• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN SAMPUL DALAM... ii. HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... iii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN SAMPUL DALAM... ii. HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... iii"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA PENGUJI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian... 7

1.4.1. Tujuan umum ... 7

1.4.2. Tujuan khusus ... 8

1.5 Manfaat Penelitian... 8

1.5.1. Manfaat teoritis ... 8

1.5.2. Manfaat praktis ... 9

1.6 Orisinalitas Penelitian ... 9

1.7 Landasan Teoritis ... 11

1.8 Metode Penelitian ... 16

(2)

1.8.1. Jenis penelitian ... 16

1.8.2. Jenis pendekatan ... 17

1.8.3. Sifat penelitian ... 18

1.8.4. Data dan sumber data ... 18

1.8.5. Teknik pengumpulan data ... 19

1.8.6. Teknik penentuan sampel penelitian ... 21

1.8.7. Teknik pengolahan dan analisis data ... 22

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, PELAKU USAHA, LAUNDRY DAN KLAUSULA EKSONERASI 2.1 Tanggung jawab ... 25

2.1.1. Pengertian tanggung jawab ... 25

2.1.2. Macam – macam prinsip tanggung jawab ... 27

2.2 Pelaku usaha ... 31

2.2.1. Pengertian pelaku usaha ... 31

2.2.2. Hak dan kewajiban pelaku usaha ... 32

2.3 Laundry ... 36

2.3.1. Pengertian laundry ... 36

2.3.2. Tanggung jawab laundry ... 37

2.4 Klausula eksonerasi ... 39

2.4.1 Pengertian klausula baku ... 39

2.4.2 Pengertian klausula eksonerasi ... 40

BAB III PENGGUNAAN RUMUSAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN LAUNDRY 3.1 Penerapan Klausula Eksonerasi Dalam Suatu Perjanjian ... 42

3.2 Penggunaan Rumusan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Laundry Di Kecamatan Kediri ... 47 BAB IV TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA LAUNDRY

TERKAIT DENGAN KLAUSULA EKSONERASI

(3)

DALAM PERJANJIAN LAUNDRY DI KECAMATAN KEDIRI

4.1 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Laundry Berdasarkan

Peraturan Perundang - Undangan ... 56 4.2 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Laundry Terkait Dengan

Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Laundry Di

Kecamatan Kediri ... 59 BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan... 63 5.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA

RINGKASAN SKRIPSI LAMPIRAN

(4)

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA LAUNDRY TERKAIT DENGAN KLAUSULA EKSONERASI PERJANJIAN LAUNDRY DI

KECAMATAN KEDIRI Oleh

I Ketut Arjuna Satya Prema ABSTRAK

Jasa mencuci pakaian atau sering disebut dengan laundry sangat dibutuhkan di daerah perkotaan. Dengan adanya jasa laundry tersebut otomatis akan memudahkan kita dalam menghemat tenaga maupun waktu. Dijaman seperti ini, sudah banyak pelaku usaha laundry yang membanjiri daerah perkotaan untuk membuka dan menjalankan usaha laundry sebagai lahan dalam mencari nafkah.

Dan tidak jarang kita temui bahwa pelaku usaha laundry dalam menjalankan usahanya menerapkan perjanjian baku. Dalam perjanjian baku tersebut seringkali terdapat klausula eksonerasi yang sebenarnya sangat merugikan konsumen.

Permasalahan yang diangkat yakni mengenai bagaimana penggunaan rumusan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry dan bagaimana tanggung jawab pelaku usaha laundry terkait dengan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry.

Jenis penelitiian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif, karena adanya keadaan di masyarakat yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian diawali dengan penelitian kepustakaan sebagai data sekunder dan dilanjutkan dengan penelitian dilapangan sebagai data primer.

Berdasarkan hasil penelitian, perjanjian laundry yang dibuat oleh pelaku usaha laundry mengunakan rumusan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundrynya tetapi ada beberapa pelaku usaha laundry yang hanya sekedar mencantumkan klausula eksonerasi karena mengikuti pelaku usaha laundry lainnya. Tanggung jawab pelaku usaha laundry didasarkan atas profesional liability yang mana pelaku usaha memberikan tanggung jawab perdata secara langsung (strict liability) terhadap kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan jasa laundry tersebut. Akan tetapi dalam kerusakan – keruskan tertentu pelaku usaha laundry tidak akan memberikan tanggung jawab.

Kata kunci : Tanggung Jawab, Pelaku Usaha, Laundry, Klausula Eksonerasi

(5)

THE RESPONSIBILITY OF THE LAUNDRY BUSINESS ACTORS RELATED TO THE EXONERATION CLAUSE IN THE

LAUNDRY AGREEMENT IN KEDIRI DISTRICT

By

I Ketut Arjuna Satya Prema ABSTRACT

laundry service is often required in urban areas. With the laundry service will automatically facilitate us in saving energy and time. In this era, there are many business actors who flood the urban areas to open and run a laundry business as a land in a living. And not infrequently we find that the laundry business in running its business of applying the standard agreement. In the standard agreement there is often an exoneration clause that is actually very detrimental to consumers. The issues raised are how to use the formula of exoneration clause in the laundry agreement and how the responsibility of the laundry business actor is related to the exoneration clause in the laundry agreement.

The type of research used is empirical legal research with descriptive research nature, because of the circumstances in society that are not in accordance with the applicable regulations. Research begins with library research as secondary data and continued with research field as primary data.

Based on the results of the research, laundry agreement made by the laundry business actor using the formulation of exoneration clause in laundry agreement but there are some business actors who just put laundry exoneration clause because follow other laundry business actor. The responsibility of the laundry business is based on the liability professionals in which the businessperson gives the civil liability directly (strict liability) to the loss suffered by the consumers due to the laundry service. However, in particular damage - the laundry business will not give any responsibility.

Keywords: Responsibility, Business Actor, Laundry, Exoneration Clause

BAB I PENDAHULUAN

(6)

1.1 Latar Belakang Masalah.

Sejak dideklarasikannya kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah resmi menjadi negara yang berdaulat yang mampu berdiri diatas kaki sendiri, yang berdasarkan atas hukum, hal tersebut dengan jelas disebutkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 yang secara fundamental merupakan norma hukum tertinggi bangsa Indonesia dinyatakan bahwa Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan (machsstaat). Prinsip dasar ini dicantumkan dalam Batang Tubuh Perubahan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.1Ditetapkannya Republik Indonesia sebagai negara hukum tentunya mengandung makna bahwa hukum yang mengandung unsur pertama keadilan, kedua kepastian, dan yang ketiga kemanfaatan sebagai cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.

Konsep pertama mengenai keadilan pandangan bangsa Indonesia menyatakan bahwa konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memuat cita Negara Hukum Indonesia, memuat konsep keadilan yang berbeda dengan konsep keadilan yang berkembang di negara Eropa.Filosofis keadilan yang tersurat dalam pembukaan UUD 1945 adalah keadilan sosial yang berakar pada kolektivitas.Sedangkan konsep keadilan berdasarkan “rule of law” di negara Eropa, lebih berakar pada perlindungan individual.2 Cara pandang konsep nilai keadilan yang dimiliki bangsa Indonesia menitik beratkan kepada situasi

1Wiko Garuda, 2011, Pembangunan sistem Hukum Berkeadilan Memahami Hukum dari Kontruksi Sampai Implementasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta h. 5-7

2Ibid., h. 12.

(7)

masyarakat Indonesia yang majemuk serta beragam latar belakang sosial, adat istiadat serta agama sehingga nilai keadilan kolektivitas merupakan ciri keadilan yang dimiliki bangsa Indonesia sesuai tercantum pada pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa:

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.3Ciri kolektivitas keadilan dalam nafas hukum bangsa ini dipayungi oleh hukum Negara, sebagai hukum utama dalam mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk.Fungsi negara dalam mengatur dalam bentuk hukum negara memiliki unsur adanya kepastian, adanya perlindungan serta adanya rasa keadilan bagi seluruh manusia yang tinggal di wilayah Republik Indonesia.Soedikno Mertokusumo menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.4

Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari diskriminasi.;

2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.

3Ajielaw,2011 Kepastian Hukum & PerlindunganHuku, www.blogsport.com,diakses desember 2016

4 E. Fernando M.Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. h.44.

(8)

Di kecamatan Kediri terdapat 25 pelaku usaha laundry oleh karena itu Dalam skripsi ini penulis menganalisa tentang tanggung jawab pelaku usaha laundry terkait dengan klausula eksonerasi perjanjian laundry di Kecamatan Kediri. Dengan menimbang bahwa jasa mencuci pakaian atau sering disebut dengan laundry sangat dibutuhkan di daerah perkotaan. Saat ini kegiatan mencuci pakaian bisa menjadi hal sepele namun juga sangat merepotkan bagi seorang pengusaha yang memiliki jam kesibukan yang sangat padat, mahasiswa yang juga disibukan dengan jadwal kuliah yang padat. Dengan adanya jasa laundry tersebut otomatis akan memudahkan kita dalam menghemat tenaga maupun waktu.

Jasa laudry ini telah banyak membantu masyarakat untuk meringankan pekerjaan dan biaya yang dikenakan pun terbilang murah yang menyebabkan banyak masyarakat yang tergantung pada jasa laundry tersebut. Memang benar bahwa laundry mampu menghemat tenaga dan waktu kita tetapi tidak jarang terjadi masalah yang diakibatkan oleh pihak jasa laundry itu sendiri. Adapun bentuk kerugian yang sering sekali dialami oleh konsumen adalah adanya cacat terhadap barang atau pakaian yang dilaundry, hilangnya barang atau pakaian yang yang dilaundry ataupun tertukarnya barang konsumen dengan barang konsumen yang lainnya.

Dijaman seperti ini, sudah banyak pelaku usaha laundry yang membanjiri daerah perkotaan untuk membuka dan menjalankan usaha laundry sebagai lahan dalam mencari nafkah. Dan tidak jarang kita temui bahwa pelaku usaha laundry dalam menjalankan usahanya menerapkan perjanjian baku.

(9)

“Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul – klausulnya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan5”.

Klausula baku biasanya dibuat oleh pihak yang yang kedudukannya lebih kuat, yang dalam hal ini dipegang oleh pelaku usaha. Isi dari klausula baku tersebut seringkali merugikan pihak konsumen karena dalam pembuatannya hanya dibuat secara sepihak. Dalam perjanjian baku tersebut seringkali terdapat klausula eksonerasi yang sebenarnya sangat merugikan konsumen dikarenakan klausula eksonerasi merupakan pembatasan atau penghapusan sepenuhnya tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak pelaku usaha.6 Bila konsumen menolak mengikuti klausula baku tersebut maka kosumen tidak akan mendapatkan barang atau jasa tersebut. Konsumen akan lebih sering setuju dengan klausula baku tersebut karena hal serupa akan ditemui ditempat yang lainnya. Mau tidak mau konsumen akan menerima klasula tersebut walaupun konsumen mengetahui bahwa hal tersebut sangat merugikan konsumen.

Oleh karena sebagai pengguna jasa dalam ruang lingkup perlindungan hukum mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disingkat UUPK perlu diperhatikan sebagai upaya memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry di Kecamatan Kediri. Adapun cakupan UUPK itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu:

5 Celina Tri Siwi Kristiyani, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 139.

6Sidartha, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo, h. 120.

(10)

1. Perlindungan terhadap kemungkinan batang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.;

2. Perlindungan terhadap dibelakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen7

Dalam persefektif internasional, hak-hak konsumen harus dilindungi, seperti yang dikemukakan presiden Amerika Serikat Jhon F.Kennedy mengemukaakan empat hak konsumen yang harus dilindungi yaitu:

1. Hak memperoleh keamanan (the right of safety);

2. Hak memilih (the right to choose);

3. Hak Mendapatkan informasi (the right to be informed);

4. Hak untuk didengar (the right to be heard);8

Kemudian dalam pasal 4 UUPK Indonesia, perlindungan konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut:

1. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan mengonsumsi barang dan/atau jasa.;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuasi dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.;

4. Hak didengar pendapat atau keluahannya atas barang dan/atau jasa yang digunakannya.;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen yang patut.;

6. Hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif.;

8. Hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.;

7 Adrianus Meliala,1993, Praktek Bisnis Curang, Pusat Sinar harapan, Jakarta, h.125.

8Veron A. Musselman dan Jhon H. Jackson, 1992, Introduction to Modern Business, diterjemahkan Kusma wiriadisastra, Erlangga, Jakarta, h. 294-295.

(11)

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainya.

Berdasarkan ketentuan – ketentuan yang diatur dalam UUPK tampak muncul sedikit harapan dalam terwujudnya kepastian dan keadilan dalam hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen dalam penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry, dan jika ada kerugian yang timbul akibat kelalaian dari pelaku usaha maka harus diminta pertanggung jawabanan kepada pihak yang bersalah dan memberikan sanksi yang tegas menurut hukum.

Dalam skripsi ini, penulis mengalami sendiri bahwa pelaku usaha laundry yang berada di Kecamatan Kediri tidak akan memberikan ganti rugi terhadap kerusakan seperti pengkerutan ataupun pelunturuan yang dialami konsumen sehingga sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana konsumen banyak dirugikan akibat kelalaian dari pelaku usaha laundry. Sehingga dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Laundry Terkait dengan Klausula Eksonerasi Perjanjian Laundry di Kecamatan Kediri”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

(12)

1. Bagaimana penggunaan rumusan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry di Kecamatan Kediri ?

2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha laundry terkait dengan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry di Kecamatan Kediri ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan, maka lingkup pembahasan meliputi:

1. Pembahasan mengenai penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry yang ditinjau dari sisi Undang – Undang Nomer 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan kosumen.

2. Pembahasan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang menggunakan klausula eksonerasi.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

a. Untuk mengetahui penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry di Kecamatan Kediri.

b. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha laundry yang menggunakan klausula eksonerasi di Kecamatan Kediri.

1.4.2 Tujuan khusus

a. Untuk memahami penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry di Kecamatan Kediri.

(13)

b. Untuk memahami tanggung jawab pelaku usaha laundry yang mencantumkan klausula eksonerasi dalam perjanjian laundry di Kecamatan Kediri.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pemahaman bagi ilmu pengetahuan hukum pada umunya dan perkembangan hukum serta peraturan-peraturan yang terkait tentang nilai perlindungan hukum kepada masyarakat, khususnya pengguna jasa laundry di Kecamatan Kediri agar kenyamanan dan keamanan sebagai pengguna jasa laundry tetap mendapat perlindungan hukum dari pemerintah.

b) Selain itu, diharapkan pula menambah kasanah kepustakaan yang berkaitan dengan substasi perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry di Kecamatan Kediri yang dapat bermanfaat untuk memberikan masukan segaliguis menambah pengetahuan dan literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry.

c) Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi pemikiran serta perkembangan doktrin-doktrin hukum atau teori-teori hukum bagi penyempurnaan pranata hukum dalam hal tanggungjawab perlindungan hukum kepada masyarakat.

1.5.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini daharapkan dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sejenis tentang tanggung jawab

(14)

pelaku usaha laundry terkait dengan klausula eksonerasi di Kecamatan Kediri.

Sehingga bagi praktisi dan para pihak yang berkempentingan agar dapat menerapakan ketentuan hukum dan regulasi peraturan yang bermanfaat bagi masyarakat serta terlindungi masyarakat dari rasa aman terhadap gangguan pihak lain.

1.6 Orisinalitas

No. Judul Penulis Rumusan Masalah

1. Analisi Hukum Terhadap Klausula Baku Pada Kartu Studio Pass di Trans Studio Makassar

Andi Astari Rasyida dari Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makassar

1. Bagaimana keabsahan klausula baku pada kartu pass di trans studio makassar ditinjau dari UUPK ?

2. Bagaimanakah aspek perlindungan hukum bagi konsumen pada perjanjian klausula baku yang ada pada kartu studio pass ?

2. Perlindungan

Hukum Terhadap Konsumen Jual Beli dengan

Ice Trisnawati dari Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

1. Bagaimana Penggunan Klausula baku dilihat dari asas kebebasan berkontrak ?

(15)

Menggunakan Klausula Baku

2. Bagaimana

perlindungan hukum

yang diberikan

pemerintah dengan keluarnya Undang – Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun

1999 Tentang

Perlindungan Konsumen yang berkaitan dengan penggunaan klausula baku dalam perjanjian jual beli ?

3. Bagaimana tata cara penyelesaian sengketa, jika terjadi perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha dalam penggunaan klausula baku ?

1.7 Landasan Teori

(16)

Pembahasan permasalahan skripsi ini agar dapat diteliti secara mendalam, maka akan diuraikan terlebih dahulu beberapa teori atau landasan-landasan yang dimungkinkan dalam menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Teori-teori ini dihadirkan untuk menunjang, memperkuat, memperjelas arah penelitian dalam membedah aspek pokok permasalahan yang dianalisis. Sehingga dengan teori- teori ini menjadi alat bedah yang tajam membuka seluruh permasalahan yang dihadirkan antara lain:

a) Teori Negara Hukum

Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan, ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini mensyaratkan kepada seluruh penyelenggara negara dan warga negaranya harus taat terhadap hukum. Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan manifestasi dari konsep dan alam pikiran bangsa Indonesia yang lazim disebut dengan hukum dasar tertulis.

Negara hukum menurut Aristoteles dalam perumusannya masih terkait dengan “polis” menurutnya:“Pengertian negara hukum itu timbul dari polis yang mempunyai wilayah negara kecil, seperti kota yang berpenduduk sedikit, tidak seperti negara-negara sekarang ini yang mempunyai negara luas dan berpenduduk banyak (Vlakte Staat): dalam polis itu segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah dimana seluruh warga negaranya yang ikut serta dalam urusan

(17)

penyelenggaraan negara”9Negara berdasarkan hukum ditandai oleh beberapa asas, antara lain asas bahwa semua perbuatan atau tindakan pemerintahan atau negara harus didasarkan pada ketentuan hukum tertentu yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan. Campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang atau kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan berdasarkan aturan- aturan hukum tertentu. Asas ini lazim disebut asas legalitas (legaliteits beginsel).

Untuk memungkinkan kepastian perwujudan asas legalitas ini, harus dibuat berbagai peraturan hukum antara lain Peraturan Perundang-undangan.Ide dasar negara hukum Indonesia tidak terlepas dari ide dasar tentang rechtsstaats. Hal ini dapat dimengerti dalam banyak hal, antara lain Indonesia merupakan negara yang mengikuti Belanda dan menganut ide rechtsstaats, 10

Selain salah satu asas yang telah disebutkan di atas Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan asas pokok negara hukum ada tiga, yakni:

(1) asas monopoli paksa (zwangmonopoli);

(2) asas persetujuan rakyat;

(3) asas persekutuan hukum (rechtsgemeenschap). 11

Asas monopoli paksa berarti, bahwa: monopoli penggunaan kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang mentaati apa yang menjadi keputusan penguasa negara hanya berada di tangan pejabat

9Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1998, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Banyumedia Publising, Malang h. 153.

10Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Cetakan Pertama, PT. Bina Ilmu Surabaya,h. 34.

11 Prajudi Atmosudirjo, 1995, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h..

78.

(18)

penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Siapapun yang lain dari yang berwenang/berwajib dilarang, artinya barang siapa melakukan penggunaan kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang seperti dimaksud di atas disebut „main hakim sendiri‟. Asas persetujuan Rakyat berarti, bahwa orang (warga masyarakat) hanya wajib tunduk dan dapat dipaksa untuk tunduk, kepada peraturan yang dicipta secara sah dengan persetujuan langsung (undang- undang formal), atau tidak langsung (legislasi delegatif, peraturan atas kuasa Undang-undang) dari Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya, apabila ada peraturan (misalnya: mengadakan pungutan pembayaran atau “sumbangan wajib”) yang tidak diperintahkan atau dikuasakan oleh undang-undang, maka peraturan itu tidak sah, dan Hakim Pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh karena tidak mau mentaatinya, dan apabila Pejabat memaksakan peraturan tersebut, maka ia dapat dituntut sebagai penyalahgunaan kekuasaan negara, minimal digugat sebagai perkara “perbuatan penguasa yang melawan hukum”.

Asas persekutuan hukum berarti, bahwa rakyat dan penguasa negara bersama- sama merupakan suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenschap, legal partnership), sehingga para Pejabat Penguasa negara dalam menjalankan tugas dan fungsi, serta menggunakan kekuasaan negara, mereka tunduk kepada hukum (sama dengan rakyat/warga masyarakat). Berarti baik para pejabat penguasa negara maupun para warga masyarakat berada di bawah dan tunduk kepada hukum (undang-undang) yang sama.Syarat-syarat dasar rechtsstaat yang dikemukakan oleh Burkens, dalam tulisannya tentang Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia adalah:

(19)

1) Asas legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar Peraturan Perundang-undangan (wetterlike-grondslag). Dengan landasan ini Undang-undang formal dan Undang-Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentuk undang-undang merupakan bagian penting negara hukum;

2) Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan

3) Hak-hak dasar (grondrechten), hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus membatasi pembentukan undang-undang;

4) Pengawasan peradilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan tindakan pemerintahan (rechtmatigeidstoetsing).12

Indonesia sebagai negara hukum segala sesuatu harus berdasarkan kepada hukum, yang diimplementasikan dalam Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagai manifestasi dari hukum positif, dan dalam rangka penegakan hukum telah dibentuk berbagai lembaga peradilan sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak-hak setiap warga negara Indonesia, sehingga setiap peraturan yang dilahirkan harus ditaati.

b) Teori Perlindungan Hukum

Dalam teori perlindungan hukum oleh Soedikno Mertokusumo yang menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap

12Ibid., h. 37.

(20)

tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.13 Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari diskriminasi.

2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.

Kemudian pendapat Philipus M. Hadjon, membedakan dua macam perlindungan hukum terutama bagi rakyat, yaitu Perlindungan hukum yang preventif dan perlidungan hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah tejadinya sengketa. Sebaliknya, perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum bagi rakyat oleh Peradilan Umum di Indonesia termasuk katagori perlindungan hukum yang represif.14 Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengemukakan konsep perlindungan seperti Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan :

13E. Fernando M.Manullang. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. h. 44.

14Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Cetakan Pertama, PT. Bina Ilmu Surabaya, h. 2.

(21)

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen15.

1.8 Medote Penelitan 1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam pembahasan masalah ini adalah penelitian hukum empiris yang beranjak dari kesenjangan antara das sollen (Law in Book) dan das sein (Law in Action) yang terkait dengan pelaksanaan Pasal 4 UUPK, untuk memberikan jaminan keamanan maka dalam hal kewajiban pihak pengelola jasa laundry, bila konsumen dirugikan akibat kelalaian pihak laundry misalnya kehilangan pakaian atau barang maka pakaian atau barang akan diganti dengan pakaian yang baru yang sesuai dengan harga pakaian atau barang yang dihilangkan oleh pihak laundry. Menurut Sorjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis yang terdiri dari penelitian terhadap indentifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum.16

Dalam penelitian sosial hukum tidak dijadikan sebagai suatu gejala otonom ( normatif yang mandiri ), namun sebagai sebuah institusi sosial yang dihubungkan secara nyata dengan variable-variabel sosial lainnya. Hukum secara empiris adalah gejala masyarakat yang bisa dipelajari sebagai variabel penyebab/independent variabel yang dapat menimbulkan akibat terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat. Sebagai variabel akibat/dependent variabel

16 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,h. 51.

(22)

yang muncul sebagai hasil akhir / resultante dari berbagai kekuatan di dalam proses sosial.17

1.8.2 Jenis pendekatan

Dalam penelitian ada beberapa jenis pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (the statue approach), pendekatan kasus (case approach),pendekatan historis (historical approach), pendekatan konseptual (analitical conceptual approach), pendekatan fakta (fact approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach)18.

Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan fakta (fact approach), pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan. Pendekatan fakta dilakukan dengan mengkaji implementasi dari peraturan perundang-undangan terhadap fakta yang terjadi di lapangan, pendekatan perundang-undangan digunakan karna yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini19.

1.8.3 Sifat penelitian

Penulis menerapkan penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat keadaan, gejala untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini dirujuk teori – teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat

17Informasi-Pendidikan.com, 2013, Pembahasan Penelitian Empiris, h.

1.diaksesdesember 2016.

18 Peter Mahmud Marzuki,2005,Penelitian Hukum, Kencana Primada Media, Jakarta, h..

97.

19 Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302.

(23)

baik dalam literature maupun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian terdahulu,.

Penelitian ini digunakan untuk menggambarkan realita dari adanya undang – undang yang melindungi konsumen dari pelaku usaha laundry.

1.8.4 Data dan sumber data a. Data Primer

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Meurut buku pedoman pendidikan fakultas hukum universitas udayanatahun 2014 Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik dari responden maupun dari informan dari dinas yang terkait.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan penelitian ini adalah:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum terdiri atas peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan atau yurisprudensi, peraturan dasar, konvensi ketatanegaraan dan perjanjian internasional (traktat). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, UUD 1945, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(24)

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang dapat berupahasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, karya tulis hukum atau pandangan para ahli hukum. Berkaitan dengan penelitian ini, maka sumber dari perpustakaan seperti buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan para ahli yang berkaitan dengan penyelenggaran jasa laundry di Kecamtan Kediri.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dan ensiklopedia. Adapun bahan hukum tertier yang digunakan adalah kamus hukum, majalah dan artikel-artikel dari internet.

1.8.5 Teknik pengumpulan data.

Data bagi suatu penelitian merupakan bahan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh karena itu, data harus selalu ada agar permasalahan penelitian itu dapat dipecahkan. Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder.

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data di lapangan (field research). Data primer ini diperoleh dengan menggunakan wawancara.

a. Wawancara

(25)

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.20Wawancara dilakukan secara bebas terbuka dengan menggunakan alat berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan (sebagai pedoman wawancara) sesuai dengan permasalahan yang akan dicari jawabannya tanpa menutup kemungkinan untuk menambah pertanyaan lain yang bersifat spontan sehubungan dengan jawaban yang diberikan oleh responden. Wawancara hanya dilakukan terhadap responden yang dipilih secara acak yang selanjutnya disebut informan, yang mewakili perusahaan yang berskala kecil, menengah dan besar. Responden dari penelitian ini adalah pimpinan atau pejabat yang ditunjuk karena kompetensinya di perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian.

b. Studi Dokumen.

Pengumpulan-pengumpulan bahan hukum ini guna menunjang penelitian melalui penelitian kepustakaan (library research/legal research).bahan kepustakaan (literature research) yang berupa bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier.Bahan hukum primer adalah semua aturan hukum yang dibentuk dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau lembaga/badan pemerintahan yang

20Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2001, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, h. 81.

(26)

untuk penegakannya diupayakan berdasarkan daya paksa yang dilakukan secara resmi oleh aparat negara.

Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum primer yang berkaitan dengan penelitian, buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum, notulen- notulen seminar hukum, memori-memori yang memuat opini hukum, bulletin- bulletin atau terbitan-terbitan lain yang memuat debat-debat dan hasil dengar pendapat di parlemen, deklarasi-deklarasi dan lain-lain. Bahan-bahan hukum sekunder ini memang bukan merupakan hukum yang berlaku, akan tetapi dalam maknanya yang materiil,bahan-bahan hukum sekunder ini memang merupakan bahan yang berguna sekali untuk meningkatkan mutu hukum positif yang berlaku.Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang termuat dalam kamus- kamus hukum, ensiklopedi, bibliografi, berbagai terbitan yang memuat indeks hukum dan semacamnya meliputi berbagai undang-undang, Penelitian hukum semacam ini tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai library based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary materials.21

1.8.6 Teknik penentuan sampel penelitian

Teknik yang digunakan dalam skripsi ini adalah Teknik Non ProbabilitySampling yaitu dengan menggunakan teknik ini akan memberikan peraan yang sangat besar pada penelitian untuk menentukan pengambilan sampelnya. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang

21 Jhonny Ibrahim, Op.cit, h. 46.

(27)

harus di ambil agar dapat dianggap mewakili populasi sebagaimana halnya dalam teknik random sampling. Hasil penelitian yang menggunakan teknik pengambilan sampel seperti ini tidak dapat digunakan untuk membuat generalisasi tentang populasinya, karena sesuai dengan ciri umu dari non probability sampling tidak semua elemen dalam populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Teknik Non Probability Sampling digunakan dalam hal :

 Data tentang populasi sangatlangka atau tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya

 Penelitian bersifat studi eksploratif atau deskriptif

 Tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi tentang populasinya

Adapun bentuk dari non probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling di mana penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.

1.8.7 Teknik pengolahan dan analisis data

Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apa-apa bagi tujuan suatu penelitian. Penelitian belum dapat ditarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya.Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untukmenjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Setelah data diolah dan dirasa cukup maka selanjutnya disajikan dalam

(28)

bentuk narasi dan mungkin juga dalam bentuk tabel.Setelah data terkumpul lengkap dan telah diolah dengan menggunakan narasi ataupun tabel maka selanjutnya dianalisis secara diskriptif kualitatif melalui tahap-tahap konseptualisasi, kategorisasi, relasi dan eksplanasi. Konseptualisasi adalah upaya menemukan makna dari konsep-konsep atau dalil-dalil yang terkandung dalam ketentuan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.22

Setelah semua bahan hukum yang diperlukan terkumpul kemudian dilakukan teknik analisis bahan hukum secara kualitatif yang artinya penelelitian ini akan perupaya untuk memaparkan sekaligus untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan cara yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan yang jelas dan benar.23 Dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualiasi) dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut;

b. Mengelompokan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis atau berkaitan;

c. Menemukan hubungan diantara berbagai konsep, kemudian diolah;

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan diantara berbagai konsep atau peraturan.

Untuk melengkapi teknik kualitaif juga teknik content analysis yaitu analisis yang integrative dan secara konseptual cendrung diarahkan untuk

22Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum (Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya), ELSAM dan HUMA, Jakarta, h.155-156.

23 Bambang Sunggono, 2002, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta h. 106.

(29)

menemukan, mengindetifikasi, mengolah dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna, signifikasi dan relevansinya.24 Dengan demikian pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya kemudian penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kearah yang bersifat khusus serta dipersentasikan dalam bentuk deskriptif.

24 Burhan Bungin, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif: Aktualisasi Metodologi Kearah Ragam Varian Kontemporer, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 203.

Referensi

Dokumen terkait

Belum dapat menyajikan gagasan pokok dan gagasan pendukung dalam peta pikiran 4 Sikap: Mandiri Tugas diselesaikan dengan mandiri Sebagian besar tugas diselesaikan dengan

23 Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana (Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana), Cet.. Indikatornya adalah perbuatan tersebut melawan hukum

b) Penyelesaian masalah yang dapat ditempuh PT. Federal Internasional Finance atas wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Data Sekunder adalah data yang diperoleh

2) Oleh karena nyata-nyata telah terbukti secara sah menurut hukum Termohon I, Termohon II dan Termohon III mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya

Dosy Kindelia Kirani Produser Program Stand up comedy Mengatakan 31 : “ Ide kreatif itu adalah apa yang orang lain tidak fikirkan “out of the box” dan memikirkan apa yang

Penentuan kualifikasi bahan baku yang digunakan dalam produksi sangat berpengaruh terhadap hasil produksi, adanya permasalahan yang muncul berkaitan dengan

Adapun ajaran yang tersurat di dalam lontar Krama Pura terkait dengan perilaku di tempat suci Pura adalah suci laksana yang mengarah pada pengendalian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan shooting dalam setiap jenis point tembakan dan daerah tembakan di setiap serangan yang dilakukan tim