STUDY ETHNOMATHEMATICS: MENGUNGKAP SISTEM PERHITUNGAN LUAS TANAH DI MASYARAKAT
KAMPUNG NAGA
Skripsi
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
Oleh:
Fenti Verawati
1002463
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
STUDY ETHNOMATHEMATICS: MENGUNGKAP SISTEM PERHITUNGAN LUAS TANAH DI MASYARAKAT KAMPUNG NAGA
Oleh Fenti Verawati
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Fenti Verawati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
FENTI VERAWATI
STUDY ETHNOMATHEMATICS: MENGUNGKAP SISTEM PERHITUNGAN LUAS TANAH DI MASYARAKAT KAMPUNG NAGA
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I,
Drs. Turmudi M.Ed.,M.Sc.,Ph.D
NIP. 196101121987031003
Pembimbing II,
Dr. H. Dadang Juandi, M.Si
NIP. 196401171992021001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
Drs. Turmudi M.Ed.,M.Sc.,Ph.D
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Fenti Verawati. 1002463. Study Ethnomathematics: Mengungkap Sistem
Perhitungan Luas Tanah di Masyarakat Kampung Naga. Penelitian
Ethnomathematics mengenai Sistem perhitungan luas tanah di Masyarakat Kampung Naga ini merupakan salah satu upaya untuk menunjukan, bahwa terdapat hubungan antara matematika dengan budaya dan berfungsi mereduksi atau membuka pandangan baru mengenai matematika. Selama ini matematika dianggap bersifat absolut dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan budaya, sehingga diperlukan penelitian untuk mereduksi pandangan tersebut. Sebuah studi yang mengkaji ide atau praktik matematika dalam ragam aktivitas budaya dikenal dengan ethnomathematics. Penelitian ini dilakukan di daerah Tasikmalaya atau lebih tepatnya Kampung Naga, yang sebagaimana diketahui merupakan salah satu kelompok masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadatnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ethnography dengan pendekatan kualitatif dan untuk teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan prisnsip-prinsip dalam ethnography, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, serta catatan lapangan (field notes). Hasil temuan dalam penelitian ini, yaitu masyarakat Kampung Naga memiliki sistem perhitungan luas tanah tersendiri. Setelah itu, dilakukan analisis perbandingan antara perhitungan luas tanah yang berdasarkan prinsip perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga dengan berdasarkan konsep matematika. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mereduksi dan membuka pandangan baru bagi masyarakat mengenai matematika.
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Fenti Verawati. 1002463. Study Ethnomathematics: Revealing Land Area
Calculation System in Kampung Naga Society. Ethnomathematics research on
the calculation system of land area in Kampung Naga society is an effort to show, that there is relationship between mathematics and culture and serves to reduce or open a new view of mathematics. During this time mathematics is considered to be absolute and there is no relation between mathematics and culture, so that research is needed to reduce the view. A study that examines the idea or practice math in a variety of cultural activity known as ethnomathematics. This research was conducted in the area of Tasikmalaya, in Kampung Naga, which is known as one of the groups of people who still adhere to custom. The method used in this study is ethnographic with qualitative approach. Gathering data technic on this research adopted principle research in ethnography, such as observation, in depth interview, documentation, and field notes. As a result on this research, Kampung Naga society has its own system of land area calculation. After that, an analysis of the comparison between the calculation of the land area based on the concept of Kampung Naga society and based on the concept of mathematics. Given this research, is expected to reduce and open up new vistas for people about mathematics.
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Masyarakat Kampung Naga ... 7
B. Ethnomathematics ... 12
C. Sejarah Singkat Pengukuran dan Perhitungan Luas... 19
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 24
B. Metode Penelitian ... 24
C. Definisi Operasional... 26
D. Prosedur Penelitian... 26
E. Instrumen Penelitian... 27
F. Teknik Pengumpulan Data ... 29
G. Analisis Data ... 33
H. Keabsahan Data ... 35
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Pemaparan Hasil Penelitian... 37
1. Profil Informan ... 38
2. Masyarakat Kampung Naga ... 41
3. Sistem Perhitungan Luas Tanah ... 52
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 67
1. Konsep Dasar Pengukuran Luas Tanah Masyarakat Kampung Naga ... 67
2. Konsep Dasar Perhitungan Luas Tanah Masyarakat Kampung Naga ... 70
3. Analisis Perbandingan ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 96
LAMPIRAN
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 2.1 Kampung Naga ... 7
2. Gambar 2.2 Kuncen Naga, Ade Suherlin ... 9
3. Gambar 2.3 Punduh adat ... 10
4. Gambar 2.4 Satuan ukuran panjang ... 21
5. Gambar 4.1 Pak Ohim ... 39
6. Gambar 4.2 Mang Ipen ... 40
7. Gambar 4.3 Pak Suparna ... 41
8. Gambar 4.4 Hutan larangan di seberang sungai Ciwulan ... 44
9. Gambar 4.5 Bumi Ageung ... 45
10. Gambar 4.6 Bangunan rumah masyarakat Kampung Naga ... 46
11. Gambar 4.7 Bekas pasolatan ... 48
12. Gambar 4.8 Bekas lumbung padi umum ... 49
13. Gambar 4.9 Lumbung padi umum ... 50
14. Gambar 4.10 Wadah bekas sabun colek, digunakan untuk menakar beras .... 56
15. Gambar 4.11 wadah yang digunakan untuk menakar beras ... 57
16. Gambar 4.12 Narasumber ketika mengukur sawah ... 58
17. Gambar 4.13 Gambar segitiga ... 60
18. Gambar 4.14 Gambar segitiga ... 61
19. Gambar 4.15 Sketsa tanah ... 62
20. Gambar 4.16 Sketsa tanah ... 63
21. Gambar 4.17 Sketsa tanah ... 63
22. Gambar 4.18 Sketsa tanah ... 64
23. Gambar 4.19 Sketsa tanah ... 64
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25. Gambar 4.21 Sawah berundak ... 68
26. Gambar 4.22 Sawah tidak beraturan ... 68
27. Gambar 4.23 Sketsa tanah ... 74
28. Gambar 4.24 Sketsa tanah setelah dipartisi ... 74
29. Gambar 4.25 Sketsa tanah ... 75
30. Gambar 4.26 Sketsa tanah ... 76
31. Gambar 4.27 Sketsa tanah setelah dipartisi ... 76
32. Gambar 4.28 Sketsa tanah ... 77
33. Gambar 4.29 Sketsa tanah berbentuk trapesium ... 78
34. Gambar 4.30 Sketsa tanah berbentuk trapesium ... 79
35. Gambar 4.31 Sketsa tanah berbentuk segitiga ... 80
36. Gambar 4.32 Sketsa tanah berbentuk segiempat sembarang ... 81
37. Gambar 4.33 Sketsa tanah berbentuk segiempat sembarang ... 82
38. Gambar 4.34 Sketsa tanah ... 83
39. Gambar 4.35 Pendekatan geometris... 83
40. Gambar 4.36 Segitiga sembarang ... 86
41. Gambar 4.37 Segitiga sembarang ... 86
42. Gambar 4.38 Segitiga sembarang ... 87
43. Gambar 4.39 Segitiga sembarang yang telah terpotong ... 87
44. Gambar 4.40 Segitiga sembarang yang telah disusun... 88
45. Gambar 4.41 Sawah di Kampung Naga ... 89
46. Gambar 4.42 Sketsa tanah yang akan dihitung luasnya ... 90
47. Gambar 4.43 Sketsa tanah ... 90
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN
1. Catatan Lapangan ... 99
2. Dokumentasi ... 107
3. Surat Izin Penelitian ... 113
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika bukanlah suatu istilah asing, hampir semua orang pernah
mendengar kata tersebut. Namun pemikiran orang mengenai apa itu matematika
sangat beragam, sehingga muncul berbagai macam pendapat tentang pengertian
matematika. Seperti kata Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins (dalam
Suherman dkk, 2001: 17):
In short, the question what is mathematics? May be answered difficulty depending on when the question is answered, where it is answered, who answer it, and what is regarded as being included in mathematics.
Pendeknya: apakah matematika itu? Dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk matematika.
Dari pernyataan di atas, salah satu hal yang mempengaruhi beragamnya
pengertian matematika yaitu siapa yang menjawabnya. Tentunya memang akan
didapat jawaban yang berbeda ketika pertanyaan tersebut dilontarkan kepada
seorang ahli matematika, guru matematika, siswa, atau orang pada umumnya,
akan didapatkan jawaban yang berbeda. Pada umumnya ketika pertanyaan
tersebut diajukan kepada siswa sebagian besar menganggap bahwa, matematika
itu sebuah pelajaran yang sulit, membosankan, dan ditakuti. Matematika itu
rumus, hitungan, atau hanya terkait dengan angka-angka. bahkan, bukan hanya
siswa yang berpikiran seperti itu, tetapi orang yang awam terhadap matematika
memiliki anggapan yang sama pula. Selain itu, pandangan yang dominan
mengenai matematika bahwa mathematics as a „culture-free‟, „universal‟ (Gerdes,
1996: 909).
Padahal matematika bukanlah hanya sebatas itu, matematika lekat sekali
2
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dari kehidupan manusia. Baik disadari maupun tidak, banyak permasalahan yang
dihadapi manusia dapat diselesaikan dengan matematika. Matematika ada dalam
kehidupan berbudaya manusia, hanya saja hal tersebut mungkin tidak pernah
terpikirkan sama sekali, dan muncul pandangan bahwa matematika bebas dari
budaya, sebagaimana pernyataan di atas. Sebenarnya ada contoh sederhana
mengenai keterkaitan antara matematika dan budaya, Misalnya, pada aktivitas
atau budaya bertani. Ketika petani akan menanami ladangnya dengan tanaman
padi, petani tersebut sebelumnya memperkirakan berapa banyak benih yang
diperlukan untuk ladangnya, agar benih yang diperlukan tidak berlebih atau
kurang. Selain itu, petani dapat memperkirakan kapan padinya akan diambil atau
mengalami masa panen, bukankah hal tersebut terkait dengan matematika?
Lalu muncul pertanyaan, apakah cara pandang guru terhadap matematika
dapat mempengaruhi cara pandang murid terhadap matematika? jawabanya ya,
sebagaimana menurut Sumardyono (2004: 1):
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi atau sikap guru terhadap matematika mempengaruhi persepsi atau sikapnya terhadap pembelajaran matematika. Untuk menyebut salah satunya, Hersh menyatakan bahwa hasil pengamatan di kelas, menurut para peneliti, bagaimana matematika diajarkan di kelas dipengaruhi dengan kuat oleh pemahaman guru tentang sifat matematika.
Dengan demikian salah satu penyebab siswa berpandangan bahwa matematika
sesuatu yang menyeramkan dan tidak memiliki keterkaitan dengan budaya adalah
perspektif guru terhadap matematika. Maka diharapkan guru memahami benar apa
itu matematika, sehingga dapat mengambil sifat yang tepat dalam pembelajaran
matematika. Jangan sampai guru juga turut memandang matematika hanya sebatas
kumpulan rumus belaka, sehingga dalam kegiatan pembelajaran guru hanya
mengajarkan sebatas rumus saja dan akibat lebih lanjutnya, yaitu munculnya
pandangan dan sikap negatif dari siswa terhadap matematika.
Jika pandangan umum terhadap matematika masih terbatas pada hal yang
telah diungkapkan sebelumnya, maka perlu ada perubahan atau transformasi
3
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tesisnya (2010: 5) bahwa jika melihat pada alasan-alasan sejarah, budaya, sosial,
politik, dan pendidikan, maka sudah waktunya perlu ada “transformasi” dalam
memandang matematika.
Adapun, alasan-alasan yang dimaksud di atas adalah (Alangui, 2010: 3-5):
1. Alasan sosial: dalam kajian-kajian sains dan teknologi sangat sulit
ditemukan sistem pengetahuan matematika yang berasal dari
negara-negara non-Western.
2. Alasan sejarah: matematika hasil pemikiran ilmuwan-ilmuwan Eropa telah
dipaksakan masuk ke dalam pembelajaran di negara-negara jajahan, dan
mengesampingkan terjadinya konflik budaya. Lahirnya ide untuk
mengkaji sejarah matematika adalah salah satu bentuk dari penolakan
terhadap kolonialisme tersebut.
3. Alasan budaya: hasil-hasil dokumentasi dan investigasi terhadap aktivitas
budaya justru menunjukkan bahwa terdapat bentuk-bentuk matematika
yang “lain” yang berbeda dengan matematika hasil pemikiran
negara-negara Western.
4. Alasan politik dan pendidikan: melibatkan aspek sosial di dalam
pembelajaran tidak cukup dengan hanya menyinggungnya secara selintas,
tetapi juga perlu untuk memberikan ruang demokrasi di dalam kelas
matematika. Sehingga terjadi semacam dialog kritis dan terbuka di antara
guru dan siswa dalam rangka memfasilitasi berkembangnya tingkat
kreativitas siswa untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
matematis.
Selama ini pembelajaran matematika yang terdapat di Indonesia lebih banyak
mengadopsi gaya pembelajaran dunia barat. Padahal gaya pembelajaran mereka
belum tentu tepat jika diterapkan di Indonesia, mengingat banyaknya perbedaan
budaya yang ada di sini dengan di luar sana. Apakah ada matematika dalam
4
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Indonesia yang masih mempertahankan adat, budaya, dan tradisi mereka,
sehingga belum terpengaruh budaya luar dan sebagian besar dari mereka belum
mengenal apa yang disebut dengan matematika. Padahal tanpa mereka sadari pada
aktivitas yang dilakukan tersebut terdapat ide-ide matematis, jika demikian berarti
aktivitas tersebut berkaitan dengan matematika. Misalnya sebagaimana telah
dilakukan penelitian oleh Mustika (2013) bahwa terdapat ide-ide matematis pada
aktivitas permainan kelereng masyarakat Baduy, yang mana diketahui bahwa
anak-anak masyarakat Baduy tidak sekolah, dikarenakan larangan adat.
Lalu mengapa hal ini dianggap penting? Karena ide-ide matematis dalam
konteks kegiatan kebudayaan tersebut mulai dipandang oleh para ahli pendidikan
sebagai hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Seperti dinyatakan
oleh Raum (dalam Gerdes, 1996: 911):
That education „cannot be truly effective unless it is intelligently based on
indigenous culture and living interests‟. One of the principles of good teaching „lays down the importance of understanding the cultural background of the pupil and relating the teaching in school to it‟.
Sebuah studi yang mengkaji ide atau praktik matematika dalam ragam
aktivitas budaya dikenal dengan ethnomathematics. Telah banyak
penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai hal tersebut, misalnya yang telah diungkapkan oleh Barton dalam tesisnya yang berjudul “Ethnomathematics: Exploring Culture Diversity in Mathematics” dan oleh Alangui, yaitu “Stone
Walls and Water Flows: Interrogating Cultural Practice and Mathematics.”
Ethnomathematics adalah suatu kajian yang dilakukan untuk meneliti cara
sekelompok orang pada kebudayaan tertentu dalam memahami, mengekspresikan,
dan menggunakan konsep-konsep serta pratik dalam kebudayaan yang
dideskripsikan oleh peneliti sebagai sesuatu yang matematis. Sebagaimana
dikemukakan oleh Barton (1996: 196) bahwa “Ethnomathematics is a field of
study which examines the way people from other culture understand, articulate
and use concepts and practices which are from their culture and which the
5
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kenapa ethnomathematics? Menurut D`Ambrosio (Sumardyono, 2004: 25)
terdapat dua alasan utama penggunaan ethnomathematics dalam pendidikan: (1)
untuk mereduksi anggapan bahwa matematika itu bersifat final, permanen, absolut
(pasti), dan unik (tertentu), (2) mengilustrasikan perkembangan intelektual dari
berbagai macam kebudayaan, profesi, jender, dan lain-lain.
Para peneliti yang melakukan kajian ethnomathematics, berkeyakinan bahwa
hal-hal yang dimasukkan dalam kurikulum matematika sekolah selama ini asing
dari tradisi-tradisi dan budaya-budaya yang ada di Asia, Afrika, atau Amerika
Selatan. Serta mereka mencoba mengembangkan cara untuk memasukkan tradisi
dan aktivitas masyarakat sehari-hari ke dalam kurikulum (Gerdes, 1996: 917).
Bukan berarti kurikulum atau pembelajaran matematika yang ada di sekolah
digantikan oleh etnomatematika, melainkan kurikulum matematika yang ada di
sekolah seharusnya mencakup etnomatematika. Selain itu, menurut peneliti
dengan ditemukannya ide-ide matematis dalam ragam aktivitas budaya, dapat
memperluas pandangan orang pada umumnya mengenai matematika bahwa
sebenarnya matematika berkaitan dengan budaya, baik itu matematika yang
dipengaruhi budaya ataupun sebaliknya. Sehingga matematika tidak lagi
dipandang sempit dan bersifat absolut.
Di Indonesia masih terdapat berbagai macam suku atau masyarakat etnik yang
masih memegang teguh kepercayaan dan tradisi mereka. Salah satunya yaitu
Kampung Naga yang terletak di kabupaten Tasikmalaya yang masih
mempertahankan adat leluhur dan pengetahuan yang mereka miliki diajarkan
secara turun temurun. Dengan demikian, menurut peneliti, Kampung Naga
merupakan tempat yang tepat untuk sebuah kajian etnomatematika.
Ethnomathematicians mengadopsi konsep-konsep umum dari matematika,
yaitu counting, locating, measuring, designing, playing, dan explaining (Bishop,
1997: 1-2). Namun, pada penelitian ini, peneliti tidak mengambil semua konsep
tersebut, melainkan lebih menekankan kepada counting dan measuring, walau
6
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mengapa peneliti berfokus pada hal tersebut? Karena ketika melakukan studi
pendahuluan ke Kampung Naga, peneliti menemukan cara perhitungan luas tanah
yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga memiliki cara tersendiri yang
berbeda dari apa yang diajarkan di sekolah maupun dari segi konsep matematika.
Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut dengan judul “Study Ethnomathematics: Mengungkap Sistem Perhitungan Luas Tanah di Masyarakat Kampung Naga”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk
penelitian ini adalah “Bagaimana sistem perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga?”
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, maka ada beberapa
pertanyaan penelitian yang harus dijawab. Beberapa pertanyaan penelitian
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengukur luas tanah masyarakat Kampung Naga?
2. Bagaimana cara perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga?
3. Bagaimana perbandingan antara sistem perhitungan luas tanah masyarakat
Kampung Naga dengan berdasarkan konsep matematika?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap sistem perhitungan luas
tanah yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga.
E. Manfaat Penelitian
1. Dari segi teori, belum ada yang mengungkap sistem perhitungan luas tanah
dalam ethnomathematics pada masyarakat Kampung Naga. Penelitian ini
7
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Dari segi praktik, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain
yang tertarik pada domain ethnomathematics.
3. Dari segi isu sosial, penelitian ini diharapkan dapat merubah pandangan
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh
Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2009: 49). Lokasi penelitian adalah tempat
melakukan penelitian guna memperoleh data yang berasal dari responden. Lokasi
penelitian ini dilaksanakan di Kampung Naga. Sampel dalam penelitian kualitatif
bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, partisipan, informan,
teman atau guru dalam penelitian.
Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan
observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi
sosial tersebut. Penentuan sumber data dilakukan secara purposive, yaitu dipilih
dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, serta kriteria tertentu. Dalam penelitian
ini, kriteria yang diambil adalah pemahaman mengenai Kampung Naga dan sistem
perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga. Sehingga, sampel sumber data
yang dianggap sesuai adalah masyarakat Kampung Naga yang memiliki
pengetahuan dan pemahaman mengenai hal tersebut.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji secara mendalam
kebiasaan alamiah (natural) yang terdapat dalam kelompok budaya atau
masyarakat tertentu, yang mana dalam hal ini mengenai bagaimana sistem
perhitungan luas tanah yang ada di Kampung Naga. Penelitian ini dilakukan pada
kelompok budaya tertentu, yaitu masyarakat Kampung Naga yang merupakan
sekelompok masayarakat yang tinggal di suatu daerah dan masih mempertahankan
25
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dalam penelitian ini.
Sebagaimana di kemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009:
22) bahwa, pendekatan kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang
terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat atau organisasi dalam kehidupan
sehari-hari secara menyeluruh.
Menurut Sugiyono, pendekatan penelitian kualitatif adalah pendekatan
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (2009: 1).
Penelitian kualitatif sendiri didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. (Bodgan dan Taylor, dalam Moleong 2010: 4).
Adapun karakteristik penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Biklen (dalam
Sugiyono, 2009: 9), yaitu sebagai berikut:
1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan
peneliti adalah instrumen kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriftif. Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekan pada angka.
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau
outcome.
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna. (“meaning” is of essential
to the qualitative approach).
Berdasarkan karakteristik pemaparan di atas, metode penelitian yang tepat
untuk penelitian ini yaitu metode ethnography. Mengapa ethnography?
Sebagaimana menurut Arsenault, Anderson, dan Flick (dalam Cohen dkk, 2007:
170) ethnography: a portrayal and explanation of social groups and situations in
26
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian ini bertujuan mengkaji secara mendalam mengenai perilaku atau
aktivitas yang terjadi secara alami dalam budaya masyarakat Kampung Naga.
Mengungkap ide-ide matematis yang ada di masyarakat Kampung Naga dan
berusaha untuk memahami hubungan antara budaya, nilai-nilai, konsep, praktik,
dengan matematika. Serta mengkaji apa yang mereka lakukan dan mengapa
mereka melakukannya. Hal tersebut selaras dengan pengertian ethnography
menurut Ary, Jacobs, Sorensen, & Razavieh (2010: 459):
Ethnography is the in-depth study of naturally occurring behavior within a culture or entire social group. It seeks to understand the relationship between culture and behavior, with culture referring to the shared beliefs, values, concepts, practices, and attitudes of a specific group of people. It examines what people do and interprets why they do it.
Splinder dan Hammond (Ary dkk, 2010: 461) menggambarkan beberapa
karakteristik penelitian ethnography yang baik, yaitu: (1) memperluas observasi
terhadap partisipan; (2) lamanya waktu berada di tempat penelitian; (3)
mengumpulkan banyak bahan, seperti catatan, artefak, rekaman audio dan video,
dan sebagainya; dan (4) keterbukaan, yang berarti tidak memiliki hipotesis yang
spesifik atau bahkan kategori spesifik yang digunakan ketika memulai observasi.
C. Definisi Operasional
1. Ethnomathematics: sebuah kajian untuk meneliti matematika (ide-ide
matematis) dalam hubungannya dengan budaya dan kehidupan sosial
(aktivitas) pada kelompok tertentu.
2. Masyarakat Kampung Naga: suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis
Sunda yang tinggal di Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
3. Sistem Perhitungan: cara atau metode yang digunakan dalam melakukan
suatu perhitungan.
27
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Desember
2014. Tepatnya dilakukan studi pendahuluan pada tanggal 31 Oktober dan 1
November 2013, lalu penelitian pada tanggal 5-9 Desember 2013. Adapun
langkah-langkah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Analisis Pra-lapangan
Pada tahapan ini, peneliti merumuskan masalah, melakukan pengamatan
pendahuluan, menganalisis data hasil studi pendahuluan, menentukan masalah
penelitian, memilih metode penelitian, dan sumber data. Selanjutnya membuat
proposal, mengajukan kepada koordinator skripsi, melakukan seminar,
konsultaai kepada pembimbing, dan mengajukan surat perizinan penelitian.
2. Analisis selama di lapangan
Pada tahapan ini, peneliti melakukan penelitian dengan cara
mengumpulkan data dari lapangan. Tahapan kegiatan ini adalah sebagai
berikut.
a. Melakukan penelitian dengan mengumpulkan data dalam bentuk
catatan lapangan dari narasumber berupa hasil wawancara, foto, dan
rekaman.
b. Mereduksi data untuk mempermudah dalam melakukan pengumpulan
data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
c. Memverifikasi data dengan cara menyimpulkan dan menjawab
rumusan masalah.
3. Analisis data keseluruhan
Pada tahapan ini, peneliti menuangkan hasil penelitian ke dalam bentuk
karya ilmiah berupa skripsi. Tahapan pada kegiatan ini berupa:
a. Pengumpulan data hasil penelitian dan studi dari berbagai sumber,
seperti jurnal, buku, majalah, dan internet.
28
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Penyusunan data sesuai fokus kajian permasalahan dan tujuan
penelitian.
d. Pembuatan kesimpulan hasil penelitian.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen (Moleong, 2010: 103),
di mana kedudukan peneliti dalam penelitian cukup rumit. Peneliti berperan
sekaligus, bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis,
penafsir data, dan pada akhirnya peneliti sebagai pelapor hasil penelitian (Basrowi
& Suwandi, 2008: 173). Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2009: 60).
Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari objek
penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang
diharapkan semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara
dan akan berkembang setelah peneliti memasuki objek penelitian. Dalam
penelitian kualitatif pada awalnya di mana permasalahan belum jelas dan pasti,
maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri.
Menurut Guba dan Lincoln (Basrowi & Suwandi, 2008: 173), ciri-ciri umum
manusia sebagai instrumen pada penelitian kualitatif, dapat diidentifikasi sebagai
berikut: responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan
diri atas perluasan pengetahuan, memproses data secepatnya, memanfaatkan
kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan, serta memanfaatkan
kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim. Sedangkan, menurut
Nasution (Sugiyono, 2009: 61-62), peneliti sebagai instrumen tepat untuk
29
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi
penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Setiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa
tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali
manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami
dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya diperlukan untuk
merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat menganalisis data yang diperoleh.
6. Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan dari
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai
balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, dan perbaikan.
7. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh atau menyimpang,
justru mendapat perhatian. Respon yang lain dari yang lain, bahkan
bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan
pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
F. Teknik Pengumpulan Data
Metode ethnography lebih menekankan terhadap teknik pengumpulan data
observasi dan ethnographic note (catatan lapangan). Hasil akhirnya adalah berupa
potret kebudayaan yang menyertakan suatu cara pandang yang tidak berbeda
dengan cara pandang dari partisipan (kelompok yang diteliti) (Ary dkk, 2010:
459). Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan studi pendahuluan,
untuk mengetahui dapatkah peneliti melakukan penelitian di Kampung Naga?
Serta permasalahan seperti apa yang dapat peneliti kaji? Studi pendahuluan
30
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan ikut tinggal bersama warga Kampung Naga, wawancara secara acak
dengan beberapa warga sehingga memperoleh informasi yang diinginkan, dan
melakukan studi dokumentasi. Kemudian ketika peneliti telah mendapat bahan
permasalahan yang akan diteliti, peneliti perlu mengumpulkan data, adapun teknik
pengumpulan datanya, yaitu:
1. Wawancara
Moleong (2010: 186) menyatakan bahwa: Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Menurut Stainback (Sugiyono, 2009: 72), dengan wawancara peneliti akan
mengetahiu hal-hal yang lebih mendalam tentang bagaimana partisipan
menginterpretasikan suatu situasi dan peristiwa yang terjadi, di mana hal ini
tidak bisa ditemukan melaui observasi.
Wawancara dilakukan dengan tujuan menggali informasi lebih mendalam
dari masyarakat Kampung Naga, sehingga peneliti memperoleh hasil yang
dibutuhkan. Tidak semua masyarakat Kampung Naga peneliti wawancara,
melainkan yang memiliki pengetahuan mengenai sistem perhitungan luas
tanah yang digunakan di sana. Data primer diperoleh melalui wawancara tak
formal terhadap informan yang terlibat dan dilanjut dengan wawancara yang
mendalam. Lalu mengenai jenis-jenis pertanyaan dikaitkan dengan
permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif,
sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara
mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan interview
kepada orang-orang yang ada didalamnya. Secara garis besar, tahapan
wawancara mendalam dalam penelitian ini, yaitu:
a. Menyiapkan pokok masalah yang akan menjadi bahan untuk
dilakukannya wawancara.
31
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Memulai wawancara.
d. Memverifikasi hasil wawancara dan mengakhiri wawancara.
e. Menuliskan hasil wawancara ke dalam bentuk catatan lapangan.
f. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.
Wawancara dimaksudkan untk memperoleh data melalui lisan (ucapan)
dan mengungkap hal-hal yang tidak terungkap pada saat observasi.
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian ini dilakukan pada
waktu yang berbeda, yaitu pada siang hari, sore hari, dan malam hari. Hal ini
dilakukan untuk mengecek kebenaran dan kestabilan data yang disampaikan
oleh informan atau narasumber. Adapun jenis-jenis pertanyaan dalam
wawancara pada penelitian ini adalah (1) pertanyaan yang berkaitan dengan
pengalaman; (2) pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat;(3) pertanyaan
tentang pengetahuan; (4) pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang.
Sementara, alat bantu yang digunakan dalam wawancara adalah pedoman
wawancara, alat perekam untuk merekam percakapan ketika wawancara
berlangsung, kamera untuk mengabadikan wawancara dalam bentuk video,
serta buku catatan untuk menuliskan jawaban serta sekaligus sebagai catatan
observasi ketika wawancara.
2. Observasi
Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data di mana
peneliti melihat, mengamati secara visual sehingga validitas data sangat
tergantung pada kemampuan observer (Basrowi & Suwandi, 2008: 94).
Melaui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku
tersebut (Marshal dalam Sugiyono, 2009: 64).
Adapun beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif,
dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti dikemukakan oleh Guba dan Lincoln
(Basrowi dan Suwandi, 2008: 95), yaitu:
32
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang
terjadi pada keadaan sebenarnya.
c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan
yang langsung diperoleh dari data.
d. Adanya keraguan pada peneliti, ditakutkan pada data yang telah
diperoleh ada yang bias. Jalan terbaik untuk mengecek kepercayaan
data tersebut adalah dengan memanfaatkan pengamatan.
Bedasarkan hal tersebut, pada penelitian ini perlu dilakukan observasi.
Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data dan fakta tentang keadaan
sosial, keadaan lingkungan, budaya, dan aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat Kampung Naga. Untuk kepentingan dalam penelitian ini, maka
pada kegiatan observasi dilakukan perekaman dan pemotretan yang akan
dijadikan sebagai bahan analisis lebih lanjut. Sementara prinsip yang
digunakan dalam observasi, yaitu prinsip participant as observer di mana
peneliti ikut merasakan bagaimana melakukan pengukuran dan perhitungan
luas tanah, dan prinsip observer as participant di mana peneliti berinteraksi
dengan masyarakat Kampung Naga yang menjadi subjek penelitian serta
menjalin hubungan yang baik.
Dalam kegiatan observasi dilakukan empat tahapan, yaitu observasi
deskriptif, observasi partisipatif, observasi terfokus, dan observasi terseleksi.
Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial
tertentu sebagai objek penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan
penjelajahan umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua
yang dilihat, didengar dan dirasakan. Semua data direkam, oleh karena itu
hasil dari observasi ini dalam keadaan belum tertata.
Tahapan observasi yang kedua adalah observasi partisipatif. Pada tahap ini
33
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
melakukan pengukuran tanah di sawah dan melakukan perhitungan luas
dengan informan.
Tahapan observasi selanjutnya, yaitu observasi terfokus. Pada tahap ini
peneliti lebih memfokuskan diri terhadap objek penelitian yang sedang
dikajinya. Adapun tahan yang terakhir, yaitu observasi terseleksi. Pada tahap
ini peneliti menguraikan fokus yang telah ditemukan sehingga datanya lebih
rinci. Peneliti menemukan aspek-aspek, perbedaan dan kesamaan antar
kategori, serta menemukan hubungan antar suatu kategori.
Alat bantu yang digunakan peneliti dalam observasi ini adalah buku
catatan untuk menuliskan apa yang diamati secara langsung. Selain itu,
digunakan juga camera digital untuk merekam kegiatan yang dilakukan,
sehingga peneliti juga dapat mengamati kembali baik melaui gambar maupun
video.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan sutu cara pengumpulan data yang
menhasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, relevan, dan bukan
berdasarkan perkiraan (Basrowi & Suwandi, 2008: 158). Peneliti
memanfaatkan sumber-sumber berupa catatan dan dokumentasi (non human
resources, meliputi buku yang relevan, catatan lapangan, foto, data yang
relevan dengan penelitian) untuk pengembangan analisis kajian.
Selain itu, untuk memperoleh gambaran tentang penelitian-penelitian lain
yang berhubungan dengan penelitian dalam skripsi ini, menghubungkan
penelitian skripsi dengan cakupan pembicaraan yang lebih luas dan
berkesinambungan tentang topik yang sama, dan memberi kerangka untuk
melakukan analisis terhadap topik penelitian. Dilakukan dengan cara
mempelajari sejumlah literatur jurnal, skripsi, tesis, ataupun disertasi, baik
yang berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri yang menunjang penelitian
34
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ethnomathematics, Kampung Naga, dan sistem perhitungan luas tanah.
Dengan mempelajari berbagai literatur, gambaran yang diperoleh peneliti
kemudian digunakan untuk melakukan penggalian lebih mendalam.
G. Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak
sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan. Dalam
hal ini Bogdan & Biklen (dalam Moleong, 2010: 248) menyatakan bahwa:
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009: 91), mengemukakan bahwa aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
analisis data, yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data),
dan conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan /verifikasi data).
1. Reduksi data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan
finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Mereduksi data berarti merangkum
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya.
Reduksi data bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data
yang telah terkumpul dari hasil wawancara, observasi, studi dokumentasi
dengan cara merangkum dan mengklarifikasikan sesuai masalah yang diteliti.
35
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam bentuk deskripsi, dan memilah informasi yang telah didapat dengan
cara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sehingga data yang diperoleh
dan digunakan nantinya, relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji.
Selain itu mengorganisasi data mengenai sistem perhitungan luas tanah
berdasarkan masyarakat Kampung Naga yang diperoleh dengan studi
dokumentasi. Semua catatan tentang perhitungan luas tanah masyarakat
Kampung Naga akan dipilah-pilah sesuai tujuan, agar memudahkan ketika
melakukan penyajian data.
2. Penyajian data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan penarikan kesimpulan dan pendeskripsian data hasil penelitian.
Dalam tahap ini dilakukan penyusunan dari data yang diperoleh yang relevan
dengan permasalahan yang dikaji peneliti. Kegiatan ini memunculkan dan
menunjukkan kumpulan data atau informasi yang terorganisasi dan terkategori
yang memungkinkan suatu penarikan kesimpulan.
Tahap penyajian data dalam penelitian ini meliputi: menyajikan data hasil
wawancara dalam bentuk deskriptif; membandingkan sistem perhitungan luas
tanah yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga dengan sistem
perhitungan luas tanah berdasarkan konsep matematika. Dari hasil penyajian
data tersebut, kemudian disimpulkan yang berupa data temuan sehingga
mampu menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
3. Menarik kesimpulan atau verifikasi
Verifikasi adalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh
sehingga mampu menjawab pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian.
Kesimpulan atau verifikasi dilakukan peneliti dengan maksud untuk mencari
36
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mencari hal-hal yang penting. Agar memperoleh kesimpulan yang tepat, maka
kesimpulan tersebut diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Kesimpulan ini merupakan hasil kegiatan mengaitkan
pertanyaan-pertanyaan penelitian dengan data yang diperoleh di lapangan, studi
dokumentasi, dan bimbingan dengan dosen pembimbing.
H. Keabsahan Data
Sebagaimana diungkapkan oleh Moleong (2010: 324) bahwa untuk
menetapkan keabsahan data dalam penelitian kualitatif diperlukan teknik
pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria
yang digunakan, yaitu uji credibility (kredibilitas/derajat kepercayaan), uji
transferability (keteralihan), uji dependability (kebergantungan), dan uji
confirmability (kepastian).
Terdapat empat komponen yang peneliti libatkan dalam uji kredibilitas, yaitu:
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, dan diskusi
dengan teman. Untuk komponen yang pertama, yaitu perpanjangan pengamatan.
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui
maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti semakin akrab,
terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan
lagi. Serta peneliti, bermaksud membentuk rapport, yaitu is a relationship of
mutual trust and emotional affinity between two or more people (Stainback dalam
Sugiyono, 2009:123).
Komponen uji kredibilitas yang kedua, yaitu meningkatan ketekunan yang
berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.
Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti melakukan pengecekan kembali apakah
data yang telah ditemukan iti salah atau tidak, sehingga peneliti dapat memberikan
deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati (Sugiyono,
37
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selanjutnya, untuk komponen ketiga yaitu triangulasi. Menurut Moloeng
(2010: 330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
pengecekan data dengan tiga jenis triangulasi. Hampir seluruhnya, peneliti
lakukan pengecekan dengan triangulasi sumber, yaitu mengecek data dari
berbagai sumber yang terkait. Lalu triangulasi waktu, yaitu mengecek data di
waktu pagi, siang, sore dan malam). Dan terakhir triangulasi teknik, yaitu
observasi, dokumentasi, dan wawancara. Komponen yang terakhir, yaitu diskusi
dengan teman. Peneliti melakukan diskusi dengan teman, yaitu sesama peneliti
yang meneliti dengan tema sama berupa kajian ethnomathematics.
Untuk keabsahan data yang kedua, yaitu uji transferability, peneliti berusaha
untuk membuat laporan penelitian ini secara rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya, agar pembaca menjadi jelas dan pembaca dapat menentukan apakah
hasil penelitian ini dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain ataukah
tidak.
Lalu, untuk uji keabsahan data yang ketiga dan keempat, yaitu uji
dependability dan uji confirmability. Untuk pengujian dependability dan
confirmability peneliti melakukannya hampir bersamaan, dikarenakan dalam
penelitian kualitatif kedua uji ini memiliki kemiripan. Peneliti melaporkan
semacam “jejak aktivitas lapangan” kepada pembimbing dalam penelitian ini dan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Untuk menjawab pertanyaaan pada rumusan masalah, yaitu “Bagaimana
sistem perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga?” kesimpulan
penelitian ini dibagi berdasarkan pengungkapan cara mengukur dan konsep
perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga, serta hasil perbandingan luas
tanah berdasarkan perhitungan masyarakat Kampung Naga dengan konsep
matematika.
Secara sederhana cara mengukur tanah masyarakat Kampung Naga adalah
dengan berdasarkan tipe tanah, mempertimbangkan sedemikian sehingga tanah
yang diukur dapat dihitung luasnya. Alat ukur yang digunakan adalah meteran,
dengan satuan ukuran luas yang digunakan adalah meter persegi, bata, dan hektar.
Adapun tahapan yang dilakukan dalam mengukur luas tanah adalah sebagai
berikut: mengobservasi tanah yang akan diukur; apabila tanah yang diukur sudah
membentuk segiempat atau segitiga, maka tinggal dilakukan pengukuran; apabila
tanah yang diukur belum berbentuk segiempat dan segitiga, maka dibuat terlebih
dahulu gambar sketsa tanah tersebut; setelah dibuat sketsa, pada sketsa gambar
tanah dibuat menjadi beberapa area bagian atau dipartisi, sedemikian sehingga
area-areanya berbentuk segiempat atau segitiga; lalu, tanah diukur berdasarkan
pembagian area yang dilakukan pada langkah sebelumnya; ukuran panjang yang
diperoleh dicantumkan pada sketsa gambar; apabila semua bagian sisi sudah
diukur, maka dihitung berapa luas tanah tersebut; luas tanah adalah penjumlahan
dari setiap luas area bagian. Setelah diketahui luasnya, maka dikonversi ke dalam
bata.
Pada sistem perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga terdapat dua
94
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berbentuk segiempat dan kedua konsep perhitungan luas tanah yang berbentuk
segitiga. Sedangkan, untuk perhitungan luas tanah yang tidak berbentuk segitiga
dan segiempat, yaitu dengan mempartisi atau membagi area tanah menjadi
beberapa area bagian sedemikian sehingga berbentuk segitiga atau segiempat,
dengan luasnya adalah hasil penjumlahan dari luas-luas area tanah yang dipartisi.
Secara umum rumus untuk perhitungan luas tanah berbentuk segiempat, yaitu
jumlah sepasang sisi yang berhadapan dan dibagi dua, dikalikan dengan setengah
jumlah sepasang sisi berhadapan yang lainnya .
Sedangkan, untuk perhitungan luas tanah berbentuk segitiga, yaitu segitiga dengan
ukuran panjang ketiga sisinya, misal a, b, c, dengan a < b < c, maka cara
perhitungannya . Untuk tanah yang berbentuk segitiga, pokok cara
perhitungannya yaitu panjang sisi terpanjang ditambah dengan sisi yang
terpanjang kedua dan dibagi dua, lalu dikalikan dengan setengah panjang sisi
terpendek.
Adapun hasil perbandingan yang diperoleh dengan cara membandingkan hasil
perhitungan luas tanah yang dihitung berdasarkan konsep masyarakat Kampung
Naga dengan berdasarkan konsep matematika, yaitu terdapat perbedaan pada hasil
perhitungan luas tanahnya, di mana hasil perhitungan luas tanah masyarakat
Kampung Naga lebih besar. Perbedaan tersebut dikarenakan, penggunaan konsep
rumus luas daerah segitiga dan segiempat yang digunakan oleh masyarakat
Kampung Naga berbeda dengan konsep luas daerah segitiga dan segiempat yang
berdasarkan konsep matematika pada umumnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, saran yang dapat diajukan
diantaranya adalah sebagai berikut.
Pertama adalah saran bagi masyarakat Kampung Naga. Sebagaimana telah
dipaparkan di pembahasan, bahwa konsep perhitungan luas yang digunakan oleh
95
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bangsa Mesir pada zaman dahulu, Masyarakat Kampung Naga sebaiknya
memperbaharui konsep atau rumus yang digunakan dalam perhitungan luas tanah.
Hal tersebut perlu dilakukan, dengan alasan pertama, yaitu rumus luas daerah
mengenai daerah segiempat dan segitiga telah berkembang. Alasan kedua,
masyarakat Kampung Naga masih menggunakan rumus yang sama untuk semua
jenis segiempat. Alasan Ketiga, masyarakat Kampung Naga masih menggunakan
rumus yang sama untuk semua jenis segitiga. Alasan keempat, konsep
perhitungan luas tanah masyarakat Kampung Naga belum tepat atau tingkat
keakuratannya rendah. Jika terus dibiarkan, maka masyarakat Kampung Naga
mengalami kerugian dalam hal jual beli tanah dan pembayaran pajak.
Kedua adalah saran bagi pemerintah dinas agraria atau aparat desa setempat.
Sebaiknya, apabila ada kegiatan pengukuran dan perhitungan luas tanah, baik
untuk keperluan transaksi jual beli tanah ataupun pembagian tanah warisan. Maka
aparat desa perlu mendampingi proses pelaksanaan kegiatan tersebut dan turut
berpartisipasi aktif. Peran aparat desa di sini yaitu meluruskan apabila ada konsep
atau rumus yang keliru, pada saat melakukan perhitungan luas tanah.
Ketiga, bagi para matematikawan atau bukan. Penelitian ini bermaksud
memberikan pandangan baru bahwa matematika ada pada budaya dan budaya ada
pada matematika. Secara tidak sadar pada dasarnya matematika itu ada pada dan
dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat. Matematika muncul dari kebutuhan
riil dan untuk kepentingan manusia. Dengan demikian, diharapkan kepada para
pendidik atau orang yang terkait dengan pengembangan kurikulum
mempertimbangkan, bahwa pendidikan matematika seharusnya membantu siswa
mengambil tindakan terhadap isu-isu sosial. Sehingga kekeliruan yang ada
sekarang tidak berlanjut pada generasi selanjutnya.
Keempat, bagi para peneliti yang tertarik dengan kajian ini dan mempunyai
keinginan untuk melanjutkannya. Peneliti merekomendasikan untuk
menindaklanjuti dalam menganalisis kekeliruan luas tanah yang terjadi. Mengapa
96
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dilakukan analisis perbandingan dengan konsep matematika yang tingkat
ketelitian dan keakuratanya lebih tinggi daripada yang telah peneliti lakukan pada
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Alangui, W. F. (2010). Stone Walls and Water Flows: Inerrogating Cultural Practice and Mathematics. Doctoral Dissertation, University of Auckland, Auckland, New Zealand: Tidak diterbitkan.
Al Jupri. (2005). Rumus Luas Daerah Segi Empat Sembarang. [Online]. Tersedia di: http://www.weka-online.4t.com/files/luas2.pdf. Diakses 21 November 2013.
Ary, D. dkk. (2010). Introduction to Research in Education. Edisi kedelapan. USA: Wadsworth, Cengange Learning.
Barton, W.D. (1996). Ethnomathematics: Exploring Cultural Diversity in Mathematics. Auckland: University of Auckland.
Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Burton, D.M. (2011). The History of Mathematics An Introduction Seventh Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
Bishop, A. J. (1997). Educating the mathematical enculturators (Paper presented at ICMIChina Regional Conference, Shanghai, China, August 1994). Papua New Guinea Journal of Teacher Education, 4(2), 17-20.
Gerdes, P. (1996). “Ethnomathematics and Mathematics Education”, dalam
International Handbook of Mathematics Education. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Hartoyo, Agung. (2012). Eksplorasi Etnomatematika pada Budaya Masyarakat Dayak Perbatasan Indonesia Malaysia Kabupaten Sanggau Kalbar. Dalam jurnal penelitian pendidikan Vol 13 No. 1.
Knijnik, G. (1997). An Ethnomathematical Approach in Mathematical Education: A Matter of Political Power. Dalam Ethnomathematics Challenging Eurocentrism in Mathematics Education. Albany: State University of New York Press.
Merzbach dan Boyer. (2011). A History of Mathematics Third Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
97
Fenti Verawati, 2014
Study ethnomathematics: mengungkap sistem perhitungan tanah di masyarakat Kampung Naga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mustika, R.G. (2013). Study Ethnomathematics pada Permainan keneker Masyarakat Adat Baduy. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
National Institute Of Standards And Technology (2005). A Brief History of Measurement Systems. U.S.: NIST.
Nursyahidah, S. (2013). Hukum Waris Adat Baduy: Mengungkap Kearifan Budaya Lokal dan Matematika. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sirate, S.F. (2011). Studi Kualitatif Tentang Aktivitas Etnomatematika dalam Kehidupan Masyarakat Tolaki. Dalam lentera pendidikan, Vol.14 No.2.
Suganda, Her. (2006). Kampung Naga Mempertahankan Tradisi. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sumardyono. (2004). Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.
Suherman, Erman dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Suryani NS, Elis. (2011). Ragam Pesona Budaya Sunda. Bogor: Ghalia Indonesia.