• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN HASIL BELAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN HASIL BELAJAR"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN HASIL BELAJAR

2.1 Belajar dan Pembelajaran matematika 2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia, dan berlangsung seumur hidup (long life education). Hasil dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yag relatif permanen pada diri orang yang belajar, perubahan tersebut diharapkan adalah perubahan perilaku positif (Iskandar, 2012: 102).

Witherington sebagaimana dikutip oleh Eti Nurhayati (2011: 91) mendefinisikan belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Tetapi dalam hal ini tidak setiap perubahan sebagai hasil belajar, tapi hanya perubahan dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Perubahan yang disadari dan disengaja, b) Perubahan yang berkesinambungan, c) Perubahan yang fugsional, d) Perubahan yang bersifat positif, e) Perubahan yang bersifat aktif, f) Perubahan yang bersifat permanen, g) Perubahan perilaku secara keseluruhan, h) Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Arsyad dalam Purwati (2010: 3) belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar ini terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar.

8

(2)

2.2.2 Proses Pembelajaran Matematika

Pada hakekatnya pembelajaran merupakan proses komunikasi atau penyampaian pesan dari sumber pesan melalui media ke penerima pesan. Proses tersebut melibatkan berbagai komponen pesan. Sementara isi pesan terdiri dari berbagai materi pendidikan yang menjadi sumber perubahan tingkah laku penerima pesan. Menurut Robert S. Zais dalam A Syaeroji (2014: 8) pembelajaran dimaknai sebagai : 1) A relatively permanent changein respon potentiality occurs as a result of reinforced practica, 2) A change in human disposition or capability which can be retained and which is not simply ascribable to the procecc of growth.

Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur- unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain, aritmatika, aljabar, geometri dan analitis (Hamzah B. Uno, 2009: 129). Matematika merupakan salah satu keterampilan yang dipandang penting untuk dikuasai siswa, matematika juga berkontribusi dalam membangun pemikiran yang logis dan kritis (Danobroto, 2012: 98).

Matematika merupakan ilmu pasti yang berarti mata pelajaran ini selalu menghasilkan jawaban yang pasti. Sebagai contoh dasar, satu ditambah satu pasti hasilnya dua, setelah sembilan pasti sepuluh dan begitu seterusnya. Hal ini menunjukan bahwa matematika adalah pelajaran yang lebih mengedepankan pemahaman dan mata pelajaran ini bisa diacukan kedalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berpikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika berkembang secara optimal.

(3)

2.2 Kemampuan Metakognisi

2.2.1 Pengertian Kemampuan Metakognisi Siswa

Istilah metakognisi diperkenalkan oleh John Flavell seorang psikolog dari universitas Stanford pada tahun 1976. Menurut Flavell dalam Khairil (2009:

55) metakognisi memainkan peran penting dalam hal komunikasi, pengontrolan diri, ingatan, pemecahan masalah, dan pengembangan kepribadian. Metakognisi merupakan keterampilan dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya.

Wellman dalam Nuryana dan Bambang (2012: 85) menyatakan bahwa:

Metacognition is a form of cognition, a second or higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a person cognition about cognition.

Flavell & Brown dalam Syaiful (2011: 4) menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Sedangkan Moore menyatakan bahwa:

Metacognition refers to the understanding of knowledge, an understanding that can be reflected in either effective use or overt description of the knowledge in question. It is clear in the research data that any definition should describe two distinct yet compensatory competencies: 1) awareness about what it is that is known (knowledge of cognition), and 2) how to regulate the system effectively (regulation of cognition). The research literature reflects on overall acceptance of

“knowledge of cognition” It includes declarative, procedural, and conditional knowledge, and “regulation of cognition” includes planning, prediction, monitoring, testing, revising, checking, and evaluating activities.

Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulsi kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognitifnya secara efektif. Pengetahuan kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional. Sedangkan regulasi kognitif mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan, pengecekan, dan evaluasi.

Kemampuan metakognisi adalah pengetahuan tentang bagaimana berpikir untuk berpikir. Pengetahuan ini akan berkenaan dengan kemampuan seseorang memilih

(4)

strategi yang tepat digunakan untuk beragam tugas, kondisi, dan sekaligus berfungsi kontrol diri. Sebagai misal, pengetahuan ini dapat mendorong siswa untuk melakukan berbagai ragam strategi dan kecepatan membaca ketika menghadapi teks yang berbeda. Pengetahuan metakognisi biasanya mencakup pengetahuan tantang strategi yang lebih umum dan lintas disiplin ilmu (Abidin, 2014: 15).

Livingstone dalam kamid (2013: 64) menyatakan bahwa pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa tentang proses-proses kognitif yaitu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Matlin dalam Nugrahaningsih (2012: 39) menyatakan bahwa:

Metacognition is our knowledge, awareness and control of our cognitive processes, artinya metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap proses kognitif.

Kemampuan metakognisi merupakan kemampuan seseorang dalam mengontrol proses berpikirnya. Proses berpikir biasa terjadi ketika aktivitas belajar berlangsung, sehingga kemampuan metakognisi berkaitan erat dengan aktivitas belajar siswa. Semakin siswa menyadari proses berpikir mereka ketika belajar, maka mereka akan semakin bisa mengontrol hal-hal seperti tujuan, disposisi, dan perhatian (Nurlailiyah, 2013: 1).

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan beberapa pakar di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau kemampuan dalam mengatur dan mengontrol aktivitas dalam belajar dan berpikir. Metakognisi mempunyai kelebihan dimana seseorang mencoba merenungkan cara berpikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukannya dengan demikian aktivitas seperti merencanakan bagaimana pendekatan yang diberikan dalam tugas-tugas pembelajaran, memonitor kemampuan dan mengevaluasi rencana dalam rangka melaksanakan tugas merupakan sifat-sifat alami dari metakognisi. Metakognisi merupakan kesadaran untuk mengontrol belajar, merencanakan, dan memilih strategi belajar, memonitor peningkatan dalam belajar, memperbaiki kesalahan, menganalisa keefektifan strategi belajar, serta merubahan perilaku dan strategi belajar ketika perubahan itu diperlukan. Oleh karena itu metakognisi sangat diperlukan untuk kesuksesan belajar, karena dengan metakognisi memungkinkan siswa untuk mampu mengelola kecakapan kognisi dan mampu menemukan kelemahannya yang akan diperbaiki dengan kecakapan kognisi berikutnya.

(5)

2.3 Komponen Metakognisi

Metakognisi meliputi dua komponen, yaitu pengetahuan metakognisi dan pengalaman metakognisi. Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang digunakan untuk mengarahkan proses berpikir kita sendiri, sedangkan pengalaman metakognisi mengacu pada keterampilan perencanaan, memonitor, dan evaluasi (Aprilia dan Sugiarto, 2013: 36).

J.H. Flavel dan A.L. Brown komponen dari metakognisi atau pengontrolan pengaturan diri (self-regulatory) adalah pengetahuan metakognisi (metacognition knowledge) dan aktivitas metakognisi (Metacongnition activity). Pengetahuan metakognisi meliputi usaha monitoring dan refleksi atas pikiran-pikiran saat ini.

Refleksi ini membutuhkan pengetahuan faktual (factual knowledge) tentang tugas, tujuan diri sendiri, dan pengetahuan strategi (strategic knowledge) tentang bagaimana dan kapan menggunakan prosedur-prosedur tertentu. Adapun aktivitas metakognisi meliputi penggunaan self-awareness dalam menata dan menyesuaikan strategi yang digunakan selama berpikir dan memecahkan masalah.

Menurut John Flavell dalam Desmita (2010: 133-135), pengetahuan metakognisi secara umum dapat dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu :

1. Variabel individu

Variabel individu mencakup pengetahuan tentang persons, variabel individu ini tercakup pengetahuan bahwa kita lebih paham tentang suatu bidang dan lemah dibidang lain. Demikian juga pengetahuan tentang kemampuan diri sendiri dengan kemampuan orang lain.

2. Variabel tugas

Variabel tugas mencakup pengetahuan tentang tugas-tugas, yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan kita lebih sulit atau lebih mudah memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas. Misalnya semakin banyak waktu yang aku luangkan untuk memecahkan suatu masalah, semakin baik aku mengerjakannya, sekiranya materi pembelajaran yang disampaikan guru sukar dan tidak akan diulang lagi, maka tentu saya harus lebih konsentrasi dan mendengarkan guru dengan seksama.

(6)

3. Variabel Strategi

Variabel strategi mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengetahui kesulitan. Variabel strategi ini mengandung wawasan seperti beberapa langkah kognitif akan menolong saya menyelesaikan sejumlah tugas kognitif (mengingat, mengkomunikasikan, membaca).

Akan tetapi, beberapa strategi akan menolong menyelesaikan beberapa tugas lebih baik daripada tugas-tugas lain.

2.4 Indikator Metakognisi

Menurut Anderson dan Krathwohl dalam Mulbar Usman (2012: 74) komponen dari metakognisi adalah pengetahuan metakognisi dan pengalaman atau keterampilan metakognisi adapun indikator dari komponen metakognisi yaitu pengetahuan metakognisi meliputi: a) Pengetahuan deklaratif, b) Pengetahuan prosedural, c) Pengetahuan kondisional. Indikator dari komponen metakognisi pengalaman atau keterampilan metakognisi yaitu: a) Keterampilan merencanakan, b) Keterampilan dalam mengelola informasi, c) Keterampilan memantau atau memonitoring, dan d) Keterampilan Evaluasi.

Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan tentang diri sendiri dan strategi, dalam hal ini peserta didik mampu memahami kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dalam hal belajar. Pengetahuan prosedural mengacu kepada kesadaran seseorang tentang bagaimana cara melakukan sesuatu (menggunakan suatu strategi) dalam pembelajaran sehingga peserta didik mampu mampu menentukan tujuan dan langkah-langkah belajar secara mandiri. Sedangkan pengetahuan kondisional mengacu kepada kesadaran seseorang akan kondisi yang mempengaruhi belajarnya peserta didik mengetahui waktu yang tepat bagi dirinya untuk belajar dan mampu menghadapi situasi-situasi yang tidak menentu dalam hal belajar (Novitasari, 2015: 35-36).

2.5 Membangun Kemampuan Metakognisi Pada Pembelajaran Matematika

Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar, maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan mengembangkan metakognisi mereka. Mengembangkan metakognisi pembelajar berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif. Guru atau dosen sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran, mempunyai tanggung jawab dan banyak kesempatan untuk mengembangkan metakognisi pembelajar.

Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi

(7)

peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Romli, 2010: 12): 1) Mintalah siswa untuk memonitor belajar dan berpikir mereka sendiri, 2) Mintalah siswa mempelajari strategi-strategi belajar, 3) Mintalah siswa membuat prediksi tentang informasi yang akan dipresentasikan berdasarkan apa yang telah mereka baca, 4) Mintalah siswa menghubungkan ide-ide untuk membentuk struktur pengetahuan, 5) Mintalah siswa untuk membuat pertanyaan (bertanya kepda diri mereka sendiri tentang apa yang terjadi di sekeliling mereka), 6) Bantulah siswa untuk mengetahui kapan bertanya untuk membantu, 7) Tunjukan kepada siswa bagaiamana mentransfer pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan pada situasi atau tugas lain.

Guru dapat membangun kesadaran metakognisi siswa, sehingga siswa mengetahui dan menyadari kekurangan maupun kelebihan dan dapat merencanakan, mengontrol dan mengevaluasi apa yang akan dan telah dikerjakan. Dalam pembelajaran matematika seorang guru perlu melakukan strategi agar siswanya dapat merancang, memonitor, mengontrol dan mengevaluasi apa yang mereka lakukan.

2.6 Hasil Belajar Matematika

2.6.1 Pengertian Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar diambil dari dua suku kata yaitu hasil dan belajar, hasil belajar ada yaitu karena ada proses belajar itu sendiri. Oleh karena itu hasil belajar erat kaitannya dengan proses belajar. Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan, yakni tujuan pengajaran, pengalaman (proses) belajar-mengajar, dan hasil belajar.

Belajar merupakan hal terpenting yang harus dilakukan manusia untuk menghadapi perubahan lingkungan yang senantiasa berubah setiap waktu, oleh karena itu hendaknya seseorang mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan yang dinamis dan penuh persaingan untuk belajar, dimana di dalamnya termasuk belajar memahami diri sendiri, memahami perubahan, dan perkembangan globalisasi. Sehingga dengan belajar seseorang siap menghadapi perkembangan zaman yang begitu pesat.

Hasil belajar siswa, belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar sedangkan mengajar merujuk kepada apa yang seharusnya dilakukan guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan.

(8)

Belajar matematika pada hakikatnya merupakan suatu aktifitas mental atau kegiatan psikologis untuk memahami hubungan antara objek-objek dalam suatu struktur matematika serta berbagai hubungan antara struktur tersebut melalui manipulasi simbol-simbol sehingga diperoleh pengetahuan yang baru. perolehan matematika dilihat dari kemampuan seseorang untuk memfungsikan matematika secara baik, konseptual, dan secara praktis dapat menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang ditempuhnya (Sudjana, 2003: 102).

Gagne dalam Willis (2002: 134) mengungkapkan hasil belajar sebagai kapasitas atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar meliputi lima katagori hasil belajar, yaitu: a) Keterampilan intelektual, b) Informasi verbal, c) Strategi kognitif, d) Keterampilan kognitif, dan e) Sikap atau nilai-nilai.

Hamalik dalam Junati (2009: 33) hasil belajar adalah sesuatu yang dapat dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan merupakan hasil belajar yang menunjukan adanya derajat perubahan tingkah laku peserta didik.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu, individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari dan sebagainya.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan motorik (Mohamad Surya, 2004: 17).

Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa dengan ditandai perubahan perilaku setelah menerima pembelajaran matematika, baik dalam aspek kognitif yang bisa berfikir logis dan kritis, dalam aspek afektif yang menjadi lebih teliti dan hati-hati dalam bertindak, maupun aspek psikomotorik yang menjadi lebih terampil dan kreatif dalam mengerjakan sesuatu. Perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek saja.

(9)

Pembelajaran belum dikatakan lengkap apabila hanya menghasilkan perubahan satu atau dua aspek saja. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam pencapaian hasil belajar tidak hanya didasarkan atas materi pelajaran yang sesuai dengan target kurikulum saja, tetapi tercapainya hasil belajar siswa dapat diukur dari perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terjadi pada siswa yang disebabkan karena adanya faktor-faktor tertentu, yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa.

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Purwanto (2004: 102) hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa. Mengikhtisarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menjadi dua golongan yaitu: Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual dan faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial. Yang termasuk faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.

Menurut Slameto (2003: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. a) Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar matematika. b) Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar dan keberadaannya bisa mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Suryabrata (1987: 233), dapat berupa: a) Faktor belajar yang berasal dari luar diri pelajar yaitu lingkungan (lingkungan alami dan lingkungan sosial), instrumental (kurikulum, program, sarana dan guru), b) Faktor yang berasal dari dalam diri pelajar faktor fisiologis (kondisi fisik secara umum, kondisi panca indera dan faktor psikologis (minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif).

Berdasarkan pendapat-pendapat para pakar di atas maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran faktor-faktor psikologi dalam proses belajar siswa memberi andil cukup tinggi dalam menentukan keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor psikologi akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Sebaliknya, tanpa kehadiran faktor-faktor psikologi dapat memperlambat proses belajar, bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam mengajar.

(10)

2.8 Hubungan antara Kemampuan Metakognisi dengan Hasil Belajar Matematika Siswa

Setiap siswa menginginkan hasil terbaik dalam proses pembelajarannya. Hal tersebut dijadikan tolak ukur dalam proses pembelajaran hasil nilai yang baik dalam pelajaran matematika dapat dicapai apabila terlaksanakannya proses belajar yang baik, hal ini dapat ditunjang dengan faktor yang mendukungnya, diantaranya yaitu kemampuan metakognisi.

Kemampuan metakognisi siswa sangat berkaitan erat dengan perolehan hasil belajarnya, mencapai kemajuan studi, dan akan meraih sukses belajar disekolahnya.

Tetapi sebaliknya, jika seorang siswa memiliki kemampuan metakognisi yang kurang baik akan mempersulit dirinya dalam memahami pengetahuan, menghambat kemajuan studi dan akhirnya mengalami kegagalan dalam meraih sukses belajar di sekolahnya.

2.9 Tinjauan Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan:

1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jingsaw Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VIII di MTsN Sindangsari Kabupaten Kuningan. Diteliti oleh Bikri Fitriani, mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, pada tahun 2012 untuk kepentingn skripsi. Hasil penelitiannya bahwa hasil belajar matematika dapat ditunjukan dari nilai postes yang dilakukan setelah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jingsaw diperoleh nilai rata-rata sebesar 74,31. Ini menunjukan bahwa hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jingsaw dikelas eksperimen sangat baik.

2. Hubungan Pola Berpikir Logis dengan Hasil Belajar Matematika Siswa di SMAN 1 Rajagaluh Kabupaten Majalengka. Diteliti oleh R.A. Fitriyah R, mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada tahun 2011 untuk kepentingan skripsi. Hasil penelitiannya adalah pola berpikir logis matematika menunjukan kategori kuat/baik. Hal ini berdasarkan skor rata-rata hasil tes dari 30 siswa SMAN 1 Rajagaluh Kabupaten Majalengka kelas XII yaitu 76,13. Hasil belajar matematika siswa kelas XII SMAN 1 Rajagaluh Kabupaten Majalengka menunjukan

(11)

kategori sangat baik berdasarkan skor rata-rata hasil raport selama 5 semester dari 30 siswa yaitu 81,73. Ini menunjukan siswa memiliki nilai ketuntasan yang sangat baik.

3. Korelasi Antara Kemampuan Metakognitif Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Kelas VIII SMPN 1 Bandung Tulungagung. Diteliti oleh Fitri Yulaikhah, mahasiswa jurusan pendidikan matematika STAIN Tulungagung pada tahun 2011 untuk kepentingan skripsi. Hasil penelitiannya menunjukan ada hubungan positif yang signifikan antara kemampuan metakognisi dengan prestasi belajar matematika kelas VIII SMPN 1 Bandung dengan koefisien korelasi rhitung 0,461 dan rtabel 0,286 pada taraf signifikansi 1% , sehingga tingkat signifikansinya sangat tinggi.

4. Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Puzzle Venn Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Himpunan di SMPN 2 Cidahu. Diteliti oleh Aditia Oktaviyanto, mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tabiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada tahun 2012 untuk kepentingan skripsi. Hasil penelitiannya adalah nilai rata-rata skor terhadap penerapan alat peraga puzzle venn yaitu sebesar 73,7931. Maka berdasarkan interpretasi skor dengan interval skor 61%-80% penggunaan alat peraga puzzle venn mendapatkan kategori respon yang baik dari siswa kelas VII SMPN 2 Cidahu. Kemudian berdasarkan hasil tes materi belajar siswa diperoleh nilai rata-rata sebesar 51,8966. Hasil analisis menunjukan bahwa koefisien determinasi yang dihasilkan adalah sebesar 0,335, ini berarti pengaruh penggunaan alat peraga puzzle venn terhadap hasil belajar matematika sebesar 33,5%, sedangkan sisanya 66,5%

lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti faktor sosial, fisiologis serta fisikologis siswa. Berdasarkan kategori nilai r= 33,5% berada pada interval 0,20-0,40 dapat disimpulkan bahwa pengaruh alat peraga puzzle venn terhadap hasil belajar siswa menunjukan interpretasi rendah.

Hasil penelusuran penelitian yang pertama adalah mempunyai kesamaan terhadap variabel Y yaitu “Hasil Belajar” akan tetapi variabel X nya berbeda.

Penelitian yang sudah dilakukan yaitu bervariabel X “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jingsaw” akan tetapi penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu variabel X “Kemampuan Metakognisi”.

Hasil penelusuran penelitian yang kedua adalah mempunyai kesamaan terhadap variabel Y yaitu “Hasil Belajar” akan tetapi variabel X berbeda. Penelitian yang sudah dilakukan yaitu bervariabel X “Pola berpikir logis” akan tetapi penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu variabel X “Kemampuan Metakognisi”.

(12)

Hasil penelusuran penelitian yang ketiga adalah mempunyai kesamaan terhadap variabel X akan tetapi variabel Y nya berbeda penelitian yang sudah dilakukan yaitu variabel Y “Prestasi Belajar” akan tetapi penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu variabel Y “Hasil Belajar”.

Hasil penelusuran penelitian yang keempat adalah mempunyai kesamaan terhadap variabel Y yaitu “Hasil Belajar” dan terdapat perbedaan untuk variabel X penelitian yang akan dilakukan adalah “kemampuan metakognisi”.

Oleh karena itu, penelitian dengan judul “Pengaruh Kemampuan Metakognisi Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa di SMP Negeri 2 Leuwimunding Kabupaten Majalengka” layak dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian-penilitian yang telah dilakukan sebelumnya.

2.10 Kerangka Pemikiran

Pendidikan merupakan salah satu bentuk usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sengaja, teratur dan berencana yang memiliki tujuan mencerdaskan dan merubah tingkah laku seseorang. Sekolah merupakan wadah dari terjadinya proses pendidikan.

Siswa merupakan subyek yang menjalankan proses belajar di kelas, dengan belajar siswa dapat menunjukan perubahan sikap yang positif yang menuju kearah keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru yang didapatnya dalam proses belajar.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal lebih dominan dalam menentukan hasil belajar. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar adalah kemampuan metakognisi siswa. Kemampuan metakognisi adalah kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Siswa mengetahui bagaimana untuk belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki, dan mengetahui strategi yang terbaik untuk belajar efektif dalam konteks pembelajaran. Kemampuan metakognisi sangat diperlukan untuk kesuksesan belajar, mengingat kemampuan metakognisi memungkinkan siswa untuk mampu mengelola kecakapan kognitif dan mampu melihat kelemahannya sehingga dapat dilakukan perbaikan pada tindakan-tindakan berikutnya.

Kemampuan metakognisi memungkinkan siswa untuk melakukan perencanaan, mengikuti perkembangan, dan memantau proses belajarnya. Kemampuan metakognisi yang berkembang dengan baik membuat siswa mampu menyadari kekuatan dan kelemahannya dalam belajar, dengan demikian dengan adanya kemampuan

(13)

metakognisi yang matang dari diri siswa dapat mendukung siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik terutama dalam pembelajaran matematika.

Kehadiran faktor-faktor psikologi ini dalam proses belajar siswa memberi andil cukup tinggi dalam menentukan keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor psikologi akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Sebaliknya, tanpa kehadiran faktor-faktor psikologi dapat memperlambat proses belajar, bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam mengajar.

Proses belajar-mengajar akan optimal dengan dukungan faktor- faktor psikologis pebelajar. Berikut digambarkan bagan kerangka pemikiran tentang kemampuan metakognisi siswa terhadap hasil belajar matematika siswa.

Bagan 2.1 Peningkatan Hasil Belajar Matematika

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010:

110). Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H0 : Tidak terdapat pengaruh kemampuan metakognisi siswa terhadap hasil belajar matematika siswa di SMP Negeri 2 Leuwimunding Kabupaten Majalengka.

Ha : Terdapat pengaruh kemampuan metakognisi siswa terhadap hasil belajar matematika siswa di SMP Negeri 2 Leuwimunding Kabupaten Majalengka.

Pengetahuan Metakognisi Siswa

Kemampuan Metakognisi

Hasil Belajar

Keterampilan Metakognisi

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan berupa data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari pihak kontraktor pelaksana. Sedangkan data primer didapat dari observasi.

Menurut Lee dan Rha (1979), tahu yang digumpalkan dengan batu tahu lebih lunak, rendemen lebih tinggi, daya pegang air lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahu

Penelitian tentang pengaruh kombinasi antara limbah karbit dan inklusi serat yang dicampur secara acak pada tanah lempung kepasiran yang diuji didalam triaksial tekan dilakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi kelas XI di SMK Muhammadiyah

Menurut Nahar (2016) dalam dunia pendidikan penerapan pendekatan behavioristik menuntut seorang seorang guru memberikan segala rangsangan sebagai stimulus pada anak didik dan hasil

Penyampaian informasi produk/properti dapat menggunakan media multimedia visualisasi 3 dimensi namun media tersebut juga perlu sesuai dengan keperluan dari sebuah sistem untuk

Pendapat Adrian Sutedi menjelaskan bahwa KPR adalah kredit yang diberikan bank kepada debitor untuk digunakan membeli atau membayar sebuah rumah tinggal dengan

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai program humas yaitu Batik Day dan Motivasi Berwirausaha dengan judul: Pengaruh Program