• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengabaian Putusan MK Nomor 34PUUXI2013 dengan Keluarnya SEMA Nomor 7 Tahun 2014 T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengabaian Putusan MK Nomor 34PUUXI2013 dengan Keluarnya SEMA Nomor 7 Tahun 2014 T1 BAB I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pada tanggal 6 Maret 2014 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 yang amar putusannya menyatakan bahwa Pasal 268 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana inkonstitusional karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.1 Atas keluarnya putusan MK tersebut, amar putusan harus dilaksanakan karena telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.2

Keluarnya putusan ini karena adanya permohonan Peninjauan Kembali atas kasus pembunuhan yang melibatkan Pemohon (Antasari Azhar) dengan korban Alm.Nasrudin Zulkarnaen. Pemohon mendapatkan status terpidana oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan atas putusan tersebut pemohon melayangkan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali dan diputus oleh MA (Nomor 117PK/Pid/2011) yang memutuskan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh pemohon. Dengan keluarnya putusan MA tersebut , Pemohon tidak bisa mengajukan

1 Putusan MK Nomor 34 /PUU-XI/2013 , hal.89

2 Pada penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU No.8 Tahun 2011 atas Perubahan UU No.24 tahun 2003

Te ta g Mahka ah Ko stitusi bahwa Putusa Mahka ah Ko stitusi bersifat fi al, yak i

(2)

2

permohonan peninjauan Kembali untuk kedua kalinya walaupun terdapat novum (bukti baru) dikemudian hari yang dapat mengubah hasil putusan sidang karena adanya pasal 268 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.3

Alasan yang menguatkan dalam permohonan pengujian Pasal 268 ayat 3 UU nomor 1981 Tentang KUHAP adalah pendapat yang dikemukakan Yusril Ihza Mahendra. Yusril beragumen bahwa “norma yang dirumuskan oleh Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang hanya membolehkan PK hanya satu kali dalam konteks per kara pidana

bertentangan dengan asas keadilan yang dijunjung tinggi”. Hal ini juga

bertentangan dengan konstitusi jika dikaitkan dengan norma Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “kekuasaan kehakiman merupa kan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggara kan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Dalam

melaksanakan tugasnya hakim dituntut harus dapat mewujudkan keadilan tidak hanya terpacu pada peraturan perundang-undangan saja melainkan dapat menciptakan hukum ketika suatu peraturan telah lampau dan ketinggalan zaman. Hakim tidak dapat menegakkan keadilan dengan sempurna ketika warga negara yang telah dijatuhi hukuman mati dan seiring berjalannya waktu terdapat bukti baru atau novum yang dapat menghapus atau meringankan hukumannya, maka

3Pasal 6 ayat UU No or Tahu te ta g Kuhap e yataka bahwa Per i taa

(3)

3

warga negara tersebut tidak dapat mempertahankan haknya untuk mendapatkan keadilan karena PK hanya dapat dilakukan satu kali saja.

Setelah terdapat berbagai pertimbangan akhirnya MK memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon dengan menyatakan bahwa pasal 268 ayat (3) UU No 8 Tahun 1981 Inkonstitusional karena bertentangan dengan UU 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Atas perkembangan yang timbul akibat dari putusan MK, MA memberikan respon dengan menerbitkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014.

(4)

4

yang tidak sesuai dengan syarat pada isi SEMA diatas maka ketua pengadilan negeri dapat menolak permohonan PK tersebut.

Jika melihat pada pasal 79 UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009, disebutkan bahwa “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal ya ng belum cukup diatur dalam Undang-undang ini”.4 Menurut penulis norma ini adalah dasar dimana MA dapat mengeluarkan SEMA. Akan tetapi SEMA merupakan keputusan yang bersifat intern dan tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan. Dalam bahasa teoritisnya, SEMA adalah tindakan overriding terhadap putusan MK. Tetapi overriding disini hanya berlaku internal ,karena SEMA hanya berlaku untuk lingkungan dibawah yurisdiksi Mahkamah Agung, jadi SEMA bukan peraturan perundang -undangan yang bersifat umum. Atas terbitnya SEMA tersebut berimplikasi tidak dapat dijalankannya putusan MK menyangkut hak terpidana untuk mengajukan kembali PK. Menurut penulis substansi SEMA tidak konsisten dengan semangat putusan MK, oleh karena itu yang ingin penulis permasalahkan ialah materi muatan SEMA bertentangan dengan Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013.

(5)

5

Putusan MK memiliki efek keberlakuan yang disebut Erga Omnes.5 Implikasi dari Erga Omnes ialah mengikat bagi semua orang, tidak hanya meliputi pihak-pihak berperkara yaitu pemohon, pemerintah, DPR/DPRD ataupun pihak terkait akan tetapi semua lembaga negara dan badan hukum dalam wilayah Republik Indonesia. Artinya MA juga terikat dalam tindakannya menerbitkan SEMA.

Terkait dengan terbitnya SEMA, MA tidak menghormati MK selaku lembaga negara yang dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan dengan semestinya.6

Dr.Rimdan menyatakan bahwa : “kewenangan yang melekat pa da hakim maupun lembaga kehakiman yang bersumber langsung dari konstitusi,untuk mengadili dan memberikan putusan perkar a bebas dari pengaruh piha k manapun".7 Menurut penulis kewenangan hakim MK

dalam mengeluarkan putusan yang hakikatnya mengikat ke semua pihak secara tidak langsung dirampas oleh MA dengan menerbitkan SEMA ini.

Jika disimpulkan bahwa SEMA ini bertentangan dengan prinsip Erga Omnes. Meskipun putusan MK bukan peraturan perundang-undangan , akan tetapi sifatnya berlaku umum, berlaku untuk semua pihak. Atas dasar prinsip Erga Omnes, seharusnya Putusan MK dapat berlaku tanpa penentangan dari MA yang menghambat laju diberlakukannya putusan MK tersebut. Dengan demikian atas terbitnya SEMA ini maka para

5 Asshiddiqie Jimly, Hukum Acara MKRI , KonstitusiPress, Jakarta, 2005. Hal 209. 6 Asshiddiqie Jimly, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi

Press,jakarta,2006. Hal.94

(6)

6

pencari keadilan yang sudah mengajukan peninjauan kembali terhalang hak nya untuk kembali mengajukan PK. Dengan demikian skripsi ini akan membahas keabsahan produk hukum SEMA yang substansi atau materi muatannya bertentangan dengan putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi inti dari permasalahan ini adalah :

Apakah status SEMA No 7 Tahun 2014 yang substansinya tidak sejalan dengan putusan putusan MK No 34/PUU-XI/2013 sah (legally Binding) ?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keabsahan SEMA yang substansinya bertentangan dengan putusan MK. Putusan MK merupakan standar keabsahan dari tindak pemerintahan, baik dalam bentuk melakukan pengaturan (legislasi dan regulasi), maupun dalam bentuk kebijakan-kebijakan. SEMA a quo menurut penulis tidak sah, tidak memiliki kualitas legally binding, karena bertentangan dengan putusan MK (baca: Inkonstitusional). Penggunaan kosa kata “sah” atau

“konstitusional” dalam penulisan skripsi ini adalah sama. Hal itu karena

standar keabsahan yang digunakan adalah konstitusi, sehingga “sah”

sama dengan “konstitusional”, “tidak sah” sama dengan

“inkonstitusional”. Dengan demikian, jika ditemukan penggunaan kata

(7)

7

inkonstitusional sama artinya dengan tidak sah dan konstitusional sama artinya dengan sah. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini dirinci lebih lanjut sebagai berikut :

1. Menjelaskan efek keberlakuan Putusan MK terhadap badan- badan pemerintahan yang lain , termasuk kepada Mahkamah Agung.

2. Menjelaskan status SEMA Nomor 7 Tahun 2014 yang substansinya tidak sejalan dengan putusan MK No 34/PUU-XI/2013.

D.

Manfaat Penelitian

Melalui skripsi ini, penulis akan menjelaskan efek keberlakuan Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013 yang sejatinya mengikat kepada semua orang sebagai hal penerapan prinsip erga omnes dalam hubungan lembaga Negara Republik Indonesia.

E.

M

etode Penelitian

Penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum (legal research). Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa:

“Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori

atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi”.8 Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute appr oach), pendekatan kasus (case approa ch), pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan karena bahan hukum yang digunakan

(8)

8

adalah UUD NRI 1945, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kuhap, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 5 tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009. Pendekatan kasus karena penulis akan merujuk pada putusan-putusan MK terkait Permohonan Peninjauan Kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali. Pendekatan konseptual dalam penelitian ini karena merujuk pada pandangan sarjana dan doktrin hukum. Ketiga pendekatan ini penulis gunakan untuk memberikan kekuatan kedudukan Putusan MK menjadi peraturan yang megikat seluruh warga negara maupun lembaga negara karena terdapat prinsip Erga Omnes.

F.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi menjadi 4 bab yaitu : I. Bab I PENDAHULUAN

Penulis hendak menguraikan mengenai latar belakang masalah yakni alasan pemilihan judul, gambaran permasalahan penelitian yang berkaitan dengan efek keberlakuan putusan MK, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian.

II. Bab II EFEK KEBERLAKUAN PUTUSAN MK

(9)

9

III. Bab III IMPLIKASI SEMA NOMOR 7 TAHUN 2014 TERHADAP PUTUSAN MK NOMOR 34/PUU-XI/2013 Dalam bab ini, penulis akan menilai substansi atas terbitnya SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tidak sejalan dengan putusan MK yang berarti isi SEMA bertentangan dengan putusan MK dan efek keberlakuan putusan MK tidak dapat direalisasikan. IV. Bab IV PENUTUP

(10)

Referensi

Dokumen terkait

 &endapatkan keputusan dari Kepala Puskesmas <anti serta :inas Kesehatan untuk dapat melaksanakan mengadakan pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan #$!

Terakhir yakni lewat pengesahan Undang-undang Cipta Kerja yang diharapkan dapat berkontribusi untuk memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia agar lebih

Perairan karang di wilayah Kabupaten Sumbawa (sisi barat Teluk Saleh) pada umumnya berbentuk rata-rata terumbu yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas beberapa desa terdekat,

Abstrak : Penelitian ini berguna untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dan budaya kerja dalam membentuk komitmen kerja organisasi. Penelitian dilakukan pada

Berdasarkan persentase ketuntasan hasil belajar sistem pendingin menunjukkan bahwa, pembelajaran sistem pendingin menggunakan animasi dan display dapat meningkatkan

L.1.6 Hasil skrining virtual model farmakofor modifikasi (b) dengan menggunakan teknik “align selected element ( by features )” terhadap database senyawa antagonis

Characteristics of starch avocado seed aims to determine the percentage of components contained in starch produced, Characterization include starch content (amylum), water

Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu daerah penghasil jeruk nipis di Sumatera Barat dengan petani yang dahulunya menanam jeruk nipis sebagai usaha tanaman pekarangan