUZAKKI

Muhammad Nafik H.R

(Ketua Departemen Ekonomi Syariah FEB UNAIR)

Model Sosial Ekonomi Islam

Islam tidak memisahkan antara aqidah, ibadah dan muamalah, melainkan ketiganya merupakan satu kesatuan yang harus dijalankan secara kaffah. Muamalah merupakan ajaran Islam yang mengatur kehidupan sosial manusia termasuk aturan- aturan tentang perekonomian. Ibnu Khaldum dalam Chapra (2001:127) mengekspresikan hubungan fungsional dari otoritas pemerintah (G) adalah fungsi dari syariah (S), sumber daya insani (N), keadilan (j), pertumbuhan (g), dan kekayaan atau harta (W) atau G = f (S,N,W, g dan j). Hubungan fungsional variabel-variabel tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 2.1. Model pada Gambar 2.1, tersebut menghubungkan semua variabel politik dan sosio ekonomi yang penting, yaitu Syariah (S), otoritas pemerintah atau wazi (G), manusia atau rijal (N), harta benda atau maal (W), pembangunan atau imarah (g) dan keadilan atau al- adl (j). Model hubungan antara variabel-variabel tersebut dikenal dengan Daur Keadilan (Circle of Equity).

(2)

Gambar 1. Circle Of Equity1

Dua hubungan paling penting dalam mata rantai sebab akibat adalah pembangunan (g) dan keadilan (j). Pembangunan sangat penting karena kecenderungan normal dalam masyarakat manusia tidak ingin berhenti, mereka terus maju atau merosot. Pembangunan tidak hanya mengacu pada ekonomi, tetapi semua aspek pembangunan kemanusiaan sedemikian rupa sehingga masing-masing variabel memperkaya faktor lain seperti G, S, N dan W dan pada gilirannya faktor tersebut akan diperkaya oleh yang kedua, sehingga memberikan kontribusi kepada kesejahteraan atau kebahagiaan hakiki bagi manusia (N) dan menjamin tidak saja berlangsungnya kehidupan melainkan juga kemajuan dalam peradaban (Chapra, 2001:128). Persamaan ini tidak menangkap dinamika model Ibnu Khaldun, tetapi hanya merefleksikan karakter lintas disiplinnya dengan menyertakan semua variabel utama yang didiskusikan. Dalam persamaan ini, G dipandang sebagai variabel dependen, karena salah satu keprihatinan utama Ibnu Khaldun adalah menjelaskan (faktor-faktor) yang menyebabkan jatuh dan bangunnya suatu dinasti (negara) atau peradaban.

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa, kekuatan dan kelemahan suatu dinasti bergantung kepada kekuatan dan kelemahan otoritas politik yang dikandungnya.

Dalam menjaga kelangsungan hidup jangka panjang, otoritas pemerintah (G) harus menjamin kesejahteraan rakyat (N) dengan menyediakan lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikan pembangunan (g) dan keadilan (j) melalui implementasi syariah (S) dan pembangunan serta distribusi kekayaan (W) yang merata.

1Chapra. Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam. Cetakan pertama, (Jakarta: Tazkia Cendekia. 2001)

(3)

Model Ibnu Khaldun dapat dielaborasikan dalam model sosial ekonomi untuk lingkup lebih sempit seperti pada perbankan Islam (Zadjuli, 2007). Otoritas pemerintah (G) dapat dijalankan dalam bank Islam sebagai otoritas manajemen bank Islam, Sumber Daya Insani (N) direpresentasikan oleh karyawan bank Islam, pembangunan (g) dan keadilan (j) diwujudkan dalam operasional dan kinerja bank Islam, dan distribusi kekayaan (W) menjadi distribusi dan kesejahteraan karyawan bank Islam, yang semua dalam rangka menjalankan syariah Islam dengan kaffah.

Tingkat kesyari’ahan dari sistem perbankan Islam dapat dilihat dari sejauhmana bank Islam dalam operasionalnya selalu meraih kinerja yang semakin baik dari hari ke hari, bagaimana sistemnya menjalankan mekanisme ekonomi Islami dalam meminimalisir terjadinya penumpukan dan penimbunan harta hanya pada sebagian masyarakat (sebagian SDI di Bank Islam, misalnya para direksinya), bagaimana menciptakan mekanisme pendistribusian pendapatan dan kekayaan kepada masyarakat pada umumnya serta khususnya para karyawan maupun nasabahnya sehingga terwujud kesejahteraan (falah) lahir batin di dunia akhirat. Apabila Bank Islam semakin baik menjalankan misi ini maka bank Islam semakin kaffah dan sebaliknya apabila semakin buruk hasil dari misi ini maka bank Islam semakin tidak kaffah.

Perbandingan Fungsi Sosial pada Lembaga Ekonomi Islam dan Corparate

Social Responsibility (CSR) pada Ekonomi Sekuler

Fungsi sebagai lembaga sosial dari bank Islam maupun lembaga ekonomi lainnya dalam sistem ekonomi Islam merupakan kesatuan yang tidak bisa dan tidak boleh dipisahkan dari fungsi dan tujuan bisnis. Motif dasar dari setiap aktivitas ekonomi dalam Islam adalah tolong menolong (ta’awun) demi kemanfaatan (al mashlahah) bersama yang selalu menjaga keseimbangan (at-tawaazun) serta selalu

berusaha menciptakan keadilan (al-'adl) dalam rangka mencapai kesejehteraan dunia akhirat (falah). Dengan demikian apabila setiap lembaga ekonomi dalam ekonomi

(4)

Islam tidak menjalankan kedua fungsi tersebut secara utuh (kaffah) maka sebenarnya lembaga ekonomi tersebut dapat dikategorikan bukan lembaga ekonomi Islam atau ke-kaffah-an lembaga ekonomi Islam tersebut dipertanyakan.

Fungsi sosial dari lembaga ekonomi Islam, sering diindentikan dengan konsep Corparate Social Responsibility (CSR) dalam kelembagaan ekonomi pada ekonomi sekuler, padahal keduanya sangatlah berbeda. CSR pada ekonomi sekuler muncul sebagai respon atau jawaban dari terjadinya kesenjangan yang semakin lebar dari waktu ke waktu antara harapan tanggungjawa sosial terhadap lingkungan masyarakat dari bisnis atau corporate dengan kenyataan tanggungjawab sosial perusahaan. Kesenjangan tersebut melahirkan masalah sosial (problem social) yang sangat merugikan perusahaan sendiri dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Masalah sosial tersebut mulai mengemuka mulai tahun 1960 dan kesenjangan tersebut semakin lebar dan mulai disadari oleh ekonomi sekuler pada tahun 1990-an.

Dimana pada kurun waktu itu banyak perusahaan multi nasional (Multi National Corporation, MNC) ditolak oleh lingkungan lokal karena dinggap hanya mencari keuntungan belaka dengan mengabaikan tanggungjawab sosial terhadap lingkungan perusahaan. Fakta banyak menunjukkan, mayarakat sekitar perusahaan MNC tetap miskin dengan alam mengalami kerusakan karena Sumber Daya Alam (SDA)-nya disedot dengan serakah dan eksploitatif. Dampaknya kesenjangan dan masalah sosial yang timbul tersebut seperti digambarkan oleh Archie B. Carroll2 pada Gambar 2.

Dampak negatif dari operasional MNC membuat prihatin para pencinta lingkungan dan para moralis dalam perekonomian, dan sejak saat itulah muncul

2 Archie B Carrol. Business and Society, Ethic and Stakeholder Management. (Ohio: International Thomson Publishing. 1996), 15

(5)

diskursus tentang Corparate Social Responsibility (CSR) dan pengembangan lingkungan masyarakat sekitar perusahaan (Community Developmnet, CD/Comdev).

Gambar 2. society’s expectations versus business’s actual social performance3

Konsep Corparate Social Responsibility (CSR) ini bukan merupakan satu kesatuan dari fungsi dan tujuan bisnis melainkan baru muncul setelah terjadinya permasalahan sosial dilingkungan perusahaan khususnya lingkungan eksternal perusahaan. Fungsi sosial dalam kelembagaan ekonomi Islam bukan merupakan respon dari permasalahan sosial yang muncul melainkan sebagai misi dan tujuan utama dari bisnis itu sendiri demi kemaslahatan bersama untuk mencapai falah.

Dengan demkian fungsi sosial ini akan tetap berjalan walaupun tidak terjadi permasalahan sosial baik di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan pada masa kini dan akan datang. Sedangkan CSR dilaksanakan dengan niat atau motif dasarnya adalah untuk menghindari kerugian dari bisnis semata bukan merupakan satu kesatuan dalam misi dan fungsi perusahaan (lembaga ekonomi) itu sendiri.

3 Ibid, 15

Time 1990s

1960s

Social Problem

Social Problem

Business’s Actual Social Performance

Society’sExpectations of Business’s Performance Social Performance

Expected and Actual

(6)

Corparate Social Responsibility (CSR) hanya sebagai respon atau usaha

menjawab permasalahan sosial yang timbul sebagai dampak negatif dari operasional perusahaan pada ekonomi sekuler dapat dilihat dari model CSR yang bertingkat seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. the pyramid of corporate social responsibility4

Piramida ini menggambarkan empat level tanggungjawab perusahaan yaitu level paling dasar adalah tanggungjawab ekonomi yaitu mencari keuntungan, level kedua adalah tanggungjawab hukum, level ketiga adalah tanggungjawab terhadap etika dan level tertinggi adalah tanggungjawab kemanusiaan dan kedermawanan.

Dalam ekonomi Islam fungsi sosial tidak memiliki tingkat-tingkatan demikian melainkan semua aktivitas perusahaan adalah rangka mencapai falah.

Implementasinya dalam transaksinya atau akad bisnisnya terdapat akad dengan niat kebaikan dan tanpa mengharapkan keuntungan secara ekonomi di dunia tetapi lebih

4 Ibid, 39

Economic Responsibilities

Be profitable. The foundation upon which all others rest Legal

Responsibilities Obey the law.

Law is society’s condition of right and wrong.

Play by the rules of the game Ethical Responsibilities

Be ethical.

Obligation to do what right, just, and fair.

Avoid harm Philantropic Responsibilities Be a Goos Coporate citizen Contributie resources to the community; improve quality of life

(7)

mengedepankan keuntungan dan benefit sosial demi menjaga keberlangsungan (sustainable) generasi sekarang dan akan datang baik di dunia maupun akhirat kelak.

Fungsi sosial dari bank Islam bukan merupakan Corparate Social Responsibility (CSR), dan sebaliknya CSR bukan dalam rangka menjalankan fungsi

sosial melainkan sebenarnya dalam rangka menjalankan tanggungjawab ekonomi perusahaan demi mengejar keuntungan ekonomi semata. CSR bukan merupakan fungsi yang melekat dalam perusahaan atau bisnis melainkan hanya merupakan rasa kepedulian dalam keterpaksaan karena dipaksa oleh lingkungannya agar perusahaan dapat diterima lingkungannya. Di sisi lain CSR ini mulai dibicarakan dan dianggap penting setelah sumberdaya yang ada telah dieksploitasi melebihi daya dukung alam, sehingga menyebabkan rusaknya keseimbangan ekosistem alam, dekadensi; moral, etika, sosial, budaya dan berbagai krisis lingkungan selama ini serta menurunnya kenyaman dan kualitas kehidupan. Perilaku eksploitastif tersebut dilakukan untuk memaksimumkan kepuasan dan kerakahan ekonomi sekuler. Dengan demikian CSR bukan merupakan fungsi sosial dari perusahaan melainkan reaksi sosial terhadap dampak negatif dari bisnis ekonomi sekuler yang serakah dan eksploitatif selama ini.

Fungsi sosial lembaga ekonomi Islam apapun, dalam hal ini termasuk bank Islam merupakan fungsi yang wajib dalam fungsi dan tujuan dari setiap aktvitas ekonomi, sehingga semakin jelaslah bahwa fungsi sosial sangatlah berbeda dengan CSR pada ekonomi sekuler.

Tanggungjawab Lembaga Ekonomi Islam dalam Mentransformasi Mustahiq menjadi Muzakki

Zakat dalam Islam sebenarnya diharapkan agar muzakki dapat memberdayakan para mustahiq agar dapat mentransformasi dirinya agar suatu saat menjadi muzakki. Tranformasi tersebut khususnya pada para fakir dan miskin. Fakir

(8)

adalah suatu kondisi seseorang tidak memliki pekerjaan atau tidak mampu bekerja otomatis tidak memliki mendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik diri sendiri maupun keluarganya. Pemenuhan kebutuhan hidup golongan fakir sepenuhnya tergantung pada pihak atau orang lain. Miskin adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki pekerjaan (pendapatan) atau mampu bekerja tetapi pendapatannya tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup baik diri sendiri maupun keluarganya. Dengan demikian kondisi miskin ini lebih baik dari fakir maka dalam mengelola zakat yang dprioritaskan adalah fakir. Proses transformasi fakir dan miskin menjadi muzakki dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4, menjelaskan titik koordinat pada titik 0 (nol) menunjukkan bahwa kondisi seseorang tidak memiliki pendapatan tetapi tetap berkonsumsi sebesar C1 walaupun sebenarnya kebutuhannya tersebut harus sebesar C01. Pada kondisi yang demikian seseorang atau keluarga tersebut sangat mungkin hanya kebutuhan makan, minum dan ibadah saja yang diprioritaskan untuk dipenuhi. Pada titik nol ini seseorang tidak memiliki pendapatan, dikarenakan tidak bekerja atau tidak mampu lagi bekerja karena kondisi fisik maupun jiwanya yang tidak memungkinkan, sehingga semua kebutuhan hidupnya menggantungkan pada pemberian pihak lain (zakat infaq dan shadaqah), inilah kelompok pendapatan yang dikategorikan kelompok fakir.

(9)

Gambar 4. transformasi fakir dan miskin menjadi muzakki

Titik koordinat A, B, C, dan D adalah kelompok yang masuk kategori miskin sedangkan titik koordinat E merupakan titik koordinat seseorang atau keluarga yang mangalami proses bertransisi dari musthiq meningkat menjadi muzakki. Titik A menunjukkan kelompok yang memiliki pendapatan sebesar P1 dan semuanya habis untuk memenuhi kebutuhan riilnya berupa makan, minum dan ibadah sebesar C1

tetapi kebutuhannya ini masih dibawah kebutuhan normalnya yaitu sebesar C01. Oleh karena itu konsumsi normalnya masih mengalami kekurangan sebesar C01 – C1. Kekurangan konsumsi tersebut dapat ditutup dari penerimaannya berupa shadaqah.

Demikian seterusnya sampai kondisi pada titik D, kelompok pendapatan ini masih mengalami kekurangan pemenuhian kebutuhannya sebesar C0 – C. Dengan demikian kelompok pendapatan ini masih masuk kategori kelompok miskin dan berhak menerima zakat karena pendapatanya belum mampu menutup konsumsi (kebutuhan) normal (C0) dalam kehidupannya.

Pada titik E, kelompok pendapatan ini merupakan kelompok pendapatan yang mengalami transisi dari menerima zakat menjadi kelompok yang tidak berhak

Muzakki (MZ) CN MZ

PN O

A B

C D

E

P5 P4

P3 P2 P1 P0 C4

C3 C2 C5

C1 C05 C04 C03 C02

C01

Rekreasi, kendaraan, dan kebutuhan diluar kebutuhan primer

Pendidikan, kesehatan, ibadah Tempat tinggal, ibadah

Pakaian, ibadah

Konsumsi (C)

Pendapatan Makan, minum, ibadah

(10)

menerima zakat. Kelompok pendatapan pada titik E dengan tingkat pendapatan sebesar P5 memiliki kemampuan riil untuk memenuhi kebutuhannya sebesar C5, kemampuan pemenuhan kebutuham ini telah berada di atas kebutuhan normalnya atau memiliki kelebihan pendapatan sebesar P5 – C05. Apabila pendapatan kelompok ini meningkat lagi menjadi PN dengan konsumsi riil tetap sebesar C05 dan sisa pendapatannya mencapai nisab maka kelopmpok ini telah bertransformsi menjadi kelompok muzakki yaitu pada titik MZ. Mengapa menjadi muzakki?. Karena pada titik MZ ini adalah kelompok pendapatan yang memiliki pendapatan sebesar PN

dengan kemampuan konsumsi riilnya sebesar CN dan kebutuhan normalnya hanya sebesar C05 sehingga memiliki sisa pendapatan sebesar CN – C05 atau PN – C05 dan sisa pendapatan ini mencapai nisab. Mengapa demikian? Karena apabila sisa pendapatannya masih dibawah nisab maka kelompok pendapatan ini masih masuk dalam kategori kelompok yang belum sejahtera walaupun memang tidak berhak lagi menerima zakat. Dasar yang dapat digunakan dalam perhitungan nisab zakat adalah harta atau pendapatan setelah dikurangi pengeluaran pokok bagi muzakki-nya adalah surat al Baqarah ayat 219 berikut ini:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (QS 2, al Baqarah:219)

Berdasarkan mekanisme transformasi fakir dan miskin menjadi muzakki seperti di uraikan di atas maka lembaga Ekonomi Islam memiliki tanggungjawab dalam mempercepat proses transformasi tersebut. Dengan demikian lembaga Ekonomi Islam dapat dikategorikan sukses dalam operasionalnya yaitu apabila memiliki peran dan komitmen dalam memberdayakan masyarakat fakir dan miskin agar mampu mentransformasi dirinya menjadi muzakki.

(11)

Zakat Sebagai Instrumen Pertumbuhan dan Pemberdayaan Ekonomi

Islam melarang umatnya menimbun harta dan atau membiarkannya tidak produktif. Harta harus senantiasa berputar agar memberikan kemaslahatan lebih bagi pemiliknya sendiri, bagi orang lain maupun lingkungannya. Dengan demikian harta tersebut tidak hanya berputar diantara orang-orang kaya saja, seperti diperintahkan dalam surat Hasyr ayat 7.

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.". (QS, 59 AI Hasyr :7).

Zakat yang diwajibkan dalam Islam sebenarnya memiliki fungsi salah satunya adalah sebagai instrumen untuk mendorong bahkan bisa digunakan untuk memaksa seseorang untuk menjadikan hartanya agar senantiasa produktif. Apabila seseorang memiliki harta (aset) yang produktif tetapi tidak diproduktifkan atau dibiarkan menganggur maka aset tersebut wajib dizakati, tetapi apabila aset tersebut produktif maka yang dizakati adalah hasil yang diperoleh dari produktivitas aset tersebut.

Dengan demikian apabila suatu aset itu tidak produktif maka nilainya semakin lama semakin menyusut, karena secara terus menerus tergerus oleh zakatnya sehingga suatu saat aset tersebut akan habis dimakan oleh zakatnya.

Zakat pada harta yang produktif tetapi tidak diproduktifkan akan mendorong bagi pemiliknya untuk memproduktifkannya apabila tidak ingin hartanya habis dimakan zakatnya. Di sisi lain zakat tersebut akan membuat perekonomian berputar.

(12)

Dengan berputarnya aset dalam perekonomian maka akan meningkatkan; output (perkembangan dan pertumbuhan ekonomi), penyerapan tenaga kerja, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain zakat dapat digunakan untuk mengendalikan dan mendorong perekonomian.

Zakat Sebagai Instrumen Pertumbuhan Ekonomi

Zakat memiliki arti tumbuh, maka harta yang dikeluarkan zakatnya secara mikro akan tumbuh dan secara makro ekonomi akan dapat menumbuhkan ekonomi.

Zakat merupakan salah satu instrumen ekonomi yang memiliki dapat pada dimensi akhirat dan dimensi dunia, tetapi dua dimensi tersebut tidak akan memiliki dampak yang berarti dalam perekonomian apabila pelaksanaannya tidak disatukan dengan aktivitas ekonomi. Misalnya zakat terhadap laba perusahaan tidak akan berdampak pada produksi jika pengeluaran zakat tidak disatukan dengan perencanaan kapasitas produksi atau omset perusahaan. Zakat memang dibayarkan apabila laba yang diperoleh mencapai nisab. Apabila labanya tidak mencapai nisab maka tidak wajib zakat dan apa yang telah dibayarkan adalah sebagai infaq dan atau shadaqah.

Model perencanaan kapasitas produksi dalam ekonomi Islam harus mengakomodasi perencanaan Ziswaq yang akan dikeluarkan berdampak memperbesar supply di pasar. Model perencanaan kapasitas produksi yang demikian akan menjadi pembeda dengan ekonomi konvesional, karena Islam mengajarkan dalam setiap aktivitas kehidupan harus selalu menyeimbangkan antara keuntungan (kebahagian) akhirat tanpa mengabaikan keuntungan duniawi, seperti diperintahkan dalam surat Al Qashash ayat 77.

Implementasi surat Al Qashash ayat 77 dalam perencanaan produksi adalah dimulai dengan merencanakan berapa besar zakat yang akan dibayarkan dalam periode perencanaan itu. Setelah zakat yang akan dibayarkan telah ditentukan maka dapat diketahui berapa laba bersih yang seharusnya diperoleh kemudian dapat hitung berapa nilai dan volume penjualannya. Berdasarkan perencanaan nilai dan volume penjualan tersebut dapat direncanakan berapa kapasitas produksi yang harus diproduksi dalam periode perencanaan tersebut. Apabila model perencanaan kapasitas produksi memasukan unsur zakat maka kapasitas produski akan menjadi lebih besar dari perencanaan yang tidak memasukan unsur rencana besarnya zakat yang akan dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Dengan demikian zakat akan dapat

(13)

menumbuhkan ekonomi karena kapasitas outputnya meningkat. Penambahkan kapasitas produksi produksi sebesar zakat tersebut akan dibagikan kepada pihak- pihak yang berhak menerima zakat (8 asnaf) maka penambahan kapasitas tersebut akan menurunkan biaya tetap perunit produk sehingga total biaya perunit juga akan menurun dan selanjutnya harga jual akan lebih rendah dibandingkan dengan produk yang tidak mengakomodasi zakat didalamnya. Penurunan total biaya perunit tersebut tentunya dengan asumsi kapasitas produksinya masih dalam kapasitas produksi normal. Apabila kapasitas produksi di atas normal maka total biayanya akan meningkat tetapi akan tetap lebih rendah daripada produksi yang tidak mengakomodasi unsur zakat. Bagaimana zakat dapat meningkatkan (menumbuhkan) output perekonomian dan bedanya kurva penawaran serta permintaan pasar baik mikro maupun makro pada ekonomi Islam dan sekuler (konvensional) adalah seperti pada Gambar 5 di bawah ini:

Gambar 5. mekanisme zakat dalam meningkatkan (menumbuhkan) output perekonomian dan bedanya kurva permintaan penawaran ekonomi islam dengan

ekonomi sekuler

Dimana:

S0sekuler : kurva kapasitas (supply) komoditi pada perekonomian sekuler (konvensional)

S0Islam : kurva kapasitas (supply) komoditi pada perekonomian Islam.

D0 : tingkat permintaan komoditi di pasar

Q0sekuler : kuantitas unit komoditi pada perekonomian sekuler (konvensional)

Z

Q0sekuler E0S

E0I

P0sekuler

S0sekuler

0

D0 S0Islam

Harga (P)

Kuantitas barang/jasa (Q) Q0Islam

P0Islam

q

(14)

Q0Islam : kuantitas unit komoditi pada perekonomian Islam.

q : kuantitas unit komoditas yang akan Ziswaq-kan

P0sekuler : tingkat harga komoditi pada perekonomian sekuler (konvensional) P0Islam : tingkat harga komoditi pada perekonomian Islam.

E0sekuler : keseimbangan pasar komoditi pada perekonomian sekuler (konvensional) E0Islam : keseimbangan komoditi pada perekonomian Islam.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

a. Perekonomian Islam dalam perencanaan kapasitas produksi harus mengakomodir unsur zakat sedangkan perekonomian sekuler tidak harus mengakaomodir unsur zakat.

b. Output (supply) perekonomian Islam lebih besar daripada perekonomian sekuler sehingga akan berdampak tingkat harga yang terjadi dipasar pada perekonomian Islam akan lebih rendah daripada perekonomian sekuler

c. Kuantitas komoditas yang beredar atau terserap di pasar pada perekonomian Islam lebih besar daripada perekonomian sekuler.

d. Tingkat total biaya produksi pada perekonomian Islam lebih rendah daripada perekonomian sekuler sehingga tingkat harga pada perekonomian Islam lebih rendah daripada tingkat harga pada perekonomian sekuler.

e. Pada perekonomian sekuler kurva penawaran memotong garis vertikal (tingkat harga komoditas) sedangkan pada perekonomian Islam memotong garis horisontal (tingkat kuantitas komoditas). Hal ini menunjukkan bahwa pada ekonomi sekuler tidak ada komoditas yang diperoleh dengan gratis atau minimal seharga biaya tetapnya atau total biaya perunit produknya walaupun masyarakat tidak punya daya beli (miskin). Pada ekonomi Islam masyarakat yang tidak punya daya beli (miskin) akan memperoleh komoditas khususnya kebutuhan pokok dengan gratis melalui zakat yang menjadi haknya seperti disebutkan dalam Al Qur’an pada surat Adz-Dzaariyaat ayat19.

f. Keuntungan yang besar dapat diperoleh dengan dua cara yaitu pertama, meningkatkan kapasitas produksi atau volume penjualan atau turn over. Kedua, menaikkan harga komoditas. Strategi yang pertama merupakan strategi yang tidak mendhalimi pasar (masyarakat) sedangkan strategi kedua merupakan

(15)

strategi yang mendhalimi pasar karena akan berdampak pada orang miskin tidak mampu membeli dan memenuhi kebutuhannya.

g. Zakat merupakan instrumen ekonomi yang dapat menumbuhkan perekonomian dan mensejahterakan masyarakat serta dapat mengeliminir permasalahan sosial ekonomi pada masyarakat sekitar lembaga ekonomi (produsen) khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Dengan demikian benar bahwa zakat memiliki arti tumbuh dapat dibuktikan kebenaran secara empirik sosial ekonomi dan dengan mengeluarkan zakat maka harta akan bersih dan tumbuh.

Apabila suatu usaha membayar zakat maka usaha tersebut pasti untung tetapi apabila suatu usaha untung membayar zakatnya masih ditentukan oleh ke-Islam-an seseorang. Dengan demikian perencanaan produksi apakah mereka mengamalkan surat Al Qashash ayat 77 tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya unsur zakat dan apakah zakat dijadikan titik awal dalam perencanaan produksi tersebut.

Zakat Sebagai Pendorong Perekonomian

Zakat memiliki kemampuan untuk mendorong perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang tergantung dari bagaimana pengelolaannya.

Apabila pengelolaannya hanya memungut kemudian dibagikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq) maka hanya akan memberikan daya dorong dalam jangka pendek atau bersifat sementara. Tetapi apabila zakat digunakan untuk memberdayakan ekonomi mustahiq maka akan memberikan daya dorong dalam jangka panjang.

a. Mekanisme Zakat dalam Mendorong Perkonomian Jangka Pendek

Perekonomian mengalami ekspansi dapat dilihat salah satunya adalah meningkatnya permintaan dan penawaran barang dan jasa. Kurva permintaan dan penawaran dapat bergeser dan bergerak ke kanan atau ke kiri. Pergeseran kurva permintaan ke kanan berarti terjadi peningkatan permintaan pada tingkat harga yang lebih tinggi, sedangkan pergeseran kurva permintaan ke kiri berarti terjadi penurunan permintaan pada tingkat harga yang lebih rendah. Faktor yang dapat menggeser kurva permintaan ke kanan salah satunya adalah peningkatan pendapatan atau kesejahteraan yang berdampak pada peningkatkan daya beli masyarakat dan

(16)

sebaliknya penurunkan kesejahteraan akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga akan menggeser kurva permintaan ke kiri. Misalnya peningkatan daya beli masyarakat miskin pada kebutuhan pokoknya dapat meningkat setelah mereka menerima zakat. Peningkatkan kebutuhan pokok masyarakat tersebut akan direspon oleh produsen dengan meningkatkan produksi (supply) komoditi kebutuhan pokok tersebut.

Bagaimana mekanisme zakat dalam mendorong meningkatnya pemintaan maupun penawaran barang dan jasa dapat dijelaskan dengan menyederhanakan sistem pasarnya. Misal diasumsikan dalam pasar kebutuhan pokok barang dan jasa hanya ada dua keluarga yaitu keluarga Pak Ahmad dan Pak Badrun. Kedua keluarga tersebut memiliki kebutuhan pokok yang sama yaitu sebesar QA = QB = Q0, tetapi memiliki pendapatan (Y) yang berbeda, sehingga memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Tingkat harga yang terjadi di pasar saat ini adalah sebesar P0. Keluarga Pak Badrun memiliki pendapatan yang berlebih untuk membeli kebutuhannya pada kuatitas sebesar Q0 pada tingkat harga sebesar P0 tersebut. Pendapatan keluarga Pak Badrun setelah dikurangi dengan semua kebutuhan pokok untuk semua orang yang menjadi tanggungjawabnya telah mencapai nisab zakat. Dengan demikian kebutuhan pokok keluarga Pak Badrun sebanyak Q0 tersebut akan terpenuhi (terbeli) semua sehingga Pak Badrun wajib mengeluarkan zakat atas hartanya atau Pak Badrun telah menjadi muzakki.

Sedangkan keluarga Pak Ahmad memiliki pendapatan yang hanya cukup untuk membeli setengah dari kebutuhan pokoknya pada tingkat harga P0 atau pendapatan Pak Ahmad hanya cukup untuk membeli kebutuhan pokoknya sebesar 0,5Q0 = 0,5QB

pada tingkat harga P0 tersebut. Dengan demikian keluarga Pak Ahmad dalam posisi sebagai mustahiq (berhak menerima zakat). Ilustrasi kasus pasar yang sederhana tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 menunjukkan mekanisme zakat dalam mendorong perekonomian dalam jangka pendek. Sumbu vertikal menunjukkan tingkat harga (P), sumbu horizontal menggambarkan kuatitas (Q) barang dan jasa yang diminta dan ditawarkan, kurva D menunjukkan kurva permintaan (demand), kurva S menunjukkan kurva penawaran (supply) dan titik E adalah titik keseimbangan antara permintaan dengan penawaran barang dan jasa.

(17)

Gambar 6

Gambar 6. mekanisme zakat dalam mendorong perekonomian jangka pendek

Kemampuan keluarga Pak Ahmad untuk memenuhi kebutuhannya adalah hanya sebesar QA atau setengah dari permintaan keluarga Pak Badrun yaitu QA = 0.5QB, maka pasar akan memenuhi kebutuhan keluarga Pak Ahmad sebesar SA

sehingga membentuk titik keseimbangan di titik EA. Keluarga Pak Badrun mampu memenuhi semua kebutuhan pokoknya yaitu sebesar QB atau sama dengan Q0 atau dua kali dari permintaan keluarga Pak Ahmad (QB = 2QA), maka pasar akan memenuhi kebutuhan keluarga Pak Badrun sebesar SB sehingga membentuk titik keseimbangan di titik EB atau E0. Apabila permintaan keluarga Pak Ahmad dan Pak Badrun dijumlahkan maka total permintaan pasar adalah QA + QB = QA + 2QA = 3QA, maka total yang akan dipenuhi oleh pasar adalah juga sebesar 3QA sehingga titik keseimbangan yang terjadi adalah pada titik E1.

Kondisi pasar tersebut akan berubah apabila keluarga Pak Badrun mengeluarkan zakat dan zakat tersebut diberikan kepada keluarga Pak Ahmad.

Keluarga Pak Ahmad setelah menerima zakat memiliki kemampuan untuk memenuhi semua kebutuhannya atau permintaan keluarga Pak Ahmad meningkat menjadi 2QA= QB = Q0. Apabila kebutuhan kedua keluarga tersebut dijumlah maka total kebutuhan pasar sekarang menjadi; 2QA+ QB = 2QA+ 2QA = 4QA dan pasar akan memenuhinya sebesar 4QA, sehingga keseimbangan pasar akan terjadi pada titik E2.

E1 E2

(Q2=4QA) (Q1=3QA)

S2

S1

D1 D2

SA

(QB=Q0=2QA) 0

DA DB=D0

SB

EA

E0= EB

P0

(QA=0.5QB)

Kuantitas Komoditi (Q) Tingkat

Harga (P)

(18)

Berdasarkan ilustrasi di atas, menunjukkan bahwa zakat dapat mendorong pasar yang awalnya hanya mampu menyerap barang dan jasa sebesar 3QA menjadi 4QA. Kondisi contoh pasar yang sederhana tersebut dapat dikembangkan dalam perekonomian yang pasarnya lebih besar atau lebih makro. Dengan meningkatnya permintaan pasar maka akan mendorong produsen untuk menambah produksinya untuk memenuhi permintaan tersebut. Peningkatan kapasitas produksi akan berdampak pada meningkatnya input produksi seperti modal, bahan baku, tenaga kerja dan faktor produksi lainnya. Dampak selanjutnya menurunnya pengangguran, meningkatnya turn over perekonomian, pertumbuhan ekonomi meningkat, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat. Kemudian semakin meningkat pula barang dan jasa yang terserap oleh pasar maka keuntungan yang diperoleh produsen juga semakin meningkat sehingga produsen akan dapat melakukan ekspansi lagi, dan siklus ekonomi ini akan berputar terus menurus. Mekanisme ekonomi yang demikian akan efektif apabila pemerintah mampu menjaga stabilitas supply dan tingkat harga. Dengan demikian jelaskan bahwa zakat dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendorong suatu perekonomian.

b. Mekanisme Zakat dalam Mendorong Perkonomian Jangka Panjang

Dorongan zakat terhadap perekonomian dapat berdampak sesaat atau sementara (jangka pendek) dan jangka panjang. Bersifat jangka pendek apabila zakat hanya dibagikan dan langsung digunakan oleh penerima zakat (mustahiq) untuk menutup kekurangan konsumsi, mekamismenya dapat dilihat pada Gambar 6 di atas.

Zakat akan berdampak jangka panjang apabila zakat tidak hanya untuk menutup kekurangan konsumsi mustahiq melainkan zakat digunakan untuk memperdayakan ekonomi mustahiq sehingga pendapatannya akan meningkat dimasa-masa akan datang bahkan diharapkan status meningkat menjadi muzakki (pembayar zakat).

Ilustrasi dampak jangka panjang dari zakat pada perekonomian dapat dilihat pada Gambar 7.

Jumlah permintaan yang meningkat dari Q1 ke Q2 (perhatikan Gambar 4) belum berdampak pada meningkatnya tingkat harga karena meningkatnya daya beli (permintaan) dari penerima zakat (mustahiq) hanya bersifat sementara sehingga produsen diasumsikan belum sempat mereaksi dengan menaikkan harga. Kondisi ini

(19)

dapat terjadi karena produsen mengetahui bahwa peningkatan kemampuan daya beli para mustahiq tersebut bersifat sementara saja maka diguankan untuk menghabiskan persediaan yang ada dulu dan akan menaikkan harga pada tahap berikutnya.

Walaupun pada faktanya harga-harga kebutuhan pokok telah meningkat tetapi umumnya akan turun kembali. Contohnya seperti pada bulan ramadhan harga-harga khususnya kebutuhan pokok meningkat salah satunya sangat mungkin karena meningkatnya Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) masyarakat tetapi setelah bulan ramadhan harga-harga tersebut turun kembali.

(20)

Gambar 7. Mekanisme zakat dalam mendorong perekonomian jangka panjang

Kondisi pasar yang demikian akan berbeda apabila zakat didaya gunakan untuk memberdayakan ekonomi para mustahiq, sehingga peningkatan kamampuan daya beli mustahiq akan meningkat terus dimasa-masa akan datang. Peningkatkan permintaan masyarakat (khususnya mustahiq) yang didorong oleh meningkatnya pendapatan akan mendorong meningkatnya tingkat harga. Tingkat harga yang meningkat akan mendorong produsen untuk meningkatkan kapasitas produksinya (meningkatkan penawarannya ke pasar). Kondisi yang demikian akan menggeser kurva penawaran dan permintaan ke arah kanan atas. Harga bergerak dari P0

meningkat menjadi P1, kuantitas yang diminta dan ditawarkan akan bergerak dari Q2

meningkat menjadi Q3, titik keseimbangan akan bergerak dari titik E2 menuju titik E3

dan kurva permintaan akan bergeser dari D2 ke D3.

Pada titik keseimbangan E3 kenaikkan harga tidak akan menjadi masalah bagi konsumen (khususnya para mustahiq) karena ekonominya telah berdaya dan pendapatannya telah meningkat sehingga mampu mencukupi kebutuhan pokoknya dan bahkan mereka sangat mungkin telah berubah menjadi muzakki. Gambar 8 ini juga memberikan makna bahwa kenaikan harga-harga (terjadi inflasi) tidak akan menjadi permasalahan dalam perekonomian apabila tingkat pendapatan masyarakat meningkat lebih tinggi dari meningkat tingkat inflasi. Bahkan dalam kondisi tersebut inflasi merupakan indikator terjadinya pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian jelaslah bahwa zakat dapat mendorong perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Q3

P1 E3

S2

D3

Q2

Q1

D2

S1

0

D1

E1 E2

P0

Kuantitas Komoditi (Q) Tingkat

Harga (P)

(21)

E. Penutup

Zakat akan mampu mentransformasi mustahiq menjadi muzakki apabila pengelolaannya disatukan dengan perencanaan produksi dalam suatu proses produksi dan perekonomian secara umum. Pengintegrasian zakat dalam perekonomian akan mendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi sehingga zakat dapat memberdayakan ekonomi masyarakat miskin. Dengan demikian makna zakat adalah berkembang dan tumbuh dapat dibuktikan secara ekonomi baik mikro maupun makro ekonomi serta zakat.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Al Asqalani, ibnu Hajar. Terjemahan Bulughul Maram. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

2007.

Ali, Nurudin Muhammad. Zakat sebagai Intrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2006.

Al-Ba’ly, Abdul AL Hamid Mahmud. Ekonomi Zakat: sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Chapra. Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam. Cetakan pertama, Jakarta:

Tazkia Cendekia. 2001

Carroll, Archie B. Business and Society, Ethic and Stakeholder Management. Ohio:

International Thomson Publishing. 1996.

Holy Al Qur’an versi 6.5.

Muhammad Nafik, H.R. Perbandingan Sistem Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam.

Makalah Mata Kuliah Penunjang Disertasi (MKPD). Pascasarjana UNAIR. 2004.

Muhammad Nafik, H.R. Dampak Bagi Hasil dan Bunga Pada Perekonomian. Makalah pada Presentasi Seminar dan Kolokium Nasional Sistem Keuangan Islam II Tahun 2008. Bandung : School of Business and Management Institut Teknologi Bandung (SBM ITB). 2008.

Muhammad Nafik, H.R. Benarkah Bunga Bank Haram. Surabaya. Dompet Duafa Jawa Timur: Amanah Pustaka,. 2008.

Muhammad Nafik, H.R. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2009.

Muhammad Nafik, H.R. Ekonomi ZISWAQ. Bahan Ajar Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. 2009.

Muhammad Nafik, H.R. Zakat sebagai Instrumen Pemberdayaan dan Pertumbuhan Ekonomi. Disampaikan dalam Zakat Intellectual Discusion diselenggarakan oleh IMZ Indonesia dan Rikaz Malaysia. 2011.

Qordawi, Yusuf. Hukum Zakat. Cetakan ketujuh, Jakarta: Litera AntarNusa. 2007.

Gambar

Gambar 1. Circle Of Equity 1
Gambar 3. the pyramid of corporate social responsibility 4
Gambar 4. transformasi fakir dan miskin menjadi muzakki
Gambar 5. mekanisme zakat dalam meningkatkan (menumbuhkan) output  perekonomian dan bedanya kurva permintaan penawaran ekonomi islam dengan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Validasi ini dilakukan untuk mendekati prediksi kondisi termal hasil simulasi dengan prediksi hasil eksperimen sehingga didapatkan CSP yang dapat mewakili prediksi

Pembayangan penuh pada dinding tidak terjadi pada bulan Juni dan Juli karena pada bulan tersebut lintasan matahari berada paling jauh di belahan bumi Utara, sehingga posisinya

Untuk mempermudah proses wawancara dan observasi peneliti menggunakan alat perekam dan dilakukan setelah mendapatkan izin dari subjek sesuai dengan izin yang berlaku.

Excel visual basic tutorial free download : free top selling pc / laptop software training microsoft office word excel 2007 free,macros in excel 2007 tutorial pdf free for

menyisakan beban dan waktu kerja yang berlebih pada rekan kerja yang ditinggalkan sehingga akan terjadi penurunan kualitas layanan ( Martin, 2011).Survey awal

Dari data prapenelitian melalui wawancara bersama mashasiswa yang menjadi kepengurusan SEMA diatas, penulis meyimpulkan bahwa dalam proses pengembangan kemampuan mahasiswa dibutuhkan

Hal tersebut berarti bahwa se- makin tinggi struktur modal maka semakin tinggi pula nilai perusahaan karena pe- rusahaan dapat mengoptimalkan struktur modal yang dimiliki

Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana toleransi antar umat beragama di Dusun Margosari Desa Ngadirojo Kecamatan Ampel?,