• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file KEDUDUKAN BPSK (BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI PROSES MEDIASI DIKOTA PALU | PRATAMA | Legal Opinion 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file KEDUDUKAN BPSK (BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI PROSES MEDIASI DIKOTA PALU | PRATAMA | Legal Opinion 1 PB"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN BPSK (BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN

MELALUI PROSES MEDIASI DIKOTA PALU

RINALDI ANUGRAH PRATAMA D101 13 135

Pembimbing I : M. Jafar, S.H., M.H

Pembimbing II : Abd. Rahman Hafid, S.H., M.H.

ABSTRAK

Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui (1) bagaimana kedudukan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam rangka menyelesaikan sengketa antara pihak konsumen dan pelaku usaha melalui proses media si di Kota Palu. (2) kekuatatan hukum putusan mediasi di BPSK. Penelitian ini adala h penelitian yuridis empiris. Penelitian dengan metode yuridis empiris merupakan penelitian dengan meneliti data primer di lapangan terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data sekunder. Pendekatan yuridis adalah suatu pendekatan yang mengacu pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pendekatan empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti data lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPSK ini mempunyai kedudukan sebagai salah satu lembaga yang menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan yang mempunyai tugas, fungsi dan wewenang dengan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Kedudukan lembaga BPSK ini setara dengan pengadilan negri bagi lembaga tingkat yang pertama yang menangani penyelesaian sengketa konsumen. Keanggotaan dari BPSK terdiri dari 3 unsur yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha. Dalam proses penyelesaiannya BPSK menggunakan 3 cara yaitu media si, konsiliasi dan arbitrase. Pada proses mediasi, BPSK berfungsi sebagai mediator yang bersifat aktif dalam mendamaikan dan memberi saran kepada pihak dalam penyelesaian sengketa konsumen. kekuatan Putusan Mediasi di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersifat final dan mengikat dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Final berarti tidak ada lagi upaya hukum lainnya, mengikat karena perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Kata Kunci : Kedudukan BPSK, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Mediasi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya pembangunan dan

perkembangan perekonomian

(2)

produk barang dan/atau jasa yang

dapat dikonsumsi. Kemajuan

dibidang ilmu pengetahuan,

teknologi komunikasi, dan

informatika juga turut mendukung

perluasan ruang gerak transaksi

barang dan/atau jasa hingga

melintasi batas-batas wilayah suatu

Negara. Kondisi demikian pada satu

pihak sangat bermanfaat bagi

kepentingan konsumen karena

kebutuhannya akan barang dan/atau

jasa yang diinginkan dapat terpenuhi

serta semakin terbuka lebar

kebebasan untuk memilih aneka jenis

kualitas barang dan/atau jasa sesuai

dengan kemampuannya.1

Adapun Undang-Undang yang

dibentuk oleh pemerintah yang

mengatur tentang perlindungan

konsumen yaitu Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen.

Undang-Undang ini sebagai payung hukum

yang menjadi kriteria untuk

mengukur dugaan adanya

pelanggaran-pelanggaran hak-hak

1

Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala

Implementasinya, Kencana, Jakarta, 2011 Hlm. 2

konsumen, yang semula diharapkan

oleh semua pihak mampu

memberikan solusi bagi penyelesaian

segala macam kerumitan dalam

hubungan antara produsen dengan

konsumen.2

Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 membentuk suatu

lembaga dalam hukum perlindungan

konsumen, yaitu Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen. Pasal 1 butir 11

UUPK menyatakan bahwa Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) adalah badan yang bertugas

menangani dan menyelesaikan

sengketa antara pelaku usaha dan

konsumen. BPSK sebenarnya

dibentuk untuk menyelesaikan

kasus-kasus sengketa konsumen yang

berskala kecil dan bersifat sederhana.

Terbentuknya lembaga BPSK,

maka penyelesaian sengketa

konsumen dapat dilakukan secara

cepat, mudah, dan murah. Cepat

karena penyelesaian sengketa

melalui BPSK harus sudah diputus

dalam tenggang waktu 21 hari kerja,

dan tidak dimungkinkan banding

2

(3)

yang dapat memperlama proses

penyelesaian perkara.3

Penyelesaian sengketa melalui

mediasi, merupakan cara

penyelesaian sengketa yang fleksibel

dan tidak mengikat serta melibatkan

pihak netral, yaitu mediator, yang

memudahkan negosiasi antara para

pihak/membantu mereka dalam

mencapai kompromi/kesepakatan.

Selain definisi mediasi ini, masih

banyak definisi lain yang

berbeda-beda, namun pada umumnya orang

sepakat bahwa tujuan dari proses

mediasi adalah membantu orang

dalam mencapai penyelesaian

sukarela terhadap suatu sengketa

atau konflik.

Peran mediator sangat terbatas,

yaitu pada hakikatnya hanya

menolong para pihak untuk mencari

jalan keluar dari persengketaan yang

mereka hadapi, sehingga hasil

penyelesaian dalam bentuk

kompromi terletak sepenuhnya pada

kesepakatan para pihak, dan

kekuatannya tidak mutlak tapi

3

Susanti Adi Nugroho, Opcit, Hlm. 74

tergantung pada itikad baik untuk

memenuhi secara sukarela.4

Menurut data tahun 2016

Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) Kota Palu,

menangani 52 kasus Sengketa antara

Konsumen dan Pelaku Usaha untun

diselesaikan sesuai ketentuan

perundang-undang. Masalah yang

menyebabkan terjadinya sengketa

antara konsumen dan produsen atau

pelaku usaha meliputi angsuran roda

dua dan empat, BPKB kendaraan,

administrasi berupa nota pembayaran

barang tidak diberikan, objek

sengketa antara konsumen dan

produsen juga meliputi ansuran

kendaraan, penarikan kendaraan dan

dikenakan biaya pelunasan

penarikan, bahkan konsumen telah

menyerahkan atau membayar DP

namun belum ada unit yang

diserahkan. Masalah-masalah

tersebut kemudian berdampak

terhadap pelaporan konsumen ke

BPSK dan berujung sengketa dengan

penyelesaian mediasi serta arbitrase.

Produsen atau pelaku usaha

komitmen dan tunduk terhadap

4

(4)

ketentuan perundang-undangan

mengenai perlindungan konsumen

yang didalamnya meliputi

pemenuhan kewajiban.5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang

diatas, maka pokok-pokok masalah

yang menjadi fokus penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana Kedudukan

BPSK dalam Rangka

Menyelesaikan Sengketa

antara Pihak Konsumen

dan Pelaku Usaha melalui

proses mediasi di Kota

Palu ?

2. Bagaimana kekuatan

Hukum Putusan Mediasi

di BPSK ?

II. PEMBAHASAN

A. Kedudukan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen) dalam

Menyelesaiakan Sengketa Konsumen antara Konsumen dan Pelaku Usaha Melalui Proses Mediasi di Kota Palu

5

http://sulteng.antaranews.com/berit a/30629/bpsk-palu-tangani-52-kasus-sengketa-konsumen, diakses tanggal 17 Agustus 2017

Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 membentuk

suatu lembaga dalam hukum

perlindungan konsumen, yaitu Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK). Pasal 1 butir 11 UUPK

menyatakan bahwa BPSK adalah

badan yang bertugas menangani dan

menyelesaikan sengketa antara

pelaku usaha dan konsumen. BPSK

sebenarnya dibentuk untuk

menyelesaikan kasus-kasus sengketa

konsumen yang berskala kecil dan

bersifat sederhana.

Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) mempertanggung

jawabkan pelaksanaan tugas dan

wewenang meliputi bidang

perdagangan. Sedangkan mengenai

anggaran untuk kegiatan BPSK

dibebankan kepada Anggara

Pendapatan dan Belanja Negara serta

sumber-sumber lainnya yang sesuai

dengan peraturan-peraturan yang

berlaku. Adapun susunan anggota

Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) sebagaimana

diatur dalam Pasal 50

Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

terdiri atas :

(5)

b. Wakil ketua merangkap anggota.

c. Anggota.

1. Tugas, Wewenang dan Fungsi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Didalam menjalankan tugas

dan fungsinya, BPSK sebagai suatu

lembaga memiliki tugas dan

wewenang yang diatur dalam Pasal

52 UUPK Jo, Kepmenperindag

Nomor 350/MPP/Kep/12/2001

tentang pelaksanaan tugas dan

wewenang badan penyelesaian

sengketa konsumen, yaitu :

a. Melaksanakan penyelesaian

sengketa konsumen, dengan cara

melalui mediasi atau arbitrase

atau konsiliasi.

b. Memberikan konsultasi

perlindungan konsumen.

c. Melakukan pengawasan terhadap

pencantuman klausula baku.

d. Melaporkan kepada penyidik

umum apabila terjadi pelanggaran

ketentuan dalam Undang-Undang

No.8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

e. Melakukan penelitiaan dan

pemeriksaan sengketa

perlindungan konsumen.

f. Menerima pengaduan baik tertulis

maupun tidak tertulis, dari

konsumen tentang terjadinya

pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen.

g. Memanggil pelaku usaha yang

diduga telah melakukan

pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen.

h. Memanggil, menghadirkan saksi,

saksi ahli dan/atau setiap orang

yang dianggap mengetahui

pelanggaran undang-undang ini.

i. Meminta bantuan penyidik untuk

menghadirkan pelaku usaha,

saksi, saksi ahli, atau setiap orang

sebagaimana dimaksud pada hutuf

G dan huruf H, yang tidak

bersedia memenuhi panggilan

Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen.

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau

menilai surat, dokumen, atau alat

bukti lain guna penyelidikan

dan/atau pemeriksaan.

k. Memutuskan dan menetapkan ada

atau tidak adanya kerugian di

pihak konsumen.

l. Memberitahukan putusan kepada

(6)

pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen.

m.Menjatuhkan sanksi administratif

kepada pelaku usaha yang

melanggar ketentuan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan tugas dan

wewenang tersebut, maka dengan

demikian terdapat fungsi strategis

dari BPSK:

a. BPSK berfungsi sebagai

instrumen hukum penyelesaian

sengketa di luar pengadilan

(alternative dispute resolution),

yaitu melalui konsiliasi, mediasi

dan arbitrase.

b. Melakukan pengawasan terhadap

pencantuman klausula baku (one-sided standard form contract)

oleh pelaku usaha (Pasal 52 butir

c UUPK). Termasuk disini

klausula baku yang dikeluarkan

PT PLN (persero) di bidang

kelistrikan, PT Telkom (persero)

dibidang telkomunikasi,

bank-bank milik pemerintah maupun

swasta, perusahaan

leasing/pembiayaan, dan lain-lain. c. Salah satu fungsi strategis ini

adalah untuk menciptakan

keseimbangan

kepentingan-kepentingan pelaku usaha dan

konsumen. Jadi, tidak hanya

klausula baku yang dikeluarkan

oleh pelaku usaha atau badan

usaha perusahaan-perusahaan

swasta saja, tetapi juga pelaku

usaha atau perusahaan-perusahaan

milik Negara.6

2. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Mediasi Di BPSK

Proses penyelesaian sengketa

konsumen melalui Mediasi di BPSK

dibagi dalam beberapa Proses, yaitu :

a. Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Permohonan Penyelesaian

Sengketa Konsumen diatu dalam

Pasal 15 – Pasal 17 Kepmenperindag

Nomor 350/MPP/Kep/12/2001.

Konsumen yang dirugikan dapat

mengajukan permohonan

penyelesaian sengketa konsumen

kepada BPSK yang terdekat dengan

tempat tinggal konsumen. Bentuk

Permohonan Penyelesaian Sengketa

Konsumen diajukan secara lisan dan

tertulis ke Badan Penyelesaian

6

(7)

Sengketa Konsumen (BPSK) melalui

Sekretariat BPSK setempat,

permohonan Penyelesaian Sengketa

Konsumen dapat juga diajukan oleh

ahli waris atau kuasanya apabila

konsumen :

1) Meninggal dunia

2) Sakit atau telah berusia lanjut

3) Belum dewasa

4) Orang asing (Warga Negara

Asing)

Isi Permohonan Pernyelesaian

sengketa konsumen memuat secara

benar dan lengkap mengenai (Pasal

16 Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001) :

1) Identitas konsumen, ahli waris

atau kuasanya disertai bukti

diri

2) Nama dan alamat pelaku usaha

3) Barang dan/atau jasa yang

diadukan

4) Bukti perolehan, keterangan

waktu dan tempat, dan tanggal

perolehan barang dan/atau jasa

yang diadukan;

5) Saksi-saksi yang mengetahui

perolehan barang dan atau jasa,

foto-foto barang atau kegiatan

pelaksanaan jasa bila ada.

b. Susunan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Kepaniteraan

Susunan majelis Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) harus berjumlah 3 orang

yang mewakili semua unsur

sebagaimana dimaksud Pasal 54

Ayat 2 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yang salah

satu anggotanya wajib berpendidikan

dan berpengetahuan dibidang hukum

(Pasal 18 Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001). Pasal 54

Undang-Undang Perlindungan

Konsumen memberikan kewenangan

pada Menperindag untuk membuat

ketentuan teknis mengenai

pelaksanaan tugas Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK). Ketentuan yang dimaksud

ialah Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep?12/2001.

c. Tata Cara Persidangan

Pasal 26 Ayat 1

Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 menentukan

bahwa pemanggilan pelaku usaha

untuk hadir dipersidangan BPSK

(8)

dengan copy permohonan

penyelesaian sengketa konsumen

dalam waktu 3 hari kerja sejak

permohonan penyelesaian sengketa

diterima secara lengkap dan

benar-benar telah memenuhi persyaratan

Pasal 16 Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001. Secara

formal dalam surat pemanggilan

tersebut dicantumkan :

1) Hari, tanggal, jam, dan tempat

persidangan

2) Kewajiban pelaku usaha untuk

memberikan jawaban terhadap

penyelesaian sengketa

konsumen (Pasal 26 Ayat 2

Kepmenperindag)

Setiap majelis BPSK wajib

menjaga ketertiban akan jalannya

persidangan (Pasal 27

Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001). Terdapat 3

cara persidangan di BPSK (Pasal 54

Ayat 4 jo. Pasal 26 – Pasal 36

Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001), yaitu :

1) Persidangan dengan cara

konsiliasi

2) Persidangan dengan cara

mediasi

3) Persidangan cara arbitrase

Menurut Yusuf Shofie, dalam

ketiga tata cara persidangan tersebut

kehadiran kuasa hukum memang

tidak dilarang, baik dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen

maupun dalam Kepmenperindag

Nomor 350/MPP/Kep/12/2001.7

1) Persidangan dengan Cara

Mediasi

Penyelesaian sengketa melalui

mediasi dilakukan sendiri oleh para

pihak yang bersengketa dengan di

damping mediator. Mediator

menyerahkan sepenuhnya proses

penyelesaian sengketa kepada para

pihak, baik mengenai bentuk maupun

besarnya ganti kerugian atau

tindakan tertentu untuk menjamin

tidak terulangnya kembali kerugian

konsumen. Dalam proses mediasi ini,

mediator bertindak lebih aktif

dengan memberikan nasihat,

petunjuk, saran dan upaya-upaya lain

dalam menyelesaikan sengketa dan

mediator wajib menentukan jadwal

pertemuan untuk penyelesaian proses

7

(9)

mediasi. Apabila dianggap perlu,

mediator dapat melakukan kaukus.8

d. Alat Bukti dan Sistem Pembuktian

Alat-alat bukti yang digunakan

di BPSK menurut Pasal 21

Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001, yaitu :

1) Barang dan/atau jasa

2) Keterangan para pihak;

3) Keterangan saksi dan/atau ahli;

4) Surat dan/atau dokumen

5) Bukti-bukti lain yang

mendukung

Sistem pembuktian yang

digunakan dalam gugatan ganti rugi

sebagaimana yang dimaksud Pasal

19, Pasal 22 dan Pasal 23

Undang-Undang Perlindungan Konsumen

terbalik (Pasal 28 UUPK jo Pasal 22

Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001). Dengan

menggunakan pendekatan sistem

Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, maka sistem pembuktian

yang digunakan di BPSK juga sistem

pembuktian terbalik.

e. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

8

Susanti Adi Nugroho, Opcit, hlm 112

Proses dikeluarkannya putusan

Badan Penyelesaian Sengketa

konsumen dilakukan secara bertahap,

yaitu Pasal 39 SK Memperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001:

1) Didasarkan atas musyawarah

untuk mencapai mufakat

2) Maksimal jika hal itu telah

diusahakan (dengan

sungguh-sungguh), ternyata tidak

tercapai mufakat maka putusan

dilakukan cara voting atau

suara terbanyak.

Putusan BPSK dijatuhkan

paling lambat waktu 21 hari kerja

sejak gugatan diterima di sekretariat

BPSK (Pasal 55 UUPK jo. Pasal 38

Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001).

f. Upaya Hukum

Pasal 54 Ayat 3 UUPK jo Pasal

42 Ayat 1 Kepmenperindag Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 menentukan

bahwa putusan majelis BPSK

bersifat final dan mengikat yang

pada penjelasan yang pada

penjelasan Pasal 54 Ayat 3

ditegaskan bahwa kata “final” berarti

tidak ada upaya hukum banding dan

kasasi. Namun ternyata

(10)

mengenal pengajuan keberatan pada

Pengadilan Negeri.

Menurut Pasal 56 Ayat 3

Undang-Undang Perlindungan

Konsumen para pihak dapat

mengajukan keberatan kepada

Pengadilan Negeri paling lambat 14

hari kerja setelah menerima

pemberitahuan putusan BPSK dan

apabila para pihak tidak mengajukan

keberatan dalam jangka waktu

tersebut maka dianggap menerima

Putusan BPSK (Pasal 56 Ayat3

UUPK).

g. Eksekusi Putusan

Dalam hal pelaku usaha

menerima dictum Putusan BPSK

(Pasal 56 Ayat 1 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen), maka ia

wajib melaksanakan putusan tersebut

dalam waktu 7 hari kerja terhitung

sejak menyatakan menerima putusan

BPSK (Pasal 56 Ayat 1 UUPK jo.

Pasal 41 Ayat 4 Kepmenperindag

Nomor 350/MPP/Kep/12/2001).

Jika pelaku usaha tidak

menggunakan upaya hukum maka

putusan BPSK menjadi berkekuatan

hukum tetap. Tidak dilaksanakannya

putusan tersebut, apalagi setelah

diajukannya permintaan eksekusi

berdasarkan Pasal 57

Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

merupakan tindakan pidana dibidang

perlindungan konsumen (Pasal 56

Ayat 4 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen).

3. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) melalui Mediasi di Kota Palu

Jumlah kasus yang ditangani

BPSK Kota Palu dari tahun

2016-2017 melalui penyelesaian jalur

konsiliasi, mediasi, dan arbitrase

adalah sebagai berikut :

 Konsiliasi 1 kasus dengan Persentase 1,4 %

dengan rincian 1 kasus

finance.

 Mediasi 65 kasus dengan persentase 89 % dengan

rincian kasus 56 kasus

finance, 2 kasus

perumahan/property, 3

kasus lain-lain

(wallpaper, rentenir dan

kaca jendela), 1 kasus

(11)

pengiriman barang, 2

Kasus BNS.

 Arbitrase 7 kasus dengan persentase 9,6 % dengan

rincian kasus 5 kasus

finance, 1 kasus

perumahan/peroperty, dan

satu kasus lain-lain

(indene).

Kasus yang lebih mendominasi

diselesaikan di BPSK Kota Palu dari

kurun waktu 2016 – 2017 yaitu

melalui jalur mediasi dengan

presentase mencapai 89%

dibandingkan melalui jalur arbitrase

yang hanya mencapai presentase

9,6% dan jalur konsiliasi mencapai

presentase 1,4%.

B. Kekuatan Hukum Putusan Mediasi di BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)

Dasar hukum kekuatan putusan

Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Bersifat final dan

mengikat, hal ini secara jelas dan

tegas telah diatur dan ditetapkan

dalam Pasal 54 ayat 3

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen

yaitu putusan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen bersifat final

dan mengikat. Lebih lanjut kekuatan

putusan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen diatur dalam

Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan RI Nomor

350/MPP/Kep/12/2000 Tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang

Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen. Pasal 42 Ayat 1

menyatakan bahwa Putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen

merupakan putusan yang final dan

mempunyai kekuatan hukum yang

tetap. Final berarti penyelesaian

sengketa mestinya sudah berakhir

dan tidak ada upaya hukum

keberatan berarti memaksa dan

sebagai sesuatu yang harus

dijalankan para pihak.

Menurut Pasal 1851

KUHPerdata menjelaskan bahwa

(12)

secara tertuliis.” lebih lanjut Pasal 1858 mengatakan bahwa “Di antara

pihak-pihak yang bersangkutan, suatu perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu keputusn Hakim pada tingkat akhir. Perdamaian itu tidak dapat dibantah dengan alasan bahwa telah terjadi kekeliruan mengenai hukum atau alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.”

Amar putusan yang memiliki

kekuatan untuk dilaksanakan adalah

amar yang mengandung diktum

condemnatoir yang berbentuk perintah atau penghukuman ,

sedangkan klausul dalam akta

perdamaian yang dapat dieksekusi

adalah klausul yang mengandung

kewajiban dan kewajiban itu telah

diperintahkan pelaksanaannya oleh

diktum condemnatoir dan Putusan Hakim. Tindakan-tindakan yang

dikehendaki oleh diktum

condemnatoir antara lain : - Menyerahkan sesuatu;

- Mengosongkan sesuatu;

- Melakukan sesuatu;

- Menghentikan suatu tindakan

tertentu;

- Melakukan pembayaran

sejumlah uang.9

Merupakan asas hukum yang

umum berlaku dalam hukum perdata

bahwa ganti rugi hanyalah mungkin

diwajibkan kepada pelaku usaha

untuk memberikannya kepada pihak

yang dirugikan apabila telah

terpenuhi hal-hal sebagai berikut:

 Telah terjadi kerugian bagi konsumen;

 Kerugian tersebut memang adalah sebagai akibat perbuatan

pelaku usaha;

 Tuntutan ganti rugi telah diajukan gugatannya oleh pihak

yang menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen berhak

mengajukan gugatan (Pasal 46

Ayat (1))

 Telah ada putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap

sehingga telah dapat

dilaksanakan, putusan tersebut

dapat berupa hasil kesepakatan

antara pelaku usaha dan

konsumen yang telah

9

(13)

menyelesaikan sengketanya

melalui penyelesaian damai.10

Sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 1338 (1) KUHPerdata, bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berla ku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Menurut ketentuan

Pasal 1338 (1) KUHPerdata suatu

kontrak mempunyai daya mengikat

dengan syarat kontrak itu dibuat

secara sah, artinya dalam

pembentukannya harus

memerhatikan syarat sahnya kontrak

dalam Pasal 1320 KUHPerdata,

yaitu:

- Sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya;

- Cakap untuk membuat suatu

perikatan;

- Suatu hal tertentu;

- Suatu sebab yang halal.

. Dengan kata lain, kontrak

yang dibuat secara sah menurut

ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata,

mempunyai kekuatan mengikat yang

sama dengan Undang-Undang.

Undang-Undang yang dimaksudkan

Pasal 1338 (1) KUHPerdata adalah

10

Susanti Adi Nugroho, Opcit, hlm 165

ketentuan tersebut mempunyai

kualifikasi sebagai hukum yang

bersifat memaksa bukan hukum

pelengkap.

Lebih lanjut Pasal 1339

KUHPerdata menyatakan bahwa;

“Kontrak tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat kontrak, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.”

Secara a-contratrio muatan materi Pasal 1339 KUHPerdata dapat

disimpulkan telah memberi

penegasan bahwa:

- Pertama, kontrak itu mengikat para pihak karena para pihak

secara tegas memperjanjikannya

sesuai dengan otonomi para

pihak (factor otonom-faktor

penentu primer-faktor yang

menentukan hak dan kewajiban

para pihak);

- Kedua, selain itu kekuatan

mengikat kontrak juga

didasarkan pada sifat kontrak,

kepatutan, kebiasaan dan

(14)

heteronom – factor penentu

subsidair).

Hal ini sebagaimana terdapat

dalam rumusan Pasal 1338 (2)

KUHPerdata, yang menyatakan

bahwa: Kontrak itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakan para pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian, menurut Pasal 1338 (2) KUHPerdata

daya mengikatnya kontrak yang

didasarkan pada otonomi para pihak

diakui dan semakin dipertegas

kekuatan berlakunya terhadap para

pihak. Penarikan kembali kontrak

yang telah dibuat oleh para pihak

hanya dapat dilakukan melalui:

a. Kesepakan para pihak untuk

menarik kembali apa yang telah

disepakati; atau

b. Undang-undang yang bersifat

memaksa (dwingend recht). Bahkan apabila dianalisis

secara mendalam ternyata rumusan

Pasal 1338 (3) KUHPerdata yang

menyatakan bahwa “

Persetujuan-Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”, justru dimaksudkan untuk memberikan

penegasan mengenai daya

mengikatnya kontrak yang

didasarkan pada otonomi para pihak.

Sehingga melalui interpretasi yang

sistematis-komprehensif muatan

materi Pasal 1338 KUHPerdata

tersusun dalam tiga ayat tersebut

diatas, dapat disimpulkan bahwa

perjanjian merupakan proses yang

saling terkait satu dengan yang

lainnya dalam suatu sistem, mulai

dari pembentukan perjanjian sampai

dengan pelaksanaan perjanjian.11

III. PENUTUP A. Kesimpulan

1. Undang-undang Nomor 8

tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen

merupayung hukum bagi

perlindungan konsumen di

Indonesia. Didalam

Undang-Undang ini

terdapat adanya upaya

dalam melindungi

kepentingan konsumen

apabila terjadi sengketa

dengan pelaku usaha.

Dalam UUPK ini dibentuk

11

(15)

suatu lembaga baru yaitu

Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen

(BPSK) sebagai suatu

lembaga yang berfungsi

menangani dan

menyelesaikan sengketa

konsumen diluar

pengadilan. BPSK ini

mempunyai kedudukan

sebagai salah satu lembaga

yang menangani dan

menyelesaikan sengketa

konsumen diluar

pengadilan yang

mempunyai tugas, fungsi

dan wewenang dengan

cara mediasi, konsiliasi

dan arbitrase.

Keanggotaan dari BPSK

terdiri dari 3 unsur yaitu

unsur pemerintah, unsur

konsumen, dan unsur

pelaku usaha.

Dalam proses

penyelesaiannya BPSK

menggunakan 3 cara yaitu

konsiliasi, mediasi dan

arbitrase. Pada proses

mediasi, BPSK berfungsi

sebagai mediator yang

bersifat aktif dalam

mendamaikan dan

memberi saran kepada

pihak dalam penyelesaian

sengketa konsumen.

2. Kekuatan Putusan Mediasi

di Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen

bersifat final dan mengikat

dan mempunyai kekuatan

hukum yang tetap. Final

berarti tidak ada lagi upaya

hukum lainnya, mengikat

karena perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang

bagi mereka yang

membuatnya.

B. Saran

1. Dalam era perdagangan

pada saat ini,

perkembangan peraturan

mengenai perlindungan

konsumen telah

membuktikan bahwa

perbuatan curang sering

terjadi dalam dunia

perdagangan. Oleh karena

itu, sebaiknya pelaksanaan

dari perlindungan

(16)

dilakukan oleh

pemerintah, melainkan

seluruh lapisan masyarakat

Kota Palu.

2. Sebaiknya didalam

Undang-Undang

Perlindungan Konsumen

keputusan BPSK harus

diberi penjelasan tentang

kekuatan hukum putusan

perdamaian.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, 2015

D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi, Alfabeta, Bandung, 2012

Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta, 2011

Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Pelindungan Konsumen (UUPK), Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

Zulham, Hukum Pelindungan Konsumen, Kencana, Jakarta, 2013

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Tugas dan Wewenang Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen

Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2013

(17)

(18)

BIODATA PENULIS

NAMA : RINALDI ANUGRAH PRATAMA

TEMPAT TANGGAL LAHIR : PASANGKAYU, 13 SEPTEMBER 1995

ALAMAT : JL. TOMBOLOTUTU

EMAIL : rinaldianugrah23@gmail.com

Referensi

Dokumen terkait

Pihak tertentu yang mendukung pembela jaran dengan aneka permainan bahasaberar- gumentasi, bahwa belajar dalam konteks ser bajenaka akan membuahkan hasil lebih sig- nifikan

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua

Berdasarkan data dan pembahasan masalah yang penulis lakukan terhadap piutang tidak tertagih dengan membandingkan metode analisa umur piutang, jumlah cadangan ditambah dan

Statika sederhana berisi tentang: Pengertian istilah (tumpuan, jenis konstruksi, gaya normal dan bidang gaya normal, gaya melintang dan bidang gaya melintang, momen dan

Hal ini sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) menyatakan bahwa jenis Ruang Terbuka

dan untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan, puskesmas.. dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (DepKes

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran persepsi dukungan sosial sebagai mediator hubungan antara pengungkapan diri dan kesejahteraan subjektif pada pengguna