• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura pasca Penandatanganan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksistensi Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura pasca Penandatanganan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura Chapter III V"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN ATAS PERJANJIAN ANTARA INDONESIA DENGAN SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH

KEDUA NEGARA DI SELAT SINGAPURA

E. Sejarah dan Perkembangan Penetapan Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura

Indonesia dan Singapura telah memiliki hubungan yang baik dalam ikatan sejarah yang panjang. Perbatasan wilayah antara Indonesia dengan Singapura adalah perbatasan laut, yaitu terletak di Selat Singapura.

1. Gambaran Umum Selat Singapura

Selat Singapura merupakan salah satu selat tersibuk di kawasan Asia Tenggara dan bahkan di Asia Timur. Selat ini menjadi jalur laut internasional bagi kapal-kapal dari arah Selat Malaka, yang menuju Cina atau wilayah-wilayah di Asia Tenggara lain seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, Filipina, Brunei Darussalam dan wilayah lain di Asia Timur. Selat Singapura secara langsung juga membatasi wilayah Indonesia (Kepulauan Riau) dengan wilayah Singapura64

Selat Singapura selain ramai dilayari, juga ramai dengan masalah. Terutama oleh masalah yang berkaitan dengan perbatasan. Hal ini dikarenakan wilayah Selat Singapura yang strategis untuk perdagangan. Sehingga negara-negara yang secara

.

64

Marinda Yustia Nurfani, Satu Selat Dua Negara: Mencegah Potensi Konflik Perbatasan

RI-Singapura,

(2)

langsung berbatasan di Selat Singapura pasti akan saling mempertahankan klaim atas wilayah laut di Selat Singapura.

2. Gambaran Umum Singapura

Singapura adalah negara pulau kecil yang terletak di ujung selatan Semenanjung Melayu di Asia Tenggara. Negara ini terdiri atas pulau utama dan sejumlah pulau-pulau kecil. Di selatan pulau-pulau utama Singapura adalah Selat Singapura, yang memisahkan Singapura dari Kepulauan Indonesia65. Singapura terletak pada koordinat 1°18’ lintang utara dan 103°18’ lintang selatan66

Sejarah Singapura bermula pada abad ke-14. Pada waktu itu, Singapura yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya dikenal dengan nama Temasek dan menjadi salah satu pelabuhan dan bandara yang ramai. Setelah Kerajaan Sriwijaya tidak lagi berkuasa, Temasek diperebutkan oleh Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Ayuthia (Siam). Namun serangan dari Kerajaan Siam berhasil dihalangi kubu pertahanan Temasek. Sejak saat itu nama Temasek berubah menjadi Singha Pura atau Bandar Singa

. Lokasinya yang terletak antara Laut China Selatan dan Samudera Hindia telah membuat Singapura menjadi tempat transit penting bagi Asia Tenggara serta pengiriman barang ke seluruh dunia.

67

Adanya pembangunan Bandar Malaka pada awal abad ke 15 mengakibatkan Singapura tidak lagi menjadi pusat perdagangan karena kapal-kapal lebih memilih

.

65

Pete, Profil dan Sejarah Singapura,

66

Singapura, http://ms.wikipedia.org/wiki/Singapura, diakses tanggal 20 April 2016.

67

(3)

berlabuh di Bandar Malaka. Singapura pun menjadi pulau yang sepi dan jarang didiami penduduk. Pada tahun 1819, Sir Stamford Raffles, seorang agen untuk sebuah perusahaan perdagangan Inggris, memimpin pembangunan pemerintahan Inggris di Singapura. Secara bertahap pos perdagangan kecil ini menjadi penting untuk Kerajaan Inggris68

Pada tahun 1826, Singapura dipersatukan dengan Malaka dan Penang menjadi Permukiman Selat Malaka Inggris. Singapura menjadi koloni pada tahun 1867, dan Inggris mengembangkannya menjadi pusat komersial utama dan pangkalan angkatan laut yang kuat. Selama Perang Dunia II (1939-1945), Singapura diduduki oleh Jepang. Setelah Perang Dunia II, Singapura diserahkan kembali kepada Inggris

.

69

Singapura berhasil membangun negaranya dengan pesat dan menjadi negara yang berjaya dari segi ekonomi. Singapura mempunyai hubungan dagang yang kuat, pelabuhan yang sibuk dan GDP per kapita yang setara dengan negaranegara di Eropa Barat. Singapura pada saat ini juga menjadi negara yang paling maju di kawasan Asia Tenggara.

.

Pada tahun 1959, Singapura diberi hak untuk memerintah sendiri, dan empat tahun kemudian Singapura memutuskan bergabung dengan Federasi Malaysia. Namun, pada tahun 1965 Singapura meninggalkan federasi tersebut dan lebih memilih berdiri sendiri karena timbulnya perbedaan antara suku Melayu yang mendominasi pemerintahan dengan mayoritas Cina Singapura. Sejak saat itu Singapura menjadi negara merdeka yang berdiri sendiri.

68

Pete, loc.cit.

69

(4)

Walaupun tumbuh menjadi negara maju, Singapura memiliki kendala dengan luas wilayah daratannya. Luas wilayah daratannya pada waktu merdeka hanya 581,5 kilometer persegi. Hal ini tidak sejalan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya sehingga meningkatkan permintaan lahan yang lebih luas lagi. Oleh karena itu, Singapura memutuskan untuk memperluas wilayah daratannya dengan jalan melakukan reklamasi pantai. Singapura melakukan reklamasi sejak tahun 1966 yang menyebabkan luas wilayah negara ini bertambah hingga mencapai 697,2 kilometer persegi dari luas wilayahnya pada 1960, yaitu 581,5 kilometer persegi. Perluasan wilayah ini akan digunakan untuk perumahan, rekreasi, kebutuhan infrastruktur, keperluan militer dan keperluan komersil. 3. Perkembangan Perbatasan

Sejarah perbatasan laut Indonesia dengan Singapura dimulai pada awal abad ke – XIX, seiring dengan datangnya bangsa Inggris tahun 1819 dibawah pimpinan Thomas Stamford Raffles pada saat itu Singapura masih bernama Temasek. Menyadari bahwa letak geografis Pulau Temasek dengan perairannya yang sangat strategis kemudian di wilayah tersebut dibangun pos dagang dan permukiman serta pangkalan laut kerajaan Inggris70

70

Maritimmagz.com, Sejarah Batas Maritime RI-Singapura,

. Dengan hadirnya pelabuhan di Singapura merupakan ancaman bagi Batavia karena kapal–kapal lebih memilih membongkar muatan di Singapura dan hal ini membuat Gubenur Batavia, Baron Van Der Capellen marah dan menganggap sebagai masalah besar yang menggangu

(5)

perdagangan dan ekonomi di Batavia sehingga meminta raja Belanda, Willem II untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan raja George di Inggris71

F. Faktor-faktor Pendorong Penyelesaian Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura

.

Persoalan penetapan perbatasan negara sangat tinggi relevansi dan urgensinya terhadap upaya pemeliharaan integritas wilayah. Oleh karena itu, setiap wilayah perbatasan harus sebisa mungkin ditetapkan dan disepakati secara tertulis oleh kedua negara sehingga kedaulatan masing-masing pun terlindungi. Itu pula yang menjadi salah satu agenda utama Pemerintah Indonesia, yaitu untuk memperkokoh keutuhan NKRI melalui penetapan garis wilayah dengan negara-negara tetangga72

Terdapat beberapa faktor yang mendorong pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan batas wilayah maritimnya dengan Singapura

.

Eka Christiningsih Tanlain, op.cit, hal. 63-64.

(6)

Kedua, kegiatan penambangan pasir laut di Kepulauan Riau untuk diekspor ke

Singapura telah mengakibatkan abrasi pantai yang mengancam hilangnya titik-titik pangkal Indonesia di wilayah ini. Penambangan pasir memang dianggap memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hampir 84% komoditi yang diekspor oleh Propinsi Riau adalah pasir laut. Kegiatan penambangan itu dilakukan secara besar-besaran sehingga hampir seluruh wilayah perairan di Propinsi Riau sudah dikapling-kapling oleh para pengusaha. Hingga Juni 2002 tercatat 67 perusahaan telah yang mengantongi izin melakukan eksploitasi pasir laut, dan 300 perusahaan lainnya sudah memiliki izin eksplorasi.

Ketiga, adalah untuk menjaga keamanan wilayah teritorial Indonesia. Secara

umum wilayah perbatasan laut atau perairan Indonesia dengan negara-negara lain sering sekali menghadapi ancaman teritorial oleh gerakan separatisme, penyelundupan, perompakan dan illegal fishing. Untuk menanggulangi ancaman tersebut, angkatan laut Indonesia mengadakan patroli pengamanan wilayah perairan Indonesia. Namun belum adanya batas maritim yang jelas antara Indonsia dan Singapura mengakibatkan angkatan laut kedua negara sering bentrok ketika melakukan patroli pengamanan di daerah perbatasan. Ini pun akhirnya menjadi salah satu faktor yang mendorong Pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan penetapan perbatasan antara Indonesia dengan Singapura.

(7)

menangani permasalahan batas maritim Indonesia-Singapura. Pergantian kepemimpinan di Singapura semakin membuka peluang diadakannya perundingan penyelesaian batas maritim tersebut. Melalui pembicaraan-pembicaraan bilateral kedua kepala negara, Singapura akhirnya menyepakati untuk segera melakukan perundingan guna menyelesaikan batas maritimnya. Persetujuan Singapura untuk melakukan perundingan penyelesaian batas maritim Indonesia-Singapura dilatarbelakangi kepentingan nasionalnya, yaitu membuka kembali impor pasir laut dari Indonesia74

Indonesia merupakan pemasok utama kebutuhan pasir laut Singapura untuk proyek reklamasi pantainya. Pasir laut tersebut berasal dari Propinsi Riau dan Propinsi Bangka Belitung. Dengan adanya larangan tersebut tentu saja akan menggangu pelaksanaan proyek reklamasi pantai Singapura. Indonesia bersedia membuka kembali ekspor pasir lautnya ke Singapura bila perjanjian batas maritim kedua negara telah selesai disepakati

.

Pada tahun 2003 Indonesia mengeluarkan Kepmenperindag No. 117/MPP/Kep/2/2003 yang berisi Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Keputusan ini ditandatangani oleh Rini Suwandi sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Pelarangan tersebut berlaku sejak tanggal 18 Februari 2003. Sejak itu Indonesia menutup kegiatan ekspor pasir, terutama yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan reklamasi pantai Singapura.

75

74

Ibid, hal. 65

75

Ibid. hal. 67

(8)

Singapura untuk secepatnya melaksanakan perundingan batas maritimkedua negara di Selat Singapura.

G. Penentuan Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura Berdasarkan UNCLOS 1982

Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan agar konsep Wawasan Nusantara diakui dan diterima oleh semua negara di dunia melalui penetapan PBB. Dalam setiap Konferensi Hukum Laut yang diselenggarakan oleh PBB, Indonesia membentuk tim perunding yang berusaha memasukkan konsep Wawasan Nusantara dalam keputusan PBB. Dalam pembicaraan yang berlangsung, perdebatan dilontarkan menanggapi konsep itu, khususnya yang menyangkut masalah definisi kepulauan, hak negara tetangga, lalu lintas internasional dan penerbangan yang melewati perairan, dan hak warga Indonesia atas potensi dasar laut.

(9)

dan landas kontinen di luar perairan nusantara dan laut wilayah Indonesia telah menambah juga hak-hak berdaulatan Indonesia76

Konvensi Hukum Laut 1982 juga menentukan bahwa untuk menetapkan lebar laut teritorial Negara-negara kepulauan dapat menarik garis lurus garis dasar kepulauan sampai 100 mil laut yang menghubungkan titik-titik paling luar dan batu-batu karang, selama ratio air dan daratan di dalam garis-garis tersebut tidak melebihi 9 berbanding 1, dengan ketentuan bahwa kawasan yang diperoleh tidak memotong negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif

.

77

Menurut UNCLOS 1982, terdapat delapan zona pengaturan yang berlaku di laut, yaitu perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen, laut lepas dan kawasan dasar laut

.

Dalam ketentuan baru, Hukum Laut Internasional telah memberikan wewenang kepada Indonesia untuk menguasai kira-kira 8 juta km persegi dari kekayaan alam yang sebelumnya wilayah kedaulatan hanya sekitar 1,9 juta kilometer persegi. Kemudian bertambah menjadi lima juta km persegi dengan Deklarasi Djuanda. Kini dengan konvensi hukum laut ditambah dengan wilayah yurisdiksi ZEE dan Landas Kontinen maka artinya luas wilayah Indonesia menyerupai benua dengan sebagian besar wilayah tersebut adalah perairan atau maritim. Pada tanggal 16 November 1994 UNCLOS 1982 resmi mulai berlaku di sejumlah negara yang meratifikasinya yaitu 60 negara. Indonesia juga telah meratifikasinya konvensi tersebut pada tahun 1985 dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985.

76

Hasyim Djalal, Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Dasawarsa 1990, Jakarta : CSIS, 1997, hal. 205-208

77

(10)

internasional. Batas wilayah laut suatu negara pantai atau negara kepulauan meliputi batas laut teritorial, batas zona tambahan, batas perairan ZEE dan batas landas kontinen.

Sebagai Negara-negara yang meratifikasi UNCLOS 1982, maka Indonesia dan Singapura harus tunduk pada konvensi tersebut dalam segala peraturan mengenai wilayah laut. Dalam kaitannya dengan perjanjian antarnegara yang berbatasan di wilayah laut, UNCLOS 1982 merujuk kepada tercapainya kesepakatan para pihak yang dibuat berdasarkan hukum internasional publik. Dengan demikian UNCLOS 1982 memberian keleluasaan kepada para pihak untuk menyepakati prinsip-prinsip hukum yang dapat diterima bersama oleh negara-negara pihak sebagai dasar dalam penentuan perbatasan di laut78

Suatu negara pantai, memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut pada zona perairan pedalaman atau perairan kepulauan dan laut teritorial. Hal ini diatur dalam UNCLOS 1982 pasal 2 yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara pantai menyambung keluar dari wilayah daratan dan perairan pedalamananya atau perairan kepulauannya ke kawasan laut teritorial, ruang udara diatasnya serta dasar laut dan tanah dibawahnya. Penentuan lebar laut teritorial diatur dalam pasal 3 dimana suatu negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya sampai ke batas 12 mil laut dari garis pangkal pantainya

.

79

78

Rivai Sihaloho, op.cit, hal. 49

79

Chairul Anwar, op.cit, hal. 20.

(11)

ini ditentukan sebagai suatu garis dimana setiap titiknya berada pada jarak dari titik yang terdekat dari garis batas yang sama dengan lebar laut teritorial80

Terdapat tiga macam garis pangkal yang dapat digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial, yaitu garis pangkal normal, garis pangkal lurus dan garis pangkal kepulauan. Garis pangkal normal, menurut pasal 5 UNCLOS 1982, adalah garis pangkal yang ditarik dari pantai pada waktu air laut surut dengan mengikuti lekukan pantai, sehingga arah garis pangkal normal sejajar dengan arah atau lekukan pantai

.

81

Garis pangkal lurus diatur dalam pasal 7 UNCLOS 1982. Garis pangkal lurus tersebut ditarik dengan cara menghubungkan titik-titik atau ujung-ujung terluar dari pantai pada waktu air laut surut. Penarikan garis pangkal lurus ini hanya dapat dilakukan pada pantai yang berliku-liku atau jika di depannya terdapat pulau, gugusan ataupun deretan pulau. Sedangkan garis pangkal kepulauan diatur dalam pasal 47 yang menyatakan bahwa negara-negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan sampai sejauh 100 mil laut yang menghubungkan titik-titik paling luar dari pulau paling luar dan batu-batu karang, selama ratio perbandingan air dan daratan tidak melebihi 9 berbanding 1, dan dengan ketentuan bahwa kawasan yang diperoleh tidak memotong negara lain dari laut

. Untuk mengukur lebar laut teritorial, dari garis pangkal ditarik garis tegak lurus ke arah laut sesuai dengan lebar laut yang ditentukan masing-masing negara. Titik atau garis pada bagian luar tersebut merupakan garis atau batas luar laut teritorial.

80

Ibid.

81

(12)

lepas atau ZEE82

Konvensi Hukum laut Internasional 1982 juga mengatur penempatan suatu garis pangkal dalam menghadapi keadaan geografi yang khusus. Menurut pasal 9, sungai-sungai yang langsung mengalir ke laut garis pangkalnya ialah garis lurus memotong muara sungai di antara titik-titik air terendah pada sisi-sisi sungai. Pasal 10 mengatur penarikan garis pangkal yang memotong teluk pada pantai yang dimiliki Negara yang sama

. Menurut pasal 48, garis pangkal tersebut dapat digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen suatu negara kepulauan.

83

Dalam penetapan batas laut teritorial, pasal 11 menyatakan bahwa instalasi pelabuhan permanen yang terluar, yang merupakan bagian integral dari sistem pelabuhan, harus dianggap sebagai bagian dari pantai sehingga dapat digunakan sebagai titik pangkal. Instalasi-instalasi lepas pantai dan pulau-pulau buatan tidak dianggap sebagai instalasi pelabuhan permanen

.

84

. Dalam pasal 12 menentukan bahwa tempat-tempat berlabuh di tengah laut, yang biasanya dipakai untuk memuat, membongkar dan menambat kapal, termasuk dalam laut teritorial85

(13)

sebagian pada jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari daratan utama atau suatu pulau, garis air surutnya dapat digunakan sebagai garis pangkal untuk maksud pengukuran lebar laut teritorial. Namun suatu elevesi surut yang berada seluruhnya pada jarak yang melebihi laut teritorial dari daratan utama atau suatu pulau tidak mempunyai laut teritorial sendiri86

Pasal 15 UNCLOS 1982 mengatur penetapan garis batas laut teritorial antara negaranegara yang pantainya berhadapan atau berdampingan. Tidak satupun dari kedua negara tersebut berhak untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis pangkal dari tempat lebar laut teritorial masing-masing negara diukur, kecuali ada persetujuan sebaliknya di antara mereka. Ketentuan ini tunduk pada kekecualian dari hak-hak historis atau keadaan khusus lainnya yang cara pembatasannya berbeda

.

87

(14)

a. Mahkamah Internasional Hukum laut yang dibentuk berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982,

b. Mahkamah Internasional,

c. Arbitrase atau Prosedur Arbitrase Khusus yang diatur di dalam Annex VII dan Annex VIII UNCLOS 1982,

d. Konsiliasi yang diatur dalam Annex V.

H. Upaya Pemerintah dalam Penanganan Wilayah Perbatasan Indonesia dengan Singapura

Salah satu cara untuk menetapkan garis batas wilayah maritim suatu negara adalah dengan melakukan perjanjian perbatasan dengan negara lain. Indonesia dan Singapura telah melakukan beberapa kali pertemuan utuk membicarakan penyelesaian batas maritim kedua negara di Selat Singapura.

Kondisi kawasan perbatasan antar negara di wilayah darat dan laut di Indonesia masih jauh lebih buruk dibanding dengan kawasan perbatasan negara tetangga. Namun demikian, perlu diakui bahwa Pemerintah Indonesia selama ini bukan tidak berbuat apa-apa dalam pembangunan kawasan perbatasan.89

89

Rivai Sihaloho, op.cit, hal. 95.

(15)

Berikut ini akan dibahas upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu, yaitu dalam penanganan wilayah perbatasan Indonesia dengan Singapura.

1. Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Tengah Selat Singapura Tahun 1973

Indonesia memulai perundingan mengenai perbatasan laut teritorial dengan Singapura pada tahun 1971. Urgensi dari diselenggarakannya perjanjian ini adalah karena Selat Singapura merupakan kelanjutan dari Selat Malaka yang memiliki tingkat pelayaran internasional yang tinggi90. Namun pada saat itu Singapura tidak mau berunding dengan berbagai alasan. Akhirnya, dengan memanfaatkan pertemuan bilateral antar sesama negara ASEAN, perundingan dengan Singapura pun dimulai91

90

Adiwerti Sarahayu Lestari, op.cit, hal.78.

91

Ibid.

.

Perundingan ini berakhir di tahun 1973 dan dituangkan dalam Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura. Perjanjian tersebut memiliki nama resmi Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore Relating to the Delimitating of the Territorial seas of the Two Countries in the

(16)

Gambar di bawah ini merupakan hasil kesepakatan batas maritim Indonesia-Singapura bagian tengah.

Gambar 1:

(Sumber:regional.coremap.or.id/i/eng/bukurinci_kepri.jpg)

(17)

Perundingan batas maritim Indonesia-Singapura di Selat Singapura ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 25 Mei 1973. Dalam penandatanganan perjanjian tersebut, pemerintah Indonesia diwakili oleh Adam Malik dan pemerintah Singapura diwakili oleh S. Rajaratnam. Pemerintah Indonesia lalu meratifikasi kesepakatan ini pada 3 Desember 1973 sedangkan Singapura baru meratifikasinya pada 29 Agustus 197492

2. Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura Tahun 2009

.

Namun, Perjanjian 1973 belum mengakomodasi secara keseluruhan mengenai garis-garis batas laut teritorial antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura. Untuk mengakomodasi hal tersebut, diperlukan suatu perundingan lebih lanjut antara kedua negara.

Kebijakan Singapura dalam proyek reklamasi telah menimbulkan kekhawatiran dari aspek kedaulatan Indonesia. Bukan hanya berpengaruh terhadap posisi dan pengukuran garis batas kedua Negara, namun juga konsekuensi hilangnya lebih banyak lagi potensi Indonesia sebagai kawasan persinggahan, jalur pelayaran, dan perdagangan internasional yang sangat strategis. Selain itu juga dikhawatirkan semakin banyaknya wilayah Indonesia yang hilang akibat pulau-pulau terluar mengalami abrasi karena kenaikan permukaan air laut dan eksploitasi pasir untuk ekspor ke Singapura. Proyek reklamasi menimbulkan reaksi dari pemerintah

92

(18)

Indonesia dengan mulai gencar melakukan upaya diplomasi agar permasalahan ini dapat cepat diselesaikan93

Sehingga, sebagai bentuk diplomasi yang dilakukan pemerintah, pada 26 September 2001 Presiden Megawati bersama dengan Menko Polkam, Menko Perekonomian, Menko Kesra dan Meneg BUMN melakukan kunjungan ke Singapura. Dalam pertemuan bilateral tersebut, delegasi Indonesia bertemu dengan delegasi Singapura yang terdiri dari PM Goh Chok Tong, Menteri Senior Lee Kuan Yew, Wakil PM/Menhan Dr. Tony Tan, Menlu Jayakumar serta Menteri Pendidikan dan Menteri Pertahanan ke-2 Teo Chee Hean. Pertemuan bilateral tersebut membicarakan upaya-upaya peningkatan dan kerjasama bilateral dan regional di bidang politik, ekonomi dan sosial serta menyepakati untuk berupaya menyelesaiakan masalah-masalah ”pending” diantara kedua negara yang selama ini dianggap sebagai isu-isu sensitif melalui cara-cara perundingan yang sifatnya “quiet diplomacy”. Pihak Indonesia mendesak pemerintah Singapura untuk mengadakan pertemuan pejabat tinggi setingkat SOM diantara kedua negara untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut

.

94

Pada Februari 2002, pemerintah Indonesia melalui KBRI Singapura secara resmi menyampaikan keinginannya untuk segera memulai perundingan penetapan batas maritim yang belum terselesaikan

.

95

93

I Made Andi Arsana, Batas Maritime Antar Negara, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007, hal. 1-5

94

Laporan Tahunan KBRI Singapura Tahun 2001 : Buku I, hal. 19 dalam Eka Christiningsih Tanlain., op.cit, hal. 17

95

Ibid.

(19)

pemerintah Singapura tidak memberikan tanggapan terhadap permintaan Indonesia tersebut.

Pada 4 Agustus 2003, Presiden Indonesia dan PM Singapura menyepakati penyelesaian batas maritim kedua negara melaui perundingan delimitasi. Namun pada informal exchange 2003, pemerintah Singapura meminta keluangan dalam melakukan perundingan batas maritim Indonesia-Singapura karena negosiatornya sedang melakukan perundingan masalah Pedra Branca. Pada 10 September 2003 dalam kunjungan kerja Menlu Indonesia, Menlu Singapura menyampaikan kesediaannya untuk menugaskan pejabat tingkat teknis untuk melakukan perundingan batas maritim dengan Indonesia96

Setelah pergantian kepemimpinan, baik di Indonesia maupun di Singapura, membuka peluang penyelesaian isu-isu sensitif yang selama ini mengganjal kedua negara, salah satunya mengenai penyelesaian batas maritim kedua negara di Selat Singapura. Proses perundingan penetapan batas laut teritorial di bagian barat Selat Singapura antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura mulai dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2005 dan berakhir tanggal 10 Maret 2009, ketika Menteri Luar Negeri kedua negara menandatangani Perjanjian 2009 di Jakarta

.

97

Dalam proses perundingan, Singapura mengajukan beberapa proposal mengenai dasar delimitasi wilayah laut teritorial yang akan dirundingkan. Proposal-proposal tersebut meletakkan titik pangkal (basepoint) di wilayah pantai hasil reklamasi

.

96

Ibid.

97

(20)

yang telah mereka lakukan. Reklamasi tersebut mengakibatkan garis pantai Singapura menjadi lebih maju dari sebelumnya.98

Namun, Indonesia selalu mendasarkan posisinya pada Pasal 15 UNCLOS 1982 dan menolak menggunakan hasil reklamasi sebagai dasar pengukuran, serta menggunakan referensi peta asli tahun 1973 dan titik dasar Indonesia di Pulau Nipa dan garis pangkal kepulauan Indonesia yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Kecil99.

Perjanjian yang berhasil dirumuskan pada tahun 2009 tersebut menyepakati jarak antara garis pangkal kepulauan Indonesia dengan garis batas kesepakatan yakni sepanjang 3950 m dan jarak antara hasil reklamasi (Singapura) dengan batas kesepakatan sepanjang 1900 m. Terdapat 4 (empat) titik yang disepakati dalam perjanjian ini dan titik-titk tersebut menambah panjang perbatasan laut territorial Indonesia dengan Singapura di bagian barat Selat Singapura.

Berikut adalah gambar hasil kesepakatan batas maritim Indonesia dengan Singapura.

98

Adiwerti Sarahayu Lestari, op.cit, hal.84

99

(21)

Gambar 2:

(Sumber:http://2.bp.blogspot.com/-4HjkkCPatv0/VA1j9VGYSUI/AAAAAAAAclM/X9289ETigF4/a1600/apindonb order.GIF)

3. Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura Tahun 2014

Sebagai kelanjutan dari perundingan di tahun 1973 dan tahun 2009, pemerintah Indonesia kemudian mengadakan perundingan kembali dengan pemerintah Singapura.

Indonesia dan Singapura telah menyepakati garis batas laut yang berada di sebelah timur Selat Singapura. Penandatangan ini terjadi di tengah-tengah kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa ke Singapura, 2-4 September 2014. Penandatangan kesepakatan ini dilakukan oleh Marty dan Menteri Luar Negeri Singapura K. Shanmugam. Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura mencakup area perairan antara Batam (Indonesia) dan Changi (Singapura). Penetapan garis batas Laut Wilayah dilakukan dengan mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1982 dan dirundingkan sesuai kepentingan nasional kedua negara100

100

RI-Singapura Sepakati Garis Batas Laut dala

. Batas laut wilayah antara Indonesia dan Singapura di bagian timur Selat Singapura merupakan garis yang membentang sepanjang 5,1 mil laut (9,5 kilometer) yang merupakan kelanjutan dari garis batas laut wilayah di bagian tengah Selat Singapura. Hal itu sesuai Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Selat Singapura yang

(22)

ditandatangani di Jakarta pada 25 Mei 1973 dan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Barat Selat Singapura yang ditandatangani di Jakarta pada 10 Maret 2009101

Batas laut wilayah tersebut dituangkan dalam Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura (Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore relating to the Delimitation of the

Teritorial Seas of the Two Countries in the Eastern Part of the Strait of

Singapore)

.

102

101

Kerja Sama Bilateral | Presiden SBY Terima Penghargaan Tertinggi untuk Pemimpin Negara RI dan Singapura Setujui Batas Laut dalam http://koran-jakarta.com/?19426-ri%20dan%20singapura%20setujui%20batas%20laut-1 diakses pada tanggal 18 April 2016

102

Ibid

(23)

Lokita, Eko Artanto, dan Astrit Rimayanti. Plt. Kepala BIG, Ibu Titiek Suparwati103

Kesepakatan batas teritorial laut memiliki arti penting secara geoekonomi dan geopolitik. Secara geoekonomi batas baru tersebut akan menguatkan sejumlah kerja sama ekonomi dan upaya pengembangan kawasan. Presiden menyebutnya kerja sama segitiga pertumbuhan Sijori (Singapura, Johor, Riau) dan kawasan perdagangan bebas di Batam, Bintan dan Karimun. Secara geopolitik aspek keamanan menjadi lebih jelas, sehingga kerjasama yang akan dilakukan menjadi lebih baik

.

104

Gambar 3: .

Dibawah ini merupakan gambar hasil kesepakatan batas maritim Indonesia dengan Singapura di Selat Singapura.

(Sumber:m.baranews.co/web/read/20580/perjanjian.batas.laut.singapura.bisa.jadi. rujukan.penyelesaian.sengketa.perbatasan#.V-3Bwt-kdAh)

103

BIG I Bersama Menata Indonesia Lebih Baik dalam http://www.Big.go.id/berita-surta/show/tim-teknis-penetapan-batas-maritim-ri-beraudiensi-dengan-presiden-ri diakses pada tanggal 21 Mei 2016

104

Sekretariat Negara Republik Indonesia, Hasil Perundingan Penetapan Batas Laut Teritorial RI

(24)

BAB IV

EKSISTENSI BATAS WILAYAH INDONESIA-SINGAPURA PASCA PENANDATANGANAN PERJANJIAN PENETAPAN GARIS BATAS

LAUT WILAYAH DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA

A. Potensi Konflik Indonesia dan Singapura

Masalah perbatasan merupakan masalah yang sangat sensitif. Konflik-konflik internasional paling serius dalam sejarah umat manusia seringkali berpangkal dari klaim wilayah yang tumpang tindih di sepanjang garis perbatasan. Penelitian empiris di kemudian hari bahkan menunjukkan bahwa dibandingkan isu lainnya, masalah perbatasan berpotensi dua kali lipat lebih besar untuk menjadi konflik bersenjata.

Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa potensi konflik diantara Indonesia dengan Singapura.

(25)

Permasalahan reklamasi Singapura menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam kaitannya dengan ketetuan UNCLOS 1982. Penyebabnya, belum ada aturan atau pasal yang spesifik dari UNCLOS yang mengatur mengenai reklamasi. Meskipun begitu, ada beberapa pasal dalam UNCLOS 1982 yang dapat diinterpretasikan dalam proses reklamasi, yaitu:

a. Pasal 60 ayat 8 dalam UNCLOS 1982

Pasal ini menyebutkan antara lain bahwa pulau buatan, instalasi, dan bangunan tidak mempunyai status pulau, sehingga tidak memiliki laut teritorialnya sendiri. Kehadirannya juga tidak mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen. (UNCLOS 1982, pasal 60 ayat 8). Itu berarti batas wilayah dua negara ditentukan dengan batas-batas alamiah. Artinya, penambahan wilayah darat melalui proyek reklamasi darat tidak mengubah batas wilayah kedua negara.

Pasal tersebut juga menyebut mengenai struktur, reklamasi, ataupun pulau buatan tak akan mengubah delimitasi (garis batas) laut teritorial, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Sehingga, dapat diinterpretasikan bahwa base point hanya bisa diukur dari pulau terluar yang alamiah, bukan dari daratan hasil

reklamasi. Dengan kata lain, meski daratan Singapura bertambah, wilayah perairannya tidak serta merta ikut maju dan berpengaruh pada kedaulatan wilayah perairan Indonesia (Juwana, 2007).

(26)

melanggar garis perbatasan yang telah disepakati kedua belah pihak melalui perjanjian perbatasan wilayah.

b. Pasal 11 dalam UNCLOS 1982 Pasal itu antara lain menyebutkan bahwa:

"Untuk maksud penetapan batas laut teritorial, instalasi pelabuhan permanen yang terluar yang merupakan bagian integral dari sistem pelabuhan dianggap sebagai bagian dari pantai. Instalasi lepas pantai dan pulau buatan tidak akan dianggap sebagai instalasi pelabuhan yang permanen.”

Pasal ini juga menjelaskan jauh secara teknis dalam Petunjuk Aspek Teknis UNCLOS (TALOS) yang menyatakan instalasi pelabuhan tersebut meliput i struktur permanen buatan manusia di sepanjang pantai dan merupakan bagian integral dari sistem pelabuhan seperti pelindung pantai, dermaga, fasilitas pelabuhan lain, terminal pantai, dinding laut. Instalasi pelabuhan semacam itu bisa digunakan sebagai bagian dari garis pangkal untuk delimitasi laut teritorial dan yurisdiksi maritim lainnya.

Seandainya reklamasi pantai yang dilakukan Singapura bertujuan untuk membangun struktur seperti yang dimaksud oleh pasal tersebut, maka jelas instalasi semacam itu bisa digunakan sebagai garis pangkal. Akibatnya, garis pangkal yang berubah berpotensi mengubah klaim maritim Singapura menjadi lebih ke selatan mendekati Indonesia (Warsana, 2007).

(27)

titik pangkal penarikan garis perbatasan. Indonesia harus mewaspadai terhadap klaim interpretasi dari pasal ini.

c. Pasal 15 dalam UNCLOS

Pasal 15 antara lain menyebutkan mengenai penetapan garis batas taut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan. Bahwa untuk dapat menetapkan batas laut teritorialnya, maka tidak satupun diantaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya diantara mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi batas tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal darimana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur.

Tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku jika terdapat hak historis atau keadaan khusus lainnya. Hal ini berarti wilayah perairan Indonesia-Singapura haruslah diselesaikan dengan perundingan di antara kedua belah pihak, dimana negara tidak berhak untuk melebihi batas tengah perairan. Dalam proses perundingan tersebut, masing-masing negara akan menggunakan berbagai argumen dan pasal– pasal yang tertera dalam UNCLOS 1982.

Berdasarkan interpretasi terhadap ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 mengenai reklamasi tersebut, maka ada celah-celah dari masing-masing negara, baik Indonesia maupun Singapura, untuk mengajukan argumen masing-inasing terkait permasalahan reklamasi Singapura dan dampak delimitasi batas wilayah.

(28)

Reklamasi yang dilakukan oleh Singapura memberikan dampak yang sangat besar terhadap perluasan wilayah dari Singapura. Reklamasi besar-besaran yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura telah merubah bentuk garis pantai dari Singapura dan merubah jarak titik-titik batas laut ke daratan Singapura. Luas daratan Singapura pun bertambah setelah reklamasi ini. Perluasan wilayah yang dilakukan oleh Singapura bermula dari tahun 1960 karena keterbatasan wilayah yang dimilikinya dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Dengan luas wilayahnya yang hanya sekitar 581,5 kilometer persegi sementara kebutuhan akan infrastrukur, perumahan, industri dan rekreasi terus meningkat.

(29)

Kekhawatiran Indonesia terhadap Singapura yang melakukan reklamasi pantai yang mengarah ke wilayah daratan Indonesia adalah hal yang wajar mengingat adanya potensi pengklaiman wilayah oleh negara tetangga terhadap wilayah Indonesia, seperti yang terjadi dengan Pulau Sipadan dan Ligitan. Permasalahan mudahnya pengklaiman wilayah yang dilakukan oleh negara-negara tetangga terhadap wilayah Indonesia adalah karena belum adanya kesepakatan titik batas antara negara yang berbatasan. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan segera menyelesakan persoalan delimitasi perbatasan dengan negara tetangga.

B. Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura Pasca Penandatangan Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura

Wilayah bagi suatu negara sangatlah penting selain sebagai salah satu unsur negara, wilayah juga merupakan identitas dari suatu negara, yang menunjukkan dimana negara itu berada untuk meletakkan kedaulatan pemerintahannya. Selain itu wilayah negara juga merupakan suatu aset bagi negara yang memberikan segala potensi dan sumber daya alam yang dapat mendukung terselenggaranya pemerintahan dan aktivitas rakyat untuk mencukupi segala kebutuhan. Eksistensi suatu wilayah negara memang patut untuk dipertahankan dan tidak boleh dipandang sebelah mata, baik itu di darat, laut maupun udara.

(30)

hukum terhadap batas wilayah negara demi eksistensi kedaulatan negara Republik Indonesia.

Beberapa bagian wilayah laut khusunya Laut Teritorial merupakan bagian wilayah yang memerlukan pengaturan khusus baik dalam hal yurisdiksi, pengelolaan, eksplorasi dan eksploitasi terhadap kekayaan yang terkandung di dalamnya. Laut teritorial merupakan wilayah perbatasan yang langsung berhubungan dengan pulau-pulau terluar negara Indonesia. Apabila wilayah ini tidak diatur dalam peraturan yang tegas, maka dikhawatirkan akan terjadi pengklaiman wilayah oleh negara tetangga dan juga hal ini akan membuat negara lain dengan leluasa memasuki wilayah negara Indonesia, sehingga dapat mengancam kedaulatan negara Indonesia.

Laut Teritorial merupakan bagian wilayah yang berada di luar garis pangkal pulau terluar sejauh 12 mil. Untuk mengukur lebar laut teritorial terdapat beberapa garis pangkal yang meliputi:

1. Garis Pangkal Biasa (Normal Base Lines)

(31)

Gambar 4 Garis Pangka l Biasa

─ ∙ ─ ∙ ─ ∙ ─ ∙ ─ Garis Pangkal Biasa

………... Garis atau Batas Luar (outer limit). (Sumber:sangkoeno.com)

2. Garis Pangkal Lurus (Stright Base Line)

(32)

ini diakui dalam Keputusan Mahkamah Internasional pada tahun 1951 dalam Anglo-Norwegian Fisheries Case105

Gambar 5 Garis Pangkal Lurus dari Ujung ke Ujung

Garis AB,CD,EF,GH dan IJ adalah garis pangkal lurus dari ujung ke ujung Garis OA,BC,DE,FG,HI dan JK adalah garis pangkal normal

……… Garis Batas Luar (outer limit) (Sumber:sangkoeno.com)

.

3. Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Base Lines)

Pada suatu negara yang memiliki keadaan sangat khusus yakni hingga memenuhi syarat disebut sebagai negara kepulauan, sehingga dipergunakan metode pengukuran dengan menentukan garis pangkal kepulauan (Archipelagic Base Lines), yaitu garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungka n titik-titik terluar

dari pulaupulau terluar dan karang-karang kering dari kepulauan, asalkan dalam garis semacam itu termasuk didalamnya pulau-pulau induk dari suatu wilayah,

105

(33)

yang ratio dari wilayah perairan dan daratan, termasuk atol adalah satu banding satu dan sembilan banding satu (Pasal 47 UNCLOS 1982).

Gambar 6: Garis Pangkal Kepulauan (archipelagic base lines) Garis AB,CD,EF,GH adalah garis pangkal kepulauan ……… Garis Batas Luar (outer limit)

(Sumber:sangkoeno.com)

Baik wilayah perairan pedalaman dan laut teritorial adalah bagian laut wilayah yang merupakan kedaulatan penuh suatu negara, dalam ketentuan Pasal 2 UNCLOS 1982: “bahwa kedaulatan negara pantai meliputi laut teritorialnya, termasuk ruang udara di atasnya dan dasar laut serta tanah dibawahnya”.

(34)

garis pangkal kepulauan yang ditarik sesuai dengan ketentuan Pasal 47 UNCLOS 1982.

Perjanjian yang diadakan oleh suatu negara sebagai subyek hukum internasional, bertujuan untuk menggariskan hak dan kewajiban yang ditimbulkan serta akibat yang berpengaruh bagi para pihak pembuat perjanjian baik yang bersifat Bilateral maupun Multilateral106

Perjanjian Internasional berdasarkan praktik beberapa Negara dibedakan atas dua golongan. Pada satu pihak perjanjian internasional diadakan dengan tiga tahap pembentukan, yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Dan pada pihak lain perjanjian internasional hanya melewati dua tahap, yakni perundingan dan penandatanganan. Biasanya golongan perjanjian pertama diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan

. Dalam upaya memperjelas eksistensi batas wilayah Indonesia dengan Singapura maka suatu perjanjian atau perundingan bilateral dapat dilakukan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya tentang perbatasan wilayah Indonesia dengan Singapura, kedua negara telah menetapkan batas-batas laut teritorial di bagian Timur 1 (Batam-Singapura) Selat Singapura. Sehingga batas wilayah antara Indonesia dengan Singapura hanya menyisakan satu bagian lagi, yaitu bagian Timur 2 (South Ledge - Middle Rock - Pedra Branca) yang penanganannya harus ditangguhkan karena melibatkan Malaysia yang juga memiliki kepentingan di bagian tersebut.

106

(35)

untuk golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting, misalnya perjanjian perdaganagn yang berjangka pendek. 107

Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional wajib dilakukan

Jadi, pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah ke dalam produk hukum nasional dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak.

108

. Pengesahan Perjanjian Internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR. Pengesahan dengan keputusan presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.109

Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggungjawaban atau keterangan pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut dapat dibatalkan atas permintaan DPR. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasioal pasal 18 huruf (h).

107

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, op.cit, hal 119

108

Tri Yani Santika Harahap, ”Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Antara Republik Indonesia dan Singapura di Bidang Pertahanan dan Keamanan”, Skripsi S1 Hukum Internasional Fakultas Hukum, USU, 2009, hal. 40.

109

(36)

Pengesahan perjanjian internasional menurut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:

a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik

Indonesia;

c. kedaulatan atau hak berdaulat negara; d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e. pembentukan kaidah hukum baru;

f. pinjaman dan / atau hibah luar negeri.

Perjanjian bilateral antara Indonesia dengan Singapura ini menyangkut masalah perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia dan juga menyangkut masalah kedaulatan atau hak berdaulat negara, maka sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000, Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura ini harus disahkan melalui undang-undang. Hal ini berarti bahwa pemberlakuan Perjanjian Internasional ke dalam hukum nasional Indonesia tidaklah serta-merta.

(37)

perjanjian tersebut dalam Pasal 4 yang menyebutkan bahwa perjanjan tersebut akan disahkan menurut ketentuan-ketentuan konstitusional dari kedua negara. Kemudian dalam Pasal 5 disebutkan juga bahwa perjanjian tersebut akan mulai berlaku pada tanggal pertukaran Piagam Pengesahannya.

Disepakatinya Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura pada prinsipnya memberikan keuntungan dari berbagai aspek, seperti untuk memudahkan pengawasan, penegakan kedaulatan negara di luar wilayah, menjamin keselamatan jalur navigasi di Selat Singapura, menjamin kepastian hukum dari wilayah perbatasan Indonesia, serta menjaga hubungan baik kedua negara. Namun, hingga saat ini perjanjian 2014 ini belum diratifikasi baik oleh Indonesia maupun Singapura. Untuk itu, agar perjanjian ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat, pemerintah harus segera meratifikasi perjanjian ini ke dalam peraturan nasional serta segera menerbitkan titik-titik koordinat pulau-pulau terluar NKRI yang terbaru.

(38)

Perjanjian tersebut dapat masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015 Kumulatif Terbuka110

C. Dampak Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura bagi Indonesia

.

Ditandatanganinya perjanjian ini menjadi angin segar bagi Indonesia, guna menindaklanjuti kepastian hukum perbatasan Indonesia khususnya dengan Singapura. Perjanjian yang berjudul Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore Relating to the Delimitating of the Territorial seas of

the Two Countries in the Eastern Part Of The Strait of Singapore ditandatangani

pada 3 September 2014. Traktat ini berisi pengesahan perjanjian diplomatik antara Indonesia dengan Singapura, yang merupakan tindak lanjut dari Perjanjian Bilateral yang telah ditandatangani sebelumnya, yaitu pada 25 Mei 1973 dan 10 Maret 2009 tentang batas wilayah kedua negara di Selat Singapura.

Penandatangan Perjanjian Penetapan Garis Batas Wilayah antara Indonesia dan Singapura di bagian Timur Selat Singapura, dinilai oleh Menteri Luar Negeri saat itu, Marty Natalegawa, akan memberikan kepastian atas batas wilayah kedua negara di Selat Singapura dan mempererat hubungan bilateral serta mendorong

110

(39)

kerja sama kedua negara di berbagai bidang, termasuk dalam pengelolaan kawasan perbatasan111

Perjanjian tersebut akan memberikan manfaat nyata bagi Indonesia dan Singapura dalam memelihara kedaulatan dan menegakkan hukum di wilayah perairan kedua negara dan dalam meningkatkan kerja sama di bidang keselamatan pelayaran, kelautan dan perikanan, serta penanggulangan kejahatan lintas batas di Selat Singapura

.

112

. Menurut Staf Khusus Presiden di bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah, penyelesaian negosiasi batas laut wilayah Indonesia dan Singapura dapat menjadi rujukan bagi penyelesaian sengketa perbatasan di antara negara-negara di kawasan yang dilakukan secara damai dengan menggunakan prinsip hukum laut internasional113

Indonesia memiliki perbatasan maritim dengan 10 (sepuluh) negara yaitu, dengan India (landas Kontingen, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)), Thailand (Landas Kontingen, ZEE), Malaysia (Laut Wilayah, ZEE, Landas Kontingen), Singapura

.

Dengan demikian, permasalahan perbatasan laut Indonesia dengan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik. Namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati yakni dan masih terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara.

111

Didik Pambudi, Perundingan Batas laut RI-Singapura Berlangsung Tiga Tahun,

diakses tanggal 15 agustus 2016

112

Ervan Hardoko, RI-Singapura Sepakati Batas wilayah Laut Bagian Timur,

113

Fidel Ali Permana, Perjanjian Batas Laut RI-Singapura Bisa Jadi Rujukan Penyelesaian

Sengketa Perbatasan,

(40)

(Laut Wilayah), Vietnam ( Landas Kontingen, ZEE), Filipina (ZEE, Landas Kontingen), Palau (ZEE, Landas Kontingen), Papua Nugini (ZEE, Landas Kontingen), Timor Leste (Laut Wilayah, Landas Kontingen, ZEE), dan Australia (ZEE, Landas Kontingen). Dan menurut Teuku Faizasyah, dari sejumlah perbatasan itu, Indonesia baru menyelesaikan sebagian penetapan batas maritim dengan India (Landas Kontingen), Thailand (Landas Kontingen), Malaysia (sebagian Laut Wilayah, Landas Kontingen), Singapura (sebagian Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontingen), Filipina (ZEE), Papua Nugini (ZEE, Landas Kontingen), dan Australia (ZEE, Landas Kontingen)114

114

Ibid.

(41)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Konsep Kedaulatan Negara secara garis besar dapat dibagi tiga, yakni kedaulatan eksternal, kedaulatan internal dan kedalatan teritorial. Kedaulatan teritorial suatu negara mencakup tiga dimensi, yaitu darat, udara dan laut. Dalam penetapan batas wilayah, suatu Negara harus memperhatikan kepentingan Negara lain yang berbatasan. Berkaitan dengan masalah perbatasan antar Negara di wilayah laut, salah satu hal menarik adalah adanya suatu rezim yang baru diatur dalam UNCLOS 1982, yaitu rezim Negara Kepulauan (Archipelagic State). Untuk bisa menerapkan penguasaan kedaulatan atau hak berdaulat di perbatasan wilayah perairan antarnegara, suatu Negara pantai harus menentukan batas masing-masing zona maritim bagi negaranya. Peran dan fungsi hukum internasional adalah untuk memberikan kepastian hukum dan batasan yang jelas tentang hak dan kewajiban pada masing-masing Negara yang berbatasan di wilayah laut. 2. Penetapan garis batas laut wilayah Indonesia dengan Singapura di Selat

(42)

Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura atau dengan nama resmi Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore Relating to the Delimitating of the Territorial seas of the Two

Countries in the Strait of Singapore. Perundingan ini berhasil menentukan

(43)

penetapan perbatasan di bagian timur Selat Singapura (Batam-Changi). Namun, hingga saat ini perjanjian ini belum diratifikasi ke dalam peraturan nasional. Dengan disepakatinya ketiga bagian perbatasan garis batas laut wilayah kedua Negara di Selat Singapura, perbatasan Indonesia dengan Singapura tinggal menyisakan satu bagian lagi, yaitu bagian timur 2, yang ditangguhkan karena harus disepakati bersama dengan Malaysia.

(44)

negara Republik Indonesia dan juga menyangkut masalah kedaulatan atau hak berdaulat negara, maka sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000, Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura ini harus disahkan melalui undang-undang. Hal ini berarti bahwa pemberlakuan Perjanjian Internasional ke dalam hukum nasional Indonesia tidaklah serta-merta. Perjanjian tersebut harus terlebih dahulu dituangkan ke dalam hukum nasional Indonesia melalui proses ratifikasi agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Untuk itu, agar perjanjian ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat, pemerintah harus segera meratifikasi perjanjian ini ke dalam peraturan nasional serta segera menerbitkan titik-titik koordinat pulau-pulau terluar NKRI. Untuk menindaklanjuti pengaturan dalam upaya menjamin kepastian hukum eksistensi batas wilayah Indonesia dengan Singapura, pemerintah melalui Badan Pembinaan hukum Nasional (BPHN) memang telah membuat naskah rancangan undang-undang untuk meratifikasi perjanjian ini ke dalam peraturan nasional. Di dalam Laporan Akhir Naskah Rancangan Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa besar harapan sekiranya Rancangan Undang-Undang Pengesahan Perjanjian tersebut dapat masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015 Kumulatif Terbuka.

B. SARAN

(45)

1982 yang berfungsi memberikan kepastian hukum dan batasan yang jelas tentang hak dan kewajiban pada masing-masing Negara yang berbatasan di wilayah laut. Namun, masih banyak wilayah-wilayah laut yang belum jelas batas-batasnya, menyebabkan terjadinya sengketa antarnegara yang saling klaim atas suatu wilayah. Maka dari itu diperlukan adanya inisiatif dari Negara-negara untuk menetapkan batas wilayahnya dengan cara yang sah menurut hukum internasional dan juga kesadaran diri Negara untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap batas kedaulatan yang telah ditetapkan menurut hukum internasional sehingga mencegah timbulnya sengketa atau gugatan hukum dari Negara yang merasa dirugikan di kemudian hari.

(46)

Gambar

Gambar di bawah ini merupakan hasil kesepakatan batas maritim Indonesia-
Gambar 3:
Gambar 4
Gambar 5 Garis Pangkal Lurus dari Ujung ke Ujung
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Association for Educational Communications and Technology sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik

Artikel ini berkaitan dengan kedudukan al-Qur'an dan penafsirannya dalam perspektif tasawuf.Permasalahan yang hendak dijawab adalah bagaimana hakikat al-Qur'an dalam

tepian sungai Musi kota Palernbang menrperlihatkan nilai < 0,50,artinya tidak terjadi dominansi spesies tertentu.Infonnasi hasil penelitian ini diharapkan dapat

Chita, David & Pali (2015) self-control pada remaja merupakan kapasitas dalam diri yang dapat digunakan untuk mengontrol variabel- variabel luar yang menetukan

Beberapakarakteristik individu yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien adalah; pendidikan, umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi ekonomi

Indikator pemahaman kosep yang dikembangkan pada item soal nomor 4 dan 5 adalah memberikan contoh atau contoh kontra (bukan contoh) dari konsep yang

a. 2) Kompetisi tingkat internasional adalah kompetisi yang diselenggarakan oleh lembaga atau asosiasi tingkat internasional, atau kompetisi yang diiikuti oleh peserta

Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya responden dalam penelitian Profil Self Efficacy Karir Mahasiswa BK Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya dan penelitian dilakukan