10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kesadaran 2.1.1 Definisi Kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan lingkungannya serta dengan dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya serta terhadap dirinya sendiri (melalui perhatian). Alam sadar adalah alam yang berisi hasil-hasil pengamatan kita kepada dunia luar (Maramis, 2015). Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan.
Terdapat beberapa pendapat menegani definisi kesadaran dalam combridge internasional dictionary of English (2014), antara lain: pertama, tahu dan mampu mengekspresikan dampak dari suatu perilaku. Kedua, tahu dan mampu mengekspresikan tentang berbagai penyelesaian. Ketiga, memahami perlunya langkah penelitian sebagai bekal pengambilan keputusan. Keempat, memahami pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah. Dalam psikologi, kesadaran sama artinya dengan mawas diri (awareness).
Penumbuhan tingkat kesadaran yang tinggi pada pertolongan pertama merupakan hal yang harus ditumbuhkan dalam lingkungan pendidikan, hal ini bermaksud untuk mencapai tujuan utama untuk memberikan pertolongan pertama yaitu untuk menyelamatkan hidup, untuk mencegah memburuknya kondisi dan
cedera lebih lanjut, untuk mencegah kondisi yang dapat meningkatkan cedera asli, sehingga korban berada pada posisi yang benar saat di rujuk ke rumah sakit.
2.1.2 Klasifikasi Kesadaran
Ada dua jenis klasifikasi kesadaran diantaranya:
a. Kesadaran magis
Kesadaran magis merupakan kesadaran masyarakat yang tidak mampu melihat dan mengidentifikasi kaitan antara satu factor pembentuk realitas dengan factor yang lain. Manusia menyerah pada kemampuannya melawan realitas yang menindas. Mereka tidak dapat mengetahui segala macam bentuk perubahan yang terjadi pada orang lain. Manusia hanya pasrah dan tunduk pada yang ada di sekitarnya. Mereka tidak memiliki kesadaran atau tuntutan untuk melakukan tindakan perlawanan atas realitas yang membelenggu. Manusia pada kesadaran magis dapat dikatakan sebagai manusia pasif yang hanya menerima realitas.
Orang-orang dalam fase kesadaran magis menyesuaikan diri dengan kehidupan tempat tinggalnya. Mereka mendefinisikan masalah dengan mengkaitkannya pada persoalan-persoalan cara bertahan hidup dan merasa masalah-masalah ini disebabkan oleh kekuasaan-kekuasaan yang di luar jangkauan mereka. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan terentang sejak dari menerima keadaan secara pasif sampai menggulingkan kekuasaan-kekuasaan yang mereka anggap membelenggu kehidupan mereka (Smith, 2010: 101).
b. Kesadaran naif
Pada tingkatan kesadaran naif, manusia memiliki peran sebagai penyebab utama terjadinya realitas. Etika, kreativitas, dan kebutuhan akan kesuksesan dianggap sebagai penentu perubahan. Kemiskinan yang terjadi di masyarakat dianggap sebagai kesalahan masyarakat tersebut. Masyarakat menganggap sistem dan struktur yang ada sudah baik dan benar serta hal tersebut merupakan faktor given, maka tidak perlu tindakan kritis untuk mempertanyakannya lagi. Individu tertindas ingin memperbaharui sistem yang telah dirusak oleh orang-orang jahat yang telah melanggar norma dan aturan.
Pada tingkatan kesadaran ini dapat dibagi menjadi dua tingkatan sub kesadaran, antara lain:
1. Subkesadaran pertama, individu-individu menyalahkan diri mereka sendiri dan kawan-kawannya, karena dianggap telah melanggar norma sehingga memunculkan perasaan bersalah kemudian mengarah pada tindak kekerasan horizontal. Tindakan-tindakan mereka diarahkan mengubah diri mereka sendiri dan meniru penindas untuk lebih berpendidikan dan berkuasa.
2. Subkesadaran kedua, individu-individu tertindas menyalahkan individu penindas atau kelompok penindas tertentu, karena melanggar normanorma yang ada. Mereka mengetahui bagaimana maksud dan betapa kasarnya perilaku penindas, tetapi mereka menimpakan penyebab persoalan ini pada individu penindas. Tindakan-tindakan mereka diarahkan untuk mempertahankan diri dari akibat buruk yang ditimbulkan oleh pelanggaran norma individu penindas (Smith, 2010).
c. Kesadaran kritis
Puncak kesadaran manusia, yaitu kesadaran kritis merupakan titik tolak pemikiran Freire. Kesadaran ini melihat realitas secara sinergis antara manusia dan alam. Struktur dan sistem sosial menjadi sumber masalah yang diangkat oleh manusia yang mencapai kesadaran ini. Pendekatan struktural menghindari blaming the victim dan lebih menganalisis secara kritis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi, budaya, dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat. Individu-individu yang berkesadaran kritis menganggap pentingnya transformasi atas sistem sosial yang menindas (Smith, 2010).
Akan tetapi, mengubah realitas secara mendasar tidak cukup dengan melakukan tambal-sulam terhadap hubungan antara penindas dan tertindas, karena penyebab penindasan ini adalah sistem, yakni seperangkat norma yang menguasai kaum tertindas dan penindas. Proses transformasi ini dimulai dengan menolak dan menyingkirkan ideologi penindas dan meningkatnya penghargaan terhadap diri sendiri dan kekuatan komunitas. Mereka berpikir secara ilmiah dan tidak lagi merujuk pada kasus-kasus penindasan, tetapi pada wilayah sosial-ekonomi makro tempat kehidupan berjalan dalam konteks global. Individu-individu yang kritis mulai mencari model-model peran baru mengandalkan kekuatan diri dan sumber-sumber daya komunitas, keberanian mengambil risiko, dan independen terhadap penindas. Pendekatan baru dalam memecahkan masalah ini, yaitu polemik diganti dialog dengan kawan-
kawannya menyebabkan individu tertindas harus memformulasikan tindakan- tindakannya sendiri (Hastjarjo, 2015).
2.1.3 Macam-macam Kesadaran
Terdapat 2 macam kesadaran menurut (Marliani, 2010) yaitu:
a. Kesadaran pasif
Kesadaran pasif adalah keadaan dimana seorang individu bersikap menerima segala stimulus yang diberikan pada saat itu, baik stimulus internal maupun eksternal.
b. Kesadaran aktif
Kesadaran aktif adalah kondisi dimana seseorang menitikberatkan pada inisiatif dan mencari dan dapat menyeleksi stimulus-stimulus yang diberikan.
2.1.4 Faktor-faktor Pembentuk kesadaran
Terdapat 3 faktor-fakktor pembentuk kesadaran diri yaitu menurut (Al-ulum, 2013)
a. Sistem nilai (value system)
Prinsip awal yang dibangun adalah manusia berfokus pada factor-faktor non- material dan hanya bersifat normatif semata. Artinya dalam prinsip ini, unsur pembentukan kesadaran lebih dari mengarahkan kepada unsur kewajiban. Dalam system nilai terdapat 3 komponen yaitu:
1. Reflek hati nuraini
Dalam psikologi identik dengan intropeksi diri atau evaluasi diri yatu menganalisis dan menilai diri lewat data-data dan sumber-sumber yang
diperoleh dari dalam diri maupun dari lingkunngan sekitar pribadi, sehingga didapatkan gambaran pribadi.
2. Harga diri
Mengutip definisi yang disebutkan dalam kamus ilmiah popular, kata harga diri dimaknai sebagai martabat, derajat, pangkat, prestise, gengsi yang dimiliki seorang pribadi dan diakui oleh orang lain (masyarakat) terhadap status dan kedudukan seseorang yang diwujudkan dalam bentuk penghargaan diri dan penghormatan. Teori kepribadian humanistic, pelopornya Abraham H.
Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia itu tersusun secara hierarki (bertingkat) dan diperinci kedalam lima tingkat kebutuhan:
a) Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis.
b) Kebutuhan akan rasa aman.
c) Kebutuhan akan cinta dan memiliki d) Kebutuhan rasa harga diri.
e) Kebutuhan akan aktualisasi diri 3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Merupakan jalan ruhani yang ditempuh manusia untuk mencapai kesadaran terhadap diri. Menurut M. Iqbal, takwa terhadap Tuhan diartikan dengan taat kepada hukum yang dibawah oleh Nabi Muhammad Saw, artinya, pribadi bersifat hidmat (bijaksana dalam bertindak), nikmat (kerja keras), istiqbal (kuat dan terpadu) dan sabar (menjalankan printah-Nya, menjauhib larangan- Nya dalam menghadapi cobaan yang ada. Dari sistem nilai yang tergabung, pribadi akan menentukan sebuah kepercayaan diri yang kuat dalam
berkehendak dan berbuat, sehingga manusia, sebagai kesatuan jiwa-badan, mampu menangkap seluruh realitas, materi dan non-materi, karena didalam sistem nilai terdapat potensi epistemologis berupa serapan pancaindra, kekuatan akal dan intiusi yang akan melahirkan kesadaran diri pada diri manusia.
c. Cara pandang (attitude)
Perilaku manusia sangat ditentukan oleh cara pandangnya tentang realitas di sekitarnya. Cara pandang dibangun oleh nilai-nilai, keutamaan, prinsip hidup yang diyakini seseorang. Cara pandang terbentuk lewat proses pembelajaran yang dilalui oleh seseorang sepanjang hidupnya. Berbagai institusi sosial -termasuk agama- sangat membantu mengarahkan proses pembelajaran dan pembentukan cara pandang ini. Attitude menjadi salah satu unsur pembentuk kesadaran diri.
Didalamnya terdapat dua komponen pembentuk berupa:
1. Kebersamaan
Sebagai makhluk sosial, unsur kebersamaan dan bermasyarakat harus ada dan tertanam pada setiap individu. Dalam upaya pembentukan kesadaran diri, unsur kebersamaan dengan membangun relasi yang baik dengan diri sendiri.
Didalam kebersamaan yang dilakukan oleh pribadi, didapatkan dua buah unsur pembentu kesadaran diri berupa:
a. Penilaian orang lain terhadap diri (kelebihan dan kekurangan diri) b. Keteladanan dari orang lain.
Unsur interaksi sosial yang terjalin di masyarakat dan penilaian orang lain terhadap diri sangat mempengaruhi pembentukan kesadaran diri pada manusia.
2. Kecerdasan
Dalam upaya pembentukan pribadi yang berkualitas, terdapat landasan diri yang harus dilalui oleh manusia untuk mencapai esensi ketahanan pribadi atau karakter yang kuat yaitu kecerdasan hidup. Indikasi adanya kecerdasan hidup pada diri manusia itu berupa: Rasa percaya diri dalam memegang prinsip hidup yang diiringi dengan kemandirian yang kuat dan mempunyai visi untuk lebih mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
d. Perilaku (behavior)
Keramahan yang Tulus dan Santun adalah penghormatan dan penghargaan terhadap orang lain. Artinya, orang lain mendapat tempat di hati kita yang termasuk kategori pribadi yang sadar terhadap diri pribadi adalah jika individu bersikap baik (ramah) terhadap orang lain. Dengan keramahan yang tulus dan santun, ulet dan tangguh, kreatifitas dan kelincahan dalam bertindak, ditambah dengan kepemilikan jiwa yang pantang menyerah.
2.1.5 Indikator Kesadaran
Menurut (Soekanto, 2013) menyatakan bahwa terdapat empat indicator kesadaran yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya dan menunjuk pada tingkat kesadaran tertentu, mulai dari yang terendah sampai
dengan yang tertinggi, antara lain: pengetahuan, pemahaman, sikap, pola perilaku (tindakan).
(Priyono, 2015) mengemukakan, awareness of environmental issues means being environmentally knowledgeable and understanding fhe informed actions required for finding the solutions to the issues. Jadi, dari teori di atas dapat dijelaskan bahwa indikator kesadaran adalah pengetahuan dan pemahaman. Lain halnya dalam bidang Psikologi menyebutkan bahwa kesadaran mencakup tiga hal, yaitu: persepsi, pikiran, dan perasaan (Atkinson dkk, 2010). Sedangkan dalam teori konsientisasi (penyadaran), selain mencantumkan indikator pengetahuan, sikap, juga menyebutkan indikator regulasi atau peraturan. Berdasarkan indikator-indikator tersebut di atas, dapat dikembangkan dengan menggunakan teori (Benyamin Bloom, 2008) yang membagi perilaku manusia dalam tiga domain, yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya teori ini dimodifikasi menjadi pengetahuan, sikap, dan praktik (tindakan).
2.1.6 Tingkat Kesadaran
Menurut Geller (2010), tahapan dalam kesadaran seseorang yaitu:
Unconscious competence
“Safe Habist”
Conscious competence
“Rule Goverment"
Conscious incompetence
“Learning”
Unconscious incompetence
“Bad habits”
Gambar 1. The DO IT process enables shift from bad to good habbits
Berdasarkan gambar di atas, tahapan-tahapan kesadaran yaitu:
1. Unconscious Incompetence, yaitu tahapan pertama dimana seseorang tidak mengerti apa yang harus dilakukannya.
2. Conscious Incompetence, yaitu tahapan kedua dimana seseorang mengerti atau tahu apa yang seharusnya dilakukan, tetapi perlu adanya pembelajaran bagaimana untuk melakukannya secara benar.
3. Conscious Competence, yaitu tahapan ketiga dimana seseorang dapat melakukannya dengan benar dikarenakan telah mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
4. Unconscious Competence, yaitu tahapan terakhir dimana seseorang telah mempunyai kebiasaan dan mengetahui secara benar apa yang dilakukannya.
2.2 Konsep Luka Bakar 2.2.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). Luka bakar memiliki angka kejadian dan prevalensi yang tinggi, mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, memerlukan sumber daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar (Shrestha
& Gurung, 2018).
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang mengalirkan panas (api secara langsung maupun tidak
langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia, air dan lainnya), (Frear, Griffin, Watt, & Kimble, 2018). Terdapat 2 jenis penyebab luka bakar, yaitu penyebab luka bakar termal, ini di buktikan dengan adanya data yang mengkungkapkan bahwa sebanyak 65% luka bakar yang sering terjadi di lingkungan sedangkan 20% luka bakar yang sering terjadi karena luka bakar elektrik (Dan et al., 2016).
2.2.2 Etiologi
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004 diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien di rawat inap (Kumar et al., 2007). Di Indonesia, prevalensi luka bakar sebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013).
Secara global, 96.000 anak-anak yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah dan menengah dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi
kematian terendah terjadi pada daerah dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2018).
2.2.3 Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain:
penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.
a. Klasifikasi berdasarkan mekanisme dan peneyebab
1. Luka bakar termal Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bias disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan benda padat panas, terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena aliran listrik (WHO, 2013).
2. Luka bakar inhalasi Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas, cairan panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka bakar (WHO, 2013).
b. Klasisfikasi berdasarkan derajat dan kedalaman luka
1. Derajat I (superficial) hanya terjadi di permukaan kulit (epidermis).
Manifestasinya berupa kulit tampak kemerahan, nyeri, dan mungkin dapat ditemukan bulla. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 3 hingga 6 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut saat remodeling (Barbara et al., 2013). Penyembuhan berlangsung 3-5 hari (Toussant &
singer 2014).
2. Derajat II (partial thickness) melibatkan semua lapisan epidermis dan sebagian dermis. Kulit akan ditemukan bulla, warna kemerahan, sedikit edem dan nyeri berat. Bila ditangani dengan baik, luka bakar derajat II dapat sembuh dalam 7 Shingga 20 hari dan akan meninggalkan jaringan parut (Evers, 2010).
3. Derajat III (full thickness) melibatkan kerusakan semua lapisan kulit, termasuk tulang, tendon, saraf dan jaringan otot. Kulit akan tampak kering dan mungkin ditemukan bulla berdinding tipis, dengan tampilan luka yang beragam dari warna putih, merah terang hingga tampak seperti arang. Nyeri yang dirasakan biasanya terbatas akibat hancurnya ujung saraf pada dermis. Penyembuhan luka yang terjadi sangat lambat dan biasanya membutuhkan donor kulit (Barbara et al., 2013).
Tabel 2.1 Klasifikasi luka bakar menurut American Burn Association yang dikutip dari Pricilla, 2016 :
Cedera Luka bakar Minor
Cedera Luka Bakar Sedang
Cedera Luka Bakar Mayor
Kecuali cedera inhalasi, cedera listrik, cedera dengan trauma multipel, dan pasien lansia serta pasien yang mengalami penyakit kronis.
Kecuali cedera inhalasi, cedera listrik, cedera dengan trauma multipel, dan pasien lansia serta pasien yang mengalami penyakit
Mencakup semua cedera inhalasi, cedera listrik, cedera dengan trauma multipel, dan pasien lansia serta pasien yang mengalami
kronis. penyakit kronis.
Mencakup semua luka bakar pada wajah, mata, telinga, perieum, telapak tangan, telapak kaki.
Luka bakar partial thickness pada individu dewasa area permukaan tubuh total kurang dari 15%.
Luka bakar partial thickness pada individu dewasa area permukaan tubuh total 15%-25%.
Luka bakar partial thickness pada individu
dewasa area
permukaan tubuh total lebih dari 25%.
Luka bakar full thickness area permukaan tubuh total kurang dari 2%
tidak mencakup area wajah, mata, telinga, perineum, telapak tangan, telapak kaki.
Luka bakar full thickness area permukaan tubuh total kurang dari 10%
tidak mencakup area wajah, mata, telinga, perineum, telapak tangan, telapak kaki.
Luka bakar full thickness semua luka bakar 10%
atau lebih di area permukaan tubuh total.
c. Klasifikasi berdasarkan luas luka
Sedangkan menurut (Evers, 2010), berdasarkan luas lesi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni:
1. Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II seluas <2%.
2. Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10%.
3. Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%.
Untuk menilai luas luka menggunakan metode “Rule of Nine” berdasarkan LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total). Luas luka bakar ditentukan untuk menentukan kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis. Persentase pada orang dewasa dan anak-anak berbeda. Pada dewasa, kepala memiliki nilai 9% dan untuk ektremitas atas memiliki nilai masing-masing 9%. Untuk bagian tubuh anterior dan 10 posterior serta ekstremitas bawah memiliki nilai masing-masing 18%, yang termasuk adalah toraks, abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%. Sedangkan pada anak-anak persentasenya berbeda pada kepala memiliki nilai 18% dan ektremitas bawah 14% (Senarath, 2009).
2.2.4 Patofisiologi Luka Bakar
Patofisiologi luka bakar berhubungan dengan distribusi panas yaitu suhu dan waktu pemaparan pada awal dikulit. Suhu tinggi dalam waktu yang singkat dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan sama dengan suhu rendah namun dalam waktu yang lama juga dapat menimbulkan kerusakan jaringan (Cameron et al., 2010). Luka bakar melibatkan reaksi atau repon lokal dan sistemik (Toussaint &
Singer, 2014).
a. Reaksi local Menurut tingkat keparahan dan kerusakan organ reaksi lokal dibagi menjadi tiga zona yaitu:
1. Zona koagulasi Zona koagulasi merupakan zona pada bagian tengah yang paling banyak mengalami kerusakan dan terjadi denaturasi, degradasi dan koagulasi protein yang luas sehingga menimbulkan nekrosis pada jaringannya (Rowan et al., 2015). Pada zona ini terdiri dari jaringan eschar atau nekrosis dan terletak paling dekat pada sumber panas (Cameron et al., 2010).
2. Zona stasis Zona stasis Merupakan zona yang mengelilingi zona koagulasi, terjadi kerusangan jaringan sedang dan sedikit edema (Cameron et al., 2010). Pada zona ini terjadi penurunan perfusi organ. Dapat terjadi hipoksia dan iskemia yang apabila tidak di terapi dalam 48 jam dapat menyebabkan nekrosis jaringan (Rowan et al., 2015).
3. Zona hyperemia Zona hyperemia merupakan zona yang mengelilingi zona stasis, kerusakan sel minimal dan terjadi peningkatan aliran darah karena terjadi vasodilatasi dan inflamasi yang akan menghasilkan pemulih spontan kecuali terjadi infeksi atau luka lainnya (Rowan et al., 2015;
Cameron et al., 2010). Reaksi Lokal luka bakar dapat dilihat pada gambar berikut ini:
b. Reaksi sistemik Pada luka bakar yang parah dapat menyebabkan repon hampir semua organ tubuh. Beberapa tanda respon patofisiologi antara lain terjadinya peradangan, hipermetabolisme, resistensi insulin dan sebagainya. Terdapat dua fase pada luka bakar yaitu fase hipodinamik yaitu ditandai dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, penurunan volume intavaskuler, dan terjadi pembentukan edema. Tujuan fase ini adalah untuk pemulihan perfusi jaringan dan menghindari iskemia akibat syok hipovolemik dan seluler. Kunci pada fase ini adalah dengan resusitasi. Kemudian terdapat fase hipervolemik atau hipermetabolik dengan karakteristik berupa penurunan permeabilitas vaskuler, peningkatan frekuensi jantung, penurunan resistensi vaskuler, peningkatan cardiac output dan peningkatan metabolisme basal tubuh (Nielson et al., 2017).
2.2.5 Penyembuhan Luka Bakar
Akan menyebabkan komplikasi, infeksi, dan pendarahan jika luka bakar tidak dirawat. Oleh sebeb itu penanganan luka bakar bertujuan mencegah terjadinya infeksi sekumder serta menutup pembukaan luka bakar (Moenadjat, 2009).
a. Inflamasi
Setelah terjadi cedera trombosit yang kontak dengan jaringan yang rusak mengalami agregasi. Fibrin terjebak lebih lanjut dikarenakan fibrin disimpan dan trombus dibentuk. Trombus yang dikombinaksikan dengan vasokontriksi lokal dapat menyebabkan hemostastis yang memisahkan luka dari sirkulasi sistemik.
Neutrofil menginfiltrasi luka sekitar 24 jam. Kemudian monosit mendominasi.
Monosit diubah menjadi makrofag yang mengkonsumsi jaringan mati dan pathogen (Tiwari, 2012).
b. Proliferasi
Setelah terjadi luka bakar sekitar 2-3 hari, fibrolas merupakan sel utama dalam luka. Jumlahnya naik sekitar 14 hari setelah cedera. Jaringan granulasi mulai
terbentuk. Sel epitel menutup menutup luka dikarenakan setiap sel meregang di sepanjang permukan luka (Tiwari, 2012). Proses penyembuhan luka dapat dilihat sampai fase proleferasi atau granulasi ditandai dengan munculnya jaringan baru berwarna merah muda secara makroskopis yang tersusun oleh sel-sel fibroblast dan angiogenesis (Mitchell & cotran, 2010).
c. Remodeling
Pada fase ini dapat terjadi bertahun-tahun. Serat kolagen diatur menjadi area yang lebih padat. Dalam penyembuhan normal setelah cedera minor kulit yang baru terbentuk menyerupai jaringan sekitarnya (Tiwari, 2012).
2.3 Konsep Pertolongan Pertama Luka Bakar 2.3.1 Definisi pertolongan pertama
Menurut PMI (2008), merupakan pemberian pertolongan dengan cepat pada sesorag yang sakit maupun cidera kecelakaan yang membutuhkan penaganan medis dasar. Disebut penolong kerena memiliki kemampuan yang terlatih dan datang pertma kali dilokasi kejadian.
Penanganan yang dilakukan secara tepat dapat memberikan perbedaan antara kecacatan temporer atau kocacatan permanen atau antara hidup dan mati.
Pertolongan banyak melakukan tindakan untuk orang lain dan pertolongan pertama juga termasuk tindakan yang dapat dilakukan orang dalam suatu kegawatdaruratan untuk diri sendiri (PMI, 2008).
2.3.2 Tujuan pertolongan pertama
Tujuan dari pertolongan pertama menurut (Thygerson, A., Gulli, B., 2009), yaitu untuk mengurangi rasa nyeri, mengatasi peristiwa syok yang dialami korban, mengurangi nyeri serta mencegah terjadinya infeksi. Selain itu untuk penderita bertahan agar tetap dan terhindar dari maut, menghindari kecacatan yang lebih parah dan membuat keadaan penderita tetap stabil.
2.3.3 Teknik pertolongan pertama pada luka bakar
Menurut (Thygerson, A., Gulli, B., 2009), ada beberapa pertolongan pada luka bakar, yaitu :
1. Perawatan luka bakar termal a. Derajat 1
1) Mendinginkan dengan air sampai luka tidak terasa nyeri.
2) Mengoleskan gel lidah buaya atau pelemban kulit agar kulit tetap lembab dan mengurangi rasa gatal.
3) Memberikan ibuprofen untuk menghilangkan nyeri dan inflamasi.
Sedangkan untuk anak-anak berikan asetamofen.
b. Derajat 2
1) Melepas baju, perhiasan, atau benda lain dari area tubuh yang terbakar 2) Mendinginkan luka bakar dengan air sampai luka tidak terasa nyeri (10
menit).
3) Setelah itu oleskan salep antibiotic
4) Menutup luka bakar secara longgar dengan kassa steril atau kassa yang bersih, kering dan tidak lengket.
5) Memberikan ibuprofen untuk menghilangkan nyeri dan inflamasi dan berikan asetamofen untuk penderita anak-anak.
c. Perawatan luka bakar derajat 3 1) Memantau pernafasan
2) Melepas baju, perhiasan, atau benda lain dari area tubuh yang terbakar 3) Menutup luka bakar secara longgar dengan kassa steril atau kassa yang
bersih, kering dan tidak lengket.
4) Jika penderita syok, lakukan perawatan syok
5) Telepon rumah sakit atau layanan medis darurat setempat.
2. Perawatan luka bakar kimiawi
a. Menyiram area tubuh yang terbakar dalam waktu 20 menit dengan air dalam jumlah yang banyak.
b. Melepas baju, perhiasan, atau benda lain dari area tubuh yang terbakar sambil menyiram dengan air.
c. Menutup luka bakar secara longgar dengan kassa steril atau kassa yang bersih, kering dan tidak lengket.
d. Telepon rumah sakit atau layanan medis darurat setempat.
3. Perawatan luka bakar listrik a. Kontak dengan listrik
1) Mematikan stop kontak atau kontak saklar atau cabut semua alat listrik.
2) Telepon rumah sakit atau layanan medis darurat setempat.
b. Tidak kontak dengan listrik
1) Membuka jalan napas jika penderita tidak bergerak, periksa pernapasan dan tangani sesuai keadaan.
2) Jika penderita syok, lakukan perawatan untuk syok 3) Lakukan perawata sesuai lluka bakar derajat 3
4) Telepon rumah sakit atau layanan medis darurat setempat.
2.4 Konsep pendidikan kesehatan 2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatana adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam bidang kesehatan. Pendidikan kesehatan juga yang terlihat dari segi pendidikan merupakan suatu pedagogic praktis atau praktik pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan merupakan konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan (Notoatmodjo 2010).
Menurut (Susilo, 2011), pendidikan kesehatan adalah proses perubahan yang terjadi pada manusia terdapat hubungan sehingga mencapai tujuan kesehatan baik individu maupun masyarakat, selain itu juga mencakup kegiatan intelektual dan dimensi, sosial dan psikologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengambil suatu keputusan.
Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara penyebaran pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bias melakukan suatu anjuran yang adaa hubungannya dengan kesehatan. (Fitriani, 2011).
2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
(Notoatmodjo 2010), menjelaskan tujuan dari pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulmnya penyakit, mempertaahankan derajat keshatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit serta membantu pasien dan keluarga pesien untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan pendidikan kesehataan dijelaskan secara umum akan tetapi diperinci lagi lebih lanjut sehingga menggemukakan tujuan untuk menolong individu agar mampu mengadakan kegiatan secara mandiri untuk mencapai tujuan hidup sehat.
2.4.3 Media Pendidikan kesehatan
Menurut (Susilowati, 2016), berdasarkan peran dan fungsi sebagai penyalur pesan ataupun informasi kesehatan, ada tiga bagian promosi kesehatan, yaitu :
a. Media elektronik
Bisa dilihat dan didengar dan penyampaian melalui alat bantu seperti elektronika.
Contohnya elektronik yaitu televisi, radio, VCD, fil, sosial media (Instagram, Facebook, Whattsapp, SMS) dan Vidio yang penyampaian materi atau pesan berupa gambar animasi maupun bergerak, bisa dilihat dan di baca melalui LCD.
Penggunaan media vidio pada saat pembelajaan dapat menjembatani keterbatasan peserta didik menggunakan media visual.
Penyuluhan kesehatan melalui video sekali popular dalam masyarakat. Media video memiliki kelebihan bisa mengamati lebih dekat yang lagi bergerak,
mengamati waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang, sehingga memudahkan proses penyerapan pengetahuan. Video termasuk dalam media audio visual karena melibatkan indera pendengaran sekaligus indera penglihatan.
Media audio visual ini mampu membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenal, mengingat kembali dan menghubung- hubungkan fakta dan konsep (Mubarak, 2012).
b. Media cetak
Mengutamakan pesan visual yang terdiri dari gambar maupun foto, rangkaian kata dalam tataan warna. Contoh yaitu Poster, Leaflet, Booklet, Flip Chart, Majalah yang mengungkapkan informasi kesehatan.
c. Media luar ruang
Menyampaikan pesan diluar ruang, bisa melalui media elektronik ataupun media yang cetak. Contohnya yaitu Spanduk, Pameran, Papan Reklame, Televisi Layar Lebar, Banner, dan Logo.
d. Media lain
Iklan dan mengadakan event yang merupakan suatu bentuk kegiatan yang diadakan oleh pusat perbelanjaan atau hiburan sehingga menarik perhatian pengunjung seperti road show, sampling dan pameran.
2.4.4 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut (Notoatmojo, 2014) penggunaan metode berupa sasaran individu, sasaran kelomok, dan sasaran massa, media yang digunakan harus berbeda. Berikut jenis-jenis metode pendidikan kesehatan:
a. Metode Individual
Metode ini merupakan bentuk metode melalui pendekatansecara perseorangan atau individu. Pendekatan yang dilakukan yaitu:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan oleh petugas kesehatan pada pasien untuk mencari informasi terkait perubahan perilaku.
2. Penyuluhan
Penyuluhan terdapat kontak yang lebih intensif antara pasien dengan petugas sehingga bisa diselesaikan secara bersama.
3. Demonstrasi
Metode ini merupakan suatu cara pembelajaran menunjukkan ataupun meragakan kepada peserta didik tentang benda-benda tertentu, situasi, maupun proses yang diberikan baik dalam bentuk tiruan ataupun bentuk yang sesungguhnya yang diberikan oleh guru maupun sumber pembelajaran lainnya.
Metode demonstrasi pembelajaran yang menarik karena peserta didik bukan hanya mendengarkan tetapi bisa melihat serta menirukan secara langsung (Aeni & Yuhandini, 2018).
b. Metode Kelompok
Metode ini harus memperhatikan besarnya kelompok sasaran dan tingkat pendidikan. Tingkat efektivitas metode bergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
Kelompok Kecil 1. Brain Stroming
Model metode ini pemimpin memancing satu masalah dan peserta memberikan jawaban. Tanggapan jawaban ditampung dan tidak boleh berkomentar sebelum semua peserta berpendapat. Setelah semua saling menanggapi, maka terjai sebuah diskusi.
2. Snow Balling
Metode ini merupakan berpasangan dan memberingan suatu pertanyaan, kemudian setelah 5 menit maka setiap 2 pasang bergabung menjadi satu untuk berdiskusi dan menarik kesimpulan masalah. Setiap pasangan yang sudah beranggota 4 orang maka akan bergabung menjadi 1 kelompok dan dan akhirnya berdiskusi seluruh anggota kelompok.
3. Role Play
Metode ini merupakan metode bermain peran. Beberapa kelompok ditunjuk sebagai pemeran
4. Diskusi Kelompok
Metode ini dilakukan dengan saling berhadapan satu sama lain dengan formasi melingkar. Pemimpin diskusi mengarahkan dan mengatur jalannya diskusi serta memberikan kesempatan bagi kelompok untuk berbicara.
Kelompok Besar 1. Seminar
Seminar adalah bentuk presentasi dari 1 ahli di bidangnya yang dianggap masalah penting di masyarakat.
2. Ceramah
Ceramah adalah metode baik untuk sasaran berpendidikan tinggi ataupun rendah. Persiapan diri dengan beberapa persiapan materi, mempersiapkan alat-alat bantu dan skema susunan materi.
3. Metode Massa
Metode massa adalah metode untuk menginformasi dan memberikan pesan tentang kesehatan pada masyarakat. Pendekatan metode massa dilakukan secara tidak langsung tetapi dengan menggunakan media sosial (TV, radio, dll).
2.4.5 Sasaran Pendidikan Kesehatan
Menurut (Triwibowo, C., Puphandi, 2015) terdapat 3 komponen pada sasaran pendidikan kesehatan yaitu meliputi :
1. Sasaran primer : Sasaran pada komponen ini ditujukan pada masyarakat untuk promosi kesehatan
2. Sasaran sekunder: ditujukan pada masyarakat sehingga bisa memberikan pada masyarakat sekitarnya.
2.5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan
Ada 2 faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor internal
Faktor intern ialah faktor yang berasal dari diri sendiri. Faktor ini terdiri dari:
a. Faktor jasmani 1) Faktor kesehatan
Faktor kesehatan adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi kegiatan pendidikan kesehatan karena apabila seseorang dalam keadaan sakit maka dia akan cepat lelah, tidak fokus, kurang semangat dan akan mudah mengantuk.
2) Faktor cacat tubuh
Cacat tubuh ialah keadaan kurang sempurna dari bagian tubuh manusia baik dari segi bentuk maupun fungsinya. Contohnya seperti cacat panca indra antara lain tuli, buta, bisu ataupun lumpuh. Faktor ini sangat mempengaruhi kegiatan pendidikan kesehatan, misalnya seseorang yang terganggu penglihatannya akan kesulitan untuk membaca tulisan yang ada di papan tulis.
b. Faktor psikologi 1) Inteligensi
Inteligensi adalah kecakapan untuk menyesuaikan diri saat berinteraksi dengan orang lain.
2) Perhatian
Perhatian adalah tingkat kesungguhan seseorang dalam memperhatikan sesuatu atau objek.
3) Minat
Minat adalah suatu kecenderungan yang bersifat tetap (konstan) dalam memperhatikan serta mengulang suatu kegiatan. Minat ialah sumber motifasi bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang ia inginkan.
4) Bakat
Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bagi seseorang dalam belajar. Bakat seseorang akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata setelah belajar dan berlatih.
5) Motif
Motif adalah suatu tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang sehingga menjadi dorongan yang akan mempengaruhi tindakan dan perilaku.
6) Kesiapan
Kesiapan merupakan kesedian untuk memberi respon atau rekasi dalam diri seseorang.
7) Kematangan
Kematangan diartikan sebagai indikator fase atau tingkat dalam perkembangan manusia yaitu saat organ tubuhnya siap untuk melakukan sesuatu yang baru. Tingkat kematangan setiap individu tidak sama, ada yang cepat dan ada pula yang lambat.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, faktor ini terdiri dari:
a. Keluarga
Keluarga sebagai faktor pendidikan yang pertama kali serta yang utama yang perannya sangat mempengaruhi individu dalam belajar. Perhatian serta respon yang diberikan oleh anggota keluarga sangat mempengaruhi proses pendidikan dan cara pandang individu terhadap sesuatu.
b. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang didalamnya terdapat proses belajar mengajar serta terjadi proses timbal balik. Sehingga penerapan saat disekolah akan mempengaruhi pemahaman serta sudut pandang bagi seseorang yang akan dibawanya sampai akhir hayat. Sehingga tingkat pendidikan akan mempengaruhi bagaimana seseorang akan menganalisa suatu objek.
c. Masyarakat
Faktor masyarakat dalam pembahasan ini meliputi kegiatan seseorang di dalam masyarakat serta dalam pergaulanyya. Di dalam masyarakat juga media masa yang dapat mempengaruhi sudut pandang seseorang.
Dewasa ini banyak sekali berita-berita yang beredar melalui media masa sehingga individu akan dibingungkan oleh berita-berita yang kurang benar(Nurul Aeni & Yuhandini, 2018).
2.5 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kesadaran
Menurut (Aeni & Yuhandini, 2018) dalam penelitiannya yaitu mengenai pengaruh promosi kesehatan media vidio dan metode demonstrasi terhadap
pengetahuan. Terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok intervensi vidio berjumlah 30 responden, dan kelompok intervensi demonstrasi sama meningkatkan pengetahuan siswa-siswi SMA. Pengambilan rata’’ dari semua siswa-siswi SMA 76,50. Sebelum dilakukan intervensi mendapat 59,83. Terbukti nilai terendah 25 sedangkan nilai yertinggi 95. Hasilnya menunjukkan terdapat pengaruh tinggi pada intervensi media vidio dan metode demonstrasi.
Penelitian menggunakan penyuluhan kesehatan dengan metode penayangan video dapat meningkatkan kesadaran siswa-siswi sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya keparahan penyakit. Populasi dalam penelitiannya berjumlah 30 responden yang berupa siswa-siswi SD (Mubarak, 2012). Dengan menayangkan video penyuluhan kesehatan di dapatkan hasil bahwa dengan metode tersebut dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa-siswi dalam berperilaku sehat (Felton, 2009).
Menurut (Stauri, Wantiyah, & Rasni, 2016) penelitiannya yaitu pegaruh pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi terhadap peningkatan pengetahuan. Terdapat 30 responden dan terbagi dua kelompok, yaitu 2 intervensi dan 15 kontrol dengan dierikan intervensi yang sama. Hasilnya kelompok intervensi mendapat pendidikan kesehatan dengan nilai signifikan menggunkan metode demonstrasi. Kesimpulannya pendidikan kesehatan metode demonstrasi dapat meningkatkan pengetahuan dan berpengaruh dalam proses belajar.
Dari uraian diatas, dapat disiimpulkan bahwa pendidikan kesehatan dengan menggunakan media vidio dan metode demonstrasi dapat meningkatkan
pengetahuan dan mempengaruhi tingkat kesadaran siswa-siswi SMA 1 Muhammadiyah Malang