• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MAKALAH

PENGANTAR HUKUM INDONESIA HUKUM INTERNASIONAL

(STUDI KASUS: ANTARA INDONESIA-MALAYSIA DALAM PEREBUTAN PULAU SIPADAN DAN LIGITAN)

Dosen: Dwi Desi Yayi Tarina, S.H., M.H.

Disusun oleh:

KELOMPOK 4

1. Sarah Thalia (1610611156)

2. Rarenzan Widita (1610611158)

3. Nada Siti Salsabila (1610611159)

4. Rhoyhan Fadella (1610611185)

5. Aimee Thaliasya (1610611186)

6. Muhammad Rizki Hidayat (1610611193) 7. Gede Bayu Surya Putra Pratama (1610611198)

8. Ashidiqi El Rahman (1610611199)

9. Heriyanto (1610611202)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS HUKUM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia yang berjudul “Makalah tentang Hukum Internasional (Studi Kasus: Antara Indonesia-Malaysia dalam Perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan” dapat selesai seperti waktu yang telah ditentukan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Seperti peribahasa “Tak ada gading yang tak retak.” Maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di masa yang akan datang dan dapat membangun kami.

Jakarta, November 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 5 1.3 Tujuan Masalah 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hukum Internasional Publik 6

2.1.1 Istilah dan Sifat Hukum Internasional 6 2.1.2 Sumber-sumber Hukum Internasional 7 2.1.3 Subjek Hukum Internasional 9

2.1.4 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 10 2.1.5 Persatuan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara 17 2.2 Hukum Perdata Internasional 18

2.2.1 Istilah, Sifat, dan Tujuan 18

2.2.2 Asas-Asas Hukum Perdata Internasional di Indonesia 19 2.2.3 Hukum Acara Perdata 21

BAB III STUDI KASUS ANTARA INDONESIA-MALAYSIA DALAM PEREBUTAN PULAU SIPADAN DAN LIGITAN

3.1 Posisi Kasus 23

3.2 Putusan Mahkamah Internasional 23 3.3 Pembahasan 24

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 28

4.2 Saran 29

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah hukum internasional kebanyakan hanya digunakan dalam arti “Hukum Internasional Publik”. Sementara itu, hukum internasional publik itu bertugas mengatur hubungan hukum yang terjadi antarnegara dan organisasi antarnegara dalam kaitannya ketentraman hidup bernegara. Akan tetapi, hubungan hukum yang terjadi antara seseorang dan orang lain yang berlainan warga negaranya dalam sebuah negara yang berkenaan dengan keperdataan, seolah-olah tidak menjadi tanggung jawab dari aturan hukum terjadinya peristiwa hukum keperdataan itu. Sebenarnya kalau dilihat dari, kewarganegaraan individual dengan membawa hukumnya dan memepertahankan dalam peristiwa hukum yang terjadi, tentu penyelesaiannya, memerlukan hukum internasional juga. Sampai sekarang peristiwa hukum seperti itu penyelesaiannya dilakukan menurut hukum perdata. Dalam hukum internasional negara dianggap sebagai subjek hukumutama. Negara tempat terjadinya peristiwa hukum itu dengan perubahan sifat hukum perdatanya menggunakan hukum internasioanal. Berarti, bahwa hubungan hukum anatarindividu dalam keperdataan (privat) yang menyangkut perbedaan hukum dan kewarganegaraan diatur oleh hukum internasional privat (hukum perdata internasional). Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam percaturan internasional dewasa ini terdapat hukum yang mengatur kepentingan negara dan warga negaranya:

1. Hukum internasioanl publik yang lazimnya disebut hukum internasional (HI)

(5)

internasional pada zaman sekarang sudah banyak yang melintasi batas-batas wilayah teritorial suatu negara. Dan hal ini sudah tentu memerlukan suatu aturan atau tata tertib hukum yang jelas dan tegas. Yang bertujuan untuk menciptakan suatu kerukunan dalam menjalin kerjasama antar negara yang saling menguntungkan. Dan sumber hukum internasional seperti perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan sebagainya memilki peran penting dalam mengatur masalah-masalah bersama yang dihadapi subyek-subyek hukum internasional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimanakah pengertian hukum internasional publik? 2. Bagaimanakah hukum perdata internasional?

3. Bagaimana diplomasi yang dilakukan Indonesia-Malaysia dalam penyelesaian kasus Sipadan-Ligitan?

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui mengenai hukum internasional publik. 2. Untuk mengetahui mengenai hukum perdata internasional.

3. Untuk mengetahui gambaran mengenai diplomasi yang dilakukan Indonesia-Malaysia dalam penyelesaian kasus Sipadan-Ligitan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hukum Internasional Publik

2.1.1 Istilah dan Sifat Hukum Internasional

(6)

Prancis (droit de gens), bahasa Inggris (law of nations), dan bahasa Jerman (volkerrecht).

Keempat istilah ini aslinya dari ius gentum. Ius gentium suatu istilah yang terdapat dalam hukum Romawi, ius gentum berasal dari ‘hukum alam’ yang dijadikan aturan tata tertib untuk setiap bangsa. Hukum alam dimaksudkan ini ialah tata tertib alam yang mengatur manusia. Hukum alam dijadikan dasar hukum antar bangsa-bangsa. Dalam perkembangan hubungan hukum antarnegara selanjutnya namanya menjadi Hukum Internasional. Namun dilihat dari bangunan hukumnya, Hukum Internasional itu tidak memiliki komponen komponen yang satu sama lain mempunyai hubungan kewenangan untuk mengatur negara negara di dunia ini. Oleh karena itu, peraturan hukum internasional sifatnya hanya sebagai hukum koordinatif saja.

Dengan sifat hukum koordinatif ini, kalau terjadi suatu pelanggaran dari perikatan yang telah disepakati dan menimbulkan perselisihan, penyelesaiannya dapat dilakukan di Mahkamah Internasional. Hal itu kalau antarnegara yang berselisih menunjuk lembaga peradilan itu untuk menanganinya. Sebenarnya dengan itikad dari negara yang menginginkan penyelesaian suatu perselisihan tertentu, tidak perlu dengan menunjuk lembaga peradilan itu menanganinya. Akan tetapi peraturanlah yang menentukannya. Peraturan hukum internasional tidak mempunyai kekuatan mutlak untuk mengatur setiap negara, maka dalam mempertahankan kepentingan itu dipertemukan oleh Mahkamah Internasional sesuai kesepakatan dari perserikatan yang telah pernah dilakukan.

2.1.2 Sumber-sumber Hukum Internasional

Secara formal, sumber-sumber hukum internasional itu dapat dibaca dalam Pasal 38 Ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional. Menurut ketentuan pasal ini dinyatakan bahwa Mahkamah Internasional itu “Whose function is to decide in accordance with international law such disputes as are submitted to it, shall apply:

a. International conventions, whether general or particular establishing rules expressly recognised by contesting Stated.

(7)

d. Subject to the provisions od Article 59, judicial decisions and the techings of th most highly qualified publicicts of the various nationss as subsdiary means for the determinations of rules of law.”

Keempat sumber hukum internasional formal ini tidak ditentukan urutan-urutan pentingnya. Hanya saja, untuk a, b, dan c merupakan sumber hukum ya g utama.

1. Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional ialah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat antara negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa-bangsa. Hal itu dilakukan dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu.

Dalam perjanjian ini diperlukan adanya:

1) Negara-negara yang tergabung dalam organisasi 2) Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu 3) Kata sepakat untuk melakukan sesuatu

4) Bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang terjadi

Subjek-subjek hukum yang terdiri dari negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa-bangsa akan terikat kepada kata sepakat yang diperjanjikan. Suatu perjanjian internasional yang terjadi akan membuat hukum yaitu sebagai sumber hukum antarnegara yang mengikatkan diri. Contoh: Declaration of paris 1856, Charter of the united nationalis, dan sebagainya. Walaupun pada dasarnya perjanjian internasional mengikat negara-negara yang melakukan perjanjian, tetapi dalam perkembangannya sering menjadi penting. Hal itu karena dijadikan tolak ukuran oleh negara-negara lain yang tidak mengikatkan diri dari perjanjian itu sebagai pedoman dalam pergaulan hukum internasional.

2. Kebiasaan Internasional

(8)

3. Prinsip-prinsip Hukum Umum

Prinsip-prinsip hukum umum yang dimaksudkan yaitu dasar-dasar sistem hukum pada umumnya yang berasal dari asas hukum Romawi.

Menurut Sri Setianingsih Suwardi, S.H., fungsi dari prinsip-prinsip hukum umum ini ada tiga.

1) Sebagai pelengkap dari hukum kebiasaan dan perjanjian internasional. Misalnya: Mahkamah Internasional tidak dapat menyatakan “non Liquet”, yaitu tidak dapat mengadili karena tidak ada hukum yang mengaturnya. Akan tetapi, dengan adanya sumber ini mahkamah bebas bergerak.

2) Sebagai alat penafsiran bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Maksudnya, kedua sumber hukum itu harus sesuai dengan asas-asas hukum umum.

3) Sebagai pembatasan bagi perjanjian internasioanal dan hukum kebiasaan. Misalnya: Perjanjian internasional tidak dapat memuat ketentuan yang bertentangan dengan asas-asas hukum umum.

4. Yurisprudensi dan Anggapan-anggapan Para Ahli Hukum Internasional

(9)

2.1.3 Subjek Hukum Internasional

Yang dimaksud dengan subjek hukum internasional ialah setiap Negara, badan hukum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam hubungan hukum internasional.

Subjek hukum internasional itu antara lain ialah sebagai berikut: 1. Negara

Negara sebagai subjek hukum internasional yaitu Negara yang merdeka, berdaulat dan tidak merupakan bagian dari suatu Negara. Negara yang berdaulat artinya Negara yang mempunyai pemerintah sendiri secara penuh, yaitu kekuasaan penuh terhadap warga Negara dalam lingkungan kewenangan Negara itu.

2. Tahta Suci

Yang dimaksud dengan tahta suci (Heilige Stoel) ialah Gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun Vatikan bukan sebuah Negara sebagai yang diisyaratkan Negara pada umumnya, tahta suci itu mempunyai kedudukan sama dengan sebuah Negara sebagai subjek hukum internasional.

3. Manusia

Manusia sebagai individu dianggap merupakan subjek hukum internasional. Hal itu kalau dalam tindakan atau kegiatan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehendak damai kehidupan masyarakat dunia. Misalnya: Pertanggungjawaban individu terhadap timbulnya Perang Dunia II.

4. Organisasi Internasional

Dalam pergaulan internasional yang menyangkut mengenai hubungan antara negara-negara, maka banyak sekali organisasi yang diadakan (dibentuk) oleh Negara-negara itu. Bahkan sekarang dapat dikatakan telah menjadi lembaga hukum.

(10)

Organisasi internasional yang bertujuan untuk kepentingan sosial, ada juga seperti organisasi untuk memperbaiki dan mempertinggi pengajaran, pemberantasan kelaparan, pemberantasan penyakit dan sebagainya.

2.1.4 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi internasional yang bersifat universal didirikan pada tanggal 26 Juni 1945 di San Fransisco sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa. Tujuan organisasi internasional ini dicantumkan dalam mukadimah piagamnya yang menegaskan bahwa:

Kami rakyat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bermaksud untuk menyelamatkan keturunan kami dari siksaan perang yang telah dua kali dalam seumur manusia menimbulkan kesengsaraan yang tidak ada akhirnya bagi manusia, serta:

1. Memperkuat lagi keyakinan hak-hak dasar manusia, kemuliaan dan derajat tinggi manusia, hak-hak yang sama dari pria dan wanita segala bangsa baik yang besar maupun yang kecil, serta

2. Menciptakan suasana akan keadilan dan penghargaan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian internasional dan lain-lain sumber hukum internasional dapat dipelihara, serta

3. Memajukan masyarakat dan mempertinggi tingkat hidup yang baik dalam suasana kemerdekaan yang lebih luas, dan untuk melaksanakan cita-cita itu, 4. Menciptakan kesabaran dan hidup bersama sebagai tetangga yang baik dalam

keadaan damai dan terjamin, serta

5. Mempersatukan kekuatan kami supaya perdamaian dan keamanan internasional tetap terpelihara, serta

6. Menjamin, dengan mengaku asas-asas yang tertentu dengan melakukan cara-cara tertentu, agar kekuatan senjata tidak akan digunakan, kecuali untuk keperluan bersama, serta

7. Mempergunakan aparat internasional untuk menyelenggarakan kemajuan ekonomi dan sosial semua bangsa.

Telah menentukan sebagai persatuan semua tenaga kami dan tercapainya maksud tersebut.

(11)

Bangsa-Bangsa yang sekarang ini, dan kemudian membentuk badan internasional yang akan dikenal dengan nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations).

Tujuan yang dicantumkan dalam Mukaddimah ini kemudian diulang lagi dalam Pasal 1 Piagam PBB. Sementara itu, asas-asasnya dicantumkan dalam Pasal 2 yang menyebutkan:

 Perserikatan Bangsa-Bangsa berasaskan kepada persamaan kedaulatan.

 Semua anggota akan menjamin hak-hak yang timbul sebagai anggota dan akan memenuhi kewajibannya dengan penuh kesetiaan.

 Dalam hubungan internasional, setiap anggota akan menghindarkan diri dari ancaman dan penggunaan kekerasan bagi keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik suatu Negara.

 Setiap anggota wajib membantu PBB dalam kegiatan yang diambil berdasarkan ketentuan piagam.

 PBB akan menjamin agar bagi Negara yang bukan anggota bertindak sesuai dengan asas-asas PBB dalam kepentingan yang dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional.

 PBB tidak akan ikut campur urusan dalam negeri suatu Negara.

Berdasarkan tujuan dan asas-asas ini, maka dalam pergaulan internasional, PBB menyelenggarakan kegiatan melalui enam aparat perlengkapan utamanya, adalah sebagai berikut.

a. Majelis Umum (General Assembly)

Setiap anggota PBB merupakan Majelis Umum. Negara anggota diperkenankan mengirim lima orang wakilnya ke sidang Majelis Umum dengan hak satu suara. Sidang Majelis Umum diadakan sedikitnya sekali setahun dalam bulan September. Namun, atas permintaan Dewan Keamanan atau sebagian besar anggota, sekretaris jenderal dapat mengadakan sidang istimewa. Dalam keadaan mendesak dalam waktu 24 jam, Dewan Keamanan dapat meminta Majelis Umum mengadakan sidang darurat istimewa.

(12)

Mahkamah Internasional dan atas usul Dewan Keamanan memilih Sekretaris Jenderal.

Untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Majelis Umum mempunyai komisi-komisi.

1) Komisi I mengurus idang politik dan keamanan 2) Komisi II mengurus bidang ekonomi dan keuangan

3) Komisi III mengurus bidang social, perikemanusiaan dan kebudayaan 4) Komisi IV mengurus bidang perwalian, termasuk daerah-daerah yang

tidak berpemrintahan sendiri

5) Komisi V mengurus bidang administrasi dan anggaran belanja 6) Komisi VI mengurus bidang-bidang perundang-undangan (hukum)

Selain itu, terdapat sub-sub komisi yang terdiri atas:

1) United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNWRA);

2) United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD); 3) United Nations Children’s Fund (UNICEF);

4) United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR); 5) United Nations Industrial Development Organization (UNIDO); 6) United Nations Development Programme (UNDP);

7) United Nations Institut for Training and Research (UNITER). b. Dewan Keamanan (Security Council)

Terdiri dari lima anggota tetap yang memiliki hak “veto” (saya melarang) yaitu Inggris, Prancis, Republik Rakyat Cina, Amerika Serikat, Uni Soviet dan sepuluh anggota tidak tetap yang dipilih setiap dua tahun. Tugasnya memelihara perdamaian, menyelesaikan perselisihan internasional secara damai, menngambil tindakan terhadap ancaman agresi dan perkosaan perdamaian. Untuk melaksanakan tugas-tugas itu, yang didalamnya diperbantukan Panitia Staf Militer dan Panitia Perlucutan senjata, Dewan Keamanan mempunyai wewenang:

1. Memeritahkan kepada pihak-pihak yang berselisih untuk berunding, memberikan perantaraan dan keputusan;

2. Mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang tidak mengindahkan perintahnya.

Untuk hal ini, Dewan Keamanan dapat meminta bantuan dalam segala bentuk, misalnya pengiriman pasukan-pasukan PBB.

c. Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)

(13)

Hanya seorang wakil (dari Negara terpilih) yang duduk didalamnya. Tugas dan wewenang yang diemban oleh Dewan Ekonomi dan Sosial ialah:

1) Menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan sosial sebagai tanggung jawabnya;

2) Melakukan penyelidikan untuk dilaporkan dan memberikan anjuran-anjuran mengenai bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, kesehatan, pendidikan dan maslah lain yang ada hubungannya;

3) Membuat laporan dari hasil pekerjaanya dan disampaikan kepada Majelis Umum, kepada anggota-anggota PBB, dan komisi-komisi yang mempunyai hubungan kepentingan dengan Dewan Ekonomi dan Sosial ini.

Untuk melaksanakan tugasnya, Dewan Ekonomi dan Sosial oleh komisi-komisi dan badan-badan khusus. Adapun komisi-komisi-komisi-komisi itu terdiri atas:

1) Regional Economic Commission; 2) Functional Commission;

3) Sessasional, standing, and hoc commission.

Sementara itu, badan-badan khusus yang dikoordinasi oleh Dewan Ekonomi dan Sosial terdiri dari:

1) Food and Agriculture Organization (FAO); 2) International Monetary Fund (IMF);

3) International Bank of Reconstruction and Development (World Bank); 4) United Nation Educational Scientific and Cultural Organization

(UNESCO);

5) World Health Organization (WHO); 6) International Labour Organization (ILO); 7) International Development Association (IDA); 8) International Finance Corperation (IFC);

9) International Civil Aviation Organization (ICAO); 10) International Postal Union (IPU);

11) International Telecommunications Union (ITU);

12) World Governmental Maritime Consultative Organization (WGMCO); 13) World Intelectual Propery Organization (WIPO);

14) General Agreement on Tarifts and Trade (GATT). d. Dewan Perwalian (Tructeeship Council)

(14)

yang ada dibawah perwalian itu merupakan kolonisasi dari Negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan II. Sebagai trus-territory dibedakan dalam tiga macam yaitu:

1) Daerah Mandat, ialah daerah yang setelah Perang Dunia I diserahkan oleh Negara-negara yang kalah perang;

2) Daerah yang dipisahkan dari Negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia II;

3) Daerah-daerah yang oleh Negara penanggung jawab secara sukarela diserahkan.

Pengawasan daerah Perwalian itu dijalankan oleh Dewan Perwalian yang terdiri dari:

1) Anggota penyelenggara pemerintahan daerah perwalian;

2) Anggota tetap Dewan Keamanan yang tidak diberi tugas sebagai Negara wali;

3) Anggota-anggota yang dipilih oleh Majelis Umum untuk tiga tahun lamanya.

e. Mahkamah International (International Court of Justice)

Mahkamah Internaional merupakan pengadilan tertinggi dalam kehidupan bernegara di dunia ini. Sebagai aparat perlengkapan PBB, Mahkamah beranggotakan lima belas orang hakim yang dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Masa pilih para hakim mahkamah Sembilan tahun sekali dengan ketntuan dapat dipilih kembali.

(15)

pkerselisihan. Mahkamah mengadili masalah yang berkenaan dengan perselisihan kepentingan dan perselisihan hukum.

Dalam penyelenggaraan pengadilan internasional, setiap Negara anggota PBB tidak diwajibkan membawa masalah perselisihan yang mereka hadapi ke hadapan pengadilan, kecuali bagi Negara-negara yang telah menandatangani “optional clause”. Mengenai ketentuan ini dicantumkan dalam Pasal 36 Ayat 2 Piagam Mahkamah Internasional yang menyatakan bahwa “ Negara-negara peserta Piagam Mahkamah Internasional dapat menerangkan bahwa mereka mengakui kekuasaan Mahkamah Internasional sebagai kekuasaan yang mengikat berdasar hukum dan dapat tidak mengikat berdasarkan perjanjian istimewa”. Dalam hal ini, hubungan hukum internasional mengenai proses perkara berdasarkan surat gugatan. Dengan adanya optional clause menunjukkan langkah penting menuju suatu pengadilan internasional wajib walaupun penandatangan dari Negara-negara anggota hanya mengenai penyelesaian perselisihan hukum saja.

f. Sekretariat (Secretary)

Secretariat PBB terdiri atas seorang sekretaris jenderal dan stafnya. Sekretaris jenderal dipilih dan diangkat oleh Majelis Umum atas anjuran Dewan Keamanan. Tugasnya menyelenggarakan sidang-sidang PBB dan Dewan-dewan, meyusun laporan-laporan tentang pekerjaan PBB dan dewan-dewan untuk disampaikan kepada sidang Majelis Umum.

2.1.5 Persatuan Bangsa-bangsa Asia Tenggara

Organisasi kerja sama Asia Tenggara yang diberi nama ASEAN (Association of South East Asia Nations atau Persatuan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) didirikan melalui Deklarasi ASEAN tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok (Thailand). Negara-negara pendirinya ialah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini didirikan tanpa keanggotaan terbatas. Maksudnya, terbuka bagi setiap Negara yang terletak di lingkup geografis Asia Tenggara. Maksud dan tujuan organisasi ini inti utamanya ialah kerja sama dalam mencapai kesejahteraan hoidup bertetangga baik dalam bernegara. Hal ini antara lain meliputi:

(16)

b. Memelihara perdamaian abadi dan stabilitas regional

c. Kerja sama dan saling membantu dalam kepentingan bersama d. Memajukan studi tentang Asia Tenggara

Untuk mencapai maksud dan tujuan ini, ada aparat perlengkapan ASEAN. Aparat perlengkapan ASEAN diuraikan di bawah ini.

a. Pertemuan dari Kepala Pemerintahan Negara anggota b. Pertemuan Menteri Luar Negeri

Pertemuan ini diadakan setahun sekali secara bergilir untuk menentukan program ASEAN, merumuskan pedoman dan koordinasi kegiatan serta melakukan peninjauan kembali terhadap keputusan dan program yang lalu.

c. Komite Kerja

Kepala Komite Kerja ASEAN ialah menteri luar negeri negara tuan rumah (pertemuan) atau wakilnya. Anggota-anggotanya terdiri atas duta besar Negara ASEAN yang ada di Negara tuan rumah.

Tugas Komite ini ialah:

1) Melanjutkan pekerjaan ASEAN dalam kurun waktu antara siding menteri luar negeri;

2) Mengerjakan masalah-masalah rutin

3) Membuat keputusan tanpa menunggu pertemuan menteri luar negeri berikutnya.

d. Sekretariat ASEAN Nasional

Pada setiap negara anggota dibentuk, secretariat nasional yang melaksanakan tugas-tugas ASEAN atas nama negaranya.

e. Komite Tetap, Khusus dan ad hoc

Tugasnya melaksanakan program ASEAN. Keanggotaan komite ini terdiri atas para ahli sesuai bidangnya.

f. Sekretariat ASEAN

Sekretariat ASEAN berkedudukan di Jakarta (Indonesia). Lembaga ini didirikan berdasar kepada hasil Konverensi Tingkat Tinggi ASEAN tahun 1976 (Juni).Kepala sekretariat ialah sekretaris jenderal yang pemilihannya ditentukan dalam siding menteri luar negeri. Masa jabatan Sekretaris Jenderal selama dua tahun secara bergantian dari negara-negara anggota. Sementara itu, tugasnya melaksanakan pekerjaan kesekretariatan ASEAN.

(17)

1. Istilah

Internasional dapat diartikan sebagai antarbangsa-bangsa dari berbagai negara. Dalam kaitannya dengan hukum perdata, arti antarbangsa-bangsa merupakan kompleksitas peraturan hukum perdata yang dibawa dari masing-masing negara dan dilaksanan dalam suatu negara. Sementara itu, negara tempat bertemunya peraturan hukum dari para pembawa juga memiliki peraturan hukum perdata. Jadi, hukum perdata internasional ialah peraturan hukum perdata nasional yang berusaha mengatur hubungan hukum perdata yang menyangkut unsur-unsur asing di dalamnya.

2. Sifat

Arti hukum perdata internasional dititikberatkan kepada peranan hukum perdata nasionalnya yang diberlakukan untuk mengatur hubungan hukum. Hal itu karena ada unsur-unsur asing. Berarti, belum ada peraturan hukum perdata khusus yang bersifat internasional. Maksudnya, sampai sekarang belum ada satu peraturan hukum perdata bercorak unifikasi bagi setiap orang dalam hubungan hukum internasional. Sementara itu, yang ada dan berlaku hanyalah hukum perdata nasional sebagai pengatur hubungan hukum perdata yang didalamnya terdapat unsur-unsur asing. Jadi, hukum perdata internasional itu bersifat nasional.

3. Tujuan

Peraturan hukum perdata nasional yang mengatur hubungan keperdataan dan mengandung unsur-unsur asing itu bertujuan memenuhi rasa keadilan bagi setiap individu. Selanjutnya menyelesaikan sesuai peraturan hukum perdata yang berlaku di negara itu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan memperoleh rasa keadilan dirinya.

2.2.2 Asas-asas Hukum Perdata Internasional di Indonesia

(18)

Peraturan hukum yang menjadi sumber hukum dari hukum perdata internasional di Indonesia terdapat dalam Algemene Bepalingen’van Wetgeving (AB). Asasnya dicantumkan dalam pasal 16, 17, dan 18. Ketiga pasal ini diciptakan oleh Bartolus de Saxofeerato (1314-1357).

Pasal 16 AB menyatakan bahwa “Ketentuan-ketentuan perundangan tentang kedudukan hukum dan kewenangan individu bertindak tetap mengikat warga Negara Indonesia walaupun berada di luar negri”. Berarti, kedudukan kewenangan hukum Indonesia selalu mengikuti warga Negara Indonesia di manapun ia berada, inilah yang kemudian disebut asas personal (lex rei sitae) atau statuata personalia.

Pasal 17 AB menyatakan bahwa “Mengenai benda tetap (tidak bergerak) berlaku hukum dari Negara tempat benda itu terletak”. Ketentuan pasal ini merupakan suatu kaidah hukum setempat. Hal itu di sebabkan terjadinya peristiwa hukum perdata yang menyangkut tentang tanah sebagai benda tetap dan letaknya di wilayah Indonesia, hukum yang di gunakan adalah peraturan Agraria Indonesia. Dikenal juga sebagai asas hukum setempat (lex situs) atau yang di sebut juga statuata realita.

Pasal 18 AB menyatakan bahwa “Bentuk suatu tindakan hukum mengikuti bentuk hukum yang di tentukan oleh hukum Negara atau tempat dilakukannya tindakan itu”. Hukum ini berlaku di tempat terjadinya peristiwa hukum yang menyangkkut dua corak hukum berkelainan. Kalau dalam suatu peristiwa hukum bertemu dua corak hukum yang berlainan di dalam satu wilayah tertentu, aturan hukum tempat itulah yang berlaku. Asas ini di kenal sebagai asas locus regit actus atau di sebut juga statute mixta.

Penggunaan ketiga pasal ini dalam hukum perdata material sebagai berikut: a. Hukum Pribadi

(19)

dilakukan penyelesaiannya berdasarkan ketentuan-ketentua hukum yang diatur dalam Buku 1 kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS).

b. Hukum Keluarga

Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang kehidupan berkeluarga sebagai hukum perdata nasional di cantumkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Peristiwa hukum yang terjadi dan menyangkut unsur-unsur asing di dalamnya, seperti orang asing yang akan menikah berpedoman pada Pasal 18 AB. Pelaksanaan penyelesaian perkawinan itu sampai terbentuk satu kesatuan yang dinamakan keluarga, diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1974. Jadi, tidak ada suatu halangan apa pun yang dapat membatalkan suatu perkawinan kalau menaati peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.

c. Hukum Kekayaan

Hukum kekayaan yang terdiri dari hukum benda dan hukum perikatan nasional kalau dalam suatu peristiwa hukum menyangkut unsur-unsur pengaturan penyelesaiannya akan menjadi dua segi juga. Terutama berkenaan adanya penghapusan terhadap hukum benda yang di atur dalam KUHS dan di ganti dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, seorang asing tidak dibenarkan memiliki benda tetap. Tindakan hukum yang berkenaan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak guna pakai, dan hak lainnya di luar hak milik benda tetap kalau terjadi peristiwa hukum tertentu dan mengakibatkan orang asing memiliki benda tetap di salah satu wilayah Indonesia, pemilikan itu batal demi hukum. Terhadap hak-hak lainnya akan berpedomankan kepada pasal 16, 18 AB dan tindakan hukumannya dapat di lakukan sesuai peratiran hukum yang berlaku. Dengan berpedoman kepada pasal 18 AB, setiap tindakan hukum mengenai perikatan yang timbul karena pernjanjian atau perikatan berdasarkan undang-undang, tidak ada halangan untuk di lakukan. d. Hukum Waris

(20)

dunia tanpa membuat surat wasiat sebelumnya, penentuan dan hak warisnya berdasarkan ketentuan Pasal 832 dan 833 KUHS.

2.2.3 Hukum Acara Perdata

Dalam melaksanakan hukum perdata material yang menimbulkan konflik, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pengadilan. Hukum acara perdata yang mengatur tentang penyelesaian konflik dan menyangkut unsur-unsur asing yang di dalamnya belum ada. Akan tetapi, kalau memang terjadi suatu peristiwa yang menghendaki penyelesaiannya di pengadilan, sudah meruapkan kewajiban hakim untuk memeriksanya. Menolak perkara dengan alasan tidak ada peraturan hukumnya bukanlah alasan yang tepat. Hal itu disebabkan dalam tugas mengemban dan memberi kepastian hukum, hakim dapat menimbulkan hukum. Dengan demikian, selayaknya hakim menyelesaikan perkara-perkara perdata yang diajukan oleh orang-orang asing untuk meminta keadilan. Akan tetapi, sebagai suatu perkecualian, dapat juga hakim terlebih dahulu memperhatikan hukum orang asing itu perlu ditelaah secara teliti dan nyata perbedaaannya. Hal itu karena bagi seorang asing yang mengajukan gugatan kepada orang lainnya melalui pengadilan, tidaklah dapat diabaikan. Mengingat kedudukan kekuatan hukum orang itu dicantumkan dalam pasal 16 AB. Proses pengadilan perdata bagi orang asing digunakan acara yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, dalam penyelesaian melalui proses pengadilan itu, penggunaan aturan acaranya tergantung dari masalah yang dihadapi. Hal itu dapat digunakan aturan acara yang berlaku pada peradilan umum atau peradilan khusus (peradilan agama).

BAB III

(21)

3.1 Posisi Kasus

Awal mula kasus itu dimulai pada tahun 1968, ketika Malaysia bereaksi terhadap perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Japex (Japan Exploration Company Limited) tahun 1966. Malaysia juga melakukan kerjasama dengan Sabah Teiseki Oil Company tahun 1968, sebagai tanggapan terhadap kegiatan eksplorasi laut di wilayah Sipadan. Tahun 1969, Malaysia mulai melakukan klaim bahwa Sipadan Ligitan merupakan wilayah Malaysia, yang hal ini langsung di tolak oleh pemerintah Indonesia. Serangkaian perjanjian, lobi, diplomasi berlangsung dengan cara "Asian Way", sebuah cara yang mengedepankan dialog, dengan menghindari konflik militer. Akhirnya masalah itu menjadi redam, artinya dialog tentang perselisihan itu dilakukan dengan cara "sambil minum teh".

Indonesia sungguh terbuai dengan model seperti itu sehingga Indonesia tiba-tiba kaget ketika pada bulan Oktober tahun 1991, Malaysia tiba-tiba mengeluarkan peta yang memasukkan Sipadan dan Ligitan ke wilayah Malaysia, dan tragisnya Indonesia juga tidak tahu kalau di Sipadan telah dibangun turisme dan arena diving yang sangat bagus. Kemudian pada tahun 1997 Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk menyerahkan masalah tersebut ke International Court of Justice, the Hague di Belanda.

3.2 Putusan Mahkamah Internasional

(22)

title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

3.3 Pembahasan

Penyelesaian sengketa yang akhirnya diserahakan kepada Mahkamah Internasional ini pada hakikatnya merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Malaysia dan Indonesia. Cara damai yang ditempuh Indonesia dan Malaysia akan memberikan dampak yang besar bagi kawasan Asia Tenggara, seperti misalnya cara penyelesaian kedua belah pihak (Malaysia-Indonesia) yang menyerahkan persoalan ini seutuhnya kepada Mahkamah Internasional dapat ditiru sebagai salah satu model penyelesaian klaim-klaim teritorial lain antar negara anggota ASEAN yang masih cukup banyak terjadi, misalnya klaim teritorial Malaysia dan Thailand dengan hampir semua negara tetangganya.

Satu hal yang perlu disesali dalam mekanisme penyelesaian konflik Sipadan dan Ligitan adalah tidak dipergunakannya mekanisme regional ASEAN. ASEAN, sebagai satu forum kerja sama regional, sangat minimal perannya dalam pemecahan perbatasan. Hal ini karena dipandang sebagai persoalan domestik satu negara dan ASEAN tidak ikut campur tangan di atasnya. Sesungguhnya, ASEAN sendiri sudah merancang terbentuknya sebuah Dewan Tinggi (High Council) untuk menyelesaikan masalah-masalah regional. Dewan ini bertugas untuk memutuskan persoalan-persoalan kawasan termasuk masalah klaim teritorial. Namun keberatan beberapa anggota untuk membagi sebagian kedaulatannya merupakan hambatan utama dari terbentuknya Dewan Tinggi ini.

Akibat jatuhnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia terjadi dampak domestik yang tak kalah hebatnya, banyak komentar maupun anggapan bahwa Departemen Luar Negeri-lah penyebab utama lepasnya Sipadan-Ligitan mengingat seharusnya Deplu dibawah kepemiminan Mentri Luar Negeri Hasan Wirajuda mampu mempertahankan Sipadan-Ligitan dengan kekuatan diplomasinya. Memang masih banyak revisi dan peninjauan yang harus dilakukan para diplomat kita dan juga cara Deplu dalam menangani masalah internasional.

(23)

terhadap klaim mereka masing-masing. Akhirnya pada tanggal 31 Mei 1997 pada akhir masa pemerintahan Soeharto, Soeharto menyepakati untuk menyerahkan masalah yang tak kunjung selesai ini ke mahkamah internasional dengan pertimbangan untuk menjaga solidaritas sesama negara kawasan dan penyelesaian dengan cara damai. Perlu kita tahu di sini adalah selama jangka waktu yang panjang tersebut pihak Republik Indonesia tidak pernah melakukan suatu usaha apapun dalam melakukan manajemen dan pemeliharaan atas Sipadan-Ligitan. Kita seolah mengabaikan kenyataan bahwa secara “de facto” pulau tersebut telah efektif dikuasai oleh Malaysia. Bahkan sejak tahun 1974 Malaysia sudah mulai merancang dan membangun infrastruktur Sipadan-Ligitan lengkap dengan fasilitas resort wisata. Kita seakan membiarkan saja hal ini terjadi tanpa melakukan apapun atau bahkan melakukan hal yang sama. Kesalahan kita ialah kita terlalu cukup percaya diri dengan bukti yuridis yang kita miliki dan bukti bahwa mereka yang bertempat tinggal di sana adalah orang-orang Indonesia. Tentu saja bukti ini sangat lemah mengingat bangsa Indonesia dan bangsa Malaysia berasal dari rumpun yang sama dan agaknya cukup sulit membedakan warga Indonesia dan warga Malaysia dengan hanya berdasarkan penampilan fisik maupun bahasa yang dipergunakannya. Terlebih lagi sudah menjadi ciri khas di daerah perbatasan bahwa biasanya penduduk setempat merupakan penduduk campuran yang berasal dari kedua negara.

Melihat pertimbangan yang diberikan oleh mahkamah internasional, ternyata bukti historis kedua negara kurang dipertimbangkan. Yang menjadi petimbangan utama dari mahkamah internasional adalah keberadaan terus-menerus dalam (continuous presence), penguasaan efektif (effective occupation) dan pelestarian alam (ecology preservation). Ironisnya ternyata hal-hal inilah yang kurang menjadi perhatian dari pihak Indonesia. Apabila ditelaah lebih dalam, seharusnya ketiga poin di atas ialah wewenang dan otoritas dari Departemen Luar Negeri beserta instansi lainnya yang berkaitan, tidak terkecuali TNI terutama Angkatan Laut, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan, Departemen Pariwisata dan lembaga terkait lainnya. Sesungguhnya apabila terdapat koordinasi yang baik antar lembaga untuk mengelola Sipadan-Ligitan mungkin posisi tawar kita akan menjadi lebih baik.

(24)

isu maritim selayaknya menjadi perhatian dan melibatkan aneka kepentingan strategis, baik militer maupun ekonomi.

Berkaitan dengan batas teritorial ada beberapa aspek yang dialami Indonesia. Pertama, Indonesia masih memiliki “Pulau-pulau tak bernama”, membuka peluang negara tetangga mengklaim wilayah-wilayah itu. Kedua, implikasi secara militer, TNI AL yang bertanggung jawab terhadap wilayah maritim amat lemah kekuatan armadanya, baik dalam kecanggihan maupun sumber daya manusianya. Ketiga, tidak adanya negosiator yang menguasai hukum teritorial kewilayahan yang diandalkan di forum internasional.

Pembenahan secara gradual sebenarnya dapat dimulai dari tataran domestik untuk menjaga teritorialnya. Pertama, melakukan penelitian dan penyesuaian kembali garis-garis pangkal pantai (internal waters) dan alur laut nusantara (archipelagic sea lanes). Hal ini perlu segera dilakukan untuk mencegah klaim-klaim dari negara lain. Namun sekali lagi, Hal ini memerlukan political will pemerintah. Kedua, mengintensifkan kehadiran yang terus-menerus, pendudukan intensif dan jaminan pelestarian terhadap pulau perbatasan. Tidak terpenuhinya unsur-unsur itu menyebabkan Sipadan-Ligitan jatuh ke Malaysia.

Tantangan keamanan maritim yang mengemuka memungkinkan konflik antarnegara (inter-state conflict). Konflik antarnegara merujuk tingkat kompetisi antarnegara untuk mendapat sumber daya alam dan klaim berkait batas-batas nasional dan teritorial.Isu sekuritisasi maritim saat ini masih kurang mendapat perhatian serius, kecuali pada saat-saat tertentu, yaitu ketika kedaulatan kita merasa dilanggar negara lain. Akibatnya fatal, kelengahan pemerintah menggoreskan sejarah pahit, di antaranya, lepasnya Timor Timur dan Sipadan-Ligitan.

Lebih jauh lagi, hal ini juga berpengaruh pada tingkat kesiapan domestik, armada pengamanan kelautan kita dalam mengatasi ancaman dari luar negeri. Kemampuan militer armada laut kita amat minim apalagi jika dibandingkan dengan luas wilayah. Belum lagi berbicara kecanggihan peralatan militer yang "tidak layak tempur" karena usia tua dengan rata-rata pembuatan akhir 1960-an dan tahun rekondisi 1980-an. Maka dapat dikatakan, alat utama sistem persenjataan merupakan "besi tua yang mengambang" dan tidak mampu melakukan tugas pengamanan secara menyeluruh.

(25)

keamanan laut nasional Indonesia sepanjang 613 mil dibutuhkan minimal 38 kapal patroli. Dari armada yang dimiliki TNI AL itu, 39 kapal berusia lebih dari 30 tahun, 42 kapal berusia 21-30 tahun, 24 kapal berusia 11-20 tahun, dan delapan kapal berusia kurang dari 10 tahun. Dalam relasi dunia modern sekarang ini, tindakan penyerangan dengan persenjataan dianggap sebagai langkah konvensional primitif. Oleh karena itu, mengedepankan jalur diplomatis menjadi pilihan utama dan logis.

Namun, kembali lagi adanya pengalaman pahit terkait lepasnya wilayah-wilayah Indonesia menjadikan publik menaruh pesimistis atas kemampuan tim diplomatik kita. Apalagi, sepertinya kita lalai dalam merawat perbatasan. Atas dasar alasan itu, bisa jadi wilayah-wilayah lain akan menyusul. Pemerintah juga tidak memiliki upaya proaktif, dan cenderung reaktif dalam forum diplomatik untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia, termasuk persoalan perbatasan di forum internasional.

Hal ini terlihat dari minimalnya perhatian pemerintah terhadap persoalan perbatasan dan kedaulatan RI atas negara lain. Contoh yang paling nyata, tiadanya penamaan atas pulau-pulau "tak bernama” yang tersebar di wilayah perbatasan Indonesia. Belum lagi alasan-alasan, misalnya, terkait pelestarian lingkungan yang masih jauh dari perhatian Pemerintah Indonesia.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

(26)

Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia ada 4 macam yaitu antara lain:

1) Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;

2) Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;

3) Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan

4) Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.

Hukum Internasional memberikan suatu keluasan pada negara yang bersengketa untuk dapat memilih metode apa yang bisa dipakai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.Dengan adanya berbagai lembaga dan mekanisme yang hadir di dalam masyarakat sengketa internasional seharusnya memang bisa di selesaikan melalui jalan yang damai.Peran hukum internasional juga penting dalam penyelesaian kasus persengketaan salah satunya adalah hukum internasional mewajibkan persengketaan diselesaikan secara damai dan mengharapkan negara negara dapat menerapkan metode dan penyelesaian yang ada baik yang terdapat di dalam piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional.Bisa kita simpulkan bahwa hukum internasional tidak menyetujui jika suatu persengketaan diselesaikan dengan cara militer(perang),namun persengketaan bisa diselesaikan dengan cara yang damai.

(27)

Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-negara yang bersengketa telah mengikatkan dirinya.

Pertama, Di tengah maraknya isu terorisme dan masalah Aceh yang sangat menguras energi, tampaknya pemerintah masih perlu menyelesaikan banyak pekerjaan rumah yang tertunda. Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia perlu meneruskan pembicaraan-pembicaraan bilateral dengan semua negara yang masih memiliki klaim tumpang tindih, seperti dengan Filipina, Vietnam, dan Singapura.

3.4 Saran

Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainya ketertiban dunia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada beberapa negara tertentu.

Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.

Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan oleh masyarakat internasional diharpkan agara semua ini dapat menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).

(28)

Sipadan-Ligitan akan menurunkan citra pemerintah dan juga dapat mengakibatkan mispersepsi terhadap negara sahabat, Malaysia dan dunia internasional pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Djamali, R. Abdoel. 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Cetakan ke-18. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Starke, J.G. 1989.Pengantar Hukum Internasional I. Jakarta: Sinar Grafika

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian terhadap daftar fungsi aplikasi yang telah dijabarkan pada Bab III dan terhadap tujuan dibuatnya aplikasi ini, yakni melakukan

Pada bulan Januari-April , disaat Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) mengirimkan kuesioner survei tahunan (Daftar II-A) ke responden/perusahaan yang tercatat aktif dalam

Apabila sosok model mengalami keberhasilan dalam bidang pekerjaan, maka sales tersebut akan memiliki kepercayaan bahwa dirinya pun mampu melakukan aktivitas yang

Hal ini menunjukan bahwa semakjn tinggi kepercayaan konsumen terhadap Situs online Lazada maka akan semakjn tinggi keputusan pembelian produk fashion pada Situs Lazada;

menunjukkan keragaan komponen hasil bobot biji/ malai terbaik, sedangkan produksi biomassa terbaik ditunjukkan oleh varietas Keller dan Wray; kombinasi penggunaan bahan organik

Perusahaan yang tingkat kepemilikan publiknya tinggi akan memberikan pengungkapan yang tepat waktu dan lebih luas dibandingkan dengan perusahaan yang sahamnya tidak

Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk disebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa, dan dari sana Ia akan datang untuk

Penegakan hukum di Indonesia sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga penegakan hukum di Indo Sistem pemenjaraan yang sangat