• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Petugas Lapangan KB di Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kota Binjai Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Petugas Lapangan KB di Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kota Binjai Tahun 2015"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja adalah suatu perbuatan, prestasi dan suatu pameran umum keterampilan, serta pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Kinerja menetapkan standard-standard tertinggi seseorang, standard yang melampaui apa yang diminta atau apa yang diharapkan orang lain pada dirinya (John Whitemore, 1997).

Mahsun (2006) mengatakan bahwa kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.

Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Gibson,dkk : 1996).

(2)

kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi (Wibowo, 2013).

Pada dasarnya kinerja menekankan pada apa yang dihasilkan (output) dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan. Kinerja merupakan proses mengolah input menjadi output (Moeheriono, 2012).

Menurut Moeheriono (2012) kinerja mengandung dua komponen, yaitu : 1. Kompetensi yaitu individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk

mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.

2. Produktivitas kompetensi, yaitu tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai outcome.

Robbins (2006), kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivasion (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = f (A x M x O). Artinya : kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.

(3)

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :

1. Faktor personal/individual meliputi : pengetahuan keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan satu tim.

4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Menurut Gibson (1996), ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi kinerja yaitu : variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang secara tidak langsung memengaruhi kinerja individu.

1. Variabel Individu

(4)

2. Variabel Psikologis

Variabel psikologis dikelompokkan atas sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel persepsi, sikap, dan kepribadian ini merupakan hal yang kompleks dan sulit untuk diukur.

3. Variabel Organisasi

Variabel organisasi dikelompokkan atas sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

2.1.3 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manajemen atau penyedia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu (Sastrohadiwiryo, 2003).

Dalam mengembangkan organisasi, penilaian kerja menjadi suatu hal yang penting. Melalui penilaian kinerja maka pimpinan dapat melihat pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan sebagai tolok ukur atau masih ada kekurangan.

Soedjono (2005) menyebutkan ada enam kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara indvidu yaitu:

1. Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan individu.

(5)

3. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

4. Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian. 5. Kemandirian dalam melaksanakan pekerjaan.

6. Komitmen kerja yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasi.

2.2 Motivasi Kerja

2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Ilyas (1999) yang mengutip pendapat Stoner bahwa motivasi adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Sementara George menyatakan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan beberapa tindakan.

Dalam kehidupan organisasi yang menjadi sasaran utama pemberian motivasi oleh para pimpinan adalah peningkatan prestasi kerja para bawahan yang bersangkutan dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Prestasi kerja tidak dapat ditingkatkan hanya dengan pemberian motivasi saja karena merupakan perkalian antara kemampuan dengan motivasi.

Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang dikenal dengan istilah motivasi internal/intrinsik dan juga dapat berasal dari luar diri seseorang yang dikenal dengan motivasi eksternal/ekstrinsik.

2.2.2 Teori-teori Motivasi

(6)

Siagian (2002) mendefenisikan motivasi kerja sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.

Menurut Hezberg (dalam Munandar 2011) motivasi kerja pada seseorang pekerja dapat menimbulkan kepuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja terbagi dua yaitu :

a. Faktor intrinsik yang terdiri dari :

1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima.

2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.

3. Pekerjaan itu sendiri (the work it self,) besar keilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan.

(7)

5. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan kerja dan masyarakat umum.

b. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari :

1. administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan organisasi dan manajemen organisasi dan manajemen perusahaan peraturan dan administrasi perusahaan.

2. Penyeliaan (supervisi), derajat keajaran penyelia yang dirasakan diterima oleh karyaan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan dalam memperlakukan karyaan ketika atasan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada keryaan.

3. Insentif, derajat kewajaran dari insentif yang diterima sebagai imbalan perilaku kerja karyawan.

4. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi antara karyaan dengan penyelia baahan dan rekan kerjanya.

(8)

Apabila faktor intrinsik itu ada maka dapat memberikan motivasi yang kuat dan kepuasan dalam diri seseorang, namun tidak menyebabkan ketidakpuasan bila tidak ada faktor tersebut. Sedangkan faktor ekstrinsik, bila kurang atau tidak diberikan maka akan menyebabkan ketidakpuasan pada tenaga kerja tetapi dapat menyebabkan tidak ada ketidakpuasan jika faktor tersebut ada.

Gomes (2013) membagi faktor-faktor motivasi kerja dalam dua bagian yaitu :

a. Faktor individual yang mencakup kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap-sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities).

b. Faktor organisasional meliputi gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workes), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (the work it self).

Berdasarkan yang dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa faktor penggerak dari motivasi kerja pada diri seseorang terdiri atas faktor yang berasal dari dalam diri seseorang atau disebut faktor intrinsik dan faktor yang berasal dari luar diri seseorang atau disebut juga faktor ekstrinsik.

2.2.3 Bentuk-Bentuk Motivasi Kerja

Pada umumnya bentuk motivasi kerja yang sering dianut perusahaan meliputi empat unsur utama (Sastrohadiwiryo, 2003), yaitu :

a. Kompensasi bentuk uang

(9)

pengaruh perilaku yaitu keanggotaan dan tenaga kerja yang pendapatannya tidak lebih dari standar kehidupan yang layak.

b. Pengarahan dan pengendalian

Pengarahan yaitu menentukan apa yang harus mereka kerjakan atau tidak mereka kerjakan, sedangkan pengendalian yaitu menentukan bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstruksikan.

c. Penetapan pola kerja yang efektif

Pada umumnya reaksi dari kebosanan kerja akan menghambat produktivitas kerja untuk menanggapinya digunakan beberapa teknik : 1. Memperkaya pekerjaan yaitu penyesuaian tuntutan pekerjaan dengan

kemampuan tenaga kerja.

2. Manajemen partisipatif yaitu penggunaan berbagai cara untuk melibatkan pekerjaan dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

3. Mengalihkan perhatian para pekerja dari pekerjaan yang membosankan kepada instrumen (alat), aktu luang untuk istirahat dan sarana lain yang lebih fantastis.

d. Kebajikan

Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang diambil sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para tenaga kerja.

(10)

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1) mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).

Keluarga Berencana adalah sebagai proses penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie dalam meutia 2015).

2.3.2 Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikiandiharapkan :

a. Terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk.

b. Meningkatnya Jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan dasar pertimbangan moral dan agama.

c. Berkembangnya usaha-usaha yang membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak,serta kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan.

(11)

Sasaran pembangunan KKB nasional tahun 2015-2019 yaitu :

1. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman yang komperehensif tentang kependudukan, keluarga berencana, dan kesehatan reproduksi, serta pembangunan keluarga dari PUS, WUS, remaja dan calon pengantin yang diikuti dengan perilaku untuk menjadi aksepstor KB.

2. Menurunkan laju pertumbuhan penduduk (LPP)

3. Menurunkan Total Fertility Rate (TFR) dan unmeet-need, serta meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi (CPR).

4. Menurunkan kesenjangan TFR, CPR, unmeet need antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi

5. Meningkatnya pemahaman yang komperehensif pada remaja mengenai kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga.

6. Menurunnya kelahiran pada perempuan usia remaja (15-19 tahun)

7. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran orang tua , remaja dan/ atau anggota keluarga tentang fungsi keluarga dalam pembangunan keluarga. 8. Tersedianya landasan hukum yang kuat dan serasi antara kebijakan

kependudukan dan KB dan sektor lainnya dan meningkatnya komitmen pemangku kebijakan terkait dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pembangunan kependudukan. 9. Meningkatnya ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan

dan KB yang akurat, tepat waktu, terintegrasi, mudah diakses, dan dapat dimanfaatkan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

(12)

Indikator Kinerja Sasaran Renstra BKKBN 2015-2019 : 1. Persentase laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,19

2. Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR)per WUS (15-49 tahun) 2,28 3. Persentase pemakaian kontrasepsi (contraseptive prevalence rate/CPR)

66,0

4. Persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmeet need) (%) 9,91.

5. Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15-19 tahun) 38 per 1000 kelahiran

6. Persentase kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-49 tahun) 6,6. (RPJMN 2015-2019)

2.3.4 Ruang Lingkup Program KB

Berikut ini merupakan komponen ruang lingkup pelayanan KB yang dapat di berikan kepada masyarakat.

1. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE). 2. Konseling.

3. Pelayanan kontrasepsi. 4. Pelayanan infertilitas. 5. Pendidikan seksual.

6. Konsultasi pra perkawinan dan konseling perkawinan. 7. Konsultasi genetik.

(13)

Berbagai program dalam ruang lingkup program KB adalah sebagai berikut.

1. Program keluarga berencana

Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

a. Peningkatan pelayanan keluarga miskin, askeskin.

b. Pengembangan kebijakan dan strategi nasional KB rumah sakit serta fasilitas pelayanan kesehatan rawat inap.

c. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kontrasepsi.

d. Jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi bagi keluarga miskin dan pelayanan swasta.

e. Peningkatan akses informasi dan pelayanan KB pria.

f. Peningkatan advokasi dan pelayanan komunikasi informasi dan edukasi serta kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak.

2. Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut. a. Penyusunan buku dan materi KRR.

b. Penyuluhan dan penyebaran inSformasi penyelenggaraan KRR melalui momen strategis.

c. Pemantauan dan evaluasi.

d. Pembinaan program melalui seminar dan pentaloka. e. Pengembangan modul dan sistem pembelajaran.

3. Program peningkatan ketahanan dan pemberdayaan keluarga Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

(14)

b. Kegiatan komunikasi informasi dan edukasi serta program peningkatan kualitas lingkungan keluarga.

c. Peningkatan kegiatan pemberdayaan ketahanan keluarga. d. Peningkatan kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga. 4. Program penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas

Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

a. Peningkatan pelembagaan dan jejaring KB dan KR.

b. Peningkatan peran serta masyarakat dan pemberdayaan petugas lini lapangan.

c. Perkuat jaringan kemitraan.

d. Peningkatan keterpaduan melalui kegiatan melalui kegiatan pada berbagai momentum besar.

e. Pemantapan mekanisme operasional

2.4 Pendokumentasian Pelayanan Keluarga Berencana 2.4.1 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB

Pencatatan dan Pelaporan pelayanan KB adalah suatu kegiatan mencatat dan melaporkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, BPS atau tempat lainnya.

1. Penggunanaan Kartu Catatan Pasien a. Kartu pendaftaran klinik KB

(15)

b. Rekapitulasi kartu pendaftaran klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan data dan informasi tentang identitas, jumlah tenaga dan sarana klinik KB di wilayah kabupaten dan kotamadya.

c. Kartu peserta KB

Digunakan sebagai media pengenal dan bukti bagi setiap peserta KB, kartu ini merupakan sasaran untuk memudahkan mencari Kartu Status Peserta KB juga berguna bagi peserta KB untuk memperoleh pelayanan ulang disemua klinik KB. Kartu ini merupakan sumber informasi bagi peserta Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) atau sub PPKBD tentang kesertaan anggota binaannya dalam ber KB.

d. Kartu status peserta KB

Dibuat untuk setiap pengunjung baru, khususnya peserta KB lama pindahan dari klinik atau tempat pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta KB, hasil pemeriksaan klinik KB, kunjungan ulang dan informed consent.

e. Register Klinik KB

Digunakan untuk mencatat hasil pelayanan kontrasepsi yang diberikan kepada peserta KB pada setiap hari pelayanan dan untuk memudahkan petugas klinik KB dalam membuat pelaporan bulanan klinik KB pada akhir bulan.

(16)

Digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran (mutasi) alat-alat kontrasepsi di klinik KB, dengan tujunan untuk memudahkan membuat laporan bulanan klinik KB tentang keadaan alat kontrasepsi setiap akhir bulan.

g. Laporan bulanan klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan dan hasil pelayanan kontrasepsi oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta (DBS) serta tempat pelayanan lainnya. Laporan ini meliputi identitas klinik KB termasuk jumlah DBS dan tempat lainnya. Juga meliputi hasil pelayanan KB, peserta ganti cara, komplikasi, kegagalan, pencabutan implant, serta persediaan alat kontrasepsi yang ada di klinik KB setiap bulan.

h. Rekapitulasi laporan bulanan klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan rekapitulasi kegiatan dan hasil-hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya yang berbeda di wilayah kabupaten atau kotamadya. Laporan ini merupakan hasil rekapitulasi dari semua laporan bulanan klinik KB yang diterima oleh BKKBN kabupaten/kotamadya yang bersangkutan.

i. Buku bantu dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.

Digunakan sebagai sarana untuk mencatat hasil pelayanan peserta KB baru dan pencabutan implant oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.

(17)

Digunakan sebagai sarana untuk mencatat dan melaporkan hasil pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya. Laporan ini dibuat oleh petugas penghubung DBS dan tempat pelayanan lainnya setiap bulan dengan cara mengambil/mencatat data atau informasi dari buku bantu dokter/bidan praktik swasta.

2.5 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2.5.1 Sejarah BKKBN

Upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris yaitu Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan buruh. Di amerika serikat dikenal dengan Margareth Sanger (1883-1966) dengan program “birth control” nya merupakan pelopor KB modern.

Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada November 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konperensi Internasional di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control League.

(18)

perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.

Sejarah KB di Indonesia di mulai yaitu pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita

harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:

a. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada didalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.

b. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

(19)

36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

Pada tahun 1969 – 1974 mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah Haryono Suryono. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.

Pada tahun 1974 -1979 pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sektor-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

(20)

KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.

Pada Tahun 1983-1988 muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.

Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye Lingkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

(21)

Pada periode ini juga ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sektor Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Pada tahun 1993-1998 kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS).

Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dimana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi hingga saat ini.

(22)

Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah yang dipimpin oleh seorang kepala badan, berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris daerah kota. BKBPP mempunyai tugas membantu walikota dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pelayanan KB dan peningkatan peran perempuan, peningkatan peran masyarakat dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Dalam melaksanakan tugas tersebut BKBPP menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya.

2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya.

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Organisasi BKBPP terdiri dari : 1. Badan

2. Sekretariat terdiri dari; sub bagian umum, sub bagian keuangan, sub bagian program.

3. Bidang KB dan kesehatan reproduksi terdiri dari; sub bidang pelayanan KB dan partisipasi pria, sub bidang penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja dan kesehatan reproduksi.

(23)

5. Bidang data dan informasi, terdiri dari ; sub bidang pelaporan dan pengolahan data, sub bidang penyebarluasan informasi.

6. Bidang PP dan perlindungan anak terdiri dari :nsub bidang pengkajian, pengembangan dan pengarusutamaan gender. Sub bidang peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan anak.

7. Unit pelaksana teknis badan (UPTB) 8. Kelompok jabatan fungsional.

Tugas pokok dan Fungsi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) kota Binjai :

1. BKBPP mempunyai tugas pokok yaitu membantu walikota dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang keluarga berencana dan pemberdayaan perempuan.

2. BKBPP mempunya fungsi yaitu:

a. Merumuskan kebijakan teknis pelayanan keluarga berencana dan pemberdayaan perempuan.

b. Menyelenggarakan perumusan kebijaksanaan sekretariat dalam pengelolaan administrasi, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan dan pembekalan BKBPP.

c. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dengan pengendaliankeluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

(24)

e. Memantau serta mengevaluasi kegiatan pengumpulan pengolahan dan penganalisaan data dan informasi program keluarga berencana, keluarga sejahtera, kesehatan reproduksi, pengendalian penduduk dan pemberdayaan perempuan.

f. Melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pembinaan, penggerakan dan pelaksaan kegiatan dan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sesuai ketentuan dan standar yang sudah ditetapkan.

g. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2.6 Petugas Lapangan Keluarga Berencana

Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) atau disebut juga Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberikan tugas tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi, dan pengembangan keluarga berencana nasional (Kepmen No.120/M.PAN/9/2004).

Sebagai petugas lapangan KB nasional, PLKB menyelenggarakan fungsi sebagai :

1. Penyuluhan KB, yaitu kegiatan penyampaian informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku keluarga dan masyarakat untuk mewujudkan keluarga berkualitas.

(25)

Sasaran utama program KB yaitu Pasangan Usia Subur (PUS) yakni suami istri yang berusia 15-49 tahun karena kemungkinan hamil dan memiliki anak. Oleh karena itu, PLKB harus mampu memberikan informasi yang jelas, sehingga mereka mengerti dan dapat merencanakan dan membentuk keluarga kecil sejahtera.

2.6.1 Tugas pokok dan Fungsi PLKB

PLKB mempunyai fungsi merencanakan, mengorganisasikan, mengembangkan, melaporkan dan mengevaluasi program KB Nasional dan program pembangunan lainnya di tingkat kecamatan/kelurahan.

Tugas PLKB: 1. Perencanaan

PLKB dalam bidang perencanaan bertugas meliputi penguasaan potensi wilayah kerja sejak pengumpulan data, analisa pemantauan masalah prioritas, penyusunan rencana kerja dan memfasilitasi penyusunan jadwal kegiatan tingkat RT, RW, dan Desa/Kelurahan.

2. Pengorganisasian

(26)

3. Pelaksanaan dan Pengelola Program

PLKB sebagai pelaksana dan pengelola memiliki tugas melakukan berbagai kegiatan mulai dari penyiapan IMP dan mitra kerja lainnya dalam melaksanakan program, memfasilitasi peran IMP dan mitra lainnya penyiapan dukungan untuk terselenggaranya program KB Nasional di kecamatan/kelurahan serta advokasi KIE/Konselimg maupun pemberian pelayanan program KB (KB-KR dan Program KS-PK.

4. Pengembangan

Tugas PLKB melaksanakan pengembangan kemampuan teknis IMP dan mitra lainnya dalam penyelenggaraan program KB Nasional di Desa/Kelurahan. 5. Evaluasi dan Pelaporan

Tugas PLKB dalam evaluasi dan pelaporan program KB Nasional sesuai dengan sistem pelaporan yang telah ditentukan secara berkala.

2.6.2 Penjenjangan Jabatan PLKB

(27)

PLKB ahli adalah PLKB yang berpendidikan minimal sarjana (SI), pangkat/golongan (III/a) dengan kualifikasi pendidikan (bidang studi) sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jenjang jabatan PLKB ahli dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah (a) PLKB Pertama, (b)PLKB Muda, (c) PLKB Madya.

2.6.3 Kinerja PLKB

Kinerja PLKB adalah hasil kerja dan tingkat keberhasilan PLKB dalam menjalankan tugas selakupetugas lapangan KB dalam melakukan penyuluhan dan pelayanan KB Nasional. Kinerja PLKB dapat dilihat dari kemampuan kerja PLKB yang tampak dalam situasi dan kondisi kerja sehari-hari.

(28)

2.7 Landasan Teori

(29)

2.8 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Motivasi Kerja

Intrinsik

1. Tanggung Jawab 2. Prestasi

3. Pengakuan 4. Pekerjaan itu

Sendiri ekstrinsik

1. Kondisi kerja 2. Insentif

3. Hubungan antar pribadi

Gambar

Gambar 2.1 : Teori motivasi menurut Hezberg
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

“Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan tempat belajar yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam rangka usaha meningkatkan pengetahuan, keterampilan,

Tema yang terdapat dalam cerita Manusia yang Berubah Menjadi Kera ialah anak yang durhaka kepada orang tuanya sedangkan tema yang terdapat dalam cerita Ikan Roan Ajaib ialah

Munculnya gagasan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) didasarkan pada suatu pemikiran bahwa setiap orang memiliki potensi dan

internalisasi yaitu :.. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi face to face secara tetap dalam kelompok, dengan demikian perkembangan anak dapat diikuti

Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan yang telah dirumuskan diatas, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1) Menentukan Langkah- langkah

Ti rezultati govore da bi poduzeće Naprijed trebala otvoriti profil na Instagramu radi velikog broja osoba koje posjeduju Instagram, te zbog toga što bi sa tim potezom dobili

Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup berkembang dan mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam

Skripsi Room Boy - Room Maid : Studi Etnografi Tentang... ADLN Perpustakaan