i
PERSEPSI PEREMPUAN MINANG PARIAMAN TENTANG
TRADISI UANG JEMPUTAN PADA ADAT PERKAWINAN
(STUDI KASUS PADA PEREMPUAN MINANG PARIAMAN
YANG LAHIR DAN BESAR DI KOTA MEDAN)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah: (1). mengetahui cara pandang perempuan Minang Pariaman tentang tradisi uang jemputan; dan (2). mengetahui perubahan sikapnya setelah mempersepsikan tradisi tersebut. Teori yang menjadi pedoman adalah teori persepsi budaya oleh Samovar dan Porter. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan studi kasus. Subjek penelitian terdiri dari 8 (delapan) orang informan yang diperoleh dengan menggunakan teknik
purposive, dengan kriteria: lahir dan besar di Kota Medan; telah menikah; dan mengalami perjodohan dengan tradisi uang jemputan. Analisis data menggunakan metode analisis kualitatif oleh Miles dan Huberman. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum menikah, persepsi informan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu (1). Faktor dari dalam diri (world view, pesan verbal/non verbal), di mana tradisi uang jemputan dianggap memberatkan pihak keluarga perempuan dan bertentangan dengan aturan pernikahan dalam agama Islam, karena seharusnya perempuanlah yang dilamar dan diberi uang lamaran (Dian, Leni, Netty, Ita, Dedek dan Shanti). Berbeda dengan Rina dan Nur yang beranggapan bahwa tradisi uang jemputan hanya merupakan kebiasaan masyarakat Pariaman saja, dan (2). Faktor dari luar diri, yaitu tidak adanya peranan keluarga dalam proses enkulturasi budaya, sehingga persepsi lebih dipengaruhi oleh lingkungan
yang melahirkan stereotip negatif tentang perempuan Minang “membeli” laki-laki untuk menikah (Dian, Leni, Netty, Ita, Dedek dan Shanti). Namun stereotip tersebut tidak mempengaruhi Rina dan Nur, karena memiliki sumber referensi yang kompeten tentang makna tradisi uang jemputan, yaitu keluarga dan organisasi kesukuan. Setelah menikah, perubahan sikap terjadi pada Leni, Rina, Ita, Dedek dan Shanti yang mempersepsikan bahwa tradisi uang jemputan sudah tidak lagi sesuai diterapkan pada perjodohan generasi muda Minang. Sedangkan Dian, Netty dan Nur beranggapan bahwa tradisi ini masih mungkin dilestarikan pada perjodohan anak-anak mereka kelak.
Kata Kunci: Persepsi Budaya, Komunikasi Keluarga, Perempuan dan Tradisi Uang Jemputan.
ii
FEMALE PARIAMAN MINANGESE'S PERCEPTION OF
UANG JEMPUTAN TRADITION IN THE MARRIAGE
CUSTOM
(CASE STUDY OF THE FEMALE PARIAMAN MINANGESE
WHO WERE BORN AND RAISED IN THE CITY OF MEDAN)
ABSTRACT
The objective of this research is : (1) to find out female Pariaman Minangese's point of view of uang jemputan tradition; and (2) to see if there is a change of behaviour after percepting the tradition. The main theory is the theory of culture perception of Samovar and Porter. Research method used is qualitative case study. Subject of the research consists of 8 (eight) informants obtained by purposive technique with criteria s such as: born and raised in the city of Medan; married; and having a fixed marriage with uang jemputan tradition. Data gathering is done via in depth interview and documentation study. Data analysis using qualitative analysis by Miles and Huberman. The research shows that before marriage, informant's perception was influenced by two factors, which is (1). Inner factor (world view, verbal/non verbal message), where uang jemputan tradition is considered a burden to one side of the female family and against the law of marriage in Islam, because females are supposed to be proposed for a marriage and be given the money (Dian, Leni, Netty, Ita, Dedek and Shanti). On the contrary with Rina and Nur that assumed that uang jemputan tradition is just a common practice in the Pariama n society, and (2) Outside factor, which is the absence of the family in the enculturation of the culture, so that the perception is more influenced by the surroundings which brings out the negative stereotype about the female Minangese 'buying' male for a marriage (Diah, Leni, Netty, Ita, Dedek and Shanti). Furthermore, the stereotype doesn't affect Rina and Nur, for having the competent reference of the meaning of the uang jemputan tradition, which is the family and tribal organization. After marriage, the behavioral change occurred to Leni, Rina, Ita, Dedek and Shanti that percepted that uang jemputan tradition as a worn out tradition that no longer suitable for the matchmaking of the young Minangese. As for Dian, Netty and Nur assumed that this tradition is still compatible for their children matchmaking in the future.
Keywords: Culture Perception, Family Communication, Female Pariaman Minangese and Uang Jemputan Tradition.