PRODUKSI TOMAT DENGAN APLIKASI BERBAGAI KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN
GIBERELIN
NURSYAMSIH TAUFIK G111 13 323
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
PRODUKSI TOMAT DENGAN APLIKASI BERBAGAI KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN
GIBERELIN
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Agroteknologi Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
NURSYAMSIH TAUFIK G111 13 323
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
RINGKASAN
NURSYAMSIH TAUFIK (G111 13 323). Produksi Tomat Dengan Aplikasi Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin. Dibimbing Oleh ELKAWAKIB SYAM’UN dan NURLINA KASIM.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi tanaman tomat dengan aplikasi zat pengatur tumbuh giberelin. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Tamalanrea dari bulan Mei hingga September 2017. Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan menggunakan rancangan faktorial 2 faktor dengan Rancangan Acak Kelompok sebagai rancangan lingkungan yang diulang 3 kali. Faktor pertama pada penelitian ini yaitu giberelin yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 mg L-1, 15 mg L-1 , 30 mg L-1, dan 45 mg L-1, faktor kedua adalah frekuensi pemberian giberelin yang terdiri dari 3 taraf yaitu 1 kali, 2 kali, dan 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi giberelin 45 mg L-1 dan frekuensi pemberian giberelin 1 kali menghasilkan umur berbuah paling cepat (48,92 hari), konsentrasi 0 mg L-1 dan frekuensi pemberian 1 kali menunjukkan jumlah buah per tanaman tertinggi (18,75 buah), konsentrasi 0 mg L-1 dan frekuensi pemberian 1 kali menunjukkan jumlah buah total tertinggi (75,00 buah), konsentrasi 45 mg L-1 dan frekuensi 3 kali menunjukkan jumlah biji terendah (21,73 biji) serta konsentrasi 30 mg L-1 dan frekuensi pemberian 3 kali menunjukkan umur buah matang paling cepat (86,17 hari). Konsentrasi giberelin 45 mg L-1 memberikan hasil terbaik pada parameter jumlah biji (28,98 biji) terendah daripada perlakuan lainnya dan ketebalan daging buah (6,92 mm). Frekuensi pemberian giberelin 3 kali memberikan hasil yang terbaik pada parameter jumlah biji (28,98 biji) dan ketebalan daging buah (7,06 mm).
Kata kunci: tomat, giberelin, konsentrasi,frekuensi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat merampungkan penulisan tugas akhir ini yang berjudul Produksi Tomat Dengan Aplikasi Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin.
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan, koreksi, dorongan, dan semangat dari semua pihak.
Kepada Ayahanda Taufik Ali, SE dan Ibunda Nurwahida Amin, S.Ag, terima kasih atas curahan kasih sayang, dukungan moril dan materil, doa yang tak henti- hentinya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Elkawakib Syam’un, M.P. dan Ibu Ir. Nurlina Kasim, M.Si. selaku pembimbing, yang telah sabar membimbing penulis, meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya sampai skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Ibu Dr. Ir. Hj. Feranita Haring, MP., Bapak Dr. Ir. Amirullah Dachlan, MP., Ibu Dr. Ifayanti Ridwan Saleh, S.P., M.P. dan Bapak Rahmansyah Dermawan, SP., M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Muhammad Sabir Anwar, yang telah dengan sabar menemani dan memberikan dukungan moril selama penelitian. Terima kasih yang tak terhingga untuk segala bantuannya.
4. Sahabat-sahabatku Inda Ridayani Ari, Firnawati, Fauziah Jamaluddin, Kurniawan, Iswal Fajar Sultan, terima kasih atas bantuan dan dorongan semangat untuk penulis sampai penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
5. Sahabat yang tak henti-hentinya memberikan motivasi kepada penulis, Nurfadillah Asdar, Nur Fitriani Amir, Aan Astriana Chandra, terima kasih sudah membantu dalam segala hal.
6. Teman-teman seperjuangan Katalis 2013, Agroteknologi 2013, terkhusus kepada Muh. Nur Rahmat, Elvi Laula, Rezki Rahayu, Nickanor D.P.
Panggula, Riska Fadila, Risdayatri Aulia, Kiki Rezky, Sulfiana, Andi Alfiah, Tri Lara Diksaranti, Handika Tasi, Sitti Khadijah, Andi Munirah, Muh. Nasrul, Noviria S.N, Nur Afni A. Hasan, Dhia Resky A., Imran Saputra, Aditya Harynaldi, Dirland Junardi, Sulhidayat, Muh. Irfhan, Dzulkifli D., Aslan, Juliadi Aba, Muh. Hamiri, Mujahidin terima kasih atas bantuan, dukungan dan pelajaran berharga bagi penulis.
7. Terima kasih juga penulis haturkan kepada Kakanda Rejuvinasi 2008, Klimakterik 2009, Hybrid 2010, Aktivator 2011, Viabilitas 2012, Adinda Sintesis 2014 dan, Lychenes 2015 atas bantuan dan bimbingannya selama penulis berproses di HIMAGRO FAPERTA UNHAS. Terima kasih sudah menjadi rumah tempat pulang bagi penulis.
8. Teman-teman KKN UNHAS Gelombang 93 Desa Laringgi, Mufti Kharisma, Wiwin Elvi Yanti, Riski Wahyuni R., Muh. Idil Islami, Sasmita, Maykel Araneta Mangalik atas pengalaman dan motivasi yang selalu diberikan.
9. Seluruh yang telah terlibat baik langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat selesai.
Tidak ada manusia yang sempurna begitupun dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan pertanian.
Makassar, Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
RINGKASAN ... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Hipotesis... 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat ... 5
2.2 Syarat Tumbuh ... 7
2.3 Giberelin... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ... 12
3.2 Bahan dan Alat... 12
3.3 Metode Penelitian... 12
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 13
3.5 Parameter Pengamatan ... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 18
4.2 Pembahasan... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 38
5.2 Saran... 39
DAFTAR PUSTAKA... 40
LAMPIRAN... 42
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Rata rata umur berbuah tanaman (hari) pada perlakuan berbagai
konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin...18 2. Rata-rata jumlah buah per tanaman(buah) pada perlakuan berbagai
konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin...19 3. Rata-rata bobot segar per buah (g) pada perlakuan berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...20 4. Rata-rata diameter buah (cm) pada perlakuan berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...21 5. Rata-rata umur buah matang (hari) pada perlakuan berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...22 6. Rata-rata bobot segar buah per tanaman (g) pada perlakuan berbagai
konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin...24 7. Rata-rata jumlah biji (biji) pada perlakuan berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...25 8. Rata-rata ketebalan daging buah (mm) pada perlakuan berbagai
konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin...28 9. Rata-rata jumlah buah total (buah) pada perlakuan berbagai
konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin...29 10. Rata-rata bobot egar buah total (g) pada perlakuan berbagai
konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin...30 Lampiran
1a. Umur Berbuah pada berbagai konsentrasi dan
frekuensi pemberian giberelin (hari)...43 1b.Sidik Ragam Umur Berbuah pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin ...43 2a. Jumlah Buah pada berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian
giberelin (buah)...44
2b. Jumlah Buah pada berbagai konsentrasi dan frekuensi
pemberian giberelin Hasil Transformasi √ + 0,5...44 2c. Sidik Ragam Jumlah Buah pada berbagai konsentrasi dan
frekuensi pemberian giberelin Hasil Transformasi √ + 0,5...45 3a. Bobot Segar Buah pada berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian
giberelin (g)...46 3b. Sidik Ragam Bobot Segar Buah pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...46 4a. Diameter Buah pada berbagai konsentrasi dan frekuensi
pemberian giberelin (cm)...47 4b. Sidik Ragam Diameter Buah pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...47 5a. Umur Buah Matang pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (hari)...48 5b. Sidik Ragam Umur Buah Matang pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin ...48 6a. Perubahan Warna Buah Stadia 1 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (hari)...49 6b. Sidik Ragam Perubahan Warna Buah Stadia 1 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...49 7a. Perubahan Warna Buah Stadia 2 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (hari)...50 7b. Sidik Ragam Perubahan Warna Buah Stadia 2 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...50 8a. Perubahan Warna Buah Stadia 3 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (hari)...51 8b. Sidik Ragam Perubahan Warna Buah Stadia 3 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...51 9a. Perubahan Warna Buah Stadia 4 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (hari)...52 9b. Sidik Ragam Perubahan Warna Buah Stadia 4 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...52 10a. Perubahan Warna Buah Stadia 5 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (hari)...53 10b. Sidik Ragam Perubahan Warna Buah Stadia 5 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...53 11a. Perubahan Warna Buah Stadia 6 pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (hari)...54 11b. Sidik Ragam Perubahan Warna Buah Stadia 6 pada berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin...54 12a. Bobot Segar Buah Per Tanaman pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin (g) ...55 12b. Bobot Segar Buah Per Tanaman pada berbagai konsentrasi dan
frekuensi pemberian giberelin Hasil Transformasi √ + 0,5...55 12c. Sidik Ragam Bobot Segar Buah Per Tanaman pada berbagai
konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin Hasil Transformasi
√ + 0,5...56 13a. Jumlah Biji pada berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian
giberelin (biji) ...57 13b. Sidik Ragam Jumlah Biji pada berbagai konsentrasi dan frekuensi
pemberian giberelin ...57 14a. Persentase Fruitset pada berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian
giberelin (%) ...58 14b. Sidik Ragam Persentase Fruitset pada berbagai konsentrasi dan
frekuensi pemberian giberelin...58 15a. Total Padatan Terlarut pada berbagai konsentrasi dan frekuensi
pemberian giberelin (̊brix) ...59 15b. Sidik Ragam Total Padatan Terlarut pada berbagai konsentrasi dan
frekuensi pemberian giberelin...59 16a. Ketebalan Daging Buah pada berbagai konsentrasi dan frekuensi
pemberian giberelin (mm)...60 16b. Sidik Ragam Ketebalan Daging Buah pada berbagai konsentrasi
dan frekuensi pemberian giberelin...60 17a. Jumlah Buah Total Pada Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi
Pemberian Giberelin (buah)...61 17b. Jumlah Buah Total Pada Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi
Pemberian Giberelin Hasil Transformasi√ + 0,5...61 17c. Sidik Ragam Jumlah Buah Total Pada Berbagai Konsentrasi dan
Frekuensi Pemberian Giberelin Hasil Transformasi√ + 0,5 ...62 18a. Bobot Segar Buah Total Pada Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi
Pemberian Giberelin ...63 18b. Bobot Segar Buah Total Pada Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi
Pemberian Giberelin Hasil Transformasi√ + 0,5...63 18c. Sidik Ragam Bobot Segar Buah Total Pada Berbagai Konsentrasi dan
Frekuensi Pemberian Giberelin Hasil Transformasi√ + 0,5 ...64
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Grafik rata-rata perubahan warna buah (hari) pada perlakuan
berbagai konsentrasi dtan frekuensi pemberian giberelin ...23
2. Grafik persentase fruitset (%) pada perlakuan berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin ...26
3. Grafik rata-rata total padatan terlarut (̊brix) pada perlakuan berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin ...27
Lampiran 1. Denah penelitian di lapangan ...42
2. Kondisi Lahan ...65
3. Perbandingan buah setiap perlakuan...66
4. Ketebalan Daging Buah ...66
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.
Di Indonesia, kebutuhan pasar sayuran terutama buah tomat sangat tinggi yaitu mencapai 1.230.000 ton namun produksi tomat dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (2016) produksi tomat di Indonesia pada 5 tahun terakhir dimulai pada tahun 2011 produksi sebesar 954.046 ton, tahun 2012 mengalami penurunan produksi menjadi 893.504 ton, pada tahun 2013 mengalami peningkatan produksi dari tahun sebelumnya mencapai 992.780 ton, pada tahun 2014 dan 2015 produksi tomat kembali menurun yaitu 916.001 ton dan 877.801 ton.
Konsumsi tomat dalam negeri cukup besar dan merupakan salah satu komoditas ekspor sebagai sayuran segar maupun sayuran olahan. Berdasarkan data ekspor dan impor tahun 2011 (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013) bahwa impor tomat sebagai sayuran segar sebesar 18 ton dan tomat sebagai sayuran olahan 8.651 ton. Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih tergantung pada impor dari luar negeri, terutama tomat untuk bahan industri dan dalam bentuk sudah menjadi barang olahan.
Permintaan yang tinggi mendorong petani untuk membudidayakan tomat namun masih banyak kendala yang ditemui di lapangan seperti hama dan penyakit, rendahnya persentase fruitset di dataran rendah, keadaan iklim yang
diberikan unsur hara yang cukup bagi tanaman. Selain itu dapat pula menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) giberelin. Giberelin (GA) merupakan salah satu dari zat pengatur tumbuh. Giberelin memiliki beragam fungsi antara lain membantu pembentukan bunga, membantu mempercepat pertumbuhan, merangsang pembentukan bunga, merangsang serbuk sari, mengurangi jumlah biji pada buah, membuat daging buah lebih tebal dan meninggikan tanaman kerdil menjadi tanaman normal. Giberelin sebenarnya telah diproduksi sendiri oleh tanaman namun untuk mendapatkan hasil yang maksimal dibutuhkan rangsangan giberelin dari luar.
Aplikasi giberelin butuh konsentrasi yang optimal sesuai varietas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rolistyo dkk (2014), pemberian giberelin dari luar (secara eksogen) memberikan pengaruh nyata terhadap umur berbunga tomat. Pada varietas Tymoty dengan konsentrasi 40 ppm dapat menurunkan jumlah biji sebesar 9,13%. Selanjutnya hasil penelitian Adnyesuari, Rudi, Suyadi (2015) bahwa penyemprotan giberelin sebanyak tiga kali dengan konsentrasi 30 ppm meningkatkan padatan total terlarut buah dan penyemprotan pada genotipe Gamato 3 dengan konsentrasi 20 ppm dapat menurunkan jumlah biji sebanyak 93%. Penyemprotan GA3 membuat biji tidak berkembang karena pertumbuhan atau pembesaran buah disokong dari luar.
Selain konsentrasi yang optimal, frekuensi pemberian giberelin mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian Sundahri, Hariyanti, Setiyono (2014) menunjukkan parameter jumlah buah dan berat buah dengan konsentrasi 100 ppm frekuensi pemberian giberelin 21 hari sekali
memberikan pengaruh paling efektif. Sedangkan penyemprotan giberelin dengan frekuensi satu kali 14 hari dan satu kali 7 hari, memberikan pengaruh yang tidak efektif terhadap berat buah. Perlakuan frekuensi pada tanaman tomat hanya efektif pada parameter jumlah cabang produktif, jumlah buah, dan berat buah. Hal ini dapat diperkirakan karena kegunaan hormon giberelin untuk mendukung perpanjangan sel, aktivitas kambium, pembungaan, serta untuk pertumbuhan buah khususnya parthenocarpy (Abidin, 1990 dalam Sundahri, Hariyanti, Setiyono, 2014) sehingga dengan adanya pengaturan frekuensi pemberian hormon giberelin dapat lebih memacu pertumbuhan dan produksi buah tomat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilkins (1989) dalam Sundahri, Hariyanti, Setiyono (2014) bahwa hormon giberelin bekerja pada gen sehingga membutuhkan konsentrasi yang tepat pada tanaman, konsentrasi hormon giberelin 100 ppm pada penelitian dapat mempengaruhi pembungaan tomat dan presentase bunga menjadi buah secara signifikan.
Penelitian Tiyas, Soeparjono, Sundahri (2014) menunjukkan perlakuan dengan konsentrasi 100 ppm memiliki nilai yang paling baik untuk parameter jumlah buah dibandingkan dengan perlakuan lain, dan perlakuan kontrol atau tanpa konsentrasi giberelin memiliki jumlah buah yang paling rendah. Pengaruh frekuensi penyemprotan hormon giberelin menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah buah. Frekuensi dengan 21 hari sekali memiliki hasil terbaik yaitu 16,00, dibanding 7 hari sekali yaitu 8,00.
Derajat pembentukan buah diatur oleh kadar GA3 yang terdapat di dalam tanaman (Isbandi, 1983). Pada penelitian ini digunakan tomat varietas
Permata F1 untuk membandingkan dan menguji pengaruh giberelin pada hasil produksinya agar diperoleh konsentrasi dan frekuensi giberelin yang sesuai untuk mencapai produksi optimal.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian pemberian giberelin pada tomat.
1.2 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu adalah sebagai berikut:
1. Terdapat interaksi antara konsentrasi giberelin dengan frekuensi pemberian giberelin yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi tomat.
2. Terdapat salah satu konsentrasi giberelin yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi tanaman tomat.
3. Terdapat salah satu frekuensi pemberian yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi tanaman tomat.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui produksi tanaman tomat dengan aplikasi zat pengatur tumbuh giberelin.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dan sebagai bahan pembanding pada penelitian- penelitian sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tomat
Tanaman tomat tergolong tanaman semusim (annual), artinya tanaman berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Batang tomat dapat tumbuh sampai 2 meter tergantung varietas. Batang tanaman tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku. Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar. Mudah patah, dapat naik bersandar pada turus atau merambat pada tali (Rismunandar, 2001).
Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20-30 cm. Tepi daun bergerigi dan membentuk celah-celah yang menyirip. Diantara daun-daun yang menyirip besar terdapat sirip kecil dan terdapat pula yang bersirip besar (bipinnatus).
Umumnya daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, berwarna hijau dan berbulu halus ( Redaksi Agromedia, 2007).
Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan dengan jumlah 5-10 bunga per dompolan tergantung dari verietasnya. Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang (Wiryanta, 2008).
Buah tomat adalah buah buni, selagi masih muda berwarna hijau dan
cerah dan mengkilat serta relatif lunak. Buah tomat berbentuk bulat adapula yang lonjong. Diameter buah tomat antara 2- 15 cm, tergantung varietasnya. Jumlah ruang didalam buah juga bervariasi, ada yang hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua seperti tomat marmade yang beruang delapan. Pada buah masih terdapat tangkai bunga yang berubah fungsi menjadi tangkai buah serta kelopak bunga yang berubah fungsi menjadi kelopak buah (Pitojo, 2005).
Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan, atau coklat muda. Panjangnya 3-5 mm dan lebar 2-4 mm, biji saling melekat, diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging buah. Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan, maksimum 200 biji per buah (Redaksi Agromedia, 2007).
Berdasarkan tipe pertumbuhannya, tanaman tomat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
1. Tipe determinate, yaitu tanaman tomat yang pertumbuhannya diakhiri dengan pertumbuhan rangkaian bunga atau buah. Umur panen relatif lebih pendek dan pertumbuhan batangnya cepat.
2. Tipe indeterminate, yaitu tanaman tomat yang pertumbuhannya tidak diakhiri dengan tumbuhnya bunga dan buah. Umur panennya relatif lama dan pertumbuhan batangnya relatif lambat.
3. Tipe semideterminate, yaitu tanaman tomat memiliki ciri-ciri antara tomat tipe pertumbuhan determinate dan tipe pertumbuhan indeterminate.
(Wiryanta, 2008)
2.2 Syarat Tumbuh 2.2.1 Iklim
Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup.
Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah hujan yang sedikit. Curah hujan yang tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh benih rendah. Curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tomat berkisar 750- 1.250 mm per tahun (Pitojo, 2005). Baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah dalam musim kemarau, tomat memerlukan penyiraman atau pengairan demi kelangsungan hidup dan produksinya (Rismunandar, 2001).
Suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih tomat adalah 25̊-30̊ C.
Sementara itu, suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24-28̊ C. Jika suhu terlalu rendah pertumbuhan tanaman akan terhambat. Demikian juga pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buahnya kurang sempurna.
Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Sewaktu musim hujan, kelembaban meningkat sehingga resiko terserang bakteri dan cendawan cenderung tinggi. Karena itu, jarak tanamnya perlu diperlebar dan areal pertanamannya dibebaskan dari gulma (Wiryanta, 2008).
Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari untuk produksi yang menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik juga tidak diperlukan. Tanaman ini tidak tahan terhadap kelembaban yang tinggi. Daerah yang dengan kondisi demikian menyebabkan tanaman mudah terserang cendawan busuk daun. Angin kering dan udara panas juga kurang baik bagi pertumbuhannya dan sering menyebabkan kerontokan bunga (Tugiyono, 2001).
2.2.2 Tanah
Tomat bisa ditanam pada semua jenis tanah seperti andosol, regosol, latosol, ultisol, dan grumusol. Namun demikian, tanah yang paling ideal dari jenis lempung berpasir yang subur, gembur, memiliki kandunganbahan organik yang tinggi, serta mudah mengikat air (porous). Ketersediaan oksigen penting bagi pernapasan akar yang memang rentan terhadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen yang mencukupi disekitar akar bisa meningkatkan produksi buah.
Oksigen di sekitar akar bisa juga meningkatkan penyerapan unsur hara fosfat, kalium, dan besi (Redaksi Agromedia, 2007).
Tanaman tomat dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi sampai ketinggian 1.250 m dpl. Di Indonesia, tanaman tomat dibudidayakan di daerah dengan ketinggian 100 m dpl. Ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu udara, siang dan malam hari (Pitojo, 2005).
Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah yang gembur, kadar kemasaman (pH) antara 5,0 – 6,0, tanah sedikit mengandung pasir, dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai tanam sampai waktu awal panen ( Tugiyono, 2001).
2.3 Giberelin
Giberelin (GA) merupakan salah satu dari zat pengatur tumbuh atau hormon. Kelompok ini dicirikan dengan adanya struktur dasar kimia yang disebut rangka ’gibbane’. Meskipun telah banyak ditemukan berbagai bentuk GA dengan berbagai variasi aktivitas biologinya, ternyata hanya 2-3 saja yang dapat dikatakan komersil salah satunya Giberelic Acid (GA3). Dari tanaman telah dijumpai ±72
jenis GA. GA ada yang mengelompokan menjadi 2, yaitu : GA dengan jumlah karbon 19, merupakan kelompok yang paling aktif dan GA dengan jumlah karbon 20. GA sintetik yang banyak dipasaran adalah GA3, disusul GA4, GA7 dan GA9
semuanya termasuk dalam kelompok berkarbon 19 (Santoso dan Fatimah, 2004).
GA3 yang lazim digunakan tampaknya yang paling lambat terurai, namun selama pertumbuhan aktif, sebagian besar giberelin dimetabolismekan dengan cepat melalui proses hidroksilasi, menghasilkan produk yang tidak aktif. Juga, giberelin dengan mudah diubah menjadi konjugat yang sebagian besar tidak aktif.
Konjugat ini mungkin disimpan atau dipindahkan sebelum dilepaskan pada saat dan tempat yang tepat. Konjugat yang dikenal meliputi glukosida, yang glukosanya dihubungkan dengan ikatan eter pada salah satu gugus –OH atau dengan ikatan ester pada gugus karboksil giberelin tersebut. Proses metabolik penting lainnya ialah perubahan giberelin yang aktif sekali menjadi kurang aktif (Salisbury and Ross, 1995).
Pada biji serealia, giberelin dilepaskan dari embrio dan diangkut ke endosperm dimana zat ini menyebabkan dimulainya perombakan simpanan pati dam protein. Giberelin menginisiasi sintesa amilase, enzim pencerna, dalam sel- sel aleuron, lapisan sel sel paling luar dari endosperm. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protease dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa- senyawa gula dan asam asam amino, zat-zat yang dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease ditranspor ke embrio dan di sini zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah (Heddy, 1996).
GA3bekerja secara sinergis dengan auksin, sitokinin, dan mungkin dengan hormon pertumbuhan lainnya. Penuaan pucuk, geotropisme, absisi daun, dan pembentukan buah tanpa biji (partenokarpi) merupakan respon tanaman terhadap keberadaan giberelin, namun respon tersebut tidak terjadi tanpa peran auksin (Bidwell, 1979 dalam Nasaruddin, 2013).
Biji yang belum matang mengandung giberelin dalam jumlah yang cukup tinggi dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya. Daun muda diduga menjadi tempat utama sintesis giberelin seperti halnya auksin. Akar juga mensintesis giberelin, namun giberelin eksogen menimbulkan efek kecil pada pertumbuhan akar, dan menghambat pertumbuhan akar, dan menghambat pertumbuhan akar liar. Untuk giberelin, selain melalui difusi, pengangkutan berlangsung melalui xilem dan floem dan tidak polar (Salisbury and Ross, 1995).
Aplikasi giberelin pada praktek pertanian komersial sudah sering digunakan. Penyemprotan giberelin pada anggur menghasilkan buah tanpa biji.
Hormon giberelin menjadikan anggur secara individu tumbuh lebih besar, sesuai dengan ukuran yang diinginkan konsumen dan juga menjadikan ruas (internode) lebih panjang (Campbell dan Reece, 2002).
Penyemprotan auksin dan giberelin dapat menggantikan peran biji.
Tumbuhan pun tak perlu menyimpan kedua hormon tumbuh itu dalam biji sehingga biji tak terbentuk. Proses pembentukan buah tanpa penyerbukan dan pembuahan sehingga buah yang terbentuk tanpa biji disebut partenokarpi (Pardal, 2008).
Pemberian konsentrasi giberelin 20-40 ppm baik digunakan untuk menginduksi pembentukan buah partenokarpi. Penyemprotan GA3 dari luar (secara eksogen) membuat biji tidak lagi berkembang karena pertumbuhan atau pembesaran buah disokong dari luar. Setiap varietas mempunyai konsentrasi giberelin optimal yang berbeda (Rolistyo, 2014).
Giberelin mengakibatkan penurunan ukuran buah (panjang dan diameter) dibandingkan dengan buah tanaman kontrol (Setiawan, Rudi, Purwantoro, 2015).
Buah tomat hasil induksi giberelin memiliki ukuran buah yang lebih kecil dibandingkan buah tomat berbiji. Hal ini disebabkan buah partenokarpi hasil induksi GA3 memiliki jumlah sel yang lebih sedikit dibandingkan dengan buah yang dipolinasi, meskipun ukuran sel hasil perlakuan GA3 lebih besar (Serrani dkk, 2007).
BAB III METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Tamalanrea, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan yang berlangsung pada bulan Mei hingga September 2017.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih tomat varietas Permata F1, pupuk kompos, polybag, zat pengatur tumbuh giberelin, dan insektisida (Furadan dan Klensect). Sedangkan alat yang digunakan pemotong rumput, parang, sekop, tali, plastik mika, bambu, sprayer, cangkul, papan plot, timbangan, alat tulis menulis.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial 2 Faktor dengan Rancangan Acak Kelompok sebagai rancangan lingkungan yaitu:
Faktor 1: Konsentrasi Giberelin (G) dengan 4 taraf perlakuan yaitu:
G0 : 0 mg L-1 G1 : 15 mg L-1 G2 : 30 mg L-1 G3 : 45 mg L-1
Faktor 2: Frekuensi pemberian (F) dengan 3 taraf perlakuan yaitu:
F1 : 1 kali F2 : 2 kali
F3 : 3 kali
Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi yaitu :
G0F1 G1F1 G2F1 G3F1
G0F2 G1F2 G2F2 G3F2
G0F3 G1F3 G2F3 G3F3
Penelitian ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga terdapat 36 unit percobaan. Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 4 tanaman.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini yaitu:
3.4.1 Penyemaian Benih
Pada penelitian ini digunakan polybag berukuran 8 x 12 cm sebagai media persemaian. Media ini bertujuan untuk mengurangi resiko tanaman stres ketika transplanting (pemindahan media tanam). Setelah benih ditanam, pemberian insektisida merek Furadan dilakukan dengan cara menaburkannya di sekitar polybag. Tanaman dipindahkan pada saat tanaman berumur 25 hari.
3.4.2 Penyiapan Polybag dan Penanaman
Penyiapan polybag dilakukan dengan mencampurkan pupuk kompos sebagai pupuk dasar dengan tanah dengan perbandingan 1:2 kemudian polybag diisi dengan campuran tanah dan pupuk tersebut sampai penuh. Polybag yang digunakan berukuran 30 x 40 cm. Polybag diatur dengan jarak tanam 50 x 50 cm.
Kemudian bibit yang telah disemai dimasukkan kedalam lubang dengan diameter 7-8 cm dengan kedalaman 12 cm.
3.4.3 Pemasangan Ajir
Ajir ditancapkan dengan jarak 10 cm dari bagian batang tanaman tomat.
Ajir dibiarkan tegak dan diikat dengan batang tomat menggunakan tali agar tomat tidak tumbang
3.4.4 Pembuatan Larutan Giberelin
Sebelum pengaplikasian giberelin dilakukan pengenceran giberelin. Pada tahap pertama dilakukan penimbangan terhadap giberelin sesuai dengan konsentrasi yang di butuhkan (15 mg, 30 mg, 45 mg). Giberelin yang telah ditimbang diencerkan dalam alkohol 70% sampai benar – benar larut kemudian ditambahkan aquades hingga volume 1000 ml.
3.4.5 Pemeliharaan a. Penyulaman
Penyulaman bertujuan penggantian tanaman yang tidak tumbuh dan di ganti dengan tanaman yang baru. Penyulaman di lakukan pada tanaman yang tidak sehat, patah batang atau bahkan tanaman yang sudah mati.
b. Pemangkasan
Pemangkasan di lakukan dengan rutin selama 1 minggu sekali.
Pemangkasan pada tanaman tomat di lakukan dengan membuang tunas yang tumbuh di sekitar bagian ketiak daun agar tidak tumbuh menjadi batang.
c. Pemberian ZPT Giberelin
Pemberian hormon giberelin dilakukan 1 kali sebelum bunga mekar pada setiap tanaman. Untuk perlakuan pemberian giberelin 2 dan 3 kali
diberikan lagi setelah bunga mekar dengan selang waktu 3 hari.
Penyemprotan dilakukan pada pagi hari sebelum pukul 07.00.
d. Penyiraman
Tomat tidak memerlukan air yang banyak. Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah agar tanaman tidak kekeringan.
3.4.6 Penyemprotan insektisida
Penyemprotan insektisida dilakukan untuk mengurangi hama ulat grayak pada tanaman tomat. Dosis yang digunakan adalah dosis yang sesuai pada petunjuk penggunaan insektisida merek Klensect.
3.4.7 Pemanenan
Tomat dipanen setelah warna buah terlihat merah atau memasuki stadia 6 menurut skala warna United State Department of Agriculture (Purnomo,2013).
Pemanenan dilakukan sebanyak 13 kali panen.
3.5 Parameter Pengamatan
Adapun komponen pengamatan yang diamati dan diukur dalam penelitian ini yaitu:
1. Umur Berbuah (hari)
Umur berbuah dicatat sesuai umur tanaman pada waktu buah muncul.
2. Jumlah Buah Per Tanaman
Jumlah buah per tanaman adalah jumlah seluruh buah per tanaman. Jumlah buah dihitung dengan menghitung jumlah buah keseluruhan tiap tanaman.
3. Bobot segar per buah (g)
Bobot segar buah dihitung dengan menimbang seluruh buah yang dipanen.
Bobot segar buah setelah panen ditimbang menggunakan timbangan digital.
4. Diameter buah (cm)
Diameter buah diukur setelah panen pada setiap buah menggunakan jangka sorong digital.
5. Umur Buah Matang (hari)
Buah matang ditandai dengan warna kulit buah yang terlihat merah. Umur buah matang dicatat sesuai umur tanaman pada waktu buah terlihat merah.
6. Perubahan Warna Buah (hari)
Pengukuran perubahan warna pada buah tomat dilakukan menggunakan skala warna Internasional menurut United States Department of Agriculture (USDA) (Purnomo, 2013). Warna merupakan parameter untuk menentukan tingkat kematangan dan kesegaran buah.
7. Bobot Segar Buah Per Tanaman
Bobot segar buah per tanaman adalah jumlah bobot segar buah per tanaman.
Bobot segar buah dihitung dengan menimbang seluruh buah yang dipanen.
Bobot segar buah setelah panen ditimbang menggunakan timbangan digital.
8. Jumlah biji (biji)
Jumlah biji dihitung dengan menghitung seluruh jumlah biji pada setiap buah tomat setelah buah ditimbang.
9. Persentase Fruitset (%)
Persentase fruitset dihitung dengan rumus sebagai berikut:
%Fruitset = Jumlah buah terbentuk x 100 % Jumlah total bunga mekar
10. Total padatan terlarut (% brix)
Total padatan terlarut buah diukur dengan alat hand refractometer (refraktometer) diukur pada setiap buah yang dipanen. Sari/air buah tomat diteteskan pada prisma refraktometer kemudian diteropong ke arah sumber cahaya untuk melihat kadar padatan terlarutnya.
11. Ketebalan daging buah (mm)
Ketebalan daging buah diukur menggunakan jangka sorong digital pada setiap buah. Buah tomat dibelah menjadi dua bagian kemudian diukur ketebalan dagingnya
12. Jumlah buah total (buah)
Jumlah buah adalah jumlah keseluruhan buah setelah panen. Jumlah buah dihitung dengan menghitung seluruh buah yang dipanen.
13. Bobot Segar Buah Total (g)
Bobot segar buah total adalah jumlah bobot segar buah seluruhnya. Bobot segar buah dihitung dengan menimbang seluruh buah yang dipanen. Bobot segar buah setelah panen ditimbang menggunakan timbangan digital.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Umur Berbuah
Hasil analisis sidik ragam pengamatan umur berbuah tanaman disajikan pada tabel 1b. Sidik ragam menunjukkan bahwa giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap umur berbunga tomat sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap umur berbuah tomat.
Tabel 1. Rata-Rata Umur Berbuah Tanaman (hari) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 51,58by 53,92ax 52,00ay 52,50 15 mg L-1(G1) 52,42abx 49,67by 51,50ax 51,19 1,78 30 mg L-1(G2) 53,67ax 52,17ax 49,33by 51,72 45 mg L-1(G3) 48,92cy 52,47ax 51,75ax 51,05
rata-rata 51,65 52,06 51,15
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris (x,y,z) dan kolom (a,b,c) berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ 0,1
Tabel 1. menunjukkan bahwa tomat yang diberi giberelin pada konsentrasi 45 mg L-1, frekuensi pemberian 1 kali (G3F1) memiliki rata-rata umur berbuah paling cepat (48,92 hari) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan rata-rata umur berbuah terlama terdapat pada perlakuan kontrol (G0F2) yaitu 53,92 hari dan berbeda nyata dengan G0F1 dan G0F3 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan G1F3, G2F1, G2F2, G3F2, dan G3F3.
4.1.2 Jumlah Buah Per Tanaman
Hasil pengamatan jumlah buah per tanaman dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 2a, 2b dan 2c. Sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah per tanaman sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah buah per tanaman.
Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Buah Per Tanaman (buah) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 18,75ax 9,44by 12,83ay 13,68 15 mg L-1(G1) 8,50cz 16,67ax 12,25ay 12,47 0,43 30 mg L-1(G2) 11,31bcx 7,33by 13,58ax 10,74 45 mg L-1(G3) 13,50bx 10,08by 12,92ax 12,17
rata-rata 13,01 10,88 12,90
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris (x,y,z) dan kolom (a,b,c) berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ 0,1 pada data setelah ditransformasi
+ 0,5
Tabel 2. menunjukkan bahwa tomat dengan perlakuan konsentrasi 0 mg L-1 frekuensi pemberian satu kali (G0F1) memiliki rata-rata jumlah buah per tanaman tertinggi yaitu 18,75 buah berbeda nyata dengan pemberian konsentrasi yang berbeda frekuensi pemberian yang sama (G1F1, G2F1, G3F1) namun tidak berbeda nyata dengan G2F3 dan G3F3. Konsentrasi pemberian giberelin 30 mg L-
1 dan frekuensi pemberian 2 kali (G2F2) memiliki rata-rata jumlah buah terendah (7,33 buah) tidak berbeda nyata dengan konsentrasi pemberian yang berbeda dan
frekuensi pemberian yang sama (G0F2 dan G3F2) dan berbeda nyata dengan pemberian giberelin 15 mg L-1dengan frekuensi yang sama (G1F2).
4.1.3 Bobot Segar Per Buah
Hasil pengamatan bobot segar per buah dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 3a dan 3b. Sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh nyata terhadap bobot segar buah sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar per buah.
Tabel 3. Rata-Rata Bobot Segar Per Buah (g) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1) Dua kali
(F2) Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 25,23 26,77 29,03 27,01 a
4,47 15 mg L-1(G1) 23,16 25,06 19,12 22,45 b
30 mg L-1(G2) 21,79 22,28 16,32 20,13 b 45 mg L-1(G3) 22,44 22,42 16,12 20,33 b
rata-rata 23,15 xy 24,13 x 20,15 y
NP BNJ 0,1 3,45
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom (a,b) dan baris (x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1.
Tabel 3. menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memiliki bobot segar buah tertinggi (27,01 g), berbeda nyata dengan perlakuan G1, G2 dan G3.
Perlakuan G2 memiliki rata-rata bobot segar buah terendah (20,13 g) dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan G1 dan G3.
Perlakuan frekuensi pemberian 2 kali (F2) memiliki rata-rata bobot segar buah tertinggi yaitu 24,13 g dan berbeda nyata dengan perlakuan F1 dan F3.
4.1.4 Diameter Buah
Hasil pengamatan diameter buah dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 4a dan 4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh nyata terhadap diameter buah sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap diameter buah.
Tabel 4. Rata-Rata Diameter Buah (cm) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin.
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 3,32 3,31 3,52 3,38 a
0,29
15 mg L-1(G1) 3,19 3,28 2,96 3,14 ab
30 mg L-1(G2) 3,14 3,10 2,73 2,99 b
45 mg L-1(G3) 3,20 3,21 2,81 3,08 b
rata-rata 3,21 xy 3,23 x 3,00 y
NP BNJ 0,1 0,23
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom (a,b) dan baris (x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1.
Tabel 4. menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pemberian giberelin 2 kali (F2) memiliki rata-rata diameter buah tertinggi (3,23 cm), berbeda nyata dengan perlakuan F1 dan F3. Perlakuan Frekuensi pemberian giberelin 3 kali (F3) memiliki diameter buah terendah yaitu 3,00 cm.
Perlakuan kontrol (G0) memiliki rata-rata diameter buah tertinggi (3,38 cm), berbeda nyata dengan perlakuan G1, G2 dan G3. Perlakuan konsentrasi giberelin 30 mg L-1(G2) memiliki rata-rata diameter buah terendah (2,99 cm).
4.1.5 Umur Buah Matang
Hasil pengamatan umur buah matang dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 5a dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap umur buah matang sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap umur buah matang.
Tabel 5. Rata-Rata Umur Buah Matang (hari) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin.
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 86,25cx 87,61bx 86,75bx 86,87 15 mg L-1(G1) 90,17ax 86,25by 89,92ax 88,78 1,74 30 mg L-1(G2) 87,83bcy 91,58ax 86,17by 88,53 45 mg L-1(G3) 88,08by 91,42ax 86,92by 88,81
rata-rata 88,08 89,22 87,44
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris (x,y) dan kolom (a,b,c) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1.
Tabel 5. menunjukkan bahwa tomat dengan perlakuan konsentrasi 30 mg L-1 frekuensi pemberian tiga kali (G2F3) memiliki rata-rata umur buah matang paling cepat (86,17 hari), tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dengan frekuensi yang sama (G3F3, G1F3, dan G0F3). Konsentrasi pemberian giberelin 30 mg L-1 dan frekuensi pemberian 2 kali (G2F2) memiliki rata-rata umur buah matang paling lama (91,58 hari) tidak berbeda nyata dengan perlakuan G3F2 namun berbeda nyata dengan perlakuan G0F2 dan G1F2.
4.1.6 Perubahan Warna Buah
Hasil pengamatan perubahan warna buah dan sidik ragam disajikan pada Tabel Lampiran 6a, 6b, 7a, 7b, 8a, 8b, 9a, 9b, 10a, 10b, 11a dan 11b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap perubahan warna tomat.
Gambar 1. Rata-rata perubahan warna buah (hari) pada perlakuan berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin
Gambar 1. Perubahan warna buah stadia 1 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin 30 mg L-1 dengan frekuensi pemberian 3 kali (G2F3) menunjukkan rata-rata perubahan warna paling cepat yaitu 78,42 hari. Perlakuan G2F3 juga menunjukkan rata-rata perubahan warna paling cepat pada stadia 2 (79,75 hari), stadia 3 (81,42 hari), stadia 4 (83,25 hari), stadia 5 (84,83 hari) dan stadia 6 (86,17 hari). Sedangkan rata-rata perubahan warna buah dari stadia 1 sampai stadia 6 paling lama yaitu perlakuan kontrol (G0F2).
Perlakuan konsentrasi 0 mg L-1 dan frekuensi 1 kali (G0F1) lebih cepat mengalami perubahan warna dari stadia 1 sampai stadia 6 yaitu 6,58 hari.
G0F1 G0F2 G0F3 G1F1 G1F2 G1F3 G2F1 G2F2 G2F3 G3F1 G3F2 G3F3
Stadia 1 80.92 82.39 81.92 82.00 79.92 79.11 79.33 80.69 78.42 80.67 80.69 79.25 Stadia 2 81.37 84.25 83.33 83.14 81.50 80.39 80.61 81.94 79.75 81.67 81.78 80.69 Stadia 3 82.17 86.25 85.17 84.94 83.08 81.83 82.28 83.53 81.42 83.25 83.67 82.33 Stadia 4 85.00 87.75 87.08 86.94 84.58 83.58 84.00 85.72 83.25 85.25 85.50 84.08 Stadia 5 86.25 88.94 88.50 88.14 86.17 85.31 85.64 87.28 84.83 86.75 87.08 85.61 Stadia 6 87.50 90.56 89.92 89.39 87.33 86.78 86.72 88.67 86.17 88.25 88.36 86.78
70.00 75.00 80.00 85.00 90.00 95.00
Perlakuan 0 mg L-1dan frekuensi 3 kali (G0F3) mengalami perubahan warna dari stadia 1 sampai stadia 6 paling lama yaitu 8,00 hari.
4.1.7 Bobot Segar Buah Per Tanaman
Hasil pengamatan bobot buah segar per tanaman dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 12a, 12b dan 12c. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap bobot segar buah per tanaman sedangkan perlakuan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata pada bobot buah segar per tanaman. Interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar buah per tanaman.
Tabel 6. Rata-Rata Bobot Segar Buah Per Tanaman (g) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 461,67 287,14 387,50 378,77 a 15 mg L-1(G1) 220,67 369,42 247,42 279,17 b 3,51 30 mg L-1(G2) 294,92 170,61 217,33 227,62 b 45 mg L-1(G3) 322,83 230,92 216,61 256,79 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom (a,b) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1pada data setelah ditransformasi + 0,5
Tabel 6. menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (G0) memiliki rata-rata bobot segar buah per tanaman tertinggi yaitu 378,77 g, berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan 30 mg L-1(G2) memiliki rata-rata bobot segar buah per tanaman terendah (227,62 g) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan G1, dan G3.
4.1.8 Jumlah Biji
Hasil pengamatan jumlah biji dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 13a dan 13b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah biji sedangkan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata pada jumlah biji. Interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah biji.
Tabel 7. Rata-Rata Jumlah Biji (biji) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin.
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 48,89 ax 45,04 ax 47,27 ax 47,07 15 mg L-1(G1) 35,33 ay 35,77 ay 34,15ay 35,08 4,62 30 mg L-1(G2) 33,06 ay 35,44 ay 22,30 bz 30,27 45 mg L-1(G3) 34,18 ay 31,03 az 21,73 bz 28,98
rata-rata 37,86 36,82 31,36
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris (a,b) dan kolom (x,y,z) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1
Tabel 7. menunjukkan bahwa tomat dengan perlakuan konsentrasi pemberian giberelin 45 mg L-1 dan frekuensi pemberian 3 kali (G3F3) memiliki rata-rata jumlah biji paling sedikit (21,73 biji) tidak berbeda nyata dengan perlakuan G2F3 namun berbeda nyata dengan perlakuan G1F3. Perlakuan kontrol (G0F1) memiliki rata-rata jumlah biji tertinggi (48,89 biji), berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.9 Persentase Fruitset
Hasil pengamatan persentase fruitset dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 14a dan 14b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap persentase fruitset.
Gambar 2. Rata-rata persentase fruitset (%) pada perlakuan berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin.
Gambar 3, persentase fruitset menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (G0F1) menunjukkan rata-rata persentase fruitset tertinggi yaitu 72,64%.
Sedangkan rata-rata persentase fruitset terendah pada perlakuan 15 ppm giberelin dan frekuensi pemberian 1 kali (G2F2) yaitu 56,59%.
4.1.10 Total Padatan Terlarut
Hasil pengamatan total padatan terlarut dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 15a dan 15b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap total padatan terlarut.
72.64
60.56 65.94 56.8968.90
60.48 61.40 56.5971.49 60.37
71.90 57.47
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00
G0F1 G0F2 G0F3 G1F1 G1F2 G1F3 G2F1 G2F2 G2F3 G3F1 G3F2 G3F3 Perlakuan
Gambar 3. Rata-rata total padatan terlarut (% brix) pada perlakuan berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian giberelin.
Gambar 4. total padatan terlarut menunjukkan bahwa konsentrasi giberelin 30 mg L-1dengan frekuensi pemberian 2 kali (G2F2) menunjukkan rata-rata total padatan terlarut tertinggi yaitu 6,94 % brix. Sedangkan rata-rata total padatan terlarut terendah pada perlakuan 0 mg L-1giberelin dan frekuensi pemberian 3 kali (G0F3) yaitu 5,95 % brix.
4.1.11 Ketebalan Daging Buah
Hasil pengamatan ketebalan daging buah dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 16a dan 16b. Sidik ragam menunjukkan bahwa giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap ketebalan daging buah sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap ketebalan daging buah.
6.44
6.05 5.95
6.68 6.50 6.50 6.57 6.94
6.63 6.41 6.24
6.80
5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
G0F1 G0F2 G0F3 G1F1 G1F2 G1F3 G2F1 G2F2 G2F3 G3F1 G3F2 G3F3 Perlakuan
Tabel 8. Ketebalan Daging Buah (mm) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin.
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 4,87 5,38 5,30 5,19 b
15 mg L-1(G1) 5,91 6,02 6,72 6,21 ab 1,42
30 mg L-1(G2) 5,93 5,76 8,10 6,60 ab
45 mg L-1(G3) 6,75 5,87 8,14 6,92 a
rata-rata 5,86 y 5,76 z 7,06 x
NP BNJ 0,1 1,10
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom (a,b) dan baris (x,y,z) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1
Tabel 8. menunjukkan bahwa perlakuan G3 memiliki ketebalan daging buah rata-rata tertinggi 6,92 mm berbeda nyata dengan perlakuan G0, G1 dan G2.
Perlakuan kontrol (G0) memiliki rata-rata terendah dengan rata-rata ketebalan daging buah 5,19 mm.
Perlakuan frekuensi pemberian giberelin 3 kali (F3) menunjukkan hasil tertinggi dengan rata-rata 7,06 mm berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (F1 dan F2). Perlakuan frekuensi pemberian giberelin 2 kali menunjukkan hasil terendah yaitu rata-rata 5,76 mm.
4.1.12 Jumlah Buah Total
Hasil pengamatan ketebalan daging buah dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 17a, 17b dan 17c. Sidik ragam menunjukkan bahwa giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah total sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah buah total.
Tabel 9. Jumlah Buah Total (buah) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin.
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 75,00 ax 34,67 bz 51,33 ay 53,67 15 mg L-1(G1) 34,00 cz 66,67 ax 49,00 ay 49,89 1,01 30 mg L-1(G2) 40,00 cy 27,00 bz 54,33 ax 40,44 45 mg L-1(G3) 54,00 bx 36,33 by 43,00 ax 44,44
rata-rata 50,75 41,17 49,42
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom (x,y,z) dan baris (a,b,c) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1 pada data setelah ditransformasi
+ 0,5
Tabel 9. menunjukkan bahwa tomat dengan perlakuan kontrol (G0F1) memiliki rata-rata jumlah buah total tertinggi yaitu 75,00 buah (data hasil transformasi) tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 30 mg L-1 dan frekuensi 3 kali (G2F3) dan perlakuan konsentrasi 45 mg L-1dan frekuensi 3 kali (G3F3) tapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan 30 mg L-1 dan frekuensi pemberian 2 kali (G2F2) memiliki rata-rata jumlah buah total terendah (27,00 buah) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.13 Bobot Segar Buah Total
Hasil pengamatan bobot buah segar dan sidik ragam disajikan pada tabel lampiran 18a, 18b dan 18c. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap bobot segar buah total sedangkan perlakuan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh tidak nyata pada bobot buah segar total. Interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar buah total.
Tabel 10. Rata-Rata Bobot Segar Buah Total (g) Pada Perlakuan Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Giberelin
Konsentrasi Pemberian
Giberelin
Frekuensi Pemberian Giberelin
rata-rata NP BNJ 0,1 Satu kali
(F1)
Dua kali (F2)
Tiga Kali (F3)
0 mg L-1(G0) 1846,67 1054,67 1550,00 1483,78 a 15 mg L-1(G1) 882,67 1477,67 989,67 1116,67 a 7,73 30 mg L-1(G2) 1051,00 630,00 869,33 850,11 b 45 mg L-1(G3) 1291,33 825,33 714,33 943,66 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom (a,b) berarti berbeda nyata pada uji BNJ0,1pada data setelah ditransformasi + 0,5
Tabel 10. menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (G0) memiliki rata-rata bobot segar buah total tertinggi yaitu 1483,78 g, berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G3 namun tidak berbeda nyata dengan G1. Perlakuan 30 mg L-1 (G2) memiliki rata-rata bobot segar buah total terendah (850,11 g) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan G3.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Interaksi
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi giberelin dan frekuensi pemberian giberelin berpengaruh nyata pada parameter umur berbuah dan jumlah buah total dan berpengaruh sangat nyata pada parameter jumlah buah per tanaman dan umur buah matang dan jumlah biji.
Tomat varietas Permata F1 yang diberi giberelin pada konsentrasi 45 mg L-1, frekuensi pemberian 1 kali (G3F1) memiliki rata-rata umur berbuah paling cepat (48,92 hari) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan rata-rata umur berbuah paling lambat pada pemberian konsentrasi 0 mg L-1 frekuensi pemberian 2 kali (G0F2) yaitu 53,92 hari berbeda nyata dengan G1F2 namun
tidak berbeda nyata dengan pemberian konsentrasi yang berbeda frekuensi yang sama (G2F2 dan G3F2).
Hasil penelitian menunjukkan pemberian giberelin dan frekuensi pemberian giberelin tidak berpengaruh nyata namun interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap umur berbuah tomat. Tomat yang diberi perlakuan giberelin lebih cepat berbuah dibandingkan tanaman kontrol. Giberelin berperan merangsang serbuk sari untuk membentuk buah. Buah yang terbentuk tidak melalui proses fertilisasi seperti pada buah tanpa induksi giberelin. Menurut Annisah (2009) Pemberian giberelin dapat berpengaruh terhadap pemanjangan batang, pembungaan dan pembuahan. Giberelin berfungsi memperbesar bunga dan merangsang pembentukan buah.
Tomat dengan perlakuan konsentrasi 0 mg L-1 frekuensi pemberian satu kali (G0F1) memiliki rata-rata jumlah buah per tanaman tertinggi yaitu 18,75 buah. Konsentrasi pemberian giberelin 30 mg L-1 dan frekuensi pemberian 2 kali (G2F2) memiliki rata-rata jumlah buah terendah (7,33 buah). Pada pengamatan jumlah buah total perlakuan kontrol (G0F1) memiliki rata-rata jumlah buah total tertinggi yaitu 75,00 buah. Perlakuan 30 mg L-1 dan frekuensi pemberian 2 kali (G2F2) memiliki rata-rata jumlah buah total terendah (27,00 buah). Pada kebanyakan tanaman, auksin dan giberelin bekerja secara sinergis dalam mengatur pertumbuhan buah. Pada praktek penyemprotan giberelin pada buah anggur menjadikan buah anggur secara individu tumbuh lebih besar, ruas (internode) lebih panjang sehingga lebih banyak tempat untuk berkembang (Nasaruddin dan Musa, 2013). Perlakuan kontrol menunjukkan rata-rata jumlah buah tertinggi. Hal
ini diasumsikan kandungan giberelin pada ovarium sudah cukup sehingga tidak memerlukan lagi tambahan giberelin dari luar. Menurut hasil penelitian Gelmesa dkk (2013) aplikasi yang dilakukan berulang (selang tiga hari sekali setelah aplikasi pertama) lebih merangsang peningkatan kandungan giberelin sehingga ovul tidak bisa memberikan sinyal pada pollen tube untuk melakukan pembuahan sementara giberelin pada ovarium tercukupi pada ambang batas untuk tumbuh menjadi buah. Hal ini yang menyebabkan lebih sedikit ovul yang terbuahi.
Perlakuan konsentrasi 30 mg L-1, frekuensi pemberian tiga kali (G2F3) memiliki rata-rata umur buah matang paling cepat (86,17 hari). Konsentrasi pemberian giberelin 30 mg L-1 dan frekuensi pemberian 2 kali (G2F2) memiliki rata-rata umur buah matang paling lama (91,58 hari). Menurut hasil penelitian, peningkatan frekuensi penyemprotan giberelin memberikan rata-rata umur buah matang yang cepat. Giberelin juga berpengaruh pada percepatan buah matang. Hal ini sejalan dengan pendapat Annisah (2009) bahwa pemberian giberelin pada buah membantu mempercepat pematangan buah.
Tomat dengan perlakuan kontrol (G0F1) memiliki rata-rata jumlah biji tertinggi (48,89 biji) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Konsentrasi pemberian giberelin 45 mg L-1 dan frekuensi pemberian 3 kali (G3F3) memiliki rata-rata jumlah biji paling sedikit (21,73 biji). Pemberian giberelin menyebabkan adanya penurunan jumlah biji pada tomat. Penurunan jumlah biji pada buah diasumsikan giberelin membuat pembentukan buah lebih cepat dan membuat daging buah lebih tebal sehingga biji di dalam buah lebih sedikit. Hal ini sejalan dengan penelitian (Adnyesuari, Rudi, Suyadi, 2015) semakin meningkatnya
frekuensi penyemprotan GA3 menyebabkan berkurangnya jumlah biji per buah dibandingkan kontrol pada varietas Intan dan Gamato 3. Perbedaan jumlah biji yang terbentuk dapat berpengaruh terhadap karakteristik buah meskipun kenampakannya sama, seperti ukuran buah kecil dibandingkan buah berbiji atau buah tanpa pemberian giberelin.
4.2.2 Giberelin
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan giberelin berpengaruh sangat nyata pada parameter bobot segar per buah, diameter buah, jumlah biji, dan ketebalan daging buah.
Rata-rata bobot segar per buah tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (G0) yaitu 27,01 g berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan 30 mg L-1(G2) memiliki rata-rata bobot segar per buah terendah (20,13 g). Rata- rata diameter buah tertinggi terdapat pada perlakuan G0 (3,38 cm), sedangkan perlakuan 30 mg L-1 (G2) memiliki rata-rata diameter buah terendah (2,99 cm).
Perlakuan kontrol (G0) memiliki rata-rata tertinggi 378,77 g pada bobot segar buah per tanaman, sedangkan perlakuan 30 mg L-1(G2) memiliki rata-rata bobot segar buah tanaman terendah (227,62 g). Pengamatan bobot segar buah total menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (G0) memiliki rata-rata bobot segar buah total tertinggi yaitu 1483,78 g. Perlakuan 30 mg L-1(G2) memiliki rata-rata bobot segar buah total terendah (850,11 g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa giberelin mengakibatkan ukuran buah (bobot dan diameter) lebih kecil dibandingkan dengan buah pada tanaman kontrol. Penurunan bobot buah diasumsikan karena buah yang terbentuk bukan
terbentuk secara alami tetapi hasil dari pengaplikasian ZPT giberelin sehingga buah tidak sepenuhnya berkembang. Setiawan, Rudi, Purwantoro. (2015) menyatakan bahwa buah tomat hasil induksi giberelin memiliki ukuran buah yang lebih kecil dibandingkan buah tomat perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan buah hasil induksi GA memiliki jumlah sel yang lebih sedikit dibandingkan dengan buah yang dipolinasi, meskipun ukuran sel hasil perlakuan GA lebih besar.
Jumlah sel yang lebih sedikit mengakibatkan diameter buah dan bobot buah hasil perlakuan giberelin lebih kecil tetapi volume perikarp lebih besar dibandingkan dengan buah perlakuan kontrol.
Rata-rata jumlah biji tertinggi pada perlakuan kontrol (G0) yaitu 47,07 biji dan yang terendah pada perlakuan giberelin 45 mg L-1 (G3) 28,98 biji. Perlakuan giberelin menurunkan jumlah biji pada tomat. Semakin tinggi konsentrasi giberelin yang diberikan maka semakin berkurang biji pada tomat. Penyemprotan giberelin dari luar (secara eksogen) membuat biji tidak lagi berkembang karena pertumbuhan atau pembesaran buah disokong dari luar. Hal ini sejalan dengan pendapat Adnyesuari, Rudi, Suyadi (2015) bahwa penyemprotan GA3 pada kuncup bunga meningkatkan kandungan auksin dan giberelin endogen pada polen dan ovarium. Namun pada bunga yang diinduksi GA3, efek peningkatan giberelin dan auksin pada polen akan langsung berpengaruh terhadap peningkatan sintesis giberelin dan auksin pada ovarium sehingga merangsang pembelahan dan pembesaran sel. Jadi ovarium akan membesar tanpa rangsangan dari ovul dan menyebabkan tidak terbentuknya biji pada buah. Konsentrasi giberelin dan auksin pada ovarium baru akan meningkat setelah 28 jam semenjak aplikasi