• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak Sebagai Pedagang Makanan Keliling D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Anak Sebagai Pedagang Makanan Keliling D"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK SEBAGAI PEDAGANG MAKANAN KELILING

DI DENPASAR BARAT : ANALISIS KETEGANGAN

STRUKTUR SOSIAL

Ida Ayu Eka Suartika, Nazrina Zuryani, Ikma Citra Ranteallo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Email: idaayuekasuartika@gmail.com, nazrinazuryani@yahoo.com, ikma_citra@yahoo.com

ABSTRACT

Child (12-16 years old) as food peddler in the area of West Denpasar classified as child labour because they work beyond what ILO Convention No. 138 allowed for. According to UU No. 1 in 2000, they do a dangerous job like selling and bringing foods around the streets in Denpasar. This study conducted during November 2013 until July 2014 within depth interview, observation, and study document. Data analyses showed that the reason why they became child food peddler because three factors such as economic, natural environment, social culture environment and education factor. Merton s strain social structure analyzed that organized behavior and the appearance of child peddler due to limited access which given by social structure where they came from, create strain condition. The social culture impact is they reluctance to continue their education, they using harsh language, early sex activity, and they less attention about their health being.

Keywords : Child, Food Peddler, Strain Social Structure

1. PENDAHULUAN

Masyarakat bekerja atas dasar dorongan ekonomi. Namun menurut Soemardjan struktur sosial kurang menyediakan sumber-sumber nafkah untuk mereka (dalam Suyanto, 2001: 31). Anak-anak yang lahir dari keluarga yang miskin dan pendidikan yang rendah hampir tidak memiliki peluang untuk meraih posisi atas. Hal tersebut juga yang terjadi pada anak sebagai pedagang makanan keliling di Denpasar Barat. Mereka berasal dari keluarga pekerja. Kesulitan dalam ekonomi mendorong mereka untuk bekerja di usia

dini dan tidak memenuhi wajib belajar 9 tahun.

(2)

yang tergolong berat. Pekerjaan tersebut yakni membawa nampan dengan beban lebih dari 5 kilogram setiap hari.

Kemunculan pedagang makanan keliling oleh anak di Denpasar Barat tidak terlepas dari peran majikan yang mengajak dan mengorganisasi mereka. Majikan menyediakan barang produksi untuk dijual kepada konsumen setiap hari. Hal tersebut membentuk perilaku terorganisir. Perilaku terorganisir anak yang menjadi pedagang makanan keliling ditunjukkan dengan jadwal kerja, upah, perilaku yang tidak mengenal sekolah dan mengacu pada tujuan ekonomi. Perilaku terorganisir tersebut tidak terlepas dari tujuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. KAJIAN PUSTAKA

Menurut Nandi (2006), eksploitasi atas tenaga anak dapat diartikan pekerja anak. Penyebab dari munculnya pekerja anak adalah faktor ekonomi sebagai penyebab yang paling mendasar selain atas keinginan dari anak sendiri. Hal serupa juga disampaikan oleh Adriyani (2008), Anak termotivasi untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta mampu memiliki pendapatan sendiri. Pradana (2009), menjelaskan bahwa anak-anak yang bekerja di usia akhir bekerja atas permintaan dari orang tua mereka.

Husnaini (2011), mendeskripsikan keberadaan pekerja anak Pasir Purus Atas kelurahan Rimbo Kaluang Kota Padang, tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi saja, melainkan disebabkan juga oleh faktor lingkungan dan teman sebaya.

Penalaran moral anak yang bekerja berbeda dengan penalaran moral anak pada umumnya. Dalam penelitian Levu dan Darminto (2013), perbedaan penalaran moral karena adanya pengaruh lingkungan sosial yang mengubah perilaku anak. Anak di usia akhir masih memerlukan pendidikan untuk membentuk kepribadian anak, kesejahteraan dan hak-hak lain yang seharusnya didapatkan oleh anak seusia mereka.

Penelitian Nandi (2006), Adriyani (2008), Pradana (2009) dan Levu & Darminto (2013), menjelaskan bahwa faktor dari munculnya pekerja anak didominasi oleh faktor ekonomi, sedangkan penelitian Husnaini (2011) mengungkapkan juga bahwa proses enkulturasi turut pula menjadi penyebab mengapa anak menjadi pekerja anak.

(3)

sehingga memunculkan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang tersebut yakni bekerja melebihi batas waktu yang diperbolehkan Konvensi ILO No. 138.

Penelitian ini mengelaborasi faktor lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya yang mengakibatkan kemiskinan serta rendahnya pendidikan masyarakat yang menjadi majikan. Rendahnya pendidikan masyarakat yang menjadi majikan berdampak pada minat anak terhadap pendidikan terkait faktor lingkungan. Fokus penelitian ini pada anak yang menjadi pedagang makanan keliling yang tidak memiliki keterampilan akibat putus sekolah dan kurangnya pendidikan moral dan budi pekerti.

Penelitian ini menggunakan teori fungsionalisme struktural dari Merton yakni konsep disfungsi dan ketegangan struktur sosial. Konsep disfungsi dari Merton menjelaskan bahwa kemiskinan struktural memiliki disfungsi yang memunculkan anak yang bekerja. Struktur masyarakat yang miskin dikatakan disfungsional karena menghambat perkembangan anak terkait perkembangan kognitif dan motorik, serta memicu kemiskinan lintas generasi.

Salah satu contoh disfungsi adalah anomie. Anomie dapat terjadi apabila hubungan antara norma kultural dan tujuan

yang ingin dicapai dengan cara yang legal sesuai struktur sosial di masyarakat tertentu mengalami ketimpangan. (Ritzer dan Goodman, 2003: 142). Lebih lanjut Merton mendefinisikan kultur sebagai seperangkat nilai normatif yang terorganisir yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat atau anggota kelompok . Sedangkan struktur sosial merupakan seperangkat hubungan sosial yang terorganisir, yang dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat atau kelompok di dalamnya . Kultur menginginkan seseorang bertindak untuk mencapai tujuan dalam hal ekonomi yakni bekerja, namun kemiskinan struktural dalam struktur sosial masyarakat tertentu tidak menghendaki mereka untuk bekerja mencapai tujuan tersebut dengan cara yang legal. Hal tersebut mendorong mereka melakukan pekerjaan yang cenderung bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(4)

dengan mengikuti peraturan yang berlaku seperti, bekerja keras dan jujur sebagai cara-cara yang dapat diterima (acceptable means). Namun beberapa orang tidak menggunakan cara-cara yang sah (legitimate means) dalam mendapatkan tujuan (Hughes dan Kroehler, 2011: 171).

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deksriptif kualitatif dengan metodologi penelitian studi kasus. Penentuan informan dengan menggunakan snowball sampling

dengan 14 informan, yang terdiri dari 9 anak yang bekerja sebagai pedagang makanan keliling usia 12-14 tahun, dan 5 pedagang makanan keliling dewasa dan majikan. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Denpasar Barat

Denpasar Barat merupakan kecamatan dengan penduduk berjumlah 171.466 jiwa pada bulan Maret 2014. Total luas wilayah Denpasar Barat yakni 24,13 km2. Masyarakat di Denpasar Barat

sebagian besar selama 3 tahun terakhir bekerja di sektor tersier yakni di perdagangan, hotel dan restoran, angkutan, keuangan, dan jasa-jasa,

namun lebih didominasi oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran.

Data di lapangan menunjukkan bahwa beberapa pedagang makanan keliling bertempat tinggal di Lingkungan Kerta Dharma yang termasuk dalam Kelurahan Pemecutan. Kepala lingkungan tidak mengetahui keberadaan anak sebagai pedagang makanan keliling. Kelurahan Pemecutan termasuk ke dalam daerah administratif kecamatan Denpasar Barat. Jumlah penduduk kelurahan Pemecutan pada bulan Maret 2014 mencapai 18.286 jiwa. Total luas daerah Pemecutan seluas 1.980.000 m2.

4.2 Alasan yang Melatarbelakangi

Munculnya Anak Sebagai

Pedagang Makanan Keliling

Analisis data menunjukkan bahwa latar belakang munculnya anak sebagai pedagang makanan keliling dikarenakan 3 faktor antara lain faktor lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya, faktor ekonomi, dan utamanya faktor pendidikan.

(5)

makanan keliling berasal dari Banjar Kendal Kintamani Songan dan Tianyar Tengah Karangasem. Kondisi geografis di daerah tersebut tergolong sebagai daerah yang kesulitan dalam mengakses air. Hal tersebut berdampak pada terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan sulitnya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang menjadi salah satu penyebab munculnya kemiskinan struktural.

Kemiskinan struktural yang disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang pembangunan di daerah tempat anak berasal menimbulkan kondisi strain (ketegangan) oleh Merton, dimana di satu sisi kebutuhan tidak terbatas namun, disisi lain struktur sosial tidak menyediakan sarana dan prasarana yang merata seperti akses air, minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia, untuk mencapai tujuan memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas.

Pengaruh lingkungan sosial budaya tidak terlepas dari keluarga sebagai media sosialisasi. Keluarga merupakan media sosialisasi pertama semenjak anak baru lahir. Cara orang tua dalam memberikan pendidikan mempengaruhi sikap dan kepribadian anak baik melalui kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan. Orang tua dari anak yang bekerja sebagai pedagang makanan keliling berprofesi sebagai

petani. Kesulitan dalam mengakses air mempengaruhi penghasilan keluarga karena berpengaruh terhadap hasil panen. Hal tersebut menyebabkan anak di daerah Banjar Kendal Kintamani Songan dan Tianyar Tengah Karangasem lebih memilih untuk bekerja sebagai pedagang makanan keliling karena kehidupan bertani dirasakan tidak memberikan hasil yang dapat menopang ekonomi keluarga.

Kerabat dari anak yang berasal dari Banjar Kendal Kintamani Songan dan Tianyar Tengah Karangasem telah bekerja sebagai pedagang makanan keliling. Hal tersebut mempengaruhi pola pikir anak untuk ikut bekerja sebagai pedagang makanan keliling. Anak mendapatkan barang dagangan dari majikan yang masih memiliki hubungan kekerabatan seperti kakak, paman, atau tetangga dari daerah tempat mereka berasal. Faktor lingkungan sosial budaya tidak dapat dilepaskan perannya dalam mendukung anak untuk bekerja.

(6)

ekonomi menyebabkan peran keluarga sebagai pusat dan sumber tenaga kerja. Namun adanya disfungsi pada peran keluarga yakni pemanfaatan atas tenaga anak yang melanggar peraturan Konvensi ILO No. 138 mengenai batas usia yang diperbolehkan untuk mempekerjakan anak.

Akibat kemiskinan, anak sebagai pedagang makanan keliling tidak menempuh pendidikan wajib belajar 9 tahun. Begitu juga dengan majikan dari anak sebagai pedagang makanan keliling tidak menempuh pendidikan formal 9 tahun. Sulitnya menjangkau sekolah menengah pertama dan atas serta keterbatasan biaya untuk mengenyam pendidikan menyebabkan sebagian besar pedagang makanan keliling berpendidikan rendah. Sulitnya menjangkau sekolah menengah menyebabkan sebagian besar mengalami putus sekolah dan tidak mampu melaksanakan pendidikan wajib 9 tahun. Selain itu rendahnya pendidikan yang dienyam oleh orang tua turut pula menjadi penyebab mengapa anak bekerja sebagai pedagang makanan keliling di Denpasar Barat.

Akses terhadap sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan dalam hal ini adalah sarana pendidikan formal tidak mampu dijangkau oleh masyarakat Kintamani Songan dan Tianyar Tengah, Karangasem. Kompetisi di masyarakat

meningkat dengan dibutuhkannya pekerja yang memiliki keahlian dan keterampilan. Hal tersebut yang menyebabkan adanya tekanan untuk melakukan penyimpangan yakni mempekerjakan anak-anak di bawah umur yang melanggar Konvensi

International Labour Organization (ILO) No. 138 dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2000.

4.3 Perilaku Terorganisir Anak

Sebagai Pedagang Makanan Keliling

Perilaku terorganisir terkait dengan interaksi sosial, waktu dan tujuan perilaku. Interaksi yang dimaksud adalah adanya kontak yang dilakukan antara majikan dengan anak-anak yang bekerja sebagai pedagang makanan keliling, dengan konsumen, dan dengan sesama anak pedagang makanan keliling. Waktu berkaitan dengan jadwal yang ditetapkan untuk mulai dan selesai berdagang makanan dalam sehari. Tujuan berkaitan dengan target pencapaian dan tujuan dari perilaku terorganisir yang berorientasi pada faktor ekonomi.

(7)

barang dagangan hingga laku dan habis terjual. Ketegangan struktur sosial tersebut menyebabkan mereka harus berjalan berkeliling menawarkan makanan hingga sore hari. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan ekonomi dalam hal pemenuhan kebutuhan anak dan membantu ekonomi keluarga.

Perilaku terorganisir anak sebagai pedagang makanan keliling berbeda-beda pada setiap majikan atau bos yang mempekerjakan mereka. Perbedaan tersebut ditunjukkan dengan perbedaan tempat berdagang makanan, terkait dengan alur jalan yang ditempuh, peran majikan dalam perilaku terorganisir anak sebagai pedagang makanan keliling, dan aktivitas anak sebagai pedagang makanan keliling di Denpasar Barat.

Setiap anak sebagai pedagang makanan keliling telah memiliki alur jalan masing-masing dalam menawarkan barang dagangan. Tidak semua anak bekerja dengan berjalan kaki. Beberapa dari mereka diantar oleh majikan dengan mengendarai sepeda motor jika jarak yang ditempuh untuk berdagang makanan keliling cukup jauh.

Sebagian besar dari mereka berdagang makanan keliling bekerja lebih dari 3 jam perhari. Hal tersebut dikarenakan target yang ingin dicapai agar dapat menjual barang dagangannya

hingga laku terjual seluruhnya. Data anak yang bekerja sebagai pedagang makanan keliling ditunjukkan pada table 4.1.

Tabel 4.1 Data Anak Sebagai Pedagang

Makanan Keliling

Berdasarkan Lama Bekerja dan Tempat Berdagang Nama/

Usia LamaBekerja Berdagangdengan Tempat Berdagang

WY/12

tahun >3 perhari jam 09.00-16.00 WITA

Berjalan

kaki Keliling hingga JalanTeuku Umar

KD/12

tahun >3 perhari jam 09.00 16.00 WITA

Berjalan

kaki Keliling hingga JalanTeuku Umar

WK/12

tahun >3 perhari jam 09.00-14.00 WITA

Berjalan

kaki Keliling hingga PuputanBadung

KA/12

tahun >3 perhari jam 09.00-14.00 WITA

Diantar dengan motor

Keliling di Puputan Badung

KD/13

tahun >3 perhari jam 04.00-09.00 WITA

Diantar dengan motor

Berdagang di Pasar Kerobokan

WY/13

tahun >3 perhari jam 08.00-15.00 WITA

Berjalan

kaki Berdagang di sekitarPasar Badung

MM/14

tahun >3 perhari jam 08.00-16.00 WITA

Berjalan

kaki Berkeliling sekitar JalanThamrin

KM/16

tahun >40 perminggujam 06.00-14.00

Berjalan

kaki Berkeliling Sanglah hingga

Sumber : Data penulis dari fakta di lapangan

(8)

batas waktu pekerjaan yang diperbolehkan oleh Konvensi ILO No. 138, dan sebagian melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 mengenai Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) yakni salah satunya bekerja di jalan.

Aktivitas anak sebagai pedagang makanan keliling di Denpasar Barat diawali dengan bangun pagi pada pukul 04.00 WITA dan atau pada pukul 06.00 WITA. Kemudian membantu majikan dalam menyiapkan barang dagangan seperti ikut membungkus buah-buahan yang akan dijual kepada konsumen. Pada pukul 08.00 WITA, pedagang makanan keliling mulai berangkat untuk berdagang makanan keliling. Ada juga yang sudah mulai berjualan makanan pada pukul 05.00 WITA. Sebagian besar dari mereka memilih untuk berdagang di warung-warung makanan untuk dapat beristirahat dengan duduk sejenak. Ada juga yang memilih untuk masuk ke rumah-rumah warga untuk menawarkan makanan yang dijual oleh anak yang bekerja sebagai pedagang makanan keliling. Anak dari pedagang makanan keliling melakukan interaksi sosial dengan konsumen.

Interaksi sosial tersebut berwujud dengan tindakan konsumen membantu anak untuk menurunkan barang dagangan dari junjungan anak. Ada berbagai aktivitas yang dilakukan saat anak sebagai

pedagang makanan keliling singgah di tempat konsumen. Beberapa dari anak yang bekerja menjadi pedagang makanan keliling mengobrol dengan konsumen, bermain dan tidur jika mereka kelelahan di warung-warung/poskamling yang telah menjadi tempat singgah mereka. Selain melakukan interaksi sosial dengan konsumen, anak sebagai pedagang makanan keliling juga melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya dan majikan.

Kerjasama yang terjadi antara majikan dan pedagang memang bersifat spontan, namun tidak dapat dipungkiri, adanya kepentingan pada perilaku terorganisir pedagang makanan keliling anak di Denpasar Barat. Adanya bentuk pertukaran sumber daya. Majikan memiliki modal untuk membayar tenaga anak untuk berdagang makanan keliling. Pertukaran tersebut bersifat timpang atau berat sebelah.

(9)

dalam hal ini adalah uang, walaupun hal tersebut bertujuan untuk membantu perekonomian keluarga. Hal ini yang dimaksud sebagai pengabaian intelektual yang berdampak pada terhambatnya perkembangan anak sehingga tingkat kepercayaan diri anak menjadi rendah. Selain itu, anak rentan tindakan kekerasan dan anak tidak mendapat hak atas pendidikan dan pengasuhan. Anak kurang memiliki kemampuan kompetensi serta keterampilan untuk peningkatan hidup di masa mendatang.

4.4 Dampak Sosial Budaya

Keberadaan Anak Sebagai

Pedagang Makanan Keliling di Denpasar Barat

Keberadaan anak sebagai pedagang makanan keliling menimbulkan masalah sosial budaya antara lain mempengaruhi pergaulan dan pola pikir anak, serta pengaruh lingkungan sosial budaya yang menyebabkan anak-anak cenderung lebih menginginkan untuk bekerja dibandingkan untuk melanjutkan pendidikan.

Anak yang enggan melanjutkan sekolah dan ingin bekerja dijelaskan melalui faktor psikologis, mereka merasa telah mandiri dan memperoleh pendapatan sendiri, serta telah menikmati hasil dari bekerja. Hal tersebut membentuk pola pikir

bahwa tanpa sekolah pun, mereka dapat meneruskan hidup.

Dampak sosial budaya lain yang ditimbulkan adalah mempengaruhi pola pikir dan pergaulan anak serta kesehatan anak. Anak-anak bergaul dengan semua kalangan karena bekerja di jalanan dan lepas dari pengawasan orang tua. Anak pada usia 12-16 tahun belum dapat menyaring perilaku yang dianggap baik dan buruk karena pada usia tersebut anak masih mencari jati diri.

Pengaruh dari pergaulan tersebut mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi dengan bahasa. Anak sebagai pedagang makanan keliling berbicara kurang sopan dengan penempatan bahasa yang kurang baik. Hal tersebut mempengaruhi etika dalam berkomunikasi yang baik dan benar. Selain itu kurangnya pengetahuan yang dimiliki serta rendahnya pendidikan memunculkan adanya aktivitas seks usia dini.

(10)

5. SIMPULAN

Keberadaan anak sebagai pedagang makanan keliling dikarenakan tiga faktor yakni faktor lingkungan sebagai faktor utama baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya daerah asal mereka, serta faktor ekonomi terutama ketidakmampuan orang tua memberikan pendidikan yang mendorong anak-anak yang berasal dari Banjar Kendal Kintamani Songan dan Tianyar Tengah, Kubu, Karangasem untuk berdagang makanan keliling di Denpasar Barat.

Perilaku terorganisir anak sebagai pedagang makanan keliling membentuk kerjasama antara majikan dan pedagang makanan keliling, serta adanya pertukaran sumber daya, namun pertukaran tersebut bersifat timpang karena jadwal waktu bekerja pedagang makanan keliling anak melebihi aturan yang ditetapkan Konvensi ILO No. 138

Dampak sosial budaya yang ditimbulkan akibat keberadaan anak sebagai pedagang makanan keliling adalah keengganan anak-anak yang berdagang makanan keliling untuk melanjutkan pendidikan, pengabaian pentingnya menjaga kesehatan serta penggunaan bahasa dan berkomunikasi yang kurang sopan hingga terjadinya hubungan seks dini terkait kurangnya pendidikan budi

pekerti yang anak dapatkan akibat bekerja di usia dini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Adriyani,F. (2008). Tinjauan Tentang Pekerja Anak di Terminal Amplas (Studi Kasus : Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas). Skripsi Universitas Sumatera Utara <repository.usu.ac.id/bitstream/.../1/0 9E00624.pdf>. diakses 20 Nopember 2013

Hughes,M., dan Kroehler,C.J(2011).

Sociology : The Core Tenth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies

Husnaini,Z. (2011). Pekerja Anak di Bawah Umur Studi Kasus : Enkulturasi Keluarga Pekerja Anak di Kota Padang. Dalam skripsi UNAND <http://repository.unand.ac.id/17556/ 1/PEKERJA_ANAK_DI_BAWAH_UM UR.pdf.>. diakses 20 Nopember 2013

International Labour Organization. (2008).Panduan Tentang Pelaksanaan Pemantauan dan Pelaporan Penerima Manfaat

Langsung .

<http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/p ublic/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_ 124008.pdf. >. diakses 20 Nopember 2013

(11)

/character/article/view/4570>. diakses 23 Nopember 2013

Nandi.(2006).Pekerja Anak dan Permasalahannya. Dalam jurnal GEA Jurusan Pendidikan Geografi 6(2). 12 Nopember 2013

<file.upi.edu/...NANDI/.../Artikel_di_J urnal_GEA.pdf_>. diakses 23 Nopember 2013

Nasution,S. (2011). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Pradana, M.I. (2009). Interaksi Sosial Pada Anak Periode Late Childhood yang Bekerja

<http://www.gunadarma.ac.id/library/ articles/graduate/psychology/2009/Art ikel_10504114.pdf.> . diakses 20 Desember 2013

Ritzer,G., dan Goodman,D.J. (2003). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Suyanto,B.(2001). Kemiskinan dan

Gambar

Tabel 4.1 Data Anak Sebagai Pedagang

Referensi

Dokumen terkait

(2008) dalam sebuah penelitian dengan judul PERANCANGAN DAN SIMULASI JARINGAN FAST ETHERNET DENGAN MENGGUNAKAN ROUTING PROTOCOL OSPF DAN EIGRP, bahwa beliau

Apabila solusi awal tidak mungkin diambil, maka sistem akan melanjutkan dengan pengolahan data, yakni mencoba mengambil pengetahuan dari data latihan yang telah

Pada post partum normal dengan bayi normal tidak ada penatalaksanaan khusus. Pemberian obat obatan hanya diberikan pada ibu yang melahirkan dengan penyulit,

Hubungan antara kemiringan lahan dengan kadar air tanah pada kedalaman 0-10 cm yang diukur pada jarak 1, 2,3 dan 4 m dari pohon kelapa sawit (setiap data merupakan rerata

tersebut belum dapat memenuhi standar sifat kimia tanah yang baik. Pupuk limbah agar-agar berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi namun tidak berpengaruh nyata terhadap

Pimpinan madrasah (kepala madrasah dan jajaran pimpinan) dilarang ikut serta dalam proses pengelolaan dana komite ini. Dalam rangka mengelola dana yang bersumber

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel umur perkawinan pertama, pendidikan, status pekerjaan, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih

untuk mendapatkan hasil yang baik dalam belajar sehingga prestasi yang didapat..