• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit Terkait Dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah Sakit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit Terkait Dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah Sakit"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,

dan keadilan sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus

diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan

secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.1

Konsep rumah sakit telah bermula sejak zaman Arab kuno dulu, juga rumah

sakit dalam sejarah Islam, rumah sakit Budha di India, dan semacam rumah sakit di

Israel di mana dokter yang ada juga bertindak sebagai pendeta dan pemahaman

kekuatan magis. Evolusi konsep rumah sakit modern bermula dari dasar pemikiran

keimanan, kemanusiaan, dan sosial.Di tahun 325 di mulai upaya membangun rumah

sakit yang berlokasi di samping berbagai katedral yang ada di dunia. Era renaissance

di akhir tahun 1200-an juga berperan dalam perkembangan rumah sakit di dunia,

khususnya di Eropa, di tambah lagi kemudian dengan terjadinya urbanisasi,

(2)

perdagangan, dan revolusi industri yang semuanya membuat rumah sakit semakin

banyak di butuhkan dan di bangun. Di tahun 1929 dilakukan lah kongres rumah sakit

Internasional yang pertama.The Internasional Hospital Federation (IHF) yang berdiri

sejak tahun 1947 dengan sekretariat di London, kini punya anggota sekitar 90 negara

anggota di dunia.2

Sejalan dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh

pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara

bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak. Rumah sakit salah satu fasilitas pelayanan kesehatan

merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam

mendukung operasional upaya kesehatan.3

Rumah sakit adalah tempat untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu

upaya pelayanan kesehatan.Rumah sakit sebagai sarana kesehatan memegang peranan

penting untuk meningkatkan derajat kesehatan.Pada hakekatnya rumah sakit

berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi

dimaksud memiliki makna tanggungjawab yang seyogyanya merupakan

tanggungjawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.4

2 Tjandra Yoga Aditama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010), hlm 1.

(3)

Setiap orang pasti pernah sakit dan pernah berurusan dengan dokter atau

rumah sakit atau instalasi pelayanan kesehatan lainnya.Meski demikian, tidak setiap

pasien mengetahui tindakan yang harus dilakukan ketika berurusan dengan dokter

dan rumah sakit.Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan dan wawasan yang

diketahui masyarakat umum tentang rumah sakit.5

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat.6 Rumah sakit adalah institusi pelayanan

masyarakat yang padat modal, padat teknologi dan padat karya berperan sebagai agen

pembaharu.7

Agar dapat memberikan pelayanan dengan baik maka di butuhkan berbagai

sumber daya, yang harus diatur dengan proses manajemen secara baik. Istilah

manajemen sendiri berasal dari bahasa latinmanui, berarti tangan yang pegang

kendali kuda agar sang kuda dapat diarahkan mencapai tujuan dengan baik.8

Wilan (1990) menyatakan bahwa pelaksanaan manajemen di rumah sakit

haruslah “ seperti bebek merenangi kolam”, tampak tenang di permukaan dan tetap

aktif bergerak di bawah permukaan. Hal ini perlu dilakukan karena rumah sakit

berhadapan dengan orang- khususnya orang sakit- sehingga harus tampak tenang di

5 Arif Haliman dan Ari Wulandari, Cerdas Memilih Rumah Sakit (Sebuah Komunikasi Medical Yang Jujur dan Harmonis) (Yogyakarta: Rapha Publishing, 2012), hlm. 1.

6Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 1 butir 1. 7 Tjandra Yoga Aditama dan Tri Hastuti, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Jakarta: Universitas Indonesia, 2002), hlm. 8.

(4)

satu pihak. Di pihak lain, karena kompleksnya masalah yang di hadapi di rumah sakit,

maka para manajernya harus betul-betul aktif bergerak terus untuk mampu memberi

pelayanan yang terbaik.9

Gaya manajemen yang banyak dianut adalah Total Quality Managemen

(TQM).Total Quality Manajemen adalah sistem manajemen yang di mulai di Jepang

sesudah kehadiran seorang sarjana Amerika Dr. Derming di tahun 1950 yang di ikuti

oleh Juran di tahun 1954.Teknik ini kenudian dimodifikasi di sana- sini oleh para ahli

diguinakan secara amat berhasil di jepang, dan baru belakangan juga di terapkan di

Amerika Serikat.Total Quality Managemen adalah sistem manajemen yang

mengelola perusahaan dan kegiatannya dengan mengikut sertakan seluruh jajaran

karyawan untuk berperan serta bersama dalam mengembangkan dan meningkatkan

mutu di segala bidang demi kepuasan pelanggan (custumer). Dengan perkataan lain

Total Quality Managemen adalah usaha yang menyeluruh untuk membuat sesuatu

untuk membuat menjadi lebih baik, dengan cara memulainya secara baik,

mengerjakannya dengan baik, supaya hasilnya baik dan sampai ke tangan konsumen

secara baik pula.10

Rumah sakit punya kewajiban dan tanggungjawab moral serta hukum untuk

memberikan mutu pelayanan yang sesuai standar untuk pasien yang ditanganinnya.11

9Ibid, hlm. 16.

10Ibid.

(5)

Menurut Pasal 2 Kode Etik rumah sakit, rumah sakit harus dapat mengawasi

serta bertanggungjawab terhadap semua kejadian di rumah sakit. Selanjutnya yang

dimaksud dengan tanggungjawab rumah sakit disini adalah :12

2. Tanggungjawab khusus yang meliputi tanggungjawab hukum, etik dan tata

tertib atau disiplin.

1. Tanggungjawab umum;

Tanggungjawab umum rumah sakit merupakan kewajiban pemimpin rumah

sakit menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan-permasalahan,

peristiwa, kejadian dan keadaan di rumah sakit.Tanggungjawab khusus muncul jika

ada anggapan bahwa rumah sakit telah melanggar kaedah-kaedah, baik dalam bidang

hukum, etik, maupun tata tertib ataupun disiplin.13

Tidak sedikit orang mengira bahwa kepemimpinan itu yang bisa terpusat pada

direktur rumah sakit saja.Padahal sebenarnya kepemimpinan harus ada disetiap orang

yang memimpin unit baik pada jalur struktural maupun jalur fungsional, atau disetiap

lini di rumah sakit. Walaupun disadari bahwa kepemimpinan direktur rumah sakit

akan memiliki pengaruh yang cukup besar, karena sifat masyarakat kita yang masih

menganut paternalistic. Pimpinan puncak harus seperti apa yang masih dibayangkan

oleh para karyawan.14

12Kode Etik Rumah sakit dan Penjelasannya, Pasal 2. 13Ibid.

14 Hanna Permana Subanegara, Diamond Head Drill dan Kepemimpinan dalam Manajemen Rumah Sakit (Yogyakarta: Andi, 2005), hlm. 57.

(6)

Sistem manajemen rumah sakit telah ditemukan suatu teori baru yaitu

Diamond Head Drill yang susunan didalamnya terdiri dari:15

15Ibid, hlm. 11-29.

1. Posisi Dokter Pada Diamond Head Drill

Melihat fungsi profesi di rumah sakit, maka posisi puncak dalam Diamond

Head Drill ditempati oleh profesi dokter.Posisi ini memiliki peran yang besar dalam

fungsinya memberikan pelayanan terhadap pelanggan rumah sakit sebenarnya ingin

dilayani oleh dokter, sesuai dengan keluhan yang dideritanya.

Diperlukan seorang direktur yang mau menyimpan power legitimasinya dan

tidak memperlihatkan kekuasaannya, akan tetapi menggunakan pendekatan expertise

secara profesional, bukan mengandalkan legitimasinya sebagai direktur. Tampaknya

pendekatan struktural yang berpola pikir peraturan atau disebut sebagai testimonial

thinking kurang mengena dalam mengelola rumah sakit, setiap persoalan selalu

dipecahkan dengan segera berdasarkan peraturan yang ada. Padahal persoalan tidak

selalu dapat di pecahkan oleh peraturan yang dibuat sendiri atau bahkan dibuat oleh

pemerintah.

2. Posisi Perawat dan Tenaga Setara Pada Diamond Head Drill

Perawat dan tenaga pendukung yang setara dengan perawat misalnya penata

rontgent, penata anestesi, asisten apoteker, penata gizi, dan sejenisnya, berada pada

posisi kedua setelah posisi dokter.

(7)

Staf direktur adalah tenaga struktural dan fungsional non medik dan non

keperawatan.Tenaga ini merupakan kedua terbesar setelah posisi keperawata.

Posisinya berada dibawah posisi perawat, akan tetapi tidak berarti bahwa profesi ini

merupakan bawahan perawat. Posisi ini mengandung arti bahwa tenaga staf direksi

mempunyai fungsi pendukung terhadap seluruh posisi diatasnya, tetapi secara

hirarkhis bertanggungjawab kepada jajaran direksi yang justru posisinya berada

dibawah posisi profesi ini.

4. Posisi Direksi Pada Diamond Head Drill

Posisi yang paling bawah dalam konsep Diamond Head Drill adalah Direksi

yang disebut direksi adalah, direktur utama, direktur dan atau wakil direktur. Posisi

ini walaupun berada paling bawah namun bukan berarti bawahan dari posisi-posisi

lainnya.

Diamond Head Drill secara arif menggambarkan bahwa direksi merupakan

fasilitator utama yang utama yang harus memberikan kebijakan-kebijkan yang bisa

mendukung seluruh posisidiatasnya. Tanggungjawabnya sangat besar, sebab jika

kebijakannya tidak sesuai maka yang akan terjadi adalah kekacauan pada

posisi-posisi lainnya.

Direktur utama adalah penanggung jawab organisasi dan penentu kebijakan

organisasi. Apapun yang terjadi dalam organisasi merupakan tanggung jawab direktur

utama, atau direktur pada rumah sakit yang top levelnya menggunakan sebutan

direktur. Sedangkan wakil direktur adalah penggung jawab operasional rumah sakit

(8)

Menurut lampiran Permenkes No. 147 Tahun 2010, rumah sakit harus

berbentuk badan hukun yang kegiatan usahanya hanya bergerak dibidang

perumahsakitan.Badan hukum dapat berbentuk yayasan, perseroan, perseroan

terbatas, perkumpulan dan perusahaan umum. Dalam hal untuk memperoleh izin

mendirikan rumah sakit terdapat pula persyaratan pengolahan limbah yang meliputi

upaya kesehatan lingkungan (UKL), upaya pemantauan lingkungan (UPL), dan atau

analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang di laksanakan sesuai jenis dan

klasifikasi rumah sakit sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.16

Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun

cair yang berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun nonmedis

yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimiaberacun, dan

radioaktif.Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah rumah sakit dapat

menimbulkan masalah baik dari aspek pelayanan maupun estetika selain dapat

menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan penyakit

(infeksi nosokomial). Oleh karen itu, pengelolaan limbah rumah sakit perlu mendapat

perhatian yang serius dan memadai agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari

atau dikurangi.17

16 Cecep Triwibowo, Op.Cit., hlm 54.

17Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan (Jakarta, Buku Kedokteran, 2006), hlm. 191.

(9)

Limbah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dibagi menjadi dua, seperti

berikut:18

Sampah atau limbah adalah segala sesuatu yang oleh pemiliknya dianggap

tidak berguna lagi, dan harus dibuang.Sampah ini, oleh karena dibuang, berarti

dilemparkan, atau ditaruh atau berada di alam, di luar tempat tinggal manusia. 1. Limbah Medis

a. Padat b. Cair c. Radioaktif

2. Limbah nonmedis

a. Padat b. Cair

19

Limbah rumah sakit merupakan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah

sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka

diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia,

alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan

tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan

lingkungan.20

Adapun jenis-jenis limbah rumah sakit adalah sebagai berikut:21

18Ibid.

19 Andi Heru Sutomo, dkk, Kesehatan Lingkungan Untuk Keperawatan (Yogyakarta: Fitramaya, 2013), hlm. 16.

20 Agus Hariadi, Penelitian Hukum tentang Aspek Hukum Pengelolaan Limbah Rumah Sakit (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002), hlm. 18.

(10)

1. Limbah Klinis

Limbah klinis atau limbah medis adalah merupakan limbah yang berasal dari

pelayanan medis, perawatan, farmasi, laboratorium, radiografi, penelitian.Limbah ini

bersifat membahayakan dan perlu dilakukan penggolongan terhadapnya.

Limbah klinis dapat digolongkan menjadi:

a. Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam dapat berupa jarum, pipet, pecahan kaca, pisaubedah.Benda-benda tajam tersebut berbahaya dan potensi menularkan penyakit.

b. Limbah Infeksius

Limbah Infeksin dihasilkan oleh laboratorium, kamar isolasi, kamarperawatan.Jenis limbah ini sangat berbahaya menularkan penyakit.

c. Limbah Jaringan Tubuh

Limbah jaringan tubuh berupa darah, anggota badan hasil amputasi, cairan tubuh, dan plasenta.

d. Limbah Sitotoksik

Limbah sitotoksik ialah bahan ysng terkontaminasi mungkin dengan obat Sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. e. Limbah Farmasi

Limbah farmasi berupa obat atau bahan-bahan yang telah kadaluarsa, obat-obatan yang terkontaminasi, obat yang dikembalikan pasien atau tidak digunakan.

f. Limbah Kimia

Limbah kimia ada yang berbahaya dan ada yang tidak berbahaya.Ada limbah yang bisa meledak, membuat korosi pipa saluraan.Limbah jenis B-3 ini harus dikelola dengan benar sesuai dengan ketentuan yang ada.

g. Limbah Radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioaktif.Pengelolaan limbah radioaktif harus memenuhi peraturan yang ditentukan.

(11)

Air limbah rumah sakit mengandung mikro-organisme, bahan kimia bercun

dan kemungkian juga bahan radioaktif.

Air limbah rumah sakit ini harus diolah dahulu sebelum dibuang ke saluran air kotor.

3. Limbah Gas

Terhadap limbah gas dilakukan pengelolaan lebih sederhana dibandingkan

dengan limbah cair. Hal itu disebabkan karena sumber gas (emisi) di rumah sakit

terfokus pada lokasi-lokasi tertentu, seperti asap dapur, boiler, generator listrik dan

incinerator di mana alat pengendalian limbah gas biasanya telah dipasang pada

uni-unit tersebut, seperti gas scrubber pada incinerator dan generator listrik.

Pengelolaan lingkungan rumah sakit sekarang ini bukan lagi satu bagian

parsial yang konsumtif, tetapi merupakan satu rangkaian siklus dan strategi

manajemen rumah sakit untuk mengembangkan kapasitas pengelolaan lingkungan

rumah sakit sehingga memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap

peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit secara menyeluruh.22

Diakui pengelolaan lingkungan rumah sakit memiliki permasalahan yang

kompleks.Salah satunya adalah permasalahan limbah rumah sakit yang sensitif

dengan peraturan pemerintah.Ada beberapa karakteristik bahan yang digunakan dan

limbah yang dikeluarkan rumah sakit tergolong limbah B3 maupun non-B3.Sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74/2001 limbah B3 ini perlu dikelola sesuai

dengan aturan yang ada sehingga pengelolaan lingkungan hidup di rumah sakit perlu

(12)

dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.Perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan atas pengelolaan

lingkungan rumah sakit haruslah dilaksanakan secara konsisten.Selain itu, sumber

daya manusia yang memahami permasalahan dan pengelolaan lingkungan rumah

sakit menjadi sangat penting untuk mencapai kinerja lingkungan yang baik.23

Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan tidak hanya

meliputi bagaimana cara mengolah limbah sebagai by product (output), tetapi juga

mengembangkan strategi-strategi manajemen dengan pendekatan sistematis untuk

meminimalkan limbah dari sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian sumber

daya alam sehingga mampu mencegah pencemaran dan meningkatkan performa

lingkungan. 24

Pasal 68 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan

usaha dan atau kegiatan berkewajiban :

Mengenai persyaratan pengolahan limbah yang meliputi UKL, UPL dan atau

AMDAL diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib

memiliki AMDAL atau UKL, UPL wajib memiliki izin lingkungan.Izin lingkungan

merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan.

25

23Ibid.

24Ibid, hlm. 7.

(13)

1. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengeloaan lingkungan secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu;

2. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;

3. Menaati tentang ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan atau kriteria kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 116 ayat (2) menyebutkan bahwa apabila tindak pidana lingkungan

hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi

pidana di jatuhkan pidana kepada badan usaha dan atau orang yang memberi perintah

untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin

kegiatan dalam tindak pidana tersebut.26

4. Perumusan Masalah

Sehingga bagaimana pertanggungjawaban

pidana pengurus dan rumah sakit terkait dengan tindak pidana lingkungan hidup yang

dilakukan pegawai rumah sakit.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pengurus rumah sakit terkait

dengan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan pegawai rumah sakit?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana rumah sakit terkait dengan tindak

pidana lingkungan hidup yang dilakukan pegawai rumah sakit?

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pengurus dan rumah sakit terkait

dengan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan pegawai umah sakit?

4. Tujuan Penelitian

(14)

Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisapertanggungjawaban pidana pengurus

rumah sakit terkait dengan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan

pegawai rumah sakit.

2. Untuk mengetahui dan menganalisapertanggungjawaban pidana rumah sakit

terkait dengan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan pegawai rumah

sakit.

3. Untuk mengetahui dan menganalisapertanggungjawaban pidana pengurus dan

rumah sakit terkait dengan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan

pegawai rumah sakit.

4. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi para

akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberikan manfaat

guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum pidana secara

khusus di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

1. Sebagai pedoman dan masukan bagi aparat penegak hukum dalam upaya

(15)

2. Sebagai informasi dan inspirasi bagi praktisi bidang rumah sakit dan

lingkungan hidup untuk memahami peraturan dan sistem pertanggungjawaban

pidana rumah sakit terkait dengan tindak pidana lingkungan hidup yang

dilakukan pegawai rumah sakit;

3. Sebagai bahan kajian bagi masyarakat yang dapat mengambil poin-poin atau

modul-modul pembelajaran dari penelitian ini dan diharapkan wacana

pertanggungjawaban pidana rumah sakit terkait dengan tindak pidana

lingkungan hidup yang dilakukan pegawai rumah sakit dapat berkembang ke

arah yang lebih baik.

4. Keaslian Penelitian

Menurut hasil yang didapat dari pemeriksaan dan hasil-hasil judul penelitian

yang ada pada Perpustakaan Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian yang berjudul : “Pertanggungjawaban

Pidana Rumah Sakit Terkait Dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang

Dilakukan Pegawai Rumah Sakit” adalah belum pernah dilakukan sama sekali.

Hasil dari checking judul penelitian pada Perpustakaan Program Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

1. Usma Sihotang, NIM: 077005140, dengan Judul “ Dampak Hukuman Disiplin

Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Meninggalkan Tugas Tanpa Alasan Yang

(16)

2. Emiel Salim Siregar, NIM: 097005115 dengan Judul “ Peranan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Dalam Tindak Pidana Hak Kekayaan Intelektual ( Studi

pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera

Utara)”.

3. Selamat Fernando Tarigan, NIM: 037005069 dengan Judul: Penegakan

Peraturan Disiplin Tentang Menaati Ketentuan Jam Kerja Pegawai Negeri

Sipil Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia.

Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan asli dan dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya.Penulis bertanggungjawab apabila di kemudian

hari dapat dibuktikan bahwa penelitian ini merupakan plagiat atau duplikasi dari

penelitian yang sudah ada sebelumnya.

4. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Rumah sakit sebagai badan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban

pidana. Teori yang dipergunakan adalah sebagai berikut :27

1. Contractual Ressponsibility, yaitu tidak dilaksakannya kewajiban dokter

sebagai sesuatu prestasi akibat hubungan kontraktual. Dalam hubungan

terapeutik, kewajiban atas prestasi bukan dinilai dari hasil (result) tetapi upaya

(17)

(effort). Hospital Liability terjadi jika upaya medic tidak memenuhi standart

medic.

2. Responsibility in Tort, yaitu perbuatan melawan hukumyang bersifat bukan

kewajiban tetapi menyangkut kesusilaan atau berlawanan denagn ketelitian

yang dialkukan dokter. Misalnya: membuka rahasia kedokteran, kecerobohan

yang mengakibatkan cacat atau meninggal dunia.

3. Strict Resonsibility, yaitu tanggung jawab bukan karena melakukan kesalahan,

tetapi akibat yang di hasilkan. Misalnya: limbah rumah sakit membuat warga

sekitar sakit

4. Vicarious Responsibility, yaitu tanggung jawab akibat kesalahan yang di buat

karyawan atau employee. Dalam hubungan dengan rumah sakit, jika dokter

sebagai karyawan melakukan kesalahan maka rumah sakit turut bertanggung

jawab.

Pada masa ini, rumah sakit di Indonesia secara yuridis, pihak yang

bertanggung jawab dapat di kelompokan dalam:28

1. Manajemen rumah sakit sebagai organisasi yang dimiliki badan hukum

(pemerintah , yayasan, PT., perkumpulan) yang pada instansi pertama

diwakili oleh Kepala rumah sakit/ Direktur/ CEO;

2. Para dokter yang bekerja di rumah sakit;

3. Para perawat;

(18)

4. Para tenaga kesehatan lainnya dan tenaga administrasi.

Pada hakekatnya rumah sakit adalah suatu organisasi yang di bentuk oleh

suatu badan hukum (Pemerintah, Yayasan, Perkumpulan, PT., atau badan hukum

lainnya). Dengan demikian maka secara yuridis yang bertanggung jawab adalah

badan hukum itu .29

Namun di dalam pembahasan untuk mudahnya biasanya ‘dianggap atau

dikatakan’ sebagai tanggung jawab rumah sakit. Rumah sakit mempunyai 4 macam

tanggung jawab:30

1. Tanggung jawab terhadap Personalia

Hal ini berdasarkan hubungan-hubungan ‘Majikan-Karyawan’ (Vicarious

Liability, Respondeat, Superior).Pendirian ini dapat dikatakan dahulu

bersifat universal. Didalam tanggung jawab ini termasuk seluruh tenaga karyawan yang bekerja di rumah sakit para dokter, bidan, tenaga kesehatan, dan juga tenaga administratif, dan teknis yang sampai merugikan pasien.

2. Tanggungjawab Profesional terhadap mutu pengobatan/perawatan (Duty of

due care)

Hal ini berarti bahwa tingkat pemberian pelayanan kesehatan, baik oleh dokter maupun oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya harus berdasarkan ukuran standar profesi. Dengan demikian maka secara yurisdis rumah sakit bertanggungjawab apabila ada pemberian pelayanan “Cure and care” yang tidak lazim atau di bawah standar. Apa yang dianggap lazim atau dibawah sampai kini di Negara kita belum ada tolak ukurnya. Di dalam kepustakaan di pakai istilah “quality of care’’ yang harus diusahakan dibuat dalam Hospital by Laws.

3. Tanggungjawab terhadap Sarana dan Prasarana

Di dalam bidang tanggungjawab ini termasuk peralatan dasar, perumasakitan, peralatan medis, gas medik, dan lain-lain.Yang dipentingkan adalah bahwa peralatan tersebut selalu harus berada di dalam keadaan aman.

4. Tanggungjawab terhadap keamanan bangunan, misalnya bangunan roboh, genteng jatuh sampai mencederai orang, lantainya sangat licin sehingga

29Ibid.

(19)

sampai ada yang pengunjung yang jatuh dan menderita faktur, pasien anakjatuh dari tingkat atas mengingat rumah sakit bertingkat tinggi dan lain-lainnya. Di Amerika masalah ini di atur di dalam Occupier’s Liability Act.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, Pasal 46

menyebutkan bahwa rumah sakit bertanggungjawab secara hukum terhadap semua

kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di

rumah sakit. Akan tetapi Pasal 45 ayat 1 menyatakan bahwa rumah sakit tidak

bertanggungjawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak untuk

menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya

penjelasan medis yang komprehensif. Pasal 45 ayat 2 juga menyebutkan bahwa

rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka

menyelamatkan nyawa manusia.31

Dokter yg berpraktek di rumah sakit bisa merupakan karyawan (dokter

purnawaktu) atau sebagai dokter tamu (visiting doctor).Kadang kala pasien sulit

mengetahui status dokter yang merawatnya.Di samping itu ada pendapat yang

menyatakan bahwa rumah sakit sebagai suatu lembaga yang memberikan pelayanan

perawatan dan pengobatan, bertanggungjawab atas segala peristiwa yang terjadi di

dalamnya.Atas dasar itu timbul doktrin Corporate Liability, di mana secara resmi

terhadap pasien yang dirawat, rumah sakit bertanggungjawab atas pengendalian mutu

secara keseluruhan dari pelayanan yang diberikan.Jadi yang pertama-tama

bertanggungjawab adalah rumah sakitnya, tetapi bila ada kesalahan yang dilakukan

dokter, rumah sakit bisa mengunakan hak regersnya untuk minta ganti

(20)

kembali.Doktrin Vicarious Liability (let the Master Answer, Majikan-karyawan) bisa

diterapkan dalam hubungan rumah sakitdengan karyawannya.32

Sehubungan dengan doktrin Vicarious Liability ini muncullah yang di sebut

doktrin Captain of the Ship yang berlaku bagi dokter bedah yang melakukan operasi

di rumah sakit. Dokter bedah tersebut dalam hal ini tidak bekerja dalam kaitan

langsung untuk dan atas nama rumah sakit, misalnya dokter tamu atau dokter

karyawan untuk pasien pribadinya. Dokter itu dianggap bertanggungjawab atas

kesalahan stafnya termasuk perawat bedah.Dalam hal ini perawat tersebut yang

merupakan karyawan rumah sakit dianggap dipinjamkan, sehingga tanggungjawab itu

beralih kepada si pemakai, yaitu dokter bedah.Pasien yang menuntut harus

memastikan dulu apakah dokter bedah itu bertanggungjawab atas doktrin

majikan-karyawan dan apakah dokter itu mengawasi dan memberikan segala instruksi kepada

perawat pada saat peristiwa itu terjadi.33

Bentuk tanggungjawab lain di kamar bedah adalah tanggungjawab apabila ada

kerja sama dari suatu tim di mana beberapa ahli dalam bidangnya masing-masing

bertanggunjawab atas tindakannya sendiri. Pada suatu kasus bedah jantung di mana

Nuboer ahli bedah jantung bekerja dengan ahli-ahli lain, ternyata dalam operasi

tersebut tertinggal jarum injeksi. Pasien menuntut Nuboer yang dianggap sebagai

kepala tim atas dasar “onrechmatigedaad”. Nuboer mengatakan bahwa dia harus

berpacu dengan waktu dan hanya punya waktu 6-7 menit untuk bekerja dengan penuh

32 Danny Wiradharma, Hukum Kedokteran (Tangerang Selatan: Binarupa Aksara), hlm. 123.

(21)

konsentrasi, sehingga tidak mungkin lagi ia mengawasi sejawatnya satu per satu.

Hoge Raad, 31 Mei 1968 menyatakan bahwa kasus ini dilakukan oleh satu tim di

mana masing-masing anggota berkualitas dan bertanggungjawab penuh atas tugas

masing-masing, sehingga mereka tidak bisa dianggap sebagai bawahan Nuboer.34

Di Amerika, Inggris, Belanda doktrin Corporate Liability sudah diterapkan

pada rumah sakit. Dapat dikatakan bahwa doktrin ini sudah berlaku secara universal

dan sudah banyak dianut diberbagai Negara, sehingga masuk menjadi pengertian

sebagai Hospital Liability. Dengan berlakunya doktrin ini, maka rumah sakit menurut

hukum bisa dimintakan pertanggungjawaban atas segala peristiwa yang terjadi di

rumah sakit.35

Untuk ungkapan frase “Absolute Liability” digunakan untuk pertama kali

oleh John Salmond dalam bukunya yang berjudul The Law of Tort pada Tahun 1907,

sedangkan ungkapan Strict Liability di kemukakan oleh W.H. Winfiel pada Tahun

1926 dalam sebuah artikel yang berjudul The Myth of Absulote Liability.36

34 Ibid, hlm. 124-125. Secara akurat seharusnya doktrin Captain of the Ship hanya menunjukan dalam situasi jika seorang dokter lain yang melakukan kelalaian, maka dokter bedah atau dokter obgin itu sebenarnya harus bebas dari tuntutan kelalain. Kecuali tentunya apabila dokter/dokter obgin bertanggungjawab atas sesuatu kelalain yang dilakukannya sendiri. Namun secara teoritis ada beberapa peristiwa yang seorang dokter bedah bisa dianggap bertanggungjawab juga suatu “ anesthesia mishap”.

Selain dokter ada juga perawat bedah yang membantu dokter bedah yang merupakan karyawan rumah sakit. Namun, karena dokter bedah berdasarkan doktrin “ Captain of the Ship” dianggap yang bertanggungjawab terhadap segala kejadian di kamar bedah, maka bagaimana apabila seorang perawat bedah yang berbuat kelalaian.

Di dalam doktrin ini maka para perawat itu dikontruksikan seolah-olah di “pinjamkan” oleh rumah sakit kepada dokter bedah, sehingga dokter itulah yang menjadi tanggungjawab terhadap kelalaian yang dilakukan perawatnya.

35Ibid, hlm. 31.

(22)

Di Inggris pertanggungjawaban pidana yang disebut Vicarious Liability dapat

di hubungakan dengan pertanggungjawaban dari korporasi.Korporasi berbuat dengan

peranan orang.Apabila orang ini melanggar suatu ketentuan Undang-Undang, maka

menjadi pertanyaan apakah korporasi yang di pertanggungjawabkan.37

Jika dibandingkan antaraStrict Liability dan Vicarious Liability, maka jelas

perbedaannnya. Perbedaannya, pada Strict Liability crimes pertanggungjawaban

pidana bersifat langsung dikenakan kepada pelakunya, sedangkan pada Vicarious

Liability pertanggungjawaban pidana bersifat tidak langsung.38

Kejahatan korporasi di bidang lingkungan hidup adalah bentuk penyimpangan

korporasi dalam melakukan aktivitas usahanya yang berdampak pada kerusakan

lingkungan hidup.Korporasi dengan penyimpangannya di atas dapat dibedakan dalam

beberapa jenis berdasarkan daya rusaknya terhadap lingkungan hidup.39

Jhon Elkington menyusun empat jenis perusahaan korporasi berdasarkan daya

rusaknya terhadap lingkungan hidup dengan menggunakan metaphor serangga.

Empat jenis korporasi tersebut adalah sebagai berikut:40

1. Korporasi ulat (caterpillar)

Ulat adalah serangga yang mampu melahap dedaunan dalam waktu sekejap, dan hanya menyisakan rangka dan sirip. Dalam sistem ekonomi yang didominasi oleh korporasi ulat, sumberdaya alam akan di lahap sedemikian rupa untuk kepentingannya sendiri di atas pengorbanan sustainabilitas lingkungan hidup dan kehidupan sosial ekonomi setempat. Wibisono (2007)

37Ibid, hlm. 117. 38Ibid, hlm. 114.

39 M. Topan, Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup (Bandung: Nusa Media, 2009), hlm. 50.

(23)

menyamakan korporasi ulat dengan perusahaan yang mendapat peringkat hitam.

2. Korporasi belalang (locust)

Perusahaa sosial, dan ekonomi.Dampaknya sangat degenneratif, regional, dan internasional. Perusahaan ini menganggap CSR (Corporatte Social Responsibility) sebagai cost. Karena itu, mereka baru menyelengarakan CSR ketika mendapat tekanan masyrakat.

3. Korporasi kupu-kupu (butterfly)

Perusahaan ini memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sosial.Perusahaan berperingkat hijau masuk dalam jenis ini.

4. Korporasi lebah madu ( honeybee)

Berbeda dari korporasi belalang yang degneratif, korporasi jenis ini justru bersifat regenerative.Sampai sekarang belum ada satupun perusahaan yang bisa dimasukkan dalam jenis ini.Dalam versi poper, perusahaan jenis ini berperingkat emas.

Kejahatan korporasi di bidang lingkungan hidup timbul dari tujuan dan

kepentingan korporasi yang bersifat menyimpang sehubungan dengan peranannya

dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, kegiatan-kegiatan

perindustrian dengan perindutrian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan

teknologi maju untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi. Tanpa

memperdulikan eksistensi mahluk hidup lainnya, baik manusia, hewan, maupun

tumbuhan, serta memandang dan menempatkan lingkungan hidup sebagi objek yang

berkonotasi komoditi dan dapat dieksploitasi untuk tujuan dan kepentingan

organisasional berupa prioritization of profit.Perilaku menyimpang oleh korporasi

tersebut telah membawa banyak bencana bagi lingkungan hidup dan juga

kemanusiaan.41

5. Kerangka Konsepsi

(24)

Kerangka konsepsional merupakan gambaran bagaimana hubungan antara

konsep-konsep yang akan diteliti. Konsep (concept) adalah kata yang akan

menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari gejala-gejala tertentu.Salah satu

cara untuk menjelaskan konsep adalah defenisi. Defenisi meruoakan suatu pengertian

yang relative lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya defenisi bertitik tolak pada

referensi.Dengan demikian, defenisi harus mempunyai ruang lingkup yang tegas,

sehingga tidak boleh ada kekurangan-kekurangan atau kelebihan.42

Kerangka konsep dalam merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian

hukum, kegunaannya tidak hanya terbatas pada penyusunan kerangka konsep saja,

akan tetapi pada usaha merumuskan defeni-defenisi operasional diluar peraturan

Perundang-Undangan. Dengan demikian konsep merupakan unsur pokok dari suatu

penelitian.43

1. Hukum pidana merupakan suatu sistem, norma-norma yang menentukan

terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal-hal yang melakukan sesuatu atau

tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan

sesuatu) dan dalam keadaan bagaimana hukuman itu dijatuhkan, serta Penelitian ini menggunakan istilah-istilah untuk menghindari pemahaman dan

penafsiran yang berbeda, antara lain:

42 Amiruddin dan Zainanl Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 47-48.

(25)

hukumnya yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap tindakan-tindakan

tersebut.

2. Pertanggungjawaban pidana adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus

memenuhi unsur kesalahan, kemampuan bertanggungjawab serta tiada alasan

pemaaf.

3. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang mennyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.44

4. Tindak pidana lingkungan hidup adalah perintah dan larangan undang-undang

kepada subjek hukum yang jika dilanggar diancam dengan penjatuhan

sanksi-sanksi pidana, antara lain pemenjaraan dan denda, dengan tujuan untuk

melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan maupun unsur-unsur dalam

lingkungan hidup seperti hutan satwa, lahan, udara, dan air serta manusia.45

5. Pegawai rumah sakit adalah orang yang bertindak sebagai tenaga medis dan

penunjang medis, atau tenaga keperawatan, atau tenaga kefarmasian, atau

tenaga manajemen rumah sakit, atau tenaga non kesehatan di rumah sakit.46

6. Rumah sakit umum yaitu rumah sakit yang melayani segala jenis penyakit

umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat

darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan

44Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 1 butir 1. 45 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 221.

(26)

pertolongan pertama. Didalamnya juga terdapat layanan rawat inap dan

perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin, laboratorium dan sarana

prasaran lainnya. 47

Sarana dan prasarana di masing-masing rumah sakit berbeda- beda,

tergantung pada kemampuan penyelenggaraannya. Sebagian besar rumah

sakit umum di Indonesia membuka pelayanan kesehatan rawat jalan dan

klinik.Biasanya terdapat beberapa klinik atau poliklinik di dalam rumah

sakit.48

7. Rumah sakit khusus atau spesialis yaitu rumah sakit yang hanya melakukan

perawatan kesehatan untuk bidang- bidang tertentu, misalnya rumah sakit

untuk trauma (trauma center), rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit manula,

rumah sakit kanker, Rumah Sakit jantung, rumah sakit gigi, dan mulut, rumah

sakit mata, rumah sakit jiwa, rumah sakit bersalin, dan lain-lain. Biasanya

rumah sakit khusus ini berdiri sendiri atau tergabung dengan rumah

sakit-rumah sakit khusus lainnya dalam suatu kompleks yang sama.49

8. Rumah sakit pendidikan dan penelitian merupakan rumah sakit umum yang

terkait dengan sebagai salah satu wujud pengabdian masyarakat.kegiatan

pendidikan dan penelitian di fakultas kedokteran pada suatu universitas atau

lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan

dokter-dokter muda, uji coba berbagain macam obat baru atau teknik

47 Arif Haliman dan Ari Wulandari, Op.Cit., hlm. 16. 48Ibid, hlm. 17.

(27)

pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas atau

perguruan tinggi

9. Rumah sakit lembaga atau perusahaan adalah rumah sakit yang didirikan oleh

suatu lembaga atau perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan

anggota lembaga tersebut. Biasanya rumah sakit ini hanya diperuntukkan

untuk karyawan perusahaan tertentu. Alasan pendirian bisa karena penyakit

yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya Rumah Sakit

Militer), bentuk jaminan sosial atau kerjasama asuransi, atau karena lokasi

perusahaan yang jauh dari rumah sakit umum. Adapula rumah sakit lembaga

atau perusahaan Indonesia yang menerima pasien umum dan menyediakan

ruang gawat darurat untuk masyarakat umum. Hal ini dalam kaitannya dengan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat.50

10. Klinik merupakan tempat pelayanan kesehatan yang hampir sama dengan

rumah sakit tetapi fasilitas medisnya lebih sederhana. Terdapat klinik pratama

yang dipimpin dokter umum atau dokter gigi umum dan berwenang

melakukan layanan medis dasar. Tingkat yang lebih tinggi disebut klinik

utama, yang dipimpin seorang dokter spesialis atau seorang dokter gigi

spesialis. Di klinik utama pelayanan medis spesialistik bisa dilakukan atau

khusus untuk melayani keluhan tertentu. Biasanya klinik tersebut dijalankan

oleh dokter-dokter yang menjalankan praktek pribadi secara berkelompok.

Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Namun, klinik utama dapat pula

(28)

dilengkapi dengan fasilitas rawat inap dengan memenuhi persyaratan yang

lebih lengkap (disebut klinik rawat inap). Klinik dapat dioperasikan, dikelola

dan didanai secara pribadi atau publik, dan meliputi perawatan kesehatan

dasar maupun spesialistik dan bisa dilengkapi dengan fasilitas home care.51

11. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

12. Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup,

zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan

manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup.

13. Korporasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum

bertindak bersama-sama sebagai suatu subjek hukum sendiri. Korporasi

adalah badan hukum yang beranggota, tetapi mempunyai hak dan kewajiban

sendiri terpisah dari hak dan kewajiban anggota masing-masing.52

51Ibid, hlm. 18.

52 Muladi dan Priyatno, Op.Cit., hal 25

Teori-teori

pertanggungjawaban pidan korporasi yang berasal dari Negara Anglo Saxon,

seperti Inggris dan Amerika yaitu;teori identifikasi/direct corporatecriminal

liability atau doktrin pertanggungjawaban pidana langsung. Perbuatan

kesalahan pejabat senior diidentifikasi sebagai perbuatan/kesalahan korporasi.

Pada umumnya pejabat senior adalah orang yang mengendalikan perusahaan

baik sendiri maupun bersama-sama yang pada umumnya pengendali

(29)

pengganti atau, serta doktrin pertangungjawaban yang ketat menurut

Undang-Undang (stric liability).53

14. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum, yaitu dengan objek penelitiannya

adalah norma hukum yang berlaku dalam sejumlah peraturan perundang-undangan

dan kebijakan yang terkait secara langsung dengan “Pertanggungjawaban Pidana

Rumah Sakit Terkait Dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang Dilakukan

Pegawai Rumah Sakit”.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam

pembahasan tesis ini adalah penelitian normatif.Yaitu penelitian yang terdiri-dari

penelitian inventarisasi hukum positif, penelitian asas-asas hukum, penelitin hukum

yang mengkaji sistematika peraturan perundangan-undangan, dan penelitian yang

ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan perundang-undangan.54

Sifat penelitian yang dilakukan adalah preskriptif yakni mempelajari tujuan

hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan

(30)

norma-norma hukum.Kemudian sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan

standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan

hukum, hal substansial dari ilmu hukum yaitu sifat preskriptifnya tersebut. Tujuan

hukum yang merupakan apa yang seharusnya akan berhadapan dengan apa yang

seyatanya, dan ini akan memunculkan perbincangan yang akan dicari jawabannya

“cara apakah untuk menjembatani” antara dua realitas (senyatanya dan seharusnya)

tersebut. Hal ini memunculkan sifat preskriptif ilmu hukum, sebab perbincangan itu

diakhiri dengan memberikan rumusan-rumusan tertentu mengenai cara menjembatani

kedua realitas tersebut, dan cara tersebut juga berisi bagaimana seharusnya

berbuat/bertingkah laku. Menghasilkan doktrin yang memberikan preskripsi tentang

bagaimana interpretasi seharusnya dilakukan terhadap suatu kaidah dalam sistem

hukum yang penelitiannya akan lebih banyak mengacu kepada doktrin-doktrin hukum

yang dikembangkan oleh yuris terkemuka dealam rangka mengahsilkan konsep/teori

baru atau mempertajam konsep lama dengan mengacu kepada bahan-bahan

hukum. 55

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dan

berdasarkan pada bahan hukum sekunder, maka bahan hukum yang digunakan dapat

dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

(31)

1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang

relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian;

2. Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai

konsep hukum dalam hukum primer, analisis bahan hukum primer dibantu

oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik jurnal,

buku-buku, makalah, serta karya ilmiah juga sumber-sumber lain yang relevan

mengenai pertanggungjawaban pidana rumah sakit terkait dengan tindak

pidana lingkungan hidup yang dilakukan pegawai rumah sakit ;

3. Bahan hukum tertier diperlukan guna untuk berbagaai hal dalam penjelasan

makna-makna kata dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu

kamus umum, jurnal ilmiah, dan internet yang relevan dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi

kepustakaan dengan alat dan doktrinnya dari para yuris ahli hukum pengumpulan

berupa studi dokumen yang dipandang relevan, dilakukan di Perpustakaan

Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

5. Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum primer yang terinventarisasi terlebih dahulu disistematisasikan

(32)

terhadap rumusan masalah dan tujuan penelitian. Kemudian dilakukan

pengelompokan konsep hukum yang lebih umum, yaitu : pertanggungjawaban

pidana, rumah sakit dan lingkungan hidup.

Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode yang memberi

penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah

dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.Metode interpretasi adalah

sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang.Metode interpretasi terbagi

menutut bahasa, historis, sistematis, teleogolis, perbandingan hukum, dan

futuristik.Interpertasi otentik adalahpenjelasan yang diberikan oleh undang-undang

dan terdapat dalam teks undang-undangdan bukan dalam Tambahan Lembaran

Negara.56

Penelitian dogmatik hukum mempunyai kegunaan yang fundamental bagi

setiap yuris penelitian ini menemukan dan menghimpun bahan-bahan hukum,

mengevaluasi hukum positif. Penataan dan pengelolaan sistematikal terhadap

bahan-bahan hukum akan menampilkan gambaran penelitian ini menemukan dan

menghimpun bahan-bahan hukum, mengevaluasi hukum positif. Penataan dan

pengelolaan sistematikal terhadap bahan-bahan hukum akan menampilkan gambaran

yang menyeluruh teriktisar dan kejernihan dari normannya walaupun dalam

tampaknya seakan bahan hukum yang banyak ini sembaraut bercerai berai satu sama

lain. Melalui sistematisasi terhadap bahan hukum yang kompleks tersebut akan dapat

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan ilmiah ini Penulis membuat suatu aplikasi yang memberikan informasi negara negara ASEAN ke dalam suatu aplikasi program, sehingga tujuan Penulis terhadap

[r]

Website sebagai bagian dari teknologi internet berperan penting dalam penyebaran informasi, berbagai kegiatan yang bersifat online, serta berbagai aktivitas lain yang

[r]

[r]

Materinya meliputi: Kebijakan Penerbitan dan Akreditasi Jurnal; Isi dan Format Jurnal Ilmiah; Manajemen Jurnal Ilmiah; Mekanisme dan Teknik Penyuntingan Artikel Jurnal;

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI. Semester

Pendaftaran ditutup sewaktu-waktu jika kuota