• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Kompos Kascing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Kompos Kascing"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA)

DAN KOMPOS KASCING

SKRIPSI

OLEH :

JUNITA P. NAPITUPULU 080301025

BDP - AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA)

DAN KOMPOS KASCING

SKRIPSI

OLEH :

JUNITA P. NAPITUPULU 080301038

BDP - AGRONOMI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : Respons Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Kompos Kascing Nama : Junita P. Napitupulu

NIM : 080301025 Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. T Irmansyah, MP.) (Ir. Jonis Ginting, MS.) Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRACT

JUNITA P. NAPITUPULU: Response of sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Growth and Production by Giving Arbuskula Mycorrhiza Fungi (AMF) and Vermicompost, supervised by Ir. T. Irmansyah, MP and Ir. Jonis Ginting, MS.

The aims of this research is to obtain FMA and Vermicompost dosage and the best interactions both of it for sorgum’s (Sorghum bicolor (L) Moench.) growth and production. This research was conducted in UPT BBI Tanjung Selamat village of sub-districts Sunggal, Deli Serdang Medan with altitude + 25 feet above of sea level, from May to August 2012. The design was used Randomized Block Design (RBD) of two treatment factors. The first factor is FMA dosage (0, 5, 10)g/plant. The second factor is vermicompost (0, 30, 60, 90)g/plant. The measured of parameters were plant height, number of leaves, flowering, harvest, panicle seed weight of sample, panicle seed weight of plot, of sample production, production of plot and the degree of root infection. FMA significant effect on 6, 7, 8, and 9 weeks after planting, the degree of root infection. Vermicompost significant effect on 6, 7, 8, 9 weeks after planting. Interaction between FMA and Vermicompost is significantly affect the degree of mycorrhiza infection.

(5)

ABSTRAK

JUNITA P. NAPITUPULU: Respons Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula

(FMA) dan Kompos Kascing, dibimbing oleh Ir. T. Irmansyah, MP dan Ir. Jonis Ginting, MS.

Penelitian bertujuan untuk memperoleh dosis FMA dan kompos kascing serta interaksi dari keduanya yang lebih baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench.). Penelitian ini dilaksanakan UPT BBI Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut, dimulai pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah dosis FMA (0, 5, 10)g/tan. Faktor kedua adalah kompos kascing (0, 30, 60, 90)g/tan.

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, bobot biji malai per sampel, bobot biji malai per plot, produksi per sampel, produksi per plot dan derajat infeksi akar. FMA berpengaruh nyata terhadap 6, 7, 8, dan 9 minggu setelah tanam, derajat infeksi akar. Kompos kascing berpengaruh nyata terhadap 6, 7, 8, 9 minggu setelah tanam. Interaksi antara FMA dan kompos kascing berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi mikoriza.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Junita P. Napitupulu, lahir pada tanggal 09 Juni 1990 di Galang, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, anak ke-3 dari 5 bersaudara, puteri dari ayahanda A.R Napitupulu, BSc. dan ibunda A.R Sirait.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh hingga saat ini adalah Pendidikan Dasar di SD RK ABDI SEJATI Perdagangan lulus tahun 2002, Pendidikan Menengah Pertama di SMP RK BUDI MULIA Pematangsiantar lulus tahun 2005, Pendidikan Menengah Atas di SMA Negeri 3 Pematangsiantar lulus tahun 2008 dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2008 melalui Ujian Masuk Bersama (UMB) pada Program Studi Agroekoteknologi.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respons Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Kompos Kascing” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua atas segala doa dan telah membesarkan serta mendidik juga yang telah memberi dukungan serta motivasi materil spiritual serta atas semua perjuangan yang diberikan selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak Ir. T.Irmansyah, MP, sebagai ketua pembimbing dan bapak Ir. Jonis Ginting, MS., sebagai anggota pembimbing, yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan rasa sayang kepada kakanda Alfrida Napitupulu, abangda Konrad Napitupulu, adinda Feberahman Napitupulu dan Agustina Napitupulu atas segala bantuan dan doa yang diberikan kepada penulis.

Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada Denny Siregar, teman-teman BDP 2008, adek-adek stambuk 2009-2011 khususnya Martha, Ario, Anugerah, Wilmar, Eprando, Misel, Mitra, Vivian dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaaat

Medan, Desember 2012

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula ... 19

Penanaman ... 19

Aplikasi kompos kascing ... 19

(9)

Penjarangan ... 20

Penyiangan ... 20

Pembumbunan ... 20

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

Panen ... 21

Pengeringan ... 21

Pengamatan Parameter ... 21

Tinggi tanaman (cm) ... 21

Jumlah daun (helai) ... 22

Umur berbunga (hari) ... 22

Umur panen (hari) ... 22

Produksi per sampel(g) ... 22

Produksi per plot(g) ... 22

Berat biji malai per sampel (g) ... 23

Berat biji malai per plot (g) ... 23

Derajat Infeksi akar (%) ... 23

Bobot 100 biji (g) ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Pembahasan ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rataan Tinggi Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing umur 6,7,8, dan 9 MST ... 26

2 Rataan Jumlah Daun Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing umur 6,7,8 dan 9 MST ... 29

3 Rataan Umur Berbunga Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 31

4 Rataan Derajat Infeksi Akar Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 32

5 Rataan Umur Panen Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 34

6 Rataan Produksi per sampel Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 35

7 Rataan Produksi per plot Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 35

8 Rataan Berat Malai per sampel Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 36

9 Rataan Berat Malai per plot Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 37

10 Rataan Bobot 100 biji Tanaman Sorgum Terhadap Pemberian FMA dan Kascing ... 38

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik Hubungan Tinggi Tanaman Sorgum pada Umur 8 MST terhadap

pemberian FMA ... 27

2 Grafik Hubungan Tinggi Tanaman Sorgum pada Umur 8 MST terhadap

pemberian Kascing ... 28

3 Grafik Hubungan Jumlah Daun Tanaman Sorgum Umur 8 MST terhadap pemberian FMA ... 30

4 Grafik Hubungan Jumlah Daun Tanaman Sorgum Umur 8 MST terhadap pemberian Kascing ... 31

5 Grafik Hubungan Derajat Infeksi Akar terhadap pemberian FMA dan

Kascing ... 33

6 Grafik Hubungan Derajat Infeksi Akar terhadap interaksi pemberian FMA dan Kascing ... 33

   

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Halaman

1.

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm)……...…………. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST………. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm)..….………. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST………. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm)……...…………. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST………. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm)..…….…………. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST………. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm)...………. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST………. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 7 MST (cm)……… Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 7 MST………. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 8 MST (cm)……… Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST………. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 9 MST (cm)……… Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 9 MST………. Data Pengamatan jumlah daun 2 MST (helai)……… Daftar Sidik Ragam jumlah daun 2 MST……..………. Data Pengamatan jumlah daun 3 MST (helai) ……….. Daftar Sidik Ragam jumlah daun 3 MST……..………. Data Pengamatan jumlah daun 4 MST (helai)..……….. Daftar Sidik Ragam jumlah daun 4 MST……..……….

(13)

23.

Data Pengamatan jumlah daun 5 MST (helai)……… Daftar Sidik Ragam jumlah daun 5 MST……..………. Data Pengamatan jumlah daun 6 MST (helai)………... Daftar Sidik Ragam jumlah daun 6 MST……..………. Data Pengamatan jumlah daun 7 MST (helai)……… Daftar Sidik Ragam jumlah daun 7 MST……..………. Data Pengamatan jumlah daun 8 MST (helai)……… Daftar Sidik Ragam jumlah daun 8 MST……..………. Data Pengamatan jumlah daun 9 MST (helai)……… Daftar Sidik Ragam jumlah daun 9 MST……..………. Data Pengamatan umur berbunga (hari)………. Daftar Sidik Ragam Umur Berbunga………. Data Pengamatan derajat infeksi akar (%)…….,……… Daftar Sidik Ragam derajat infeksi akar (%)….………. Data Pengamatan Umur Panen (hari)………. Daftar Sidik Ragam Umur Panen……..………. Data Pengamatan Produksi per sampel (g)…...……….. Daftar Sidik Ragam Produksi per sampel………... Data Pengamatan Produksi per plot (g)……….………. Daftar Sidik Ragam Produksi per plot……… Data Pengamatan Berat Malai per sampel (g)…...………. Daftar Sidik Ragam Berat Malai per sampel……….. Data Pengamatan Berat Malai per plot (g)……….………… Daftar Sidik Ragam Berat Malai per plot………..

(14)

47.

Data Pengamatan Bobot 100 biji (g)……….………. Daftar Sidik Ragam Bobot 100 biji……… Bagan penelitian ……… Jarak Tanam Dalam Plot……… Jadwal Kegiatan Mingguan……… Deskripsi Sorgum Varietas Numbu……… Dasar Perhitungan Pupuk……….. Analisis Tanah Lahan Penelitian……… Analisis Kascing……… Data BMKG……….. Foto Penelitian ……….. Foto Pengamatan Derajat Infeksi Akar ………. Foto Tanaman Sampel per plot perlakuan ……….

(15)

ABSTRACT

JUNITA P. NAPITUPULU: Response of sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Growth and Production by Giving Arbuskula Mycorrhiza Fungi (AMF) and Vermicompost, supervised by Ir. T. Irmansyah, MP and Ir. Jonis Ginting, MS.

The aims of this research is to obtain FMA and Vermicompost dosage and the best interactions both of it for sorgum’s (Sorghum bicolor (L) Moench.) growth and production. This research was conducted in UPT BBI Tanjung Selamat village of sub-districts Sunggal, Deli Serdang Medan with altitude + 25 feet above of sea level, from May to August 2012. The design was used Randomized Block Design (RBD) of two treatment factors. The first factor is FMA dosage (0, 5, 10)g/plant. The second factor is vermicompost (0, 30, 60, 90)g/plant. The measured of parameters were plant height, number of leaves, flowering, harvest, panicle seed weight of sample, panicle seed weight of plot, of sample production, production of plot and the degree of root infection. FMA significant effect on 6, 7, 8, and 9 weeks after planting, the degree of root infection. Vermicompost significant effect on 6, 7, 8, 9 weeks after planting. Interaction between FMA and Vermicompost is significantly affect the degree of mycorrhiza infection.

(16)

ABSTRAK

JUNITA P. NAPITUPULU: Respons Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula

(FMA) dan Kompos Kascing, dibimbing oleh Ir. T. Irmansyah, MP dan Ir. Jonis Ginting, MS.

Penelitian bertujuan untuk memperoleh dosis FMA dan kompos kascing serta interaksi dari keduanya yang lebih baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench.). Penelitian ini dilaksanakan UPT BBI Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut, dimulai pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah dosis FMA (0, 5, 10)g/tan. Faktor kedua adalah kompos kascing (0, 30, 60, 90)g/tan.

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, bobot biji malai per sampel, bobot biji malai per plot, produksi per sampel, produksi per plot dan derajat infeksi akar. FMA berpengaruh nyata terhadap 6, 7, 8, dan 9 minggu setelah tanam, derajat infeksi akar. Kompos kascing berpengaruh nyata terhadap 6, 7, 8, 9 minggu setelah tanam. Interaksi antara FMA dan kompos kascing berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi mikoriza.

(17)

PENDAHULUAN Latar belakang

Sorgum (Sorghum bicolor L.Moench) merupakan salah satu tanaman bahan pangan penting di dunia. Kebanyakan produksinya digunakan sebagai bahan makanan, minuman, makanan ternak, dan kepentingan industri. Tanaman sorgum merupakan sumber karbohidrat yang mudah dibudidayakan. Dalam setiap 100 gram sorgum, terkandung 73,0 g karbohidrat dan 332 kal.kalori, serta nutrisi lainnya, seperti protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B1 dan air (Rukmana dan Oesman, 2001).

Cendawan mikoriza merupakan cendawan obligat, dimana kelangsungan hidupnya berasosiasi akar tanaman dengan sporanya. Spora berkecambah dengan membentuk apressoria sebagai alat infeksi, dimana infeksinya biasa terjadi pada zone elongation. Proses ini dipengaruhi oleh anatomi akar dan umur tanaman yang terinfeksi. Hifa yang terbentuk pada akar yaitu interseluler dan intraseluler dan terbatas pada lapisan korteks, dan tidak sampai pada stele. Hifa yang berkembang diluar jaringan akar, maka berperan terhadap penyerapan unsur hara tertentu dan air (Talanca dan Adnan, 2005).

(18)

Azobacter sp yang merupakan bakteri penambat N non-simbiotik yang membantu

memperkaya unsur N yang diperlukan oleh tanaman.

Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa bermikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain daripada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk. Tanaman yang bermikoriza (endo-mikoriza) dapat menyerap pupuk P lebih tinggi (10-27%) dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza (0.4-13%). Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian dapat menghemat penggunaan pupuk nitrogen 50%, pupuk phosfat 27% dan pupuk kalium 20% (Madjid, 2009).

Mengingat begitu luasnya lahan kritis serta laju degradasi lahan yang semakin tinggi, maka usaha-usaha untuk restorasi dan menekan laju lahan kritis sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. Usaha konservasi tanah dan air secara fisik, kimia dan biologi sudah banyak dilakukan, namun hasil yang diperoleh belum optimal. Oleh karenanya upaya lain harus diusahakan sebagai pelengkap dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan mikoriza yang diyakini mampu memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Subiksa, 2010).

(19)

Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh dosis FMA dan Kompos Kascing serta interaksi dari

keduanya yang tepat untuk pertumbuhan dan produksi tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench).

Hipotesis Penelitian

Ada respons pertumbuhan dan produksi pada Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) akibat pemberian beberapa dosis FMA dan

kompos kascing serta interaksi dari kedua faktor tersebut. Kegunaan Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Tanaman sorgum dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledonae,

Ordo: Poales, Family: Graminaceae, Genus: Sorghum, Species: Sorghum bicolor L. (Duljapar, 2000).

Bagian tanaman diatas tanah tumbuh lambat sebelum perakarannya berkembang dengan baik. Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal

(akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk

perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung (http://www.deptan.go.id, 2008).

Batang hermada atau sorgum lurus, berwarna hijau dan beruas-ruas. Panjang ruas antara 15-20 cm. Diameter batang antara 0,8-1 cm, bila batang di potong melintang akan tampak bahwa batang tidak berlubang. Warna batang bagian dalam, putih seperti gabus (Duljapar, 2000).

Luas permukaan daun tanaman sorgum hanya setengah dari daun tanaman jagung. Permukaan daunnya dilapisi oleh lapisan lilin dan dapat menggulung bila mengalami kekeringan. Proses evavorasi pada sorgum kira-kira setengah dari jagung (Departemen Pertanian, 1990).

(21)

Warna dari biji sorgum bervariasi tergantung kultivar dan jenisnya ada yang berwarna putih hingga berwarna kekuningan dari merah hingga berwarna coklat gelap. Warna pigmen dari biji berasal dari pericarp atau testa bukan dari endosperm. Endosperm pada sorgum berwarna putih sama seperti yang terdapat pada jagung putih. Ukuran biji bervariasi tergantung varietas dan jenis dengan ukuran biji kira-kira 12.000-60.000 biji/pound (Metcalfe and Elkins, 1980).

Syarat Tumbuh Iklim

Sorgum adalah salah satu tanaman yang kuat dan mampu bertahan pada iklim yang ekstrim lebih dari tanaman serelia lain. Sorgum dapat bertahan pada

bermacam-macam temperatur dari 15,50 C-40,50 C. dengan curah hujan sekitar 35-150 cm pertahunnya (Thakur, 1980).

Sepanjang hidupnya tanaman sorgum memerlukan sinar matahari penuh. Oleh karena itu, saat tanam yang cocok adalah musim kemarau (Duljapar, 2000).

Menurut hasil penelitian, lahan yang cocok untuk pertumbuhan yang optimum untuk pertanaman sorgum adalah: suhu optimum 230-300 C, kelembaban relatif 20% - 40% dan suhu tanah ± 250 C dan ketinggian tempat ≤ 800 m dpl (http://www.deptan.go.id, 2008).

Angin membantu dalam penyerbukan, namun angin yang terlalu kencang

dapat merugikan, karena merusak daun dan mematahkan batang pokok (Duljapar, 2000).

Tanah

(22)

pada tanah yang tergenang atau pada tanah rawa. Walaupun sorgum lebih mampu bertahan pada kondisi air yang tergenang dibandingkan dengan tanaman jagung namun drainase yang baik lebih cocok ntuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).

Selain persyaratan diatas sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah podsolik merah kuning yang masam, namun untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal perlu dipilih tanah ringan atau mengandung pasir dan bahan organik yang cukup. Tanaman sorgum dapat beradaptasi pada tanah yang sering tergenang air pada saat banyak turun hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat (http://www.deptan.go.id, 2008).

Sorghum

Sorgum merupakan tanaman yang sangat berpotensi untuk dikembangkan karena dapat menjadi salah satu tanaman yang mampu memenuhi kebutuhan pangan, industri dan sumber energi. Sorgum mempunyai potensi sebagai bahan baku bioetanol yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Sorgum merupakan tanaman pangan alternative yang sangat produktif dan memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut. Menurut Gebe (2008) menyatakan bahwa sorgum mampu menggantikan premium sebagai bahan bakar minyak alternatif karena batangnya mampu menghasilkan etanol berkadar 96%.

(23)

sulit dicari di pasaran. Selanjutnya Ismail dan Kodir (1977), menyatakan bahwa pembudidayaan tanaman sorgum relatif lebih mudah, tidak memerlukan tanah yang subur, dan relatif toleran kekeringan. Biji sorgum mengandung 9,8% protein

dan 2,3% lemak sedangkan biji jagung mengandung 9,4% protein dan 4,2% lemak. Oleh karena itu, sorgum layak dipertimbangkan sebagai sumber

pangan dan pakan. Tepung sorgum relatif baik sebagai bahan baku (Aluko dan Ohegbemi, 1989) atau campuran dengan tepung terigu untuk roti

tawar, roti biasa, atau biskuit. Sorgum dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan baku gula sirup (Mudjisihono, 1991).

Menurut Beti dkk (1990) dan Sudaryono (1996), tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budidaya dan pascapanen serta jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budidaya sorgum spesifik lokasi belum tersedia, teknologi budidaya sorgum hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang paling mendasar adalah penyediaan teknologi pasca panen baik primer maupun sekunder serta jaminan pasar dan permintaan.

Menurut Anonim (1996); Sudaryono (1996), secara umum masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut:

1) Nilai keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi sorgum relative rendah dibandingkan komoditas serealia lain.

2) Pascapanen sorgum (peralatan dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih sulit dilakukan.

(24)

4) Penyebaran informasi serta pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.

5) Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan.

6) Ketersediaan varietas yang disenangi petani masih kurang.

7) Penyediaan benih belum memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu, dan tempat).

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1996), menyatakan bahwa untuk menciptakan sistem agribisnis dan agroindustri sorgum, ketersediaan teknologi mutlak diperlukan, yang meliputi teknologi budidaya serta pascapanen/ pengolahan. Dengan demikian terdapat peluang untuk meningkatkan ekspor sorgum ke luar negeri.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

(25)

Ada sebagian jenis isolat MVA yang tidak berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun adalah Gigaspora sp, G. manihotis, Glomus sp. Pada penelitian ini jenis mikoriza yang dipakai adalah Glomus etunicatum, Acaulospora sp, Gigaspora sp, G. manihotis dan Glomus sp. Menurut pernyataan Sitrianingsih (2010), menyatakan bahwa dalam penelitian ini hanya sebagian kecil jenis mikoriza yang yang memiliki pengaruh terhadap pertambahan jumlah daun pada tanaman, maka dimungkinkan pemberian MVA tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan jumlah daun.

Efektivas setiap jenis CMA selain tergantung dari jenis CMA itu sendiri juga sangat tergantung dari jenis tanaman dan jenis tanah serta interaksi antara ketiganya. Menurut Brundrett dkk (1996), bahwa setiap jenis tanaman memberikan tanggap yang berbeda terhadap CMA, demikian juga dengan jenis tanah, berkaitan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Setiap CMA mempunyai perbedaan dalam kemampuannya meningkatkan penyerapan hara dan pertumbuhan, sehingga akan berbeda pula efektivasnya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman di lapangan.

(26)

Selain faktor unsur hara, faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap waktu munculnya bunga. Kondisi lingkungan di tempat penelitian pada masa vegetatif tanaman bersuhu tinggi. Pada suhu yang tinggi kelembaban pun juga tinggi. Hal ini membuat tanaman sulit berpindah dari fase vegetatif menuju fase generatif. Pada kondisi ketersediaan air yang tinggi, maka tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya. Dengan air dan nitrogen yang melimpah, titik tumbuh apikal lebih aktif, sehingga pertumbuhan vegetatif lebih dominan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitrianingsih (2010), yang menyatakan bahwa masa vegetatif terus berlangsung sampai masa generatif yang diawali dengan pembentukan bunga diikuti pembentukan dan pengisian buah, pembentukan biji, polong atau sejenisnya, kemudian diakhiri dengan masa pemasakan. Selain faktor kelembapan juga ada faktor hama yang menghambat proses munculnya bunga pada tanaman sorgum.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mikoriza mempunyai peranan dalam hal pengendalian penyakit tanaman. Menurut Linderman (1988), menduga bahwa mekanisme perlindungan mikoriza terhadap patogen berlangsung sebagai berikut: 1) cendawan mikoriza memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, sehingga patogen tidak dapat berkembang, 2) terbentuknya substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan untuk menghambat perkembangan patogen, 3) memacu perkembangan mikroba saprofitik disekitar perakaran.

(27)

air, anakan yang akarnya terinfeksi oleh MVA, cepat pulih dan dapat tumbuh dengan baik dalam pembibitan, hal ini disebabkan MVA mampu meningkatkan kapasitas absorbsi air pada tanaman inang. Sedangkan menurut Sastrahidayat dkk (2001), melaporkan bahwa pada tanaman jagung, akibat pemberian mikoriza MVA Gigospora margarita berat tongkol kering jemur dan berat pipilan kering lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza. Hal ini diakibatkan oleh hifa-hifa external jamur MVA dapat membantu penyerapan air maupun unsur-unsur hara yang digunakan dalam proses metabolisme di dalam tubuh tanaman sehingga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan organ-organ produktif. Inokulasi 10 g spora mikoriza ditambah tanah bermesilia jamur Scleroderma sp 5% dari volume wadah memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang, tinggi tanaman, kekokohan semai, kandungan air relatif, indek kualitas semai dan berat kering total pada bibit meranti merah.

(28)

Kompos Kascing

Dewasa ini, pemanfaatan pupuk organik atau yang dikenal dengan istilah pertanian alami (back to nature farming) dan pupuk hayati banyak dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik sekaligus untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pupuk anorganik yang beranalisis tinggi. Salah satu pupuk organik yang banyak digunakan adalah pupuk kascing (Sirwin dkk, 2007).

Dalam penelitian Hameeda dkk (2007), dosis kompos juga sangat berpengaruh bagi pertumbuhan dan hasil tanaman, karena selain sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, kompos juga sebagai tempat berkembangnya jutaan mikroorganisme tanah yang bersifat membantu pertumbuhan tanaman. Kompos menunjukkan perbaikan dalam pertumbuhan tanaman pada dosis 2,5 dan 5 ton per hektar. Namun, penambahan mikoriza bersama dengan kompos pada konsentrasi yang lebih tinggi menurunkan pertumbuhan tanaman.

(29)

Basuki (2000), menyatakan bahwa kompos digunakan dengan maksud memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah, daya resap air hujan, daya mengikat air, tata udara tanah dan ketahanan terhadap erosi yang semakin baik. Pemberian pupuk kompos memberi respon yang positif terhadap pertumbuhan tanaman.

Bahan organik mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka/sarang sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dibandingkan dengan tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan organik relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang digunakan oleh mikroorganisme tanah bermanfaat dalam mempercepat pelepasan hara (Susanto, 2002).

(30)

pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman muda umumnya, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah dapat meningkatkan produksi biji-bijian.

Kompos merupakan salah satu bahan organik yang cocok dimanfaatkan untuk peningkatan produksi tanaman, dan pada dosis tertentu dimana kadar dan organik sangat menentukan kecocokan alami untuk pertanaman dan menghasilkan senyawa yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ngadiman dkk (1992), yang menyatakan bahwa masukan bahan organik ke dalam tanah (pupuk organik) selain memasok berbagai macam hara tanah juga berdaya membenahi sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Kadar dan kualitas bahan organik didalam tanah sangat menentukan kecocokan alami untuk pertanaman, sehingga harkatnya perlu dipertahankam pada kisaran tertentu dengan pasokan bahan organik. Ini didukung juga dari literatur Isroi (2007) yang menyatakan bahwa kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan organ vegetatif akan mempengaruhi hasil tanaman. Semakin besar atau kecilnya pertumbuhan organ vegetatif yang berfungsi sebagai penghasil asimilat (source) akan meningkatkan atau menurunkan pertumbuhan organ pemakai (sink) yang akhirnya akan memberikan hasil produksi yang semakin besar atau sedikit juga.

(31)
(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan unit penelitian tanaman pangan di Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut, dimulai pada bulan Mei sampai Agustus 2012.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih tanaman sorgum varietas numbu (Deskripsi tanaman sorgum dapat dilihat pada Lampiran 54), kompos kascing, mikoriza (dengan komposisi tanah dan glomus serta gigaspora), insektisida (Deltamethrin dengan dosis 0,5 cc/liter), dan air untuk menyiram tanaman.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, meteran, timbangan, tugal, handsprayer, pacak sampel, pacak perlakuan, label, karung, tali plastik, ember, pisau, plastik, plakat nama, alat tulis dan kalkulator. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Fungi Mikoriza Arbuskula (M) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : M0 = 0 g/tanaman (Kontrol)

M1 = 5 g/tanaman M2 = 10 g/tanaman

(33)

K1 = 2 ton/ha (30 g/tanaman) K2 = 4 ton/ha (60 g/tanaman) K3 = 6 ton/ha (90 g/tanaman)

(Hasil perhitungan pupuk dapat dilihat pada Lampiran 55) Hasil kombinasi perlakuan sebanyak 12, yaitu :

M0K0 M1K0 M2K0

M 0K1 M1K1 M2K1

M 0K2 M1K2 M2K2

M 0K3 M1K3 M2K3

Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan Jumlah plot/blok : 12 plot Jumlah plot seluruhnya : 36 plot

Ukuran plot : 240 cm x 145 cm

Jarak Tanam : 60 cm x 25 cm

Jarak antar plot : 30 cm Jarak antar blok : 50 cm Jumlah tanaman/plot : 24 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 864 tanaman Jumlah sampel/plot : 5 tanaman Jumlah sampel seluruhnya : 180 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

(34)

Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat FMA (C) taraf ke-j dan pengaruh Pupuk K (K) pada taraf ke-k

µ : Nilai tengah ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan FMA pada taraf ke-j βk : Efek pemberian Pupuk K pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara FMA taraf ke-j dan pemberian Pupuk K taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, FMA ke-j dan Pupuk K ke-k

Apabila sidik ragam nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan

(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan

Lahan yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm dan ukuran plot 240 cm x 145 cm (Bagan lahan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 51) dan jarak antar plot dengan parit luar 50 cm yang memanjang dari arah utara-selatan (Jarak tanam antar plot dapat dilihat pada Lampiran 52).

Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Aplikasi FMA dalam bentuk media padat/pasir dilakukan pada saat tanam, dengan pemberian sebanyak 5 g dan 10 g/lubang tanam sesuai dengan perlakuan. Setelah itu ditutup dengan kompos kascing sebagai penutup tanah.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan tugal, yakni dengan cara menugal lahan yang telah digemburkan kira-kira sedalam 5 cm dari permukaan tanah kemudian dimasukkan benih sorgum sebanyak 2 benih/lubang tanam yang sebelumnya telah direndam air 10-15 menit. Jarak tanam yang digunakan adalah 60x25 cm. Aplikasi Kompos Kascing

(36)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari tergantung pada kondisi lingkungan dan kelembaban tanah. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan saat tanaman berumur dua minggu, dengan cara memotong tanaman menggunakan pisau atau gunting dan meninggalkan tanaman yang paling baik dan sehat. Sehingga pada tiap lubang tersisa satu tanaman yang terbaik untuk dipelihara hingga panen.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut dan menggunakan cangkul penyiangan disesuaikan dengan keadaan gulma di lapangan. Karena keberadaan gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman utama dalam mendapatkan air dan unsur hara yang ada di dalam tanah atau bahkan menjadi tempat hama atau penyakit. Penyiangan gulma dilakukan 3 kali yaitu sekali sebulan.

Pembumbunan

(37)

sebanyak 2 kali yaitu pada saat tanaman berumur 5 minggu sesudah tanam (MST) kemudian selanjutnya pembumbunan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan tergantung pada kondisi lapangan. Bila terjadi serangan hama, maka dilakukan penyemprotan dengan Decis EC dengan dosis 0,5 cc/liter air.

Panen

Kriteria malai sorghum yang siap panen adalah bijinya keras dan jika digigit terasa tepungnya atau bersuara gemerisik apabila digerakkan. Panen dilakukan pada umur 105 HST atau setelah tanaman menunjukkan matang fisiologis seperti kadar tepung biji yang maksimal dan daun sudah menguning. Panen dilakukan dengan cara memangkas tangkai mulai 7,5 -15 cm dibawah bagian biji dengan menggunakan pisau dan sabit.

Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama lebih kurang 60 jam dibawah sinar matahari.

Pengamatan Parameter Tinggi tanaman (cm)

(38)

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung yaitu daun yang telah terbuka sempurna dan masih berwarna hijau. Penghitungan pertama dilakukan dua minggu setelah tanam dengan interval 1 minggu sekali sampai populasi tanaman sorgum telah berbunga sebanyak 75%.

Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga ditentukan pada saat bunga setiap tanaman muncul. Dicatat umur berbunga setiap hari dimulai sejak bunga pertama keluar sampai dengan tanaman sorgum telah berbunga sebanyak 75%.

Umur Panen (hari)

Umur panen dihitung setelah tanaman telah memenuhi kriteria panen. Kriteria malai sorghum yang siap panen adalah bijinya keras dan jika digigit terasa tepungnya atau bersuara gemerisik bilamana digerakkan.

Produksi per sampel (g)

Produksi per sampel diambil dengan cara menimbang biji tiap sampel perlakuan setelah biji dipisahkan atau dirontokkan dari malai dan dibersihkan dari kotoran-kotoran. Produksi per sampel ditimbang setelah tanaman di panen.

Produksi per plot (g)

(39)

Berat Malai per sampel (g)

Berat malai per sampel diambil dengan cara menimbang biji tiap sampel perlakuan. Berat malai per sampel ditimbang setelah tanaman dipanen.

Berat Malai per plot (g)

Berat malai per plot diambil dengan cara menimbang biji tiap plot perlakuan. Berat malai per plot ditimbang setelah tanaman di panen.

Derajat Infeksi (%)

Derajat infeksi diamati pada akar tanaman di akhir pertumbuhan vegetatif tanaman. Akar diteliti untuk mengetahui berapa persen FMA menginfeksi akar tanaman.

Pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman contoh dilakukan melalui teknik pewarnaan akar (staining akar). Metoda yang digunakan untuk pembersihan dan pewarnaan akar sampel adalah metoda dari Kormanik dan McGraw (1982). Langkah selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Pilih akar-akar halus dengan diameter 0,5-2,0 mm (Rajapakse dan Miller Jr., 1992) segar dan dicuci dengan air mengalir hingga bersih.

2. Akar sampel dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama lebih kurang 24 jam sehingga akar akan berwarna putih atau pucat. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan pengamatan struktur infeksi CMA.

3. Larutan KOH kemudian dibuang dan akar contoh dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit.

4. Selanjutnya akar contoh direndam dalam larutan HCl 2% dan diinapkan selama satu malam.

5. Larutan HCl 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan.

(40)

7. Kemudian larutan Trypan blue dibuang dan diganti dengan larutan lacto glycerol untuk proses destaining (pengurangan warna).

8. Secara acak diambil potong-potongan akar yang telah diwarnai dengan panjang ± 1 cm sebanyak 10 potongan akar dan disusun pada kaca preparat, untuk setiap tanaman sampel dibuat dua preparat akar.

9. Letakkan kaca penutup (cover glass) di atas potongan-potongan akar (usahakan semua potongan akar tertutup) kemudian dengan menggunakan ujung lidi yang tumpul tekan potongan akar secara perlahan-lahan sehingga potongan akar menjadi lembaran tipis.

10. Selanjutnya kegiatan pengamatan siap dilakukan.

11. Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metoda panjang akar terkolonisasi (Giovannetti dan Mosse, 1980). Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda-tanda kolonisasi (terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula) diberi tanda positif (+), sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif (-). Derajat/persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus:

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil pengamatan dan sidik ragam pada lampiran 1 s/d 50 diperoleh hasil fungi mikoriza arbuskula (FMA) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 s/d 9 MST, jumlah daun 7 s/d 9 MST, dan derajat infeksi akar, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman 2 s/d 5 MST, jumlah daun 2 s/d 6 MST umur berbunga, umur panen, bobot per sampel, dan bobot perplot, berat malai per sampel, berat malai per plot, dan bobot 100 biji. Pupuk Kascing berpengaruh nyata terhadap terhadap tinggi tanaman 6 s/d 9 MST, jumlah daun 6 s/d 9 MST namun berpengaruh tidak nyata pada tinggi tanaman 2 s/d 5 MST, jumlah daun 2 s/d 6 MST, umur berbunga dan umur panen, produksi per sampel, produksi per plot, berat malai per sampel, berat malai per plot, dan bobot 100 biji. Sedangkan interaksi antara FMA dan pupuk kascing berpengaruh nyata pada parameter derajat infeksi.

Tinggi tanaman (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman pada umur 2 s/d 9 MST dapat dilihat pada Lampiran 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16. Dari daftar sidik ragam tersebut diperoleh bahwa perlakuan FMA dan kascing berpengaruh nyata pada pengamatan parameter tinggi tanaman 6 s/d 9 MST. Sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada pengamatan parameter tinggi tanaman.

(42)

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing umur 6,7,8,dan 9 MST.

Waktu FMA Kascing

Rataan Pengamatan (g/tan) K0=0 K1=30 K2=60 K3=90

……….cm……….. M0=0 161.09 165.71 176.02 185.41 172.06b

6 MST M1=5 157.71 167.57 176.10 185.42 171.70b

M2=10 181.41 182.25 183.18 187.44 183.57a Rataan 166.74b 171.84ab 178.43a 186.09a

M0=0 213.87 216.60 223.07 229.50 220.76b

7 MST M1=5 209.87 214.93 221.67 229.93 219.10b

M2=10 226.87 226.67 235.90 240.03 232.37a Rataan 216.87b 219.40ab 226.88a 233.16a

M0=0 243.17 242.59 250.79 258.75 248.83b

8 MST M1=5 236.23 242.50 244.47 261.26 246.12b

M2=10 253.33 254.87 261.93 271.81 260.49a Rataan 244.24b 246.66ab 252.40a 263.94a

M0=0 267.93 268.00 277.93 283.53 274.35b

9 MST M1=5 266.93 269.63 271.53 285.07 273.29b

M2=10 279.87 282.20 288.47 293.77 286.08a Rataan 271.58b 273.28ab 279.31a 287.46a

Keterangan: data yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan 5%

(43)

Hubungan tinggi tanaman sorgum pada umur 8 MST terhadap pemberian FMA dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Grafik hubungan tinggi tanaman umur 8 MST terhadap pemberian FMA

Dari grafik dapat dilihat tinggi tanaman umur 8 MST pada berbagai dosis FMA menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana hasil optimum yang yaitu pada perlakuan M2 (10 g), dan yang terendah pada perlakuan M1 (5 g).

Hubungan tinggi tanaman sorgum pada umur 8 MST terhadap pemberian kascing dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Grafik hubungan tinggi tanaman umur 8 MST terhadap pemberian kompos kascing

(44)

Jumlah Daun (helai)

Hasil pengamatan jumlah daun pada umur 2 s/d 9 MST dapat dilihat pada Lampiran 17, 19, 21, 23, 25, 27, 29, dan 31 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30, dan 32. Dari daftar sidik ragam tersebut diperoleh bahwa pemberian FMA dan kascing berpengaruh nyata pada pengamatan parameter jumlah daun 6 s/d 9 MST. Sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata pada pengamatan parameter jumlah daun.

Rataan jumlah daun terhadap pemberian FMA dan kascing pada umur 6 s/d 9 MST dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan jumlah daun tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing umur 6, 7, 8, dan 9 MST.

Rataan 9.33b 9.73ab 9.93a 10.09a

M0=0 11.00 11.20 11.20 11.73 11.28b

7 MST M1=5 10.93 10.87 11.13 11.60 11.13b

M2=10 11.40 11.33 11.80 12.33 11.72a Rataan 11.11b 11.13ab 11.38a 11.89a

M0=0 12.20 12.27 12.67 13.00 12.53b

8 MST M1=5 12.27 12.20 12.33 13.07 12.47b M2=10 12.67 12.93 13.07 13.40 13.02a

Rataan 12.38b 12.47ab 12.69a 13.16a

M0=0 13.20 13.53 13.80 14.07 13.65b

9 MST M1=5 13.40 13.27 13.53 14.33 13.63b

M2=10 13.87 14.00 14.13 14.60 14.15a Rataan 13.49b 13.60ab 13.82a 14.33a

(45)

Dari Tabel.2 dapat dilihat bahwa pemberian FMA berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun umur tanaman 8 MST. Data tertinggi yang diperoleh yaitu pada perlakuan M2 (13.02 helai) dan berbeda nyata pada perlakuan M0 dan M1. Pada pemberian kascing, data tertinggi yang diperoleh yaitu pada perlakuan K3 (13.16 helai) dan berbeda nyata pada perlakuan K0 dan K1 namun tidak berbeda nyata pada perlakuan K2.

Hubungan jumlah daun tanaman sorgum pada umur 8 MST terhadap pemberian FMA dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik hubungan jumlah daun tanaman sorgum umur 8 MST terhadap pemberian FMA

(46)

Hubungan jumlah daun tanaman sorgum pada umur 8 MST terhadap pemberian kascing dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik hubungan jumlah daun tanaman sorgum umur 8 MST terhadap pemberian kascing

Dari grafik dapat dilihat jumlah daun umur 8 MST pada berbagai dosis kascing menunjukkan hubungan yang linier, dimana hasil optimum yang yaitu pada perlakuan K3 (2 g), dan yang terendah pada perlakuan K0 (0 g).

Umur Berbunga (hari)

Hasil pengamatan umur berbunga dapat dilihat pada Lampiran 33 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 34. Dari daftar sidik ragam tersebut diperoleh bahwa perlakuan FMA dan kascing serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Rataan umur berbunga terhadap pemberian FMA dan kascing dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan umur berbunga tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing

FMA Kascing (g/tan)

Rataan

(g/tan) K0=0 K1=30 K2=60 K3=90

………hari……….

M0=0 71.27 71.20 70.33 70.87 70.92

M1=5 72.27 71.27 72.00 69.80 71.33

M2=10 71.20 70.93 69.53 70.13 70.45

(47)

Dari Tabel 3. Dapat dilihat bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi dari keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.

Dengan pemberian FMA umur berbunga tercepat terdapat pada perlakuan M2 (70.45 HST) sedangkan umur berbunga terlama terdapat pada perlakuan M1 (71.33 HST). Pada perlakuan pupuk kascing, umur berbunga tanaman tercepat terdapat pada perlakuan K3 (70.27 HST) sedangkan yang terlama pada perlakuan K0 (71.58 HST). Dan pada interaksi keduanya, umur berbunga tercepat terdapat pada perlakuan M1K2 (72.00 HST) sedangkan umur berbunga terlama terdapat pada perlakuan M2K2 (69.53 HST).

Derajat Infeksi Akar (%)

Hasil pengamatan derajat infeksi dapat dilihat pada Lampiran 35, sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 36. Dari daftar sidik ragam tersebut diperoleh bahwa pemberian FMA dan interaksi keduanya berpengaruh nyata. Sedangkan kascing berpengaruh tidak nyata terhadap pengamatan parameter derajat infeksi akar. Rataan derajat infeksi interaksi keduanya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan derajat infeksi akar terhadap pemberian FMA dan kascing

FMA Kascing (g/tan)

M2=10 85.00 88.33 80.00 83.33 84.17a

Rataan 76.67b 71.67ab 81.11a 82.22a

Keterangan: data yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan 5%

(48)

Sedangkan pada interaksi keduanya, cenderung tertinggi pada perlakuan M0K2 (90.00 %) dan yang terendah pada perlakuan M0K1 (41.67 %).

Hubungan derajat infeksi akar terhadap pemberian FMA dapat dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik hubungan derajat infeksi akar terhadap pemberian FMA Dari grafik dapat dilihat derajat infeksi terhadap pemberian berbagai dosis FMA menunjukkan hubungan yang linier, dimana semakin tinggi mikoriza yang diberikan maka jumlah akar yang terinfeksi juga akan semakin meningkat. Dengan hasil tertinggi yaitu pada perlakuan M2 (10 g), dan yang terendah pada perlakuan M0 (0 g).

Hubungan derajat infeksi akar terhadap interaksi FMA dan kascing dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 6.

(49)

Umur Panen (hari)

Hasil pengamatan umur panen dapat dilihat pada Lampiran 37, sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 38. Dari daftar sidik ragam tersebut diperoleh bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Rataan umur panen terhadap pemberian FMA dan kascing dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan umur panen tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing

FMA Kascing (g/tan)

Rataan

(g/tan) K0=0 K1=30 K2=60 K3=90

……….hari………... M0=0 101.93 101.93 101.53 101.80 101.80 M1=5 102.13 102.00 102.20 101.13 101.87 M2=10 101.93 101.73 101.07 101.40 101.53

Rataan 102.00 101.89 101.60 101.44

Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi dari keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap umur panen. Dengan pemberian FMA umur panen tercepat cenderung terdapat pada perlakuan M2 (101.53 HST) sedangkan umur panen terlama terdapat pada perlakuan M1 (101.87 HST). Pada perlakuan kascing, umur panen tanaman tercepat cenderung terdapat pada perlakuan K3 (101.44 HST) sedangkan yang terlama pada perlakuan M0 (102.00 HST). Dan pada interaksi keduanya umur berbunga tercepat terdapat pada interaksi M2K2 (101.07HST), sedangkan yang terlama terdapat pada interaksi M1K2 (102.20 HST).

Produksi per sampel (g)

(50)

keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per sampel. Rataan produksi per sampel terhadap pemberian FMA dan kascing dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan produksi per sampel tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing M2=10 79.67 85.28 75.88 89.83 82.67

Rataan 77.73 83.61 78.66 86.07 Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi dari keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per sampel. Dengan pemberian FMA, hasil produksi yang cenderung lebih tinggi pada perlakuan M1 (85.65 g) sedangkan produksi terendah terdapat pada perlakuan M0 (76.24 g). Pada perlakuan kascing, produksi yang cenderung lebih tinggi terdapat pada perlakuan K3 (86.07 g) sedangkan produksi terendah pada perlakuan K0 (77.73 g). Dan pada interaksi keduanya produksi yang cenderung lebih tinggi terdapat pada interaksi M1K2 (90.18 g) sedangkan produksi terendah terdapat pada interaksi M0K0 (67.49 g).

Produksi per plot (g)

(51)

Tabel 7. Rataan produksi per plot tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing

FMA Kascing (g/tan)

Rataan

(g/tan) K0=0 K1=30 K2=60 K3=90

………g………

M0=0 1476.67 1416.67 1356.67 1411.67 1415.42

M1=5 1121.67 1273.33 1041.67 1343.33 1195.00

M2=10 1573.33 1366.67 1213.33 1386.67 1385.00

Rataan 1390.56 1352.22 1203.89 1380.56

Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi dari keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per plot. Dengan pemberian FMA produksi per plot tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (1415.42 g) sedangkan produksi per plot terendah terdapat pada perlakuan M1 (1195.00 g). Pada perlakuan kascing, produksi per plot tertinggi terdapat pada perlakuan K0 (1390.56 g) sedangkan produksi per plot terendah pada perlakuan K2 (1203.89 g). Dan pada interaksi keduanya produksi per plot tertinggi terdapat pada interaksi M2K0 (1573.33 g) sedangkan produksi per plot terendah terdapat pada interaksi M1K2 (1041.67 g).

Berat Malai per sampel (g)

Hasil pengamatan berat malai per sampel dapat dilihat pada Lampiran 43, sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 44. Dari daftar sidik ragam tersebut diperoleh bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap berat malai per sampel. Rataan berat

(52)

Tabel 8. Rataan berat malai per sampel tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing

FMA Kascing (g/tan)

Rataan

(g/tan) K0=0 K1=30 K2=60 K3=90

………g……… M0=0 77.15 84.82 89.26 96.49 86.93

M1=5 91.75 90.83 101.71 97.61 95.48

M2=10 90.70 99.47 84.32 99.16 93.41 Rataan 86.54 91.71 91.77 97.75

Dari Tabel 8. Dapat dilihat bahwa pemberian FMA dan pupuk kascing serta interaksi dari keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap berat malai per sampel. Dengan pemberian FMA, berat malai per sampel cenderung lebih tinggi pada perlakuan M1 (95.48 g) sedangkan yang terendah pada perlakuan M0 (86.93 g). Pada perlakuan kascing, berat malai cenderung lebih tinggi pada perlakuan K3 (97.75 g) sedangkan yang terendah pada perlakuan K0 (86.54 g). Dan pada interaksi keduanya, berat malai yang cenderung lebih tinggi terdapat pada interaksi M1K2 (101.71 g) sedangkan yang terendah terdapat pada interaksi M0K0 (77.15 g).

Berat Malai per plot (g)

(53)

Tabel 9. Rataan berat malai per plot tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing

FMA Kascing (g/tan)

Rataan

(g/tan) K0=0 K1=30 K2=60 K3=90

………g………...

M0=0 1476.67 1416.67 1356.67 1411.67 1415.42

M1=5 1121.67 1273.33 1041.67 1343.33 1195.00

M2=10 1573.33 1366.67 1213.33 1386.67 1385.00

Rataan 1390.56 1352.22 1203.89 1380.56

Dari Tabel 9. dapat dilihat bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi dari keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi per plot. Dengan pemberian FMA berat malai per plot tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (1415.42 g) sedangkan produksi per plot terendah terdapat pada perlakuan M1 (1195.00 g). Pada perlakuan pupuk kascing, berat malai per plot tertinggi terdapat pada perlakuan K0 (1390.56 g) sedangkan berat malai per plot terendah pada perlakuan K2 (1203.89 g). Dan pada interaksi keduanya berat malai per plot tertinggi terdapat pada interaksi M2K0 (1573.33 g) sedangkan berat malai per plot terendah terdapat pada interaksi M1K2 (1041.67 g).

Bobot 100 biji (g)

(54)

Tabel 10. Rataan bobot 100 biji tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan Dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa pemberian FMA dan kascing serta interaksi dari keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji. Dengan pemberian FMA, bobot 100 biji tertinggi terdapat pada perlakuan M1 dan M2 (4.88 g) sedangkan bobot 100 biji terendah terdapat pada perlakuan M0 (4.86 g). Pada perlakuan kascing, bobot 100 biji tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (4.99 g) sedangkan bobot 100 biji terendah pada perlakuan K1 (4.76 g). Dan pada interaksi keduanya bobot 100 biji tertinggi terdapat pada interaksi M0K3 (5.02 g) sedangkan bobot 100 biji terendah terdapat pada interaksi M2K1 (4.61 g).

Pembahasan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza

Arbuskula (FMA)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam, pemberian FMA berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 6 s/d 9 MST, jumlah daun 7 s/d 9 MST, dan derajat infeksi akar. Namun berpengaruh tidak nyata pada umur berbunga, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot, dan bobot 100 biji.

(55)

ini di sebabkan karena mikoriza dapat membantu penyerapan unsur hara dengan cara memperluas daerah pengambilan unsur hara dan di dalam tanah karena adanya hubungan timbal balik antar akar dan fungi mikoriza serta mampu meningkatkan laju pertumbuhan vegetatif tanaman lebih cepat. Hal ini sesuai dengan literatur Tirta (2006) Fungsi akar dalam memanfaatkan air dan unsur hara dapat ditingkatkan salah satunya dengan memberikan mikroorganisme seperti mikoriza. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sejenis jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman yang mampu meningkatkan serapan unsur hara dan meningkatkan efisiensi penggunaan air tanah sehingga mempunyai laju pertumbuhan vegetatif yang lebih cepat. Kehadiran mikoriza pada tanah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan nilai tegangan osmotik sel-sel tanaman pada tanah yang kadar airnya cukup rendah, sehingga tanaman dapat melangsungkan kehidupannya

(56)

literatur Sitrianingsih (2010), yang menyatakan bahwa dalam penelitian ini hanya sebagian kecil jenis mikoriza yang yang memiliki pengaruh terhadap pertambahan jumlah daun pada tanaman, maka dimungkinkan pemberian MVA tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan jumlah daun.

Hasil pengamatan parameter derajat infeksi akar berpengaruh nyata pada perlakuan pemberian FMA. Data yang tertinggi yaitu pada perlakuan M2 (84.17%) sedangkan yang terendah yaitu pada perlakuan M0 (68.33%) (Tabel.4), Hal ini menunjukkan bahwa akar dapat juga terinfeksi oleh FMA walaupun tanpa pemberian FMA walaupun nilainya kecil, hal ini terjadi karena adanya simbiosis alami sebab di dalam tanah sudah terdapat hifa mikoriza yang dapat menginfeksi akar tanaman. Infeksi mikoriza diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena adanya peningkatan dalam pengambilan nutrient. Hal ini sesuai dengan literatur Sinwin dkk, (2001) ; dan Sitrianingsih (2010), yang menyatakan bahwa pengambilan nitrogen, phospor,dan potasium dibatasi oleh tingkat difusi dari masing-masing nutrien di dalam tanah. Namun dengan adanya MVA dapat meningkatkan pengambilan nutrient melalui difusi nutrien dari dalam tanah ke akar karena bidang penyerapan oleh hifa MVA yang lebih luas, sehingga pertumbuhan tanaman yang diinokulasi MVA akan lebih baik daripada tanaman yang tidak diinokulasi MVA.

(57)

tanaman sulit berpindah dari fase vegetatif menuju fase generatif. Pada kondisi ketersediaan air yang tinggi, maka tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya. Dengan air dan nitrogen yang melimpah, titik tumbuh apikal lebih aktif, sehingga pertumbuhan vegetatif lebih dominan. Hal ini sesuai dengan literatur Sitrianingsih (2010), yang menyatakan bahwa masa vegetatif terus berlangsung sampai masa generatif yang diawali dengan pembentukan bunga diikuti pembentukan dan pengisian buah, pembentukan biji, polong atau sejenisnya, kemudian diakhiri dengan masa pemasakan. Selain faktor kelembapan juga ada faktor hama yang menghambat proses munculnya bunga pada tanaman sorgum.

(58)

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench.) Terhadap Pemberian Kompos Kascing

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam, pemberian pupuk kascing berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 6 s/d 9 MST, dan jumlah daun umur 6 s/d 9 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot, berat malai per sampel, berat malai per plot, bobot 100 biji, dan derajat infeksi akar.

(59)

hektar. Namun, penambahan mikoriza bersama dengan kompos pada konsentrasi yang lebih tinggi menurunkan pertumbuhan tanaman.

(60)
(61)

Kerusakan umumnya terjadi pada fase ini umumnya permanen. Maka faktor yang harus diperhatikan adalah ketersediaan air, unsur hara dan penyinaran.

Interaksi Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza

Arbuskula (FMA) dan Kompos Kascing

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam, interaksi pemberian FMA dan pupuk kascing hanya berpengaruh nyata pada parameter derajat infeksi, namun berpengaruh tidak nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot, berat biji malai per sampel, berat biji malai, dan bobot 100 biji.

Hasil pengamatan pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun memiliki tanggap yang berbeda nyata setiap perlakuan. Hal ini disebabkan karena efektivas setiap jenis CMA selain tergantung dari jenis CMA itu sendiri juga sangat tergantung dari jenis tanaman dan jenis tanah serta interaksi antara ketiganya. Hal ini sesuai dengan literatur Brundrett dkk (1996), yang menyatakan bahwa setiap jenis tanaman memberikan tanggap yang berbeda terhadap CMA, demikian juga dengan jenis tanah, berkaitan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Setiap CMA mempunyai perbedaan dalam kemampuannya meningkatkan penyerapan hara dan pertumbuhan, sehingga akan berbeda pula efektivasnya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman di lapangan.

(62)

kerentanan tanaman. Literatur Brundrett (1991), juga menjelaskan bahwa intensitas matahari dan suhu sangat berpengaruh terhadap kapasitas derajat infeksi MVA pada akar tanaman. Disamping itu, infeksi akar pada tanaman juga dipengaruhi langsung dan tidak langsung oleh faktor-faktor lingkungan yang selalu dinamis, sehingga mempengaruhi kecepatan infeksi. Pada perlakuan pemberian mikoriza sangat jelas meningkatkan derajat infeksi MVA. Karena selain akar sudah diinfeksi mikoriza bawaan dari dalam tanah, akar juga mendapat tambahan mikoriza lagi.

Hasil pengamatan pada parameter produksi per plot pemberian FMA dan kascing berpengaruh tidak nyata. Hasil yang cenderung lebih tinggi yaitu pada interaksi perlakuan M0K0 (1476.67 g) dan yang terendah pada interaksi M1K0 (1121.67 g). Hal ini disebabkan karena curah hujan yang terlalu tinggi dan angin yang terlalu kencang sehingga menyebabkan kerusakan tanaman sorgum. Ini bisa dilihat pada Data BMKG (Lampiran 58.) dimana curah hujan pada bulan Juli sebesar 396.6 mm, sedangkan curah hujan maksimal yang dibutuhkan tanaman sebesar 125 mm/bulan.

(63)
(64)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Fungi mikoriza arbuskula mampu meningkatkan tinggi tanaman dengan tinggi tanaman yang tertinggi pada perlakuan M2 sebesar 60 %, jumlah daun tertinggi pada perlakuan M2 sebesar 78 % serta parameter derajat infeksi akar tertinggi pada perlakuan M2 sebesar 84,17 %.

2. Pupuk kascing mampu meningkatkan tinggi tanaman dengan tinggi tanaman yang tertinggi pada perlakuan K3 sebesar 58 % serta jumlah daun tertinggi pada perlakuan K3 sebesar 65 %.

3. Interaksi antara fungi mikoriza arbuskula dan kompos kascing mampu mempengaruhi dan meningkatkan derajat infeksi akar tanaman sorgum pada perlakuan M2K0 sebesar 90 %.

Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Aluko, R.E. and L.B. Ohegbemi. 1989. Sorghum as a raw material in baking industries. ICRISAT and IAR.

Anonim. 1996. Rumusan Simposium Produksi Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. 2007. Cendawan Mikoriza Arbuskular

Mampu Memacu Pertumbuhan Manggis. Jakarta.

Basuki, B.B. 2000. Pengaruh Waktu Pemupukan dan Tekstur Tanah Terhadap Produktivitas Rumput Setaria splendida Stapf. Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember.

Beti, Y.A; A. Ispandi dan Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang. 25 hlm.

Bintoro M; Ika R.S dan Saubari M.M. 2000. Pengaruh Sludge dan Inokulasi Mikoriza Veriskular Arbuskular Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea Mays).

Brundrett MC. 1991. Mycorrhizas in natural ecosystems. In: MacfaydenA, BegonM, Fitter A.H, eds. Advances in ecological research , vol. 21. London, UK: Academic Press, 171 – 313.

Brundrett, M.N; Bougher, B. Dell; T. Grove, and N. Malayczuk. 1996. Working With Mycorrhizas In Forestry And Agriculture. ACIAR Monograph 32. Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra.

Damanik, R.K. 1995. Sorghum dan Gandum. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1996. Prospek Sorgum sebagai Bahan Pangan dan Industri Pangan. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4- 1996: 2−5.

Duljapar, K.2000. Hermada. Budidaya dan Prospek bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta.

(66)

Hameeda, B; Harini, G; Rupela, O.P; Reddy, G. 2007. Effect of composts or vermicomposts on sorghum growth and mycorrhizal colonization. African Journal Of Biotechnology. 6(1):9-12.

Hapsoh. 2008. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Budidaya Kedelai Di Lahan Kering. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas SumateraUtara

http://www.deptan.go.id, 2008. Budidaya Tanaman Sorgum. Diakses pada: http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/sorgum.pdf.

Ismail, I.G. dan A. Kodir. 1977. Cara Bercocok Tanam Sorgum. LP3 Press. Jakarta.

Isroi, 2007. Pengomposan. Dikutip dari http://www.isroi.org.

Kartasapoetra, A.G. dan Sutedjo. 2005. Pupuk dan Cara Pemupukannya. Rineka Cipta. Jakarta.

Kartasapoetra dan Mulyani Sutedjo. 1987. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta. Rineka Cipta.

Krishnawati, D. 2001. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Kentang. Jurusan F-MIPA. ITS. Surabaya.

Liderman, R.G. 1988. Mychorrizal interaction with the rhizosphere microflora. The mychorrizosphere effect. Phytopathology. 78(3):366-371.

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. (online). Diambil dari http://dasar2ilmutanah.blogspot.com./ (13 maret 2012)

Metcalfe D.S and D.M. Elkins. 1980. Crop Productions. Principles and practices. Fourth Edition. Macmillan Publishing Co.,Inc. New York.

Murbandono, L. 1995. Membuat Kompos, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Ngadiman, Widianto D, Hartadi S, Soesanto, Yuwono T. 1992. Aplikasi Kompos

Azolla Yang Diperkaya Sebagai Bahan Pembenah Tanah: I. Peranan Kompos Azolla Yang Diperkaya Pada Hasil Tanaman Kedelai Di Berbagai Jenis Tanah. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

(67)

Setiadi, Y. 1991. Aplikasi mikoriza. Himpunan Makalah Penataran Dosen Dalam Rangka Peningkatan Mutu Bidang Pertanian. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Swasta, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Swasta.

Singgih, S. dan M. Hamdani. 1998. Evaluasi Daya Hasil Galur Sorgum. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain 1:31-34.

Sinwin,R.M.; Mulyati, dan Lolita, E.S. 2001. Peranan Kascing Dan Inokulasi Jamur Mikoriza Terhadap Serapan Hara Tanaman Jagung. Jurnal Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Mataram : 1-8 hal

Sitrianingsih. 2010. Pengaruh Inokulasi Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) Terhadap Pertumbuhan Bibit Pule Pandak (Rauvolfia verticillata Lour.).Naskah Publikasi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia, Pustaka Utama. Jakarta.

Subiksa I.G.M. 2010. Pemanfaatan Mikoriza untuk Penangulangan Lahan Kritis. Diakses pada : http://shantybio.transdigit.com/?biologi.

Sudaryono. 1996. Prospek Sorgum di Indonesia: Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Agribisnis. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4- 1996: 25−38.

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.

Talanca, A.H dan A.M Adnan. 2005. Mikoriza dan Manfaatnya pada Tanaman. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PBI dan PFJ XVI. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Sulawesi Selatan.

Thakur, C. 1980. Scientific Crop Production. Metropolitan Book Co.Pvt. Ltd. Book Sellers and Publishers. L Netaji Subashi Marg. New Delhi.

Tirta I.G. 2006. Pengaruh Kalium dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Panili (Vanilla planifolia Andrew). UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tabanan-Bali 82191. Biodiversitas vol. 7. Hal. 171-174

(68)

Lampiran 1. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Total 394.54 379.66 385.44 1159.64

Rataan 32.88 31.64 32.12 32.21

Lampiran 2. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

(69)

Lampiran 3. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0K0 60.36 56.20 54.30 170.86 56.95

M0K1 66.76 55.30 52.20 174.26 58.09

M0K2 64.46 65.02 63.60 193.08 64.36

M0K3 59.04 66.60 67.60 193.24 64.41

M1K0 64.84 46.38 58.14 169.36 56.45

M1K1 63.84 54.22 65.46 183.52 61.17

M1K2 52.28 64.34 60.66 177.28 59.09

M1K3 55.42 66.42 63.72 185.56 61.85

M2K0 64.46 55.10 59.38 178.94 59.65

M2K1 57.18 64.04 60.52 181.74 60.58

M2K2 59.04 64.80 62.30 186.14 62.05

M2K3 59.16 64.64 68.94 192.74 64.25

Total 726.84 723.06 736.82 2186.72

Rataan 60.57 60.26 61.40 60.74

Lampiran 4. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST

(70)

Lampiran 5. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0K0 99.24 91.44 88.96 279.64 93.21

M0K1 99.56 83.00 87.54 270.10 90.03

M0K2 105.76 97.36 97.70 300.82 100.27

M0K3 83.50 104.10 97.12 284.72 94.91

M1K0 105.24 69.82 91.44 266.50 88.83

M1K1 100.08 86.24 100.72 287.04 95.68

M1K2 81.94 97.42 87.36 266.72 88.91

M1K3 85.18 103.40 99.88 288.46 96.15

M2K0 100.58 84.28 89.36 274.22 91.41

M2K1 89.48 95.20 94.66 279.34 93.11

M2K2 90.78 95.86 97.06 283.70 94.57

M2K3 90.94 96.78 97.74 285.46 95.15

Total 1132.28 1104.90 1129.54 3366.72

Rataan 94.36 92.08 94.13 93.52

Lampiran 6. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST

SK DB JK KT F.hit Ket. F.05

Blok 2 37.90 18.95 0.24 tn 3.44

Perlakuan 11 369.07 33.55 0.43 tn 2.26

Gambar

Tabel 1. Rataan  tinggi tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing umur 6,7,8,dan 9 MST
Gambar 2. Grafik hubungan tinggi tanaman umur 8 MST terhadap pemberian  kompos kascing
Tabel 2. Rataan jumlah daun tanaman sorgum terhadap pemberian FMA dan kascing umur 6, 7, 8, dan 9 MST
Gambar 3. Grafik hubungan jumlah daun tanaman sorgum umur 8 MST  terhadap pemberian FMA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Motor bakar adalah suatu mekanisme atau konstruksi mesin yang merubah energi panas menjadi energi mekanis.. Terjadinya energi panas karena

Terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada materi passing bola basket

Dalam hal ini mengenai kelengkapan dalam memenuhi Peta WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) yang dilengkapi oleh batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai

Mutu fisik lipastik ektrak bayam merah sudah sesuai dengan standart literatur lipstik dan tanggapan volunter terhadap mutu fisik lipstik ekstrak bayam merah

Semua tanda-tanda alam tersebut, oleh para nelayan dijadikannya sebagai petunjuk atau pedoman dalam menentukan posisi dan arah perahu disaat sedang berlayar atau berada di

Selain karena proses pengadukan dan desain kolam, hal ini juga dapat terjadi pada saat proses pengolahan sebelumnya yaitu tidak adanya proses penambahan bahan kimia

Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT.Toyota Auto 2000 Sukun

Karena esensi aliran ini berupaya menerapkan nilai-nilai atau norma- norma yang bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah manusia, maka