• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Interpersonal Single Parent terhadap Prestasi Belajar Anak dengan Motivasi Belajar sebagai Variabel Intervening dan Lingkungan Sosial sebagai Variabel Moderating:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Interpersonal Single Parent terhadap Prestasi Belajar Anak dengan Motivasi Belajar sebagai Variabel Intervening dan Lingkungan Sosial sebagai Variabel Moderating:"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.

Komunikasi

Interpersonal

1.1. Hakikat Komunikasi

Suprapto (1994:6) menjelaskan bahwa pengertian secara etimologis komunikasi berarti: 1) istilah yang berasal dari bahasa latin communicatio, yang bersumber dari kata communis artinya sama yaitu sama makna. Sedangkan communication berarti memberi tahu atau bertukar pikiran tentang pengetahuan, informasi atau pengalaman seseorang (throught communication people share knowledge, informaion or experience. 2) komunikasi merupakan proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, artinya bahwa komunikasi melibakan sejumlah orang. 3) komunikasi memiliki tujuan untuk memberi tahu, menyampaikan pikiran dan perasaan, mengubah pendapat maupun sikap.

Sedangkan menurut Wibowo (2002) komunikasi merupakan aktifitas menyampaikan apa yang ada dipikiran, konsep dan keinginan untuk di sampaikan pada orang lain atau sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk memperoleh apa yang kita inginkan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang melibatkan sejumlah orang

dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain agar memperoleh apa yang di inginkan

Berpijak dari kesimpulan tentang hakikat komunikasi, dapat diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa karakteristik berikut:

a. Komunikasi merupakan suatu proses artinya serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun aktu tertentu.

(2)

7

c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi(dua orang atau lebih) sama-sama iku terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang disampaikan,

d. Komunikasi bersifat simbolis. Artinya, tindakan yang dilakukan dengan

menggunakan lambang lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal dalam bentuk kata kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.

e. Komunikasi bersifat transaksional. yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional. f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama.

Menurut Efendi (1990:50) mengkategorikan komunikasi dalam tiga kategori yaitu: 1) komunikasi antar pribadi, 2) komunikasi kelompok, 3) komunikasi massa. Dari ketiga kategori komunikasi tersebut komunikasi antar pribadi atau interpersonal akan didibahas dalam penelitian ini.

1.2. Komunikasi Interpersonal

Burgon & Huffner (2002) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media. Menurut De Vito (1989) dikutip oleh Effendy (2003:9) menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal merupakan penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan

pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

(3)

8

interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri,

dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang dilakukan secara bertatap muka atau langsung untuk menyampaikan pesan agar mendapatkan umpan balik.

Cangara (2006:33) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan komunikasi

interpersonal ialah untuk meningkatkan hubungan insani (human relation),

menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antar pribadi juga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang melakukan komunikasi.

Liliweri (1991:13) menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri:

1) Keterbukaan (Openess)

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa ada rasa malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

2) Empati (Emphaty)

Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami mereka tanpa berpura-pura dan keduanya menanggapi apa-apa saja yang di komunikasikan dengan penuh perhatian. Empati merupakan kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Apabila komunikator atau komuniakan mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain, kemungkinan besar akan terjadi

komunikasi yang efektif. 3) Dukungan (Supportiveness)

(4)

9 4) Rasa Positif (Possitivenes)

Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat tanggapan positif dari kedua belah pihak, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat menganggu jalinan komunikasi.

5) Kesamaan (Equality)

Komunikasi akan lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi semakin kuat apabila memiliki kesamaan tertentu antara komunikator dan komunikan dalam hal pandangan, sikap, kesamaan ideologi dan lain sebagainya.

Devito (1997:259) menyebutkan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openess), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiviness) dan kesetaraan (equality)

1. Keterbukaan (Openess)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti baha orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.

(5)

10 2. Empati (emphaty)

Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai

“kemampuan seseorang untuk “mengetahui‟ apa yang sedang dialami

orang lain pada suatu saat tertentu dari sudut pandang orang lain itu,

melalui kacamata orang lain itu”. Bersimpati, dipihak lain adalah

merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.

Orang yang empatik mampu memahami motivasian pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk mada mendatang. Individu dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, dapat mengkomunikasin empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi ajah dan gerak gerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik serta sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

3. Sikap Mendukung (Supportivenes)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang erbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasa yang tidak mendukung. Seseorang memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif, bukan

evaluatif, spontan bukan strategik dan profesional bukan yang sangat yakin.

4. Sikap Positif (positiveness)

(6)

11

komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri, kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan ( equality )

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan aatau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar benar seara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaran berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers,

kesetaraan meminta seseorang untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.

Single Parent

2.1. Definisi Single Parent

(7)

12

yang telah menduda atau menjanda entah bapak atau ibu, mengasumsikan tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangannya, perceraian atau kelahiran anak diluarnikah (Hurlock, 1999).

Hammer&Turner (1990:190) menyatakan bahwa: “A single parent family consist of one parent with dependent children living in the same household”

(Hamner&Turner, 1990). Sementara itu, Sager, dkk (dalam Duvall&Miller,

1985) menyatakan bahwa orang single parent adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangannya. Sejalan dengan pendapat Sager, dkk, Perlmutter dan Hall (1985:362) menyatakan bahwa single parent adalah: “Parents without partner who continue to raise their children” (Perlmutter & Hall, 1985).

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga dengan single parent adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang dimana mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya dalam satu rumah.

Orangtua yang disebut dengan single parent adalah orang tua tunggal (ayah atau ibu saja). Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran orangtua yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurnah. Hal ini bisa disebabkan banyak faktor, dalam penelitian Laksono di antaranya:

a. Jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis itu akan meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal.

b. Jika pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang

harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

c. Yang lebih umum yakni akibat perceraian. d. Orangtua angkat

2.2. Problematika Single Parent

(8)

13

pria yakni merasa kesepian, perasaan terjebak dengan tanggung jawab mengasuh anak dan mencari sumber pendapatan, kekurangan waktu untuk mengurus diri dan kehidupan seksualnya, kelelahan menanggung tanggung jawab untuk mendukung dan membesarkan anak sendirian, mengatasi hilangnya hubungan dengan partner special, memiliki jam kerja yang lebih panjang, lebih banyak masalah ekonomi yang muncul, menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih rentan

terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan perannya sebagai orang tua, dan memiliki fisik yang rentan terhadap penyakit (Kimmel, 1980).

Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga dengan orang tua tunggal wanita adalah kesulitan mendapatkan pendapatan yang cukup, kesulitan mendapat pekerjaan yang layak, kesulitan membayar biaya untuk anak, kesulitan menutupi kebutuhan lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua tunggal pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal memberikan perlindungan dan perhatian pada anak (Kimmel, 1980)

Pada kasus keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi karena perceraian, Duvall&Miller (1985) menyatakan bahwa baik bagi wanita maupun pria proses setelah terjadinya perceraian seperti orang yang baru mulai belajar berjalan dengan satu kaki, setelah kaki yang lainnya dipotong. Perceraian adalah proses amputasi pernikahan. Tidak peduli seberapa pentingnya perceraian tersebut, perceraian tetap saja menyakitkan (Duvall dkk, 1985).

.Dalam penelitian ini single parent yang dimaksudkan ialah orang tua yang mengasuh/mendidik anaknya sendirian akibat dampak dari kematian salah satu pasangan atau broken home.

3.

Prestasi Belajar

(9)

14

tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan

menurut Mas‟ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang

menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.

Menurut Slameto (1995:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986:62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.

Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah

(10)

15

4.

Motivasi Belajar

4.1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakan dan mengarahkan siswa dalam belajar (Astuti, 2010:67). Motivasi belajar sangat erat

sekali hubungannya dengan prilaku siswa disekolah. Motivasi belajar dapat membangkitkan dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang baru. Bila pendidik membangkitkan motivasi belajar anak didik, maka meraka akan memperkuat respon yang telah dipelajari (TIM Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007:141). Motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan.

4.2. Karakteristik Motivasi Belajar

Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan belajar. Ada tidaknya motivasi seseorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Sardiman (2003:83) motivasi memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai).

c. Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa. (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi,

keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral dan sebagainya).

d. Lebih senang bekerja mandiri

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

(11)

16

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal

Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang siswa berarti siswa tersebut memiliki motivasi belajar yang cukup kuat yang dibutuhkan dalam aktifitas belajarnya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

a. Keinginan mendalami materi

b. Ketekunan dalam mengerjakan tugas c. Keinginan berprestasi

d. Keinginan untuk maju

4.3. Motivasi Ekstrinsik Belajar

Hapsari (2005:74) membagi motivasi membagi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik dengan mendefinisikan kedua jenis motivasi itu sebagai berikut yaitu Motivasi instrinsik adalah bentuk dorongan belajar yang datang dari dalam diri seseorang dan tidak perlu rangsangan dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan belajar yang datangnya dari luar diri seseorang.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi terdiri dari dua macam yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berkenaan dengan kegiatan belajar motivasi instrinsik mempunyai sifat yang lebih penting karena daya penggerak yang mendorong seseorang dalam belajar dari pada motivasi ekstrinsik. Keinginan dan usaha belajar atas dasar inisiatif dirinya sendiri akan membuahkan hasil belajar yang maksimal, sedang motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang mendorong belajar itu timbul dari luar dirinya.

Menurut Supandi (2011:61), motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul manakala terdapat rangsangan dari luar individu. Menurut Thomas

(12)

17

Menurut John W Santrock (2007:476), motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu didorong karena ingin mendapatkan penghargaan eksternal atau menghindari hukuman eksternal. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk berprestasi yang diberikan oleh orang lain seperti semangat, pujian dan nasehat guru, orang tua, dan orang lain yang dicintai.

5.

Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu tindakan serta perubahan-perubahan perilaku setiap individu. Lingkungan sosial yang kita kenal antara lain lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan tetangga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dikenal oleh individu sejak lahir.

Ayah, ibu, dan anggota keluarga, merupakan lingkungan sosial yang secara langsung berhubungan dengan individu, sedangkan masyarakat adalah lingkungan sosial yang dikenal dan yang mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, yang salah satu diantaranya adalah teman sepermainan. Lingkungan Sosial menurut Stroz (1987:76) meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku seseorang, termasuk pertumbuhan dan perkembangan atau life processes, yang dapat pula dipandang sebagai penyiapan lingkungan (to provide environment) bagi generasi yang lain. Menurut Amsyari (1986:12) lingkungan sosial merupakan manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya seperti tetangga-tetangga, teman-teman, bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal.

(13)

18

Menurut Yudistira (1997:57) dapat dimasukkan ke dalam lingkungan sosial adalah semua manusia yang ada di sekitar seseorang atau di sekitar kelompok. Lingkungan sosial ini dapat berbentuk perorangan maupun dalam bentuk kelompok keluarga, teman sepermainan, tetangga, warga desa, warga kota, bangsa, dan seterusnya. Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam

persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar dimana terjadi pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan prestasi belajar.

Menurut Dalyono (2009:246) lingkungan sosial terdiri dari: a. Teman Bergaul

Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak, apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup mereka yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak bersekolah

b. Lingkungan Tetangga

Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, mengkonsumsi minuman keras, menganggur, tidak suka belajar, dan sebagainya, akan mempengaruhi anak-anak yang bersekolah minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar. Sebaliknya jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter, insyinyur, akan mendorong semangat belajar anak.

c. Aktivitas dalam Masyarakat

Berorganisasi atau berbagai kursus-kursus akan berdampak pada prestasi belajar anak.

Pengaruh lingkungan, terutama lingkungan sosial secara terbuka tidak hanya berupa hal-hal yang positif saja, melainkan juga meliputi efek yang negatif.

Efek negatif yang timbul akibat pengaruh lingkungan sosial salah satunya adalah kepribadian yang tidak selaras atau menyimpang dari lingkungan sosial dalam bentuk kenakalan remaja, kejahatan, rendahnya rasa tanggungjawab, dan lain sebagainya yang dapat dilakukan oleh masing-masing individu.

(14)

19 1. Lingkungan Keluarga

Di dalam keluarga yang pecah atau broken home, perhatian orangtua terhadap anak-anaknya sangat kurang dan antara ayah dan ibu tidak memiliki kesatuan perhatian atas putra-putrinya. Situasi yang broken home tidak menguntungkan bagi perkembangan anak (Abu Hadi, 2002:248). Anak yang berasal dari keluarga yang broken home akan mengalami hal-hal yang sulit

dan dapat terjerumus dalam kelompok anak-anak yang nakal. 2. Lingkungan Teman Sebaya

Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan anak. Terpengaruh atau tidaknya anak dalam kelompok teman sebaya tergantung pada persepsi anak terhadap kelompoknya, sebab persepsi anak terhadap kelompok teman sebaya menentukan keputusan yang diambil oleh anak, yang nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan prestasi belajar anak. Melalui hubungan interpersonal dengan teman sebaya, anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang kurang mendapatkan kasihsayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari orang tuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif memilih teman dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat atau perilaku kelompoknya. Teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para pemulung, teman sekolah, serta preman. Mengingat bahwa teman sebaya adalah lingkungan yang juga ikut berperan dalam pembentukan kepribadian anak, bisa jadi anak akan selalu mematuhi kelompok teman sebayanya, bahkan anak lebih suka mementingkan keperluan teman sebaya dibanding orangtuanya.

3. Lingkungan Tetangga atau Masyarakat Sekitar

Tetangga atau masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

(15)

20

6.

Pengaruh Komunikasi

Interpersonal

Single Parent

Terhadap

Prestasi Belajar Anak dengan Motivasi Belajar sebagai

Variabel Intervening dan Lingkungan Sosial sebagai Variabel

Moderating di Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan

Tingkir, Kota Salatiga

Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu mengenai hakikat komunikasi interpersonal yang merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bertatap muka atau langsung untuk menyampaikan pesan agar mendapatkan umpan balik. Cangara (2006:33) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan komunikasi interpersonal ialah untuk meningkatkan hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antar pribadi juga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang melakukan komunikasin pesan agar mendapatkan umpan balik.

Sedangkan single parent merupakan keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang dimana mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya dalam satu rumah.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal single parent merupakan komunikasi yang dilakukan orang tua

tunggal secara langsung terhadap anaknya dalam membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya dalam satu rumah.

Sedangkan pengaruh komunikasi interpersonal single parent terhadap prestasi belajar ialah hasil belajar yang merupakan dampak dari hubungan komunikasi interpersonal orang tua tunggal terhadap anaknya.

7.

Penelitian

Relevan

berkaitan

dengan

Komunikasi

Interpersonal Single Parent

Terhadap Prestasi Belajar

Beberapa penelitian terdahulu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Artikel dalam Psikologia Vol 1 No. 1 memuat hasil penelitian, Lili Garliah

(16)

21

Motivasi Berprestasi” hasilnya bahwa ada indikasi perbedaan signifikan dalam motivasi berprestasi siswa menggunakan pola asuh orang tua.

a. Wenny Puspita Sari (2009) Komunikasi Antar pribadi Single Parent dan Pembentukan Konsep Diri Remaja. Hasilnya interaksi dan komunikasi antara single parent dan remaja mempengaruhi konsep diri remaja.

b. Wahyuniati, Ninik (2012) Pengaruh Komunikasi Interpersonal Orangtua

Terhadap Motivasi Belajar Anak Di Kampung Gorongan Yogyakarta.

Hasilnya bahwa ada pengaruh positif antara komunikasi interpersonal, yang

dilakukan orangtua dan anak dengan motivasi minat belajar anak di kampung Gorongan Yogyakarta dengan koefisien relasi atau r besar 0,549 lebih besar dari nilai r tabel. Artinya semakin baik komunikasi interpersonal yang dilakukan orangtua dengan anak, maka semakin tinggi motivasi minat belajar anak.

Sedangkan dalam penelitian ini menggambarkan tentang pengaruh komunikasi interpersonal orang tua single parent terhadap prestasi belajar anak. Yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah: penggunaan motivasi belajar sebagai intervening variabel dan lingkungan sosial sebagai variabel moderating, penelitian juga dilaksanakan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.

8.

Kerangka Berpikir

Orang tua mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Peran tersebut merupakan wujud dari tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya dalam mendidik anak dan memberikan motivasi belajar. Keutuhan orang tua sangat berpengaruh

(17)

22

seperti yang diharapkannya. Melihat kesuksesan anak merupakan suatu keberhasilan bagi orang tua dalam mendidik anaknya.

Orang tua mempunyai tanggung jawab terhadap anak karena orang tuanyalah yang mempunyai hubungan darah dan merupakah sasaran pertama akan tercapainya anak sebagai mahluk Tuhan. Orang tua adalah pendidik kodrati, yang berarti tugas dan kewajibanya tidak sekedar merawat dan

memberikan perlindungan kepada anak-anaknya, tetapi yang terpenting mendidiknya agar kelak menjadi orang dewasa yang tidak tercela.

Namun bagi keluarga yang tidak utuh yaitu ketidak utuhan jurnlah kedua orang tua baik ayah ataupun ibu maka pembagian kasih sayang, perhatian dan motivasi berkurang. Apalagi orang tua tersebut disibukkan dengan pekerjaan dan urusan rumah tangga yang lain, sehingga dapat menyita waktu bersama anak-anaknya.

Keluarga yang tidak utuh yang selanjutnya disebut orang tua tunggal merupakan jumlah status yang tidak utuh dalam rumah tangga seperti disebabkan perceraian dan kematian. Perceraian dan kematian merupakan lepasnya hak sebagai suami istri baik secara lahiriah maupun batiniah terkecuali dan perkawinan itu telah rnembuahkan seorang anak, maka suami berkewajiban memberikan tanggungjawab nafkah dan perhatian kepada anak, begitu juga istri wajib mendidik anak-anak dengan baik. Selain itu Jika pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang sementara namun dalam kurun yang panjang juga disebut dengan orang tua tunggal

Berkaitan dengan pola asuh orang tua tunggal dan prestasi belajar, maka diperlukan suatu sarana yang mampu meningatkan prsetasi belajar.

Sarana itu berupa komunikasi yang baik antara orang tua tunggal dengan anaknya. Komunikasi yang dimaksud ialah komunikasi interpersonal dimana

(18)

23

belajar anak. Dari uraian di atas, rnaka penulis mengajukan skema penelitian sebagai berikut:

Prestasi Belajar (Y) Motivasi

Belajar (Z1)

Lingkungan Sosial

(Z2) Komunikasi

Interpersonal (X)

Gambar 3.1

Kerangka Pikir Penelitian

9.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan komunikasi interpersonal single parent terhadap motivasi dan prestasi belajar di Kelurahan

Kutowingangun Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga;

H1 : Terdapat komunikasi interpersonal single parent terhadap motivasi dan prestasi belajar di Kelurahan Kutowingangun Lor, Kecamatan Tingkir,

Kota Salatiga

10.

Batasan Konsep Penelitian

a. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal dalam batasan konsep penelitian ini mengacu pada elemen-elemen berikut ini:

a. Adanya pesan-pesan (sending of message)

(19)

24

c. Adanya penerima pesan-pesan (the receiving of message)

d. Adanya umpan balik langsung dan seketika itu juga (immediate feedback)

b. Single Parent

Batasan konsep single parent yang digunakan dalam penelitian ini adalah: keluarga tanpa ayah atau tanpa ibu. Kelurga yang terbentuk biasa terjadi

pada keluarga sah secara hukum baik hukum agama maupun hukum pemerintah.

c. Prestasi Belajar

Batasan konsep prestasi belajar yang digunakan adalah Kriteria Ketuntasan Miminal (KKM) yang didasarkan pada satuan pendidikan.

d. Motivasi Belajar

Batasan konsep motivasi belajar yang digunakan adalah motivasi ekstrinsik yaitu dorongan belajar yang didapatkan anak dari komunikasi interpersonal. e. Lingkungan Sosial

Batasan konsep yang digunakan dalam lingkungan sosial meliputi: teman bergaul, lingkungan tetangga dan aktivitas kegiatan kemasyarakatan yang memiliki dampak terhadap prestasi belajar anak.

f. Kelurahan Kutowinangun Lor

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi dapat dilihat hubungan yang signifikan antara kontribusi PDRB sektor primer dan sektor tersier dengan laju

mathematical model of ascorbic acid transport was developed to evaluate the hypothesis that Na -ascorbate cotransport across the plasma membrane regulates the steady state

Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang- undangan dan

Pemberian jaminan dengan Hak Tanggungan diberikan melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang didahului dan atau dengan pembuatan Surat Kuasa Membebankan

pelaksanaan tindakan, sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.. Kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran ini diamati dengan. menggunakan instrument

Dalam Permenag tersebut dijelaskan pada Pasal 1 bahwa hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah

In an analysis taking into account the joint distribution of nutritional status risk factors (intrauterine growth restriction, stunting, severe.. wasting, and deficiencies of vitamin

pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompok terdiri dari 4-6 anak yang bersifat heterogen, saling bekerja sama