• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KADAR ALPHA FETOPROTEIN PADA KANKER HATI PRIMER DAN SEKUNDER SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBEDAAN KADAR ALPHA FETOPROTEIN PADA KANKER HATI PRIMER DAN SEKUNDER SKRIPSI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

GIDEON M. SILALAHI

150100145

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

SKRIPSI

Diajukan SebagaiSalah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

GIDEON M. SILALAHI

150100145

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Perbedaan Kadar Alpha Fetoprotein Pada Kanker Hati Primer Dan Sekunder”. Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar Alpha fetoprotein pada penderita kanker hati primer dan sekunder sehingga menambah wawasan mengenai dignosis kanker hati.

Dalam pelaksanaan penyelesaian skripsi ini, penulis merasakan banyak kesulitan yang dihadapi, namun karena berkat Tuhan serta bimbingan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat mengatasi kesulitan tersebut.

Untuk itu, dengan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan ya/ng setinggi-tingginya kepada : 1. DR. dr. Aldy S. Rambe, Sp. S (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. Taufik Sungkar, M.Ked(PD), Sp. PD, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk dapat memberikan bimbingan, saran, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. dr. Lili Rahmawati, Sp. A selaku Dosen Ketua Penguji dan dr. R. Lia Kesumawati, MS, Sp. MK (K), selaku Dosen Anggota Penguji yang telah memberikan saran dan nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

4. dr. Henny Maisara S., Sp. Rad, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama menjalani perkuliahan.

(5)

6. Kepala Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Saut Silalahi, Ibunda Nurimsya Munthe dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material dan doa serta semangat belajar kepada penulis selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa/I Program Studi Kedokteran Fakultas Sumatera Utara Angkatan 2015 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari semua pihak agar penulis dapat menjadi lebih baik kedepannya kelak. Akhir kata, semoga semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dunia kesehatan, dan bagi siapa saja yang membacanya.

Medan, 04 Desember 2018

Penulis

Gideon M. Silalahi

150100145

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan... viii

Abstrak ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kanker Hati ... 4

2.1.1 Definisi ... 4

2.1.2 Patogenesis ... 5

2.1.3 Manifestasi Klinis ... „ 9

2.1.4 Diagnosis ... 10

2.1.5 Tatalaksana ... 13

2.2 Alpha Fetoprotein ... 17

2.3 Hubungan Kadar Alpha Fetoprotein dengan Kanker Hati Primer dan Sekunder ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

(7)

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.4 Alat dan Cara Pengambilan Data ... 23

3.5 Definisi Operasional ... 24

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1 Hasil Penelitian ... 26

4.2 Pembahasan Penelitian ... 31

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Simpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

DAFTAR LAMPIRAN ... Lampiran A ... 42

Lampiran B... 44

Lampiran C ... 45

Lampiran D ... 46

Lampiran E ... 47

Lampiran F ... 48

Lampiran G ... 49

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Patogenesis kanker hati ... 9 2.2 CT Scan pada HCC... 12 2.3 MRI pada HCC ... 12 2.4 CT Scan pada kanker hati sekunder yang berasal dari metastasis kanker kolon ... 13 2.5 Tatalaksana pada Karsinoma Hepatoselular menurut

Barcelona Clinic Liver Cancer ... 16

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Karakteristik dasar penderita kanker hati... 27

4.2 Gambaran fungsi hati penderita kanker hati... 28

4.3 Etiologi kanker hati primer ... 29

4.4 Etiologi kanker hati sekunder... 29

4.5 Perbedaan kadar alpha fetoprotein pada kanker hati primer dan sekunder ... 30

4.5 Kadar AFP pada kanker hati primer... 31

4.7 Kadar AFP pada kanker hati sekunder ... 31

(10)

DAFTAR SINGKATAN

AFP : Alpha fetoprotein CT :Computed Tomography

CTA : Computed Tomography Angiography ECM : Extracellular matrix

HCC : Hepatocellular carcinoma MRI :Magnetic Resonance Imaging RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SPSS : Statistical Package for Social Sciences TME :Tumor microenvironment

VEGF : Vascular EndothelialGrowth Factor

(11)

ABSTRAK

Latar belakang.Kanker hati merupakan salah satu penyebab kematian tersering di dunia. Kanker hati dibagi atas kanker hati primer dan sekunder. Kanker hati primer terutama disebabkan oleh

karsinoma hepatoseluler. Beberapa faktor risiko karsinoma hepatoseluler adalah hepatitis b,hepatitis c, konsumsi alkohol, diabetes hingga nonalcoholic fatty liver disease. Kanker hati sekunder adalah kanker hati yang berasal. dari metastasis kanker di organ lain, terutama kanker saluran cerna dan kanker payudara. Alpha fetoprotein(AFP) merupakan protein yang disintesis secara normal oleh sel yolk-sac, sel hati fetal, dan saluran gastrointestinal fetal.Namun, AFP yang tinggi dapat ditemukan pada pasien dengan karsinoma hepatoseluler primer dan tumor sel germinal yang diturunkan dari yolk sac. Saat ini AFP masih digunakan dalam pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis kanker hati.Tujuan. Untuk mengetahui perbedaan kadar alpha fetoprotein pada kanker hati primer dan sekunder. Metode. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain potong lintang. Pada pasien pendertita kanker hati primer dan sekunder akan dilihat kadar alpha fetoproteinnya lalu dilakukan analisis perbedaan kadarnya. Pengumpulan data menggunakan data sekunder berupa rekam medik untuk mengetahui perbedaan kadar alpha fetoprotein pada kanker hati primer dan sekunder.Hasil penelitian. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar AFP kanker hati primer

adalah2000(0,61-2000000) dan kanker hati sekunder adalah2,49(0,65-2000). Berdasarkan uji analisis data didapatkan nilai P adalah 0,00.Kesimpulan.Terdapat perbedaan yang signifikan kadar alpha fetoprotein pada kanker hati primer dan sekunder

Kata kunci: alpha fetoprotein, kanker hati primer dan sekunder

(12)

ABSTRACT

Background. Liver cancer is one of the most common causes of death in the world. Liver cancer is divided into primary and secondary liver cancer. Primary liver cancer is mainly caused by hepatocellular carcinoma. Some risk factors for hepatocellular carcinoma are hepatitis b, hepatitis c, alcohol consumption, diabetes to nonalcoholic fatty liver disease. Secondary liver cancer is liver cancer originating from cancer metastasis in other organs, especially gastrointestinal cancer and lung cancer. Alpha fetoprotein (AFP) is a protein synthesized normally by yolk-sac cells, fetal liver cells, and fetal gastrointestinal tracts. However, high AFP can be found in patients with primary hepatocellular carcinoma and germinal cell tumors derived from the yolk sac. Currently the AFP is still used in laboratory tests for the diagnosis of liver cancer.Objective. To determine differences in alpha fetoprotein levels in primary and secondary liver cancer. Method. This research is analytic with cross sectional design. In patients with primary and secondary liver cancer, alpha fetoprotein levels will be seen and an analysis of the level of difference is carried out. Data collection uses secondary data in the form of medical records to determine differences in alpha fetoprotein levels in primary and secondary liver cancer. Result. Laboratory results showed AFP levels of primary liver cancer were 2000 (0.61-2000000) and secondary liver cancer was 2.49 (0.65-2000). Based on the data analysis test, the P value is 0.00. Conclusion: There is a significant difference in alpha fetoprotein levels in primary and secondary liver cancer

Keywords: alpha fetoprotein, primary and secondary liver cancer

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karsinoma hepatoselular (hepatocelluar carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma (Cholangiocarcinoma = CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim (Budihusodo, 2014).

Kanker hati primer berada pada urutan keenam kanker tersering didunia dan berada pada urutan kedua terbesar kematian akibat kanker (Ferlay et al., 2013).

Karsinoma hepatoselular merupakan penyebab utama keganasan primer di hati (Struver S et al., 2008). Dalam survei epidemiolgi di US, 65 % dari semua kasus kanker hati adalah HCC (Mittal et al., 2013). Faktor risiko HCC adalah infeksi kronis virus seperti hepatitis B (HBV) dan hepatitis C , dan hepatitis D (El-Serag et al., 2011). Pada semua kasus populasi, kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak (dua- empat kali lipat) daripada kasus HCC perempuan. Di wilayah dengan angka kekerapan HCC tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding satu (Budihusodo, 2014)

Kanker hati metastasis atau dikenal juga sebagai kanker hati sekunder adalah kanker yang terbentuk dari metastasis dari organ lain ke hati dan hal tersebut merupakan indikator tingkat terakhir dari keganasan. Median survival time dari pasien ini tidak lebih dari dua tahun, dan sangat jarang lebih dari lima tahun.

Prevalensi kanker hati sekunder 20,0-64,5 kali lebih banyak dari kanker hati primer.

Kanker hati metastasis paling sering berasal dari karsinoma gastrointestinal. Sekitar 60% keganasan gastrointestinal dan 35% keganasan payudara bermetastasis ke hati (Kezhou et al., 2016)

(14)

Kanker hati primer memiliki manifestasi klinis yang hampir sama dengan kanker hati sekunder yakni hepatomegali, nyeri di bagian hati, kelelahan, dan penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan radiologi juga menunjukkan karakteristik yang tumpang tindih (Ahuja et al., 2007). Hal tersebut menyebabkan sulitnya mendiagnosis sumber keganasan pada penderita kanker hati. Alpha fetoprotein merupakan protein yang disintesis secara normal oleh sel yolk-sac, sel hati fetal, dan saluran gastrointestinal fetal.. Kadar AFP dapat meningkat lebih dari 400 ng/mL dan dapat digunakan untuk mendiagnosis HCC. Pasien yang mengalami peningkatan kadar AFP sekitar 60% sampai 70% pasien (Budihusodo, 2014).Pada kanker hati sekunder yang berasal dari metastasis kanker kolon dan pancreaticobiliary menunjukkan reaksi negatif terhadap AFP ( Sawan, 2009).Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar alpha fetoprotein pada kanker hati primer dan sekunder sehingga menambah wawasan diagnosis kanker hati bagi dunia kesehatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Apakah terdapat perbedaankadar alphafetoprotein pada penderita kanker hati primer dan sekunder ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Untukmengetahui perbedaankadaralpha fetoproteinpadapenderitakanker hati primerdansekunder

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik dasar penderita kanker hati 2. Untuk mengetahui etiologi kanker hati primer dan sekunder

(15)

1.4 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat penelitian ini adalah

1. Bagi dunia kesehatan, untuk menambah wawasan mengenai screening dan diagnosis kanker hati primer dansekunder dengan menggunakan pemeriksaan kadar alpha fetoprotein

2. Bagai peneliti sebagai dasar landasan penelitian selanjutnya.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KANKER HATI 2.1.1 DEFINISI

Karsinoma hepatoselular (hepatocelluar carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma (Cholangiocarcinoma = CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim (Budihusodo, 2014).

Kanker hati primer berada pada urutan keenam kanker tersering didunia dan berada pada urutan kedua terbesar kematian akibat kanker ( Ferlayet al., 2013).

Karsinoma hepatoselular merupakan penyebab utama keganasan primer di hati (Struveret al., 2008). Dalam survei epidemiolgi di Amerika Serikat, 65 % dari semua kasus kanker hati adalah HCC (Mittalet al., 2013). Faktor risiko HCC adalah infeksi kronis virus seperti hepatitis, hepatitis C , dan hepatitis D (El-Serag et al., 2011).

Faktor risiko untuk HCC di Amerika Serikat termasuk infeksi kronis Hepatitis C (Brunoet al., 1997) atau Hepatitis B, konsumsi alkohol berlebihan (Trichopouloset al., 2011), merokok, dan yang jarang penyakit genetik seperti porphyrias (Langet al., 2015), hemochromatosis (Fracanzaniet al., 2001), Wilson‟s disease (Walsheet al., 2003), defisiensi alpha-1 antytrypsin, penyakit penyimpanan glikogen (Hamedet al., 2013). Penelitian terbaru menunjukan terjadinya peningkatan jumlah penderita HCC pada pasien diabetes (Polesel et al., 2009), obesitas (Regimbeauet al., 2004), dan penderita nonal.coholic fatty liver disease (NAFLD) (Baffyet al., 2012). Konsumsi alfatoksin juga dapat menimbulkan HCC. Orang

(17)

merokok tembakau juga memiliki faktor risiko lebih tinggi daripada orang tanpa merokok untuk menderita HCC.

Kanker hati metastasis atau dikenal juga sebagai kanker hati sekunder adalah kanker yang terbentuk dari metastasis dari organ lain ke hati dan hal tersebut merupakan indikator tingkat terakhir dari keganasan. Median survival time dari pasien ini tidak lebih dari dua tahun, dan sangat jarang lebih dari lima tahun.

Prevalensi kanker hati sekunder 20.0-64.5 kali lebih banyak dari kanker hati primer.

Kanker hati metastasis paling sering berasal dari karsinoma gastrointestinal. Sekitar 60% keganasan gastrointestinal dan 35% keganasan payudara bermetastasis ke hati (Kezhou et al., 2016).

Dalam penelitian yang baru-baru ini dilakukan pada 1.021 pasien yang didiagnosis dengan metastasis hati di Denmark, antara 1998–2009, mereka menemukan 52,99% kasus dari kanker kolorektal, 14,10% berasal dari pankreas, 12,73% dari paru-paru, 3,72% dari perut, 2,12% dari payudara, 2,06% dari esofagus, 1,86% dari ginjal dan 1,57% dari kantung empedu. Usia rata-rata pasien adalah 67,7 tahun untuk kasus metastasis hati yang timbul dari kolorektal kanker dan 66,2 tahun untuk tipe lain (Hayer et al., 2011)

2.1.2 PATOGENESIS

Perkembangan HCC disebabkan oleh faktor intrinsik yang merupakan mutasi genetik baik diturunkan atau didapat dan faktor risiko ekstrinsik seperti alkohol, merokok, dan hepatotropik virus B,C dan D. Pada tumor macroenvironment, hepatosit berubah menjadi keganasan melalui mekanisme yang mana mencegah penghancuran tumor dan menghindari apoptosis dan meningkatkan proliferasi tumor dan pembentukan pembuluh darah baru. Sirosis menginduksi perubahan karsinogenik dan dijumpai pada 90% pasien dengan diagnosa HCC. Pada 10% pasien sisa, mekanisme nonsirosis dari karsinogenesis memungkinkan untuk penyakit keganasan (Zhang et al., 2012)

(18)

Pada sirosis hati, metabolik dan cedera oksidatifmenyebabkan peradangan siklik, nekrosis, dan regenerasi kompensasi berulang, dan peningkatan pergantian dari hepatosit selama beberapa dekade yang menimbulkan akumulasi dari kesalahan genetik dan mutasi seperti point mutations, delesi di TP53, AXIN1, dan CTNNB1;

chromosomal. gains;telomere erosions; dantelomere reactivation. Mereka juga menjalani aktivasi protoonkogen seperti jalur RAS-MAPK danβ-catenin, yang menghasilkan terbentuknya populasi monoklonal dari hepatosit displasia di fokus dan nodul (Jhunjhunwala et al., 2014). Secara khusus diperhatikan bahwa risiko untuk HCC lebih besar ketika sirosis yang disebabkan virus hepatitis dibandingkan penyebab nonviral (Aschaet al., 2010).

TME adalah jaringan kompleks sel-sel tumor dan sel-sel stroma termasuk sel angiogenik, sel-sel kekebalan tubuh, dan sel-sel fibroblastik terkait kanker, di mana jalur sinyal dan produksi molekul dan faktor larut mempromosikan karsinogenesis.

Selama cedera hati kronis, hasil fibrosis dari pengendapan matriks ekstraseluler (ECM), yang menyebabkan pertukaran oksigen yang buruk. Hipoksia selanjutnya diperbanyak dengan sekresi faktor pro-angiogenik oleh sel stroma dan produksi hypoxia-inducible factor-1α (HIF-1α) diinduksi (Wu et al., 2012). Kelebihan produksi ECM dan penurunan omset mengarah ke lingkungan fibrotik dan merangsang pertumbuhan tumor, kelangsungan hidup, dan proliferasi melalui peningkatan pensinyalan integrin. Tumor-associated fibroblasts (TAFs) mensekresikan faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan tumor dan angiogenesis dan terlibat dalam pembicaraan silang dengan sel-sel kanker. Sel imun, terutama tumor infiltrasi limfosit (TIL), penting untuk respon antitumor; namun, ada dominasi dari regulasi T-cells yang bersirkulasi dan sel-sel penekan yang diturunkan dari myeloid yang meredam respon imun (Hernandez-Gea, 2013). Selain itu, makrofag terkait tumor (TAM) mengeluarkan kemokin dan faktor pertumbuhan yang menekan kekebalan antitumor

(19)

Angiogenesis memainkan peran kunci dalam karsinogenesis HCC. HCC ditandai oleh kelebihan faktor angiogenik yang diproduksi oleh sel tumor, sel endotel vaskular, sel imun, dan TME di sekitarnya. Ini menciptakan jaringan vaskular yang terdiri dari pembuluh darah yang bocor dan abnormal yang mengakibatkan daerah hipovaskular di dalam tumor, yang meningkatkan hipoksia dan nekrosis. Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) adalah mediator penting dalam hepatocarcinogenesis dan diatur oleh mutasi gen, hormon, dan sitokin onkogenik.

Overeksinya menghasilkan pembuluh yang bocor dan struktur serta fungsi pembuluh darah yang abnormal. Ini menciptakan lingkungan hipoksik dan asidosis, yang selanjutnya menstimulasi ekpresi VEGF. Selain itu, VEGF bekerja pada lingkungan stroma sekitarnya yang terdiri dari sel stellata hati dan sel Kupffer melalui reseptor VEGR (Zhuet al., 2011). HIF-1α dirangsang oleh kondisi hipoksia dan memainkan peran sinergis dengan faktor angiogenik lainnya, terutama VEGF dalam menangkal apoptosis dan mendorong proliferasi sel. Selain itu, hipoksia menginduksi autophagy yang menghasilkan energi untuk sel tumor dan lingkungan sekitarnya melalui pemecahan katabolik elemen seluler untuk membantu mempromosikan kelangsungan hidup kanker (Hernandez-Gea, 2013). TME juga terdiri dari ECM dan sel-sel stromal yang melepaskan VEGF. Molekul angiogenik lainnya termasuk angiopoietin (ANGPT) 1, ANGPT2, dan faktor pertumbuhan fibroblast dasar (bFGF), yang mempromosikan jaringan pembuluh darah disfungsional di HCC (Zhuet al., 2011).

Ang-2 meningkatkan efek VEGF pada `sel-sel endotel, yang menghasilkan molekul- molekul yang mengganggu membran basal, yang selanjutnya menambah TME yang hipoksia. bFGF dan VEGF bekerja secara sinergis untuk menginduksi angiogenesis, dan faktor pertumbuhan sel endotelel yang berasal dari trombosit meningkatkan migrasi sel dan pematangan pembuluh baru. Faktor-faktor ini serta transformasi faktor pertumbuhan (TGF)-α, TGF-β, faktor pertumbuhan hepatosit (HGF), faktor pertumbuhan endotel (EGF), interleukin 4 (IL-4), IL-6, dan IL-8 meningkat pada pasien HCC. Selain itu, jalur PI3K / AKT diaktifkan dalam sel endotel, dan

(20)

sebaliknya, jalur Dll4 / Notch adalah jalur antiangiogenik, yang dapat diturunkan di HCC (Hernandez-Gea, 2013).

Pada sirosis, peradangan kronis yang dimediasi oleh sitokin dan produksi kemokin yang persisten adalah proses sentral dalam perkembangan nodul displastik dan HCC. [34] TGF-β, HGF, dan EGF adalah faktor pertumbuhan utama yang mengatur proses kekebalan dan inflamasi. Ada peningkatan sitokin Th2-like (IL-4, IL-5, IL-8, dan IL10) dibandingkan dengan sitokin seperti Th1 (IL-1α, IL-1 β, IL-2, TNF-α) dalam fenotipe HCC yang lebih agresif dan metastatic. Peran kemokin (yaitu, CXCL12, CX3CL1, dan CCL20) adalah mengatur perdagangan sel ke dalam dan keluar TME dengan mengikat ke famili reseptor (yaitu, CCR, CXCR, CX3CR, dan XCR) . Reseptor ditemukan pada sel-sel inflamasi, endotel, dan epitel. Sebagai contoh, sumbu CXCL12-CXCR4 mengatur angiogenesis (Hernandez-Gea, 2013).

Interaksi dengan reseptor ini dengan sel-sel TME memediasi perkembangan kanker, invasi, dan metastasis (Wuet al., 2012)

Hati adalah organ yang paling terpengaruh oleh metastasis timbul dari tumor neuroendokrin, diikuti oleh tulang dan tumor paru-paru. 85% tumor neuroendokrin berasal dari saluran pencernaan, kebanyakan pasien yang datang metastasis hati ketika didiagnosis (Mazzaferoet al., 2007). Tingginya insidensi metastasis ke hati dipercaya disebabkan dua mekanisme. Pertama, disebabkan suplai darah dari sirkulasi porta dan sistemik meningkatkan kemungkinan deposit metastasis ke hati. Kedua, epitel sinusoidal hati memiliki fenestration yang memungkinkan mudahnya penetrasi sel metastasis ke parenkim hati (Kew M.C,2002)

(21)

Gambar 2.1Patogenesis kanker hati.

2.1.3 MANIFESTASI KLINIS

Pasien yang datang dengan HCC biasanya laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun. Di negara dengan prevalensi HBV tinggi, HCC sering muncul sekitar 2 dekade sebelumnya dan dikaitkan dengan penularan HBV secara perinatal atau pada anak usia dini. Umumnya pasien dengan diameter tumor <3-5 cm belum menunjukan gejala klinis yang nyata, namun pada pasien dengan diameter tumor >3-5 cm bermanifestasi seperti nyeri pada bagian hati, hepatosplenomegaly, gejala gastrointestinal umum (distensi abdomen, diare, penurunan nafsu makan), kelelahan,emiciation, demam menetap, penurunan berat badan, fungsi hati abnormal, dan sindrom paraneoplastik.

Berdasarkan gambaran klinis, HCC dapat dibagi atas HCC tipe sirosis dengan karakteristik sirosis hepatis, hipertensi porta, dan perdarahan gastrointestinal bagian atas; HCC tipe demam yaitu disertai demam, peningkatan sel darah putih, dan infeksi kekambuhan yang banyak; HCC tipe hepatitis yaitu kegagalan hati dan hepatic encephalopathy; HCC tipe abdomen akut yaitu dengan ruptur hemorrhage; HCC tipe cholestasis bermanifestasi dengan obstructive jaundice ; HCC tipe metastasis yaitu dengan metastasis ke organ ekstahepatis (Wen-Ming Cong, 2017)

(22)

Pada kanker hati sekunder, ketika terjadi metastasis, pada hati terjadi perbesaran yang menimbulkan rasa tidak nyaman bahkan sakit. Sering juga menimbulkan jaundice dan ascites. Pada kemudian hari ditandai dengan malaise, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan dan energi. Dapat juga disertai kesulitan bernafas.. (Stephen et al., 2009)

2.1.4 DIAGNOSIS

Diagnosis HCC sebagian besar didasarkan pada studi pencitraan dan tes laboratorium juga. Studi pencitraan yang digunakan dalam diagnosis, perencanaan perawatan, manajemen dan tindak lanjut dari HCC adalah ultrasonografi (USG), computed tomography (CT) scanning dan magnetic resonance imaging (MRI)(

Ghanaati et al., 2012)

Dalam mengacu pada tes laboratorium, alpha fetoprotein (AFP) adalah penanda serologi yang paling sering digunakan. Namun, sensitivitas berkisar dari 25% untuk tumor yang lebih kecil dari 3 cm hingga 50% untuk lesi yang lebih besar dari 3 cm diameter ( Stefaniuk et al., 2010). Biomarker serum lainnya dan generasi baru immunocomplex IgM tidak berhasil dalam memberikan akurasi diagnostik.

Namun, deteksi simultan penanda ini dalam berbagai kombinasi dapat meningkatkan sensitivitas.

Meskipun pedoman manajemen saat ini untuk HCC tidak memerlukan biopsi untuk membuktikan diagnosis (Bialecki et al., 2006), lesi lebih besar dari 2 cm pada MRI atau computed tomograph angiography (CTA) scan, dengan AFP meningkat lebih dari 400 ng / mL atau meningkat dalam pengukuran sekuensial dilakukan tidak memerlukan konfirmasi histologis sesuai dengan pedoman Asosiasi Eropa untuk Studi tentang Hati (EASL). Padas pasien tanpa penyakit hati kronis, biopsi hati sangat dianjurkan untuk diagnosis akhir dan rencana perawatan yang tepat.

Asosiasi Amerika untuk Studi Penyakit Hati (AASLD) mengusulkan

(23)

pedoman AASLD, nodul-nodul hati yang terdeteksi pada USG abdomen yang berukuran kurang dari 1 cm harus diperiksa ulang setiap dua kali setahun. Pedoman AASLD serta EASL menyarankan ultrasonografi perut sebagai studi pilihan untuk surveilans pasien dengan risiko tinggi HCC dua kali setahun (Blum HE et al., 2011).

Jika tidak ada perubahan lesi radiologis yang terjadi selama periode hingga 2 tahun, pengawasan rutin dapat dilanjutkan

Setiap lesi yang mencurigakan pada pasien berisiko tinggi yang memiliki dugaan temuan Amerika Serikat untuk HCC harus diteliti lebih lanjut dengan studi pencitraan tambahan. Itu termasuk CT-scan multidetector 4-fase atau MRI kontras dinamis ditingkatkan. Jika lesi memiliki karakteristik khas dari HCC, itu harus diperlakukan sebagai HCC. Jika nodul lebih besar 2 cm pada diagnosis awal dan kompatibel dengan HCC setelah satu studi pencitraan dinamis, biopsi tidak diperlukan untuk diagnosis HCC. Di sisi lain, jika profil vaskular tumor hati pada studi pencitraan pasien non-sirosis tidak konsisten dengan HCC, studi pencitraan kedua atau biopsi lesi harus dilakukan untuk menyingkirkan HCC. Jika biopsi nodul hati negatif untuk HCC, pasien harus lebih lanjut melalui USG perut setiap 3-6 bulan sampai nodulnya membesar atau dengan perubahan karakteristik pencitraan. Menurut pedoman Asosiasi Asia-Pasifik untuk Studi tentang Hati 2010 , setiap lesi nodular dengan fitur vaskular atipikal harus menjalani penyelidikan pencitraan lebih lanjut seperti ultrasonografi endoskopi (Omata M et al., 2010).

Paling umum, kontras CT scan ditingkatkan dan scan MRI dilakukan untuk mengekspos, membedakan dan memeriksa massa hati. HCC sering memiliki pola pencitraan yang unik (Yu SC et al., 2004). Selain itu, CTA Triphasic dapat mengidentifikasi nodul lebih banyak, tetapi pada pasien dengan sirosis nodular, kontras yang ditingkatkan MRI lebih dianjurkan. Lesi antara 1 dan 2 cm pada pasien sirosis harus diperiksa lebih lanjut dengan CTA triphasic dan MRI untuk menyingkirkan HCC (Hennedige T et al., 2013).

(24)

Gambar 2.2 CT Scan pada HCC.

Gambar 2.3 MRI pada HCC.

Pada kanker hati sekunder, investigasi yang paling bermanfaat biasanya CT scan atau MRI, ultrasound, kadang-kadang arteriografi dan laparoskopi. Pemindaian isotop hati, sekali standarinvestigasi, sebagian besar telah digantikan oleh scan MRI yang lebih bermanfaat. Biopsi hati mungkin diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis, tetapi sangat sering diagnosis jelas didapatkan dari riwayat kanker sebelumnya yang diketahui.Biopsi hati dapat dilakukan di bawah anestesi lokal dengan jarum khusus melalui dinding dada bagian bawah atau perut. Alternatifnya dapat dilakukan padalaparoskopi atau operasi terbuka.

Jika situs kanker utama yang telah menyebar ke hati tidak diketahui, investigasimungkin diperlukan untuk menemukan di mana kanker metastasis di hatiberasal (yaitu situs kanker utama).(Stephen et al., 2009)

(25)

Gambar 2.4 CT Scan pada kanker hati sekunder yang berasal dari metastasis kanker kolon.

2.1.5 TATALAKSANA

Pengobatan kanker hati primer berhasil hanya jika penyakit itu terdeteksi sementara itu dipastikan bagian dari hati yang dapat direseksi pembedahan. Karena kanker biasanya menyebar luas di hati ketika pertama kali terdeteksi, penyembuhannya biasanya tidak mungkin.

Kemo-embolisasi kadang-kadang dapat mengurangi ukuran tumor dan mencapai gejala penurunan. Perawatan ini, di mana agen anti-kanker digabungkan dengan agen pembekuan dan disuntikkan ke dalam arteri hati yang memberi makan massa kanker, hal tersebut biasa digunakan di Jepang. Bentuk pengobatan lain yang sekarang dipraktekkan secara luas Jepang dan negara-negara Timur lainnya adalah memasukkan kemoterapi ke dalam arteri hati bersama dengan bahan yang berbeda (sering Lipiodol atau mikrosfer) sehingga memperlambat laju agen anti-kanker dalam alirannya melalui hati. Sirkulasi hati yang lebih lambat meningkatkan penggunaan obat anti kanker dengan cara tetap membuat hatidan sel-sel kanker yang terpapar pada mereka untuk waktu yang lebih lama. Dalam beberapa uji coba, agen imunologi jugatelah dimasukkan untuk membuat bahan kemo-emboli atau memperlambatagen sirkulasi hati lainnya bahkan lebih efektif.

Perawatan lain pada pasien yang cocok adalah cryosurgery atau suntikan alkohol perkutan untuk menghancurkan semua kanker yang terlihat. Beberapa pasien

(26)

mengulangiperawatan dan beberapa mendapatkan bantuan jangka panjang.

Tamoxifen kadang-kadang digunakan pada pasien dengan status kinerja yang burukberharap beberapa bentuk perawatan aktif. Ini mungkin memberikan bantuan sementara dan tidak mungkinmenyebabkan toksisitas.

Sementara itu cara yang paling penuh harapan dalam menghadapi tingginya insiden primerkanker hati adalah dengan imunisasi hepatitis B yang lebih intens dan luas program untuk mencegah penyakit hati yang rentan kanker ini. Meski sangat dibutuhkan di sana adalah, pada saat penulisan, tidak ada vaksin hepatitis C yang efektif.

Kanker metastasis di hati biasanya tidak dapat disembuhkan. Harapan terbaik untuk sembuh apabila hanya ada satu hingga empat metastasis yang berada di bagian hati itu dapat dihilangkan dengan operasi bedah. Namun asalkan semua metastasis masuk satu bagian yang dapat dioperasi, operasi pengangkatan mungkin bermanfaat bahkan jika lebih dari itu empat metastasis telah diidentifikasi. Ini jarang terjadi. Pada kebanyakan orang, itu kanker sekunder tersebar di kedua sisi hati.

Meskipun tidak ada obat untuk kebanyakan pasien, beberapa kanker yang bermetastasis dapat sensitif terhadap obat anti kanker. Terutama kanker yang berasal dari kanker primer usus besar atau rektum, perut atau payudara.

Meskipun obat-obatan tidak sepenuhnya menyembuhkan mereka, metastasis terkadang dapat dikurangi sehingga memberi pasien bantuan yang baik selama beberapa bulan.

Metode paling sederhana untuk memberikan obat anti kanker adalah melalui mulut atau injeksi intravena. Namun, metode yang lebih efektif adalah dengan kemoterapi langsung infus ke arteri hati baik secara intermiten melalui kateter ditempatkan ke arteri hati atau dengan infus kontinyu menggunakan kontinyu pompa infus.

Kemoterapi infus intra-arteri intermiten biasanya hanya diberikan di rumah

(27)

bukti bahwa dosis yang lebih besar dan pengobatan yang lebih efektif (menggunakan 5FU) lebih ditoleransi jika perlindungan sistemik dengan asam folinic dosis rendah adalah yang pertama diberikan.

Beberapa tahun yang lalu pompa kecil dikembangkan di Amerika untuk terus menerus pompa obat anti kanker ke arteri hati. Seorang ahli bedah menanamkan pompa ini di bawah kulit dinding anterior abdomen di mana ia tetap tanpa ketidaknyamanan.

Ini memungkinkan pasien yang memiliki kemoterapi infus intra-arteri terus menerus untuk pulang dan menjalani kehidupan yang relatif normal, kembali untuk mengisi ulang pompa sekali setiap minggu atau dua. Meskipun pompa seperti itu mahal danhanya cocok untuk pasien tertentu yang menggunakan obat tertentu, kebanyakan pasien dengan pompa hidupnyaman selama beberapa bulan atau bahkan 2 tahun atau lebih. Hampir seluruh pasien ini, waktu kelangsungan hidup mereka telah meningkat dengan kualitas hidup yang baik. Penelitian lain ditujukan untuk mengembangkan metode yang lebih murah dan lebih mudah tersedia memberikan bantuan yang sama kepada sejumlah besar pasien yang menggunakan prinsip intraarterial kemoterapi.

Pompa infus implan mahal tetapi sering dapat digunakan dengan efek baik.

Semua metode telah menunjukkan hasil yang menggembirakan sejauh meningkatkan kualitas hidup pasien dan kemungkinan harapan hidup, tetapi, sampai saat ini, dengan beberapa pengecualian, kemoterapi infus tidak mungkin untuk mencapai kelangsungan hidup jangka panjang atau menyembuhkan. Studi masing-masing teknik terus berlanjut.

Kombinasi obat anti kanker yang berbeda diberikan dalam perawatan yang berbeda jadwal dengan atau tanpa pompa infus sedang diteliti di banyakpusat kanker dunia. Meskipun hasil yang baik dapat dicapai ketika obat diberikan ke dalam arteri hepatika, namun masih ada sejumlah kesulitan dan masalah yang harus dipecahkan sebelum bentuk perawatan ini dapat direkomendasikan untuk penggunaan umum

(28)

selain dari klinik kanker khusus.Penghancuran massa metastatik hati yang jelas dengan cryosurgery atau alkohol injeksi di bawah kontrol laparoskopi digunakan di beberapa pusat khusus, biasanya dengan efek yang bagus. Beberapa pasien mendapatkan manfaat yang cukup besar, dan dalam beberapa pengobatan dapat diulang dengan kontrol jangka panjang yang cukup baik. Dalam beberapa sangat klinik khusus pengobatan ini kadang-kadang dikombinasikan dengan infus arteri- hepatika kemoterapi dengan kontrol jangka panjang yang baik pada pasien yang sesuai. Lebih dari 70% jangka panjang yang selamat telah dilaporkan dari beberapa klinik. Studi semacam itu terus berlanjut tetapi perlakuan semacam ini memang membutuhkan tim spesialis yang berdedikasi..

Ablasi frekuensi radio (RFA) adalah pendekatan baru yang sedang dipelajari mengobati beberapa kanker di hati.(Stephen et al., 2009)

Gambar 2.5 Tatalaksana pada Karsinoma Hepatoselular menurut Barcelona Clinic Liver Cancer.

(29)

2.2 ALPHA FETOPROTEIN

Alpha fetoprotein merupakan protein plasma yang dihasilkan oleh hati, saccus vitellinus, dan traktus gastrointestinalis fetus; kadarnya dalam serum menurun secara nyata pada umur satu tahun, tetapi meningkat kembali pada banyak hepatoselular dan teratokarsinoma dan karsinoma sel embrional; kadar yang meningkat dapat juga ditemukan pada penyakit hati jinak, seperti sirosis dan hepatitis virus. Digunakan memantau respons hepatoma dan neoplasma sel benih terhadap pengobatan dan untuk diagnosis antenatal terhadap defek tabung saraf (ditunjukkan dengan meningkatnya kadar alpha fetoprotein pada cairan amnion) (Dorland, 2007)

AFP adalah protein serum janin utama dan juga merupakan salah satu protein carcinoembryonic utama. AFP menyerupai albumin dalam banyak sifat fisik dan kimia. Pada janin, AFP disintesis oleh kantung kuning telur dan hepatosit janin dan, pada tingkat lebih rendah, oleh saluran cerna dan ginjal janin. AFP yang tinggi dapat ditemukan pada pasien dengan karsinoma hepatoseluler primer dan tumor sel germinal yang diturunkan dari yolk sac (terutama tumor sinus endodermal) dan merupakan penanda serum yang paling berguna untuk kanker ini (Lamerz, 1997).

Namun, AFP juga meningkat secara sementara selama kehamilan dan banyak penyakit hati jinak. Karena tingginya prevalensi kanker hati di China dan negara- negara lain di Asia Tenggara, pengujian AFP telah berhasil digunakan dalam skrining untuk karsinoma hepatoseluler di wilayah itu di dunia. Tes untuk AFP dan hCG sangat membantu dalam mengurangi kesalahan stadium klinis pada pasien dengan beberapa tumor testis dan membantu dalam diagnosis banding berbagai tumor sel germinal. Karena peningkatan fusosilasi AFP (karenanya lentil lectin reaktivitas serum AFP) telah ditemukan pada karsinoma hepatoseluler primer, penentuan reaktivitas lentil lectin serum AFP ditemukan membantu tidak hanya untuk membedakan antara karsinoma hepatoseluler primer dan penyakit hati jinak tetapi juga untuk memberikan sinyal awal yangmenunjukkan bahwa karsinoma hepatoseluler dapat mulai berkembang pada pasien dengan penyakit hati. Meskipun

(30)

kebutuhan untuk skrining AFP rutin membutuhkan studi lebih lanjut, satu studi menunjukkan bahwa skrining gabungan dengan AFP dan hasil ultrasonografi pada peningkatan sensitivitas dari 75% hingga mendekati 100% dalam mendeteksi hepatocellular carcinoma (HCC) pasien dengan hepatitis B dan C (Izzo et al., 1998;Gebo et al., 2002). Akhirnya, AFP saat ini ditawarkan untuk skrining pranatal untuk cacat tabung saraf dan, bersamaan dengan β hCG bebas dan estriol tak terkonjugasi, untuk sindrom Down (Cuckle, 2000; Yamamoto et al., 2001).Kadar AFP normal adalah 0-20 ng/mL.

2.3 HUBUNGAN ANTARA ALPHA FETOPROTEIN DENGAN KANKER HATI

Kadar AFP dapat meningkat lebih dari 400 ng/mL dan dapat digunakan untuk mendiagnosis HCC. Pasien yang mengalami peningkatan kadar AFP sekitar 60%

sampai 70% pasien (Budihusodo, 2014)

Berdasarkan EASL-EORTC clinicalpractical guideline, serum Alpha fetoprotein (AFP) adalah biomarker yang paling banyak digunakan dalam surveilans HCCprogram.Hingga saat ini, AFP dimasukkan dalam pedoman internasional untuk surveilans HCC. AFP memiliki batasan yang signifikan sebagai tes skrining: secara khusus, sepertiga hingga setengahnya.

Sejak tahun 1970-an, AFP telah digunakan sebagai penanda tumor untuk diagnosis HCC. Tingkat AFP serum di hampir 75% kasus HCC lebih tinggi dari 10 ug / L (Johnson PJ et al., 1999). Serum AFP serum masih dianggap sebagai penanda serum paling penting untuk diagnosis HCC saat ini, meskipun bisa tinggi pada

(31)

beberapa pasien HCC (Tateishi et al., 2008). Pada pasien dengan sirosis atau infeksi hepatitis B kronis atau hepatitis C, AFP adalah penanda serum yang paling penting untuk memprediksi terjadinya kanker hati (Baig JA et al., 2009). Tingkat serum AFP tidak hanya memiliki nilai diagnostik tetapi juga memiliki nilai prediktif untuk prognosis HCC. Sebagai metode yang relatif murah dan matang, serum AFP telah dianggap sebagai indikator penting dari kekambuhan dan metastasis HCC pasca operasi (Chang SK et al., 2012). Selain itu, tingkat AFP serum yang tinggi telah dikaitkan dengan ukuran tumor yang lebih besar, keterlibatan bilobar, tumor tipe besar atau difus, dan thrombus tumor vena porta (Tangkijvanich et al., 2000). Namun demikian, tidak ada korelasi yang konsisten yang telah ditetapkan antara tingkat AFP serum dan stadium tumor, derajat diferensiasi tumor, atau metastasis ekstrahepatik (Qin LX et al., 2002).

Pada kanker hati sekunder yang berasal dari metastasis kanker kolorektal, berdasarkan hasil penelitian Grazi et al. (1995), tidak menunjukkan peningkatan berarti terhadap AFP. Demikian juga hasil penelitian Sawan (2009), kanker yang berasal dari metastasis kolon dan pancreaticobiliary menunjukkan reaksi negatif terhadap AFP.

(32)

KERANGKA TEORI

Faktor genetik

Infeksi virus

hepatitis B,C, dan D

Alkohol

Diabetes

Kanker primer pada organ lain (pankreas, paru-paru, perut, payudara, esofagus, ginjal)

Sirosis

Nodul-nodul displasia

Metastasis melalui darah

Kanker Hati Sekunder Kanker Hati Primer

Pemeriksaan biomarker tumor

Kadar alpha fetoprotein serum

(33)

KERANGKA KONSEP

HIPOTESIS

Ada perbedaan kadar alpha fetoprotein pada penderita kanker hati primer dan sekunder

Kanker Hati Sekunder Kanker Hati Primer

Kadar Alpha fetoprotein

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desainretrospektif denganmenggunakan data sekunder berupa rekam medik yang diambil dari RSUP H.

Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar alpha fetoprotein pada penderita kanker hati primer dan sekunder.

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan selama 4 bulan (Agustus sampai November 2018) di RSUP H. Adam Malik Medan

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 POPULASI

Populasi dari penelitian ini adalah penderita yang didiagnosis kanker hati primer dan sekunder pada bulan Mei 2016-Mei 2018 di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3.2 SAMPEL

Sampel adalah sebagian dari populasi atau keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Menurut Dahlan (2010)rumus yang digunakan untuk menghitung besar sampel dari penelitian analitis tidak berpasangan yaitu :

n =n2=2(( ) ) Keterangan :

s: simpangan baku kedua kelompok x1-x2 : perbedaan klinis yang diinginkan

(35)

zβ :kesalahan tipe II Perhitungan :

Peneliti menetapkan kesalahan tipe I sebesar 5% (Zα=1,960) dan kesalahan tipe II sebesar 10% (Zβ=1,280). Melalui pre-eliminary study yang dilakukan di RSUP Adam Malik pada tahun 2018, peneliti mendapatkan simpangan baku gabungan (s) sebesar 13.010 dan perbedaan klinis yang diinginkan (x1-x2) sebesar 7.017.

Maka besar sampel dalam penelitian ini adalah : n =2(( )

) = 72

Jadi, minimal besarsampel penelitian ini adalah 72 orang penderita kanker hati primer dan 72 orang penderita kanker hati sekunder.Sampel pada penelitian ini menggunakan 168 penderita kanker hati primer dan 77 penderita kanker hati sekunder.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode Purposive Sampling :

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien yang terdiagnosis kanker hati primer atau sekunder b. Mempunyai data laboratorium pemeriksaan nilai AFP

` 2. Kriteria Eksklusi

a. Berkas rekam medik tidak terdapat pemeriksaan laboratorium nilai AFP 3.4 ALAT PENELITIAN DAN CARA PENGAMBILAN DATA

3.4.1 ALAT PENELITIAN

Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan adalah : a. Alat tulis

b. Lembar pencatatan data

(36)

3.4.2 CARA PENGAMBILAN

Data dikumpulkan dengan melihat data rekam medik pasien penderita kanker hati primer dan sekunder dengan :

a. Meminta izin untuk melakukan penelitian di RSUPH Adam Malik dan unit rekam medik

b. Memberi penjelasan mengenai maksud tujuan penelitian c. Mencatat hasil pengukuran pada formulir lembar penelitian

3.5 DEFINISI OPERASIONAL Operasional Definisi Cara

Pengukuran

Alat Ukur Hasil Pengukuran

Skala Kanker hati

primer

Pasien yang didiagnosis kanker hati primer melalui

anamenesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang oleh dokter

Observasi Rekam medik

Kanker hati primer

Nominal

Kanker hati sekunder

Pasien yang didiagnosis kanker hati sekunder melalui anamenesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang oleh dokter

Observasi Rekam medik

Kanker hati sekunder

Nominal

Alpha fetoprotein

Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan tumor marker di laboratorium

Observasi Rekam medik

Nilai alpha fetoprotein

Numerik

(37)

3.6. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 3.6.1 PENGOLAHAN DATA

Data yang diperoleh dikumpulkan diolah dan dianaliasis secara deskriptif dengan menggunakan program komputer. Pengolahan data dilakukan melalui empat tahap yaitu :

1.Editing (Pemeriksaan Data)

Melakukan pengecekan lembar observasi untuk kelengkapan data sehingga jika terdapat ketidaksesuaian segera dapat dilengkapi peneliti

2.Coding (Pemberian Kode)

Merubah data huruf menjadi data berbentuk bilangan 3.Processing

Memproses data yang didapat dari lembar observasi kemudian dianalisis dengan memasukkan data tersebut ke program komputer

4.Cleaning

Memeriksa kembali data yang dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak.

3.6.2 ANALISIS DATA

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda dua mean independent untuk melihat perbedaan variasi kelompok data.Syarat yang harus dipenuhi :

1. Data berdistribusi normal/simetris 2. Kedua kelompok data independen

3. Variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategori

Namun, jika data tidak berdistribusi normal maka analisis data dilakukan dengan metode statistik non parametrik yaitu uji Mann Whitney. Analisis data tersebut akan menggunakan program SPSS

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/1990. RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

502/Menkes/IX/1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.1.2 DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Data penelitian merupakan data sekunder, yaitu berupa data yang berasal dari rekam medis pasien kanker hati yang berisi data pribadi dan hasil laboratorium.

Data yang diambil dari tanggal 01 Januari 2016 sampai 31 Juli 2018.

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis pasien 01 Januari 2016 sampai 31 Juli 2018 terdapat 168 rekam medis pasien kanker hati primer dan 77 rekam medis kanker hati sekunder. Namun, data rekam medis tidak seluruhnya lengkap untuk digunakan untuk mengetahui karakteristik pasien kanker hati. Karakteristik pasien kanker hati meliputi sosiodemografi, hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan penunjang.

Hasilnya diuraikan seperti berikut :

(39)

Tabel 4.1 Karakteristik dasar penderita kanker hati

Variabel Kanker Hati Primer (n=152)

Kanker Hati Sekunder (n=74)

Umur 52,26 ± 12,72 tahun 53,60 ± 11,03 (n=74) tahun Jenis Kelamin :

Pria Wanita:

130 22

51 23

Hemoglobin 10,70 ± 2,49 g/dL 10,73 ± 2,51 g/dL

Leukosit 9860 (6480-

35000) /mm3

12455 (3140-96850) /mm3 Trombosit 245000(46000-

814000) /mm3

313432 ± 163204 /mm3 Hematokrit 31,92 ± 7,21 % 32,06 ± 7,43 %

MCV 86,49 ± 8,06 fL 84,61±8,02 fL

MCH 29,03 ± 2,93 pg 28,43 ± 3,45 pg

MCHC 33,49 ± 1,71 g% 33,50 (27,3-37,6) g%

RDW 16,75(3,9-3,29) % 15,85(11,9-27) %

MPV 10,09± 0,96 fL 9,91 ± 1,04 fL

PCT 0,35 (0,06-12) % 0,27(0,08-063) %

PDW 11,05 (7,1-19,4) fL 10,35(7,7-21,6) fL

Karakteristik dasar pada 152 penderita kanker hati primer dan 74 penderita kanker hati sekunder berdasarkan umur, jenis kelamin, hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik meliputi hasil pemeriksaan darah lengkap, hasil pemeriksaan fungsi hati. Berdasarkan hasil yang didapatkan, rata-rata usia pasien penderita kanker hati primer adalah 52,26 ± 12,72 tahun sedangkan pada kanker hati sekunder adalah 53,60 ± 11,03tahun. Berdasarkan jenis kelamin, pada kanker hati primer terdapat 130 pria dan 22 orang wanita dengan perbandingan 5:1, sedangkan pada kanker hati sekunder terdapat 51 orang pria dan 23 orang wanita dengan perbandingan 2:1.

Untuk pemeriksaan darah,terjadi penurunan nilai hemoglobin dengan nilai rata-rata 10,74± 2,49 g/dLpada pasien kanker hati primer dan 10,73± 2,51 g/dL pada

(40)

pasien kanker hati sekunder.Hasil pemeriksaan jumlah leukosit menunjukkan terjadi peningkatan pada kanker hati sekunder dengan nilai median12455 (3140-96850) /mm3 . Hasil pemeriksaan MCV, MCH, MCHC, PCT dan PDWmasih dalam batas normal.Peningkatan nilai median RDW terjadi pada penderita kanker hati primer dan sekunder dengan nilai masing-masing kelompok16,75(3,9-32,9)%dan 15,85(11,9- 27)%. Peningkatan juga terjadi padanilai MPV dengan nilai rerata pada penderita kanker hati primer 10,09± 0,96 fL dan kanker hati sekunder9,91 ± 1,04 fL. (tabel 4.1)

Tabel 4.2 Gambaran fungsi hati pada penderita kanker hati

Variabel Kanker Hati Primer (n=124)

Kanker Hati Sekunder (n=52)

Bilirubin Total 1,9 ( 0,25-37,5)mg/dL 2,75 ( 0,9-36,9) mg/dL Bilirubin Direk 1,15( 0,1-29) mg/dL 1,6 ( 0,1-303)mg/dL

ALP 179 ( 16-1195)U/L 215 ( 58-1874)U/L

SGOT 137 ( 17-2041) U/L 86,5 ( 16-890)U/L

SGPT 48 ( 10-827) U/L 53 ( 7-473)U/L

Albumin 2,7 ( 1,37-4,3)g/dL 2,81 ± 0,61 g/dL

Pada pemeriksaan hati pada 124 pasien kanker hati primer dan 52 pasien kanker hatisekunder,terjadi peningkatan nilai bilirubin total, bilirubin direk, ALP, SGOT, SGPT pada penderita kanker hati primer dan sekunder.

Penurunan terjadi untuk nilai albumin pada kanker hati primer dan sekunder.

(tabel 4.2)

(41)

Tabel 4.3Etiologi kanker hati primer

Variabel Viral Marker

Kanker Hati Primer ( n=72)

Persentase (%)

HbsAg 40 55

Anti HCV 6 8

Co-infeksi B&C 0 0

Non B Non C 26 36

Untuk pemeriksaan virus, dari data 72 yang dapat dikumpulkan, didapatkan HbsAg positif pada 40 orang, anti-HCV positif pada 6 orang, dan nilai non reaktif pada HbsAg dan anti-HCV pada 26 orang.(tabel 4.3)

Tabel 4.4 Etiologi kanker hati sekunder.

Etiologi Kanker Hati Sekunder (n=77)

Persentase (%)

Ca Paru 15 19,40

Ca Colon 3 3,80

Ca Rectumsigmoid 2 2,50

Ca Nasofaring 5 6,40

Ca Kaput Pankreas 4 5,10

Ca Payudara 2 2,50

Ca Gaster 2 2,50

Ca Reproduksi 3 3,80

Ca lain-lain dan tidak diketahui

41 53,20

Etiologi kanker dari 77 pasien kanker hati sekunder berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan dan laboratorium patologi anatomi menunjukan metastasis

(42)

kanker ke hati sebanyak 15 orang (19,4%)berasal dari kanker paru, 3 orang (3,8%) berasal dari kanker kolon, sebanyak 2 orang (2,5%) berasal dari kanker rektum- sigmoid, sebanyak 5 orang (6,4%) berasal dari kanker nasofaring, sebanyak 4 orang (5,1%) berasal dari kanker pankreas, sebanyak 2 orang (2,5%) berasal dari kanker payudara, sebanyak 2 orang (2,5%) berasal dari kanker gaster, sebanyak 3 orang (3,8%) berasal dari kanker sistem reproduksi, sedangkan sebanyak 41 orang (53,2%) berasal dari kanker lain namun tidak diketahui lokasi asalnya.(tabel 4.4)

Tabel 4.5 Perbedaan kadar alpha fetoprotein pada kanker hati primer dan sekunder

Variabel Kanker Hati Primer (n=168)

Kanker Hati Sekunder (n=77)

p value

AFP 2000(0,61-

2000000) ng/mL

2,49(0,65- 2000)ng/mL

0,00

Nilai median AFP pada 168 pasien kanker hati primer adalah 2000(0,61- 2000000)ng/mL, sedangkan pada 77 pasien kanker hati sekunder adalah 2,49(0,65- 2000)ng/mL.

Nilai kemaknaan perbedaannya adalah sebesar 0,00. (tabel 4.5)

Tabel 4.6 Kadar AFP pada kanker hati primer

Variabel Kanker Hati Primer

AFP > 400ng/mL 102 orang (61%) AFP 20-400ng/mL 17 orang (10%) AFP < 20ng/mL

49 orang (29%)

Kadar AFP pada kanker hati primer tersering > 400 ng/mL yaitu pada 61%

penderita. Pada 29% penderita, kadar AFP berada diantara 20-400 ng/mL, sedangkan

(43)

Tabel 4.7 Kadar AFP pada kanker hati sekunder

Kanker Hati Sekunder (Primer)

Nilai rerata AFP (ng/mL)

Ca Paru 2,24

Ca Colon 2,14

Ca Rectumsigmoid

2,22 Ca Nasofaring

1,82 Ca Kaput Pankreas

16,84

Ca Payudara 2,10

Ca Gaster

2,30 Ca Reproduksi

1,80 Ca lain-lain dan tidak

diketahui

38,04

Kadar AFP pada kanker hati sekunder secara umum masih dalam batas normal (<20 ng/mL), kecuali pada kanker hati sekunder yang tidak diketahui asal metastasisnya (Tabel 4.7)

4.2 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadaralfa fetoprotein pada pasien kanker hati primer dan sekunder di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dari September – November 2018. Terdapat 168 rekam medis pasien kanker hati primer dan 77 rekam medis kanker hati sekunder. Penelitian ini dilakukandengan menelaah rekam medis pasien kanker hati di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 01 Januari 2016 sampai 31 Juli 2018.

(44)

4.2.1 KARAKTERISITIK SUBJEK PENELITIAN

Pada penelitian ini,jumlah responden adalah 245 orang, dimana 168 orang menderita kanker hati primer dan 77 orang menderita kanker hati sekunder. Pasien menderita kanker hati primer atau sekunder rata-rata berumur diatas 50 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin, kanker hati primer banyak terjadi pada pria dengan perbandingan pria dan wanita 5:1.Pada kanker hati sekunder, perbandingan pada pria dan wanita adalah 2:1. Pada pasien kanker hati terjadi anemia seperti pada kasus kanker lainnya, dimana penyebab tersering anemia tersebut adalah defisiensi besi (Park et al., 2015).

Gangguan fungsi hati juga terjadi pada penderita kanker hati. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai bilirubin total, bilirubin direk, ALP, SGOT, SGPTdan penurunan nilai total protein dan albumin. Hal tersebut menunjukkan telah terjadiobstruksi saluran empedu atau kerusakan sel-sel hati oleh karena penekananmassa tumor atau karena invasi sel tumor(Siregar, 2011).

Berdasarkan pada tabel hasil penelitian diatas juga didapatkan infeksi virus hepatitis B merupakan salah faktor risiko terbesar pada kanker hati dan lebih sering ditemukan daripada infeksi virus hepatitis C. Hasil tersebut bersesuaian dengan penelitian oleh Huang et al (2017). Infeksi HBV dan HCV diperkirakan berkontribusi terhadap terjadinya kanker hati, dapat dengan inflamasi secara terus menerus (Kamel IRet al, 2002) atau melalui DNA virus yang menimbulkan terjadinya mutasi pada gen sel hati (Wu CGet al., 2001).

Pada kanker hati sekunder, penyebab tersering adalah metastasis dari kanker paru(19%), diikuti kanker nasofaring(6%) dan kanker pankreas(5%).Tingginya insidensi metastasis ke hati dipercaya disebabkan dua mekanisme. Pertama, disebabkan suplai darah dari sirkulasi porta dan sistemik meningkatkan kemungkinan deposit metastasis ke hati. Kedua, epitel sinusoidal hati memiliki fenestration yang memungkinkan mudahnya penetrasi sel metastasis ke parenkim hati (Kew M.C,

(45)

4.2.2 ANALISIS PERBEDAAN NILAI ALFA FETOPROTEIN PADA KANKER HATI PRIMER DAN SEKUNDER

Dari hasil penelitian ini, didapatkan kadar AFP pada kanker hati primer adalah 2000(0,61-2000000)ng/mL. Berdasarkan penelitian Chanet al (2014), nilai rata-rata AFP adalah 26900±142850ng/mL.Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, infeksi dengan HBV dan HCV, sirosis dan nekrosis hati akut, khususnya ukuran dan bentuk patologi tumor dapat mempengaruhi tingkat AFP (Daniele et al., 2004). Elevasi AFP telah diketahui pada hepatitis virus akut dan kronis seperti pada pasien dengan sirosis yang disebabkan oleh hepatitis C.Jika seorang pasien faktor risiko yang diketahui untuk HCC, seperti adanya sirosis, peningkatan tingkat AFP telah terbukti berkorelasi dengan perkembangan HCC.Namun, kadar AFP tidak selalu meningkat pada kasus HCC, baik pada tumor ukuran besar maupun kecil.Pada penelitian ini, 29% pasien yang didiagnosis HCC memiliki kadar AFP normal (<20 ng/mL). Hal tersebut menyebabkan AFP tidak dapat digunakan sebagai alat skrining atau diagnosis tunggal pada kasus HCC. Secara umum, serum AFP meningkat secara konsisten lebih dari 500 ng / mL merupakan indikasi dari HCC.

Kadar AFP pada kanker hati sekunder pada penelitian ini adalah 2,49(0,65- 2000)ng/mL. Berdasarkan Huang et al (2017), nilai rata-rata AFP adalah 15,7

±36,6.ng/mL. Berdasarkan penelitian tersebut, kanker hati sekunder memiliki kadar AFP masih dalam batas normal yaitu <20ng/mL. Namun, pada penelitian ini, kadar AFP sedikit mengalami meningkat pada kasus kanker hati sekunder yang tidak diketahui asal metastasisnya.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan uji Mann Whitneyuntuk melihat perbedaan nilai alfa fetoprotein diatas diperoleh nilai kemaknaan(p) sebesar 0,00. Hal tersebut menunjukkanterdapat perbedaan nilai AFP yang bermakna pada kanker hati primer dan sekunder(p<0,05).

(46)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Perbedaan Kadar Alpha Fetoptotein Pada Kanker Hati Primer dan Sekunder, diperoleh simpulan:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan kadar AFP pada kanker hati primer dan sekunder dimana kadar AFP pada kanker hati primer lebih tinggi dibanding kanker hati sekunder dengan p berdasarkan analisis data adalah 0,00(p<0,05).

2. Berdasarkan karakteristik dasar, penderita kanker hati mengalami penurunan nilai hemoglobin, gangguan fungsi hati berupa peningkatan nilai bilirubin total, bilirubin direk SGPT, SGOT, ALP dan penurunan nilai albumin.

3. Berdasarkan etiologi, kanker hati primer sebagian besar disebabkan oleh virus hepatitis B dan kanker hati sekunder tersering disebabkan metastasis dari kanker paru.

5.2 SARAN

Saran yang dapat peneliti sampaikan pada skripsi ini adalah : 1. Bagi Tenaga Kesehatan

Agar tetap mengukur nilai AFP pada pasien kanker hati dan mungkin dapat digunakan untuk mengetahui sumber keganasan pada sel hati penderita.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Agar hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan keperpustakaan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat dijadikan

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja A, Gupta N, Srinivasan R, Kalra N, Chawla Y, Rajwanshi A. 2007,

„Differentiation of Hepatocellular Carcinoma from Metastatic carcinoma of the Liver-Clinical and Cytological Features‟, Journal of Cytology, vol. 24, no. 3, pp.

125-129

Ascha, M.S., Hanouneh, I.A., Lopez, R., Tamimi, T.A., Feldstein, A.F., Zein, N.N..

2010, „The incidence and risk factors of hepatocellular carcinoma in patients with nonalcoholic steatohepatitis,‟, Hepatology, vol. 51, pp. 1972–1978.

Baffy, G., Brunt, E.M., Caldwell, S.H.. 2012, „Hepatocellular carcinoma in non- alcoholic fatty liver disease: an emerging menace‟, J Hepatol , vol. 56(6), pp.

1384-1391.

Baig, J.A., Alam, M., Mahmood, S.R., Baig, M., Shaheen, R., Sultana, I., Waheed, A.. 2009, „Hepatocellular carcinoma (HCC) and diagnostic significance of A- fetoprotein (AFP)‟, J Ayub Med Coll Abbottabad., vol. 11, pp. 72–75.

Bialecki, E.S., Ezenekwe, A.M., Brunt, E.M., Collins, B.T., Ponder, T.B., Bieneman, B.K., Di Bisceglie, A.M.. 2006, „Comparison of liver biopsy and noninvasive methods for diagnosis of hepatocellular carcinoma‟, Clin Gastroenterol Hepatol., vol.4, pp. 361–368

Blum, H.E.. 2011, „Hepatocellular carcinoma: HCC‟. Hepat Mon., vol. 11, pp. 69–70 Bruix, J., Sherman, M,. 2011, „American Association for the Study of Liver Diseases.

Management of hepatocellular carcinoma: an update‟, Hepatology, vol. 53, pp.

1020–1022.

Bruno, S., Silini, E., Crosignani, A., Borzio, F., Leandro, G., Bono ,F., Asti, M., Rossi, S., Larghi, A., Cerino, A., Podda, M., Mondelli, M..1997,Hepatitis C virus genotypes and risk of hepatocellular carcinoma in cirrhosis: a prospective study‟, Hepatology, vol. 25, no. 3, pp. 754-758.

Budihusodo, 2014. „Karsinoma Hati‟, Siti Setiati, Idrus Alwi, Aru W. Sudoyo, Marcellus Simakdibrata K., Bambang Setyohadi, Ari Fahrial Syam (eds)., Ilmu Penyakit Dal.am UI ,InternaPublishing, Jakarta.

(48)

Chan S.L., Mo, F., Johnson, P.J., et al.. 2014, „Performance of α-fetoprotein levels in the diagnosis of hepatocellular carcinoma in patient with hepatic mass‟, HPB, vol. 16, pp. 366-372.

Chang, S.K., Hlaing, W.W., Yu, R.Q., Lee, T.W., Ganpathi, I.S., Madhavan, K.K..

2012, „Value of alpha-foetoprotein for screening of recurrence in hepatocellular carcinoma post resection‟, Singapore Med J. Vol. 11, pp. 32–35.

Cuckle, H.. 2000, „Biochemical screening for Down syndrome‟, Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol, vol. 92, pp. 97–101.

Dahlan M.S., 2010, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi ke-3, Sagung Seto, Jakarta.

Daniele, B., Bencivenga, A., Megna A.S., Tinessa V.. 2004, „Alfa-fetoprotein and ultrasonography screening for hepatocellular carcinoma‟, Gastroenterology, vol.

127, pp. 108-112.

Dorland, W.A.N..2007, Kamus Kedokteran Dorland Edisi ke-31, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

El-Serag, H.B., 2011, „Hepatocellular carcinoma‟, N Engl J Med, vol. 365, pp. 1118- 1127

Ferlay, J., Soerjomataram, I., Ervik, M., Dikshit, R., Eser, S., Forman, D., Bray,F., Mathers,C., Rebelo,M., Parkin,D.M... 2013. „GLOBOCAN v1.0, Cancer Incidence and Mortality Worldwide: IARC CancerBase No. 11‟. International.

Agency for Research on Cancer, Lyon, France. http://globocan.iarc.fr.

Fracanzani, A.L., Conte, D., Fraquelli, M., Taioli, E., Mattioli, M., Losco, A., Fargion, S.. 2001, „Increased cancer risk in a cohort of 230 patients with

hereditary hemochromatosis in comparison to matched control patients with non- iron-related chronic liver disease‟, Hepatology, vol. 33, no. 3, pp. 647-51

Gebo, KA1., Chander, G., Jenckes, M.W., Ghanem, K.G., Herlong, H.F., Torbenson, M.S., El-Kamary, S.S., Bass, E.B.. 2002, „Screening tests for hepatocellular carcinoma in patients with chronic hepatitis C: A systematic review‟, Hepatology, vol. 36, pp. 84–92

Gambar

Gambar 2.1Patogenesis kanker hati.
Gambar 2.2 CT Scan pada HCC.
Gambar 2.4 CT Scan pada kanker hati sekunder yang berasal dari metastasis kanker kolon
Gambar 2.5 Tatalaksana pada Karsinoma Hepatoselular menurut Barcelona Clinic Liver Cancer

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis secara statistik menunjukkan rerata asupan pakan standar sebelum dan setelah intervensi kelompok kontrol, jus jeruk nipis dan kombinasi jus pare

Pada residu umur 14 hari tampak aktivitas residu insektisida alami dan sintetik turun mencolok, sedangkan aktivitas residu kedua perlakuan formulasi ekstrak

Serat Optik Sebuah Penghantar, edisi ke 3.. Fibers

Pemanfaatan tanah komunal harus melibatkan simantek kuta (tetua adat) sebagai orang yang dianggap paling mengerti mengenai tanah komunal di kabupaten karo

Replikasi model inovasi pelayanan adminduk yang terbaik dilakukan berdasarkan: (1) adanya kebijakan upaya peningkatan kualitas pelayanan adminduk yang mendorong

Di beberapa daerah di mana terdapat orang Cina dan pribumi hidup dalam satu wilayah, pada umumnya diakui bahwa hubungan sosial di antara mereka kurang harmonis, sehingga

[r]

Definisi yang lebih luas adalah bahwa evaluasi program merupakan proses untuk mengetahui dengan pasti wilayah-wilayah keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan