• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pendidikan Karakter (1). docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Pendidikan Karakter (1). docx"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

Miftahul Khairani, M.Pd.I

Fridiyanto, M.Pd.I

ABSTRAK

Pendidikan karakter merupakan salah satu fokus tujuan pendidikan di Indonesia. Pentingnya pendidikan karakter dikarenakan semakin menurunnya etika, moral peserta didik dan semakin maraknya kenakalan pelajar, seperti tawuran. Implementasi pendidikan karakter sangat penting untuk di evaluasi bagaiamana proses dan hasilnya.

Penelitian dilakukan di SMPN 7 Kota Jambi. Tujuan penelitian yaitu: Pertama,

bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi? Kedua,

bagaimana implementasi pendidikan karakter dan faktor yang mempengaruhinya dalam pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi? Ketiga, apa upaya yang dilakukan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kurikulum dan proses pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi?

Pendekatan penelitian yaitu kualitatif dengan metode pengumpulan data: observasi, wawancara dan dokumentasi. Temuan penelitian yaitu (1) implementasi pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi belum optimal ditilik dari belum duduknya pemahaman konsep mengenai pendidikan karakter di kalangan guru di SMPN 7 Kota Jambi, (2) implementasi pendidikan karakter dalam kurikulum pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi masih belum optimal (3) faktor yang mendukung implementasi pendidikan karakter adanya budaya sekolah, sedangkan faktor penghambat yaitu kurangnya pengetahuan dan pemahaman guru mengenai pendidikan karakter.

Rekomendasi penelitian yaitu pentingnya memberi sosialisasi dan pelatihan mengenai pendidikan karakter kepada guru. Sekolah harus melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai partner pembinaan dan pembiasaan karakter siswa.

(2)

A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan teknologi memiliki dampak yang positif dan negatif. Teknologi menjadi bermanfaat positif bila dikelola oleh sumber daya manusia berkarakter positif. Namun teknologi akan menjadi masalah ketika dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki karakter negatif. Karakter seperti menjadi satu-satunya solusi permasalahan bangsa Indonesia, terutama dalam degradasi moral. Karakter yang diinginkan dimiliki oleh peserta didik tersebut diinternalisasi melalui pendidikan formal, nonformal dan informal.

Peserta didik berpotensi menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis.1 Hal ini menjadi dasar

filosofis tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter.2 Presiden

Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Kementerian Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan.

Pendidikan karakter dalam jalur pendidikan formal di dapat dari sekolah. Pendidikan karakter di sekolah, dianggap akan dapat mencegah meningkatnya perilaku menyimpang pelajar. Pendidikan karakter diharapkan menciptakan generasi unggul, tangguh dan mempunyai daya saing.3 Oleh karena itu sekolah

harus mendesain positive school culture4 sebagai salah satu cara bagi setiap

sekolah menginternalisasikan karakter yang akan dibentuk dan menjadi profil peserta didik.

1www.Isi-Dps.Ac.Id/Download/Grand-Design-Pend-Karakter.Ppt.

2Ibid.

3Inggried Dwi Wedhaswar, Di Palangka Raya Sekolah Wajib Terapkan Pendidikan Karakter,

http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/.

(3)

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan pendidikan karakter. Tanpa kurikulum yang tepat akan sulit mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Dalam upaya menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan teknologi dan cita-cita Bangsa Indonesia, kurikulum pendidikanpun harus mengalami perubahan.

Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 7 Kota Jambi5 merupakan

salah satu Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI)6 di Kota Jambi.

Sebagai sekolah berpredikat RSBI, idealnya, nilai-nilai yang berlaku di sekolah tersebut harus berstandar internasional dengan memenuhi kriteria RSBI yakni memiliki kultur sekolah yang menjamin adanya pendidikan karakter, bebas

bullying, demokratis dan partisipatif.7

Membentuk karakter peserta didik tidak lepas dari landasan filosofi, visi, misi dan tujuan yang membangun kultur mekanisme organisasi pendidikan yang melibatkan sumber daya manusia di lembaga pendidikan.8 Melalui semua

indikator tersebut maka siswa diharapkan mampu mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat.

Konsep pendidikan karakter yang dirancang secara nasional dalam pelaksanaannya tidaklah berjalan secara lancar, banyak muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep dan implementasi pedidikan karakter. Beberapa pertanyaan yang muncul dari implementasi pendidikan karakter, yaitu:

Pertama, peserta didik di SMPN 7 dibagi dalam empat jenis kelas: Kelas Akselerasi, Kelas Unggul, Kelas RSBI dan Kelas Reguler. Pengamatan peneliti peserta didik di kelas-kelas tersebut tidak memiliki kecakapan sosial dalam interaksi kehidupan sekolah. Pola pergaulan yang terjadi, seorang anak dari

5Selanjutnya Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kota Jambi akan ditulis dengan SMPN 7 Kota Jambi.

6Selanjutnya Rintisan Sekolah Berstandar Internasional akan ditulis dengan RSBI.

7Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional.

(4)

kelas unggul lebih memilih untuk bersosialisasi hanya dengan teman sekelasnya daripada dengan peserta didik dari kelas lain.

Kedua, Peserta didik mengalami penurunan etika dalam berkomunikasi dengan guru dalam proses pembelajaran. Selama jam sekolah berlangsung, peserta didik kelas RSBI yang sedang berada di kelas pada proses pembelajaran , bebas berjalan, keluar-masuk kelas, mengerjakan lembaran tugas mata pelajaran lain, dan sibuk melakukan aktifitas lain seperti install

program pada laptop yang tidak berkaitan dengan materi. Peserta didik tidak begitu memperhatikan guru yang sedang memberikan petunjuk serta penjelasan mengenai materi dan tugas melalui tayangan slide.

Ketiga, peserta didik memiliki rasa individualisme yang tinggi di kelas. Kondisi ini dampak suasana kompetitif dalam proses pembelajaran yang diciptakan. Beberapa orang peserta didik mencoba mendominasi peran dan tugas yang seharusnya didistribusikan dengan baik dalam kelompok masing-masing. Keempat, banyak guru yang mempertanyakan konsep pendidikan karakter yang sedang berlangsung di sekolah.

Adanya jarak antara konsep dan praktek pendidikan karakter tersebut menarik peneliti untuk mempertanyakan mengenai konsep dan pelaksaanan pendidikan karakter di SMPN 7 Jambi Kota Jambi dengan rumusan masalah:

Pertama, bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi?

Kedua, bagaimana implementasi pendidikan karakter dan faktor yang mempengaruhinya dalam pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi?

Ketiga, apa upaya yang dilakukan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kurikulum dan proses pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi?

B. Tinjauan Pustaka

(5)

هللا لوسر لاق لاق ةريره ىبا نع مامه نع رمعم انربخا قازرلادبع انربخا قاحسا ىنثدح kelahiran (anak) pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau

Majusi, sebagaimana binatang melahirkan binatang

keseluruhannya.Apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang yang rumpung hidungnya? Kemudian Abu Hurairah membaca ayat dari surat ar-Rum: 30 ini:…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah … itulah agama yang lurus…” (HR Bukhari) 9

Karakter peserta didik sebenarnya telah dibentuk ketika mereka lahir. Hanya karakter yang seperti apa, hal itu sangat tergantung di lingkungan mana dan siapa yang mendidik anak. Apabila anak telah dibiasakan dengan karakter yang baik, maka anak akan menjadi baik. Sebaliknya bila perilaku buruk yang ditanamkan maka anak akan berkarakter buruk.

Anak yang telah diperkenalkan dengan nilai karakter yang baik, kemudian dibina untuk mencintai dan memahami nilai tersebut sehingga melekat pada kepribadiannya yang membedakan dia dengan anak lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan cerminan iman dan ikhsan dalam konteks Islam.

Adapun tujuan pendidikan karakter yaitu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Pendidikan karakter dalam lingkup nasional dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

9Hadits berdasarkan data dari kitab mu’jam masing-masing terletak di dalam kitab sebagai berikut:

Shahih Bukhari: kitab janaiz bab 80, kitab tafsir surah bab 30, kitab qadar bab 3

Shahih Muslim: kitab qadar hadits no 22,23,24

Musnad Ahmad bin Hanbal: juz 2 h. 315 dan 345

(6)

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.10

C. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik yang menuntut pengumpulan data pada setting alamiah. Dalam mencari data peneliti tidak mengubah situasi dan perilaku yang terjadi di SMPN 7 Kota Jambi. Data primer penelitian yaitu data mengenai konsep Pendidikan Karakter yang berlangsung di SMPN 7 Kota Jambi. Sedangkan data sekunder berupa dokumen I dan II Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dipakai oleh SMPN 7 Kota Jambi serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Sumber data penelitian ini terdiri dari : Pertama, Sumber data berupa manusia; 1 orang Kepala Sekolah, 2 orang wakil kepala sekolah, seluruh guru terutama 2 orang guru Biologi, dan peserta didik di SMPN 7 Kota Jambi. Kedua, Sumber data berupa suasana; Pembelajaran di kelas, suasana interaksi antara guru dengan siswa, guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, serta interaksi antar warga SMPN 7 Kota Jambi. Ketiga, Sumber data berupa dokumen; dokumen kurikulum, kebijakan serta tata tertib yang berlaku di SMPN 7 Kota Jambi.

Penelitian dilaksanakan di lingkungan SMPN 7 Kota Jambi, dengan beberapa pertimbangan SMP Negeri 7 Jambi yang awalnya merupakan sebuah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Subjek penelitian meliputi 18 orang yang terdiri dari 2 guru Biologi kelas VIII dan IX, 11 orang guru mata pelajaran, 1 orang kepala sekolah, 2 orang wakil kepala sekolah, 1 orang kepala Tata Usaha serta 1 orang peserta didik.

Peneliti melakukan observasi untuk melihat keadaan sarana dan prasarana, lingkungan sekolah, pergaulan guru dengan guru, guru dengan peserta didik, guru dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. Peneliti juga melakukan

(7)

pengamatan berulang ketika data yang diperlukan dianggap belum terlalu jenuh seperti mengamati proses pembelajaran Biologi baik berupa proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di dalam laboratorium untuk dapat menyaksikan langsung sikap dan tingkah laku guru dan peserta didik.

Teknik wawancara tidak teratur dilakukan melalui wawancara dalam bentuk dialog dengan informan dengan tetap berpedoman pada instrumen pertanyaan yang telah disiapkan. Sedangkan data yang dikumpulkan melalui metode dokumentasi antara lain Silabus dan RPP, serta dokumen yang dianggap mendukung penelitian. Peneliti menggunakan flow model analysis

yang memiliki langkah analisis reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan11 serta diperlukan adanya analisis dan refleksi data.12

D. SMPN 7 Kota Jambi Profil RSBI

SMPN 7 Kota Jambi didirikan pada tanggal 2 September 1978, berada di Jalan Jenderal Ahmad Thalib Kecamatan Telanaipura-Kota Jambi. SMPN 7 Kota Jambi pada awalnya merupakan sekolah negeri biasa namun kemudian disebut sebagai Sekolah potensial (SP). Tahun 2005 Kota Jambi. SMPN 7 Kota Jambi menjadi Sekolah berstandar Nasional (SSN). Sejak tahun 2009 Kota Jambi. SMPN 7 Kota Jambi menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) hingga terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pencabutan label RSBI . SMPN 7 Kota Jambi berakreditasi A yang mempunyai

sister school dalam negeri yaitu: 1) SMPN 1 Magelang, 2) SMPN 1 Bantul, 3) SMPN 1 Subang, 4) SMPN 255 Jakarta dan 5) SMPN 11 Jakarta. sister school

luar negeri berasal dari Newton Moore High School Perth-Australia.

SMPN 7 Kota Jambi dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan dibantu oleh 4 orang wakil kepala sekolah yaitu: 1 wakil kepala sekolah urusan kurikulum, 2 wakil urusan kesiswaan, 3 wakil urusan sarana dan prasarana dan 4 wakil urusan hubungan masyarakat. Sedangkan tenaga pengajar di SMPN 7

11Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman.terj.,Analisis Data Qualilatif (Jakarta: UI Press, 2007), h. 21.

(8)

Kota Jambi berjumlah 55 orang yang terdiri dari 52 orang guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Guru Tidak Tetap (GTT) sebanyak 3 orang. SMPN 7 Kota Jambi merekrut 7 orang pegawai yang berstatus PNS, 9 orang PTT dan 4 0rang Honorer untuk membantu kelancaran proses pembelajaran di sekolah seperti juru ketik, ekspedisi, pegawai UKS, pegawai kebersihan dan penjaga keamanan sekolah.

SMPN 7 Kota Jambi mempunyai 902 peserta didik yang terdiri dari kelas VII, VIII dan IX serta didistribusikan ke dalam beberapa kelas seperti kelas reguler, kelas akselerasi, kelas RSBI, kelas Cerdas Istimewa dan kelas Bakat Istimewa. Kelas 7 terdapat 153 siswa dan 165 siswi. Kelas 8 ada 129 siswa dan 169 siswi. Sedangkan Kelas 9 ada 120 siswa dan 166 siswi (Dokumentasi 2012/2013).

Keadaan sarana dan prasarana SMPN 7 Kota Jambi, yaitu: Ruang referensi 1, Ruang koneksi internet 2, Ruang multimedia 1, Ruang tunggu dan informasi 2, Ruang unit kegiatan siswa 1, Ruang bimbingan konseling 1, Ruang tunggu 2, Ruang usaha kesehatan sekolah 2, Ruang arsip referensi 3, Ruang operator alat 2, Ruang rapat 1, Ruang guru 1, Ruang Majelis guru 2, Ruang wakil kepala sekolah 1, Ruang kepala sekolah 2, Ruang audio visual dan rapat 1, Ruang koperasi 1, Ruang Lobi 1, Ruang keuangan 1, Ruang administrasi sekolah 1, Ruang humas 1, Ruang keamanan 1, Ruang laboratorium computer 2, Ruang laboratorium Fisika 1, Ruang laboratorium Biologi 1, Ruang Osis 1, Perpustakaan 1,Ruang penjaga sekolah 1, Ruang kelas 26, Mushalla, 2, toilet 4, Kantin 1 (Dokumentasi 2012/2013). Keadaan sarana dan prasarana yang tersedia di SMPN 7 Kota Jambi tersebut dalam keadaan baik dan mendukung implementasi pendidikan karakter.

E. Pendidikan Karakter di Kehidupan Sekolah

1. Guru Menggugat Konsep Pendidikan Karakter

(9)

terdapat perbedaan perspektif dan konsep di antara para guru sehingga dalam pelaksanaannya terjadi keragaman. Walaupun pada dasarnya keragaman itu penting, namun konsekuensi dari perbedaan konsep pendidikan karakter menyebabkan anggapan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak perlu dibebankan dalam segala mata pelajaran.

Keragaman konsep guru mengenai pendidikan karakter tersebut peneliti temukan ketika guru menyatakan bahwa pendidikan karakter sebenarnya sudah cukup dalam bahasan materi pada mata pelajaran Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Bagi guru pendidikan karakter hanya menambah pekerjaan guru dan hasilnyapun tidak akan memuaskan, karena untuk satu mata pelajaran saja guru sudah cukup sulit untuk memahami materi dan menuntaskan pembelajaran bagi peserta didik.

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para guru untuk menerapkan pendidikan karakter di seluruh mata pelajaran, diantaranya: (a) Format tertulis mengenai standar penilaian karakter siswa dari sekolah tidak ada tersedia. Guru yang pernah mengikuti workshop hanya membuat dan menyusun sistem penilaian sendiri sesuai dengan materi yang didapatkan dari membaca ataupun browsing; (b) Guru mata pelajaran tidak dilibatkan seluruhnya (bergantian) ke dalam workshop pendidikan karakter, sehingga hanya sebagian guru mata pelajaran yang memahaminya. Kedua faktor tersebut mengkondisikan guru untuk menentang formalisasi pendidikan karakter dengan pandangan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak bisa diajarkan tetapi hanya bisa ditanamkan dan dibiasakan. Pendidikan karakter hanya dapat diselipkan dalam mata pelajaran.

2. Standar Penilaian Pendidikan Karakter?

(10)

adalah guru masih subjektif dalam menilai peserta didik berdasarkan kecenderungan sikap dan perilaku peserta didik.

Kesulitan memberikan penilaian karakter peserta didik juga dikarenakan sulitnya untuk memberikan pengawasan dan penilaian per individu terhadap peserta didik. Guru mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian secara rinci per individu peserta didik karena setiap kelas berisi tiga puluh dua hingga tiga puluh tiga orang. Keadaan ini tentu saja membutuhkan perhatian dan waktu ekstra agar guru dapat mengamati satu demi satu sikap dan perilaku siswa kemudian mencatatnya di dalam catatan khusus guru di selama proses pembelajaran.

3. Eksklusivisme Kelas dan Kecanggungan Pergaulan Sosial

Salah satu masalah yang dikeluhkan guru dalam menjalankan dan membina karakter siswa adalah adanya pembagian kelas seperti kelas RSBI, kelas Cerdas Istimewa, dan kelas Bakat Istimewa. Pembagian kelas yang awalnya merupakan langkah untuk dapat lebih memfokuskan pembelajaran yang efektif bagi siswa, ternyata berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kehidupan sosial siswa terutama di sekolah.

Dampak negatif tersebut diantaranya adalah terbentuknya individualisme pada peserta didik yang cenderung menjadi asosial. Peserta didik dari kelas-kelas eksklusif tersebut cenderung mengalami kesulitan dalam kehidupan sosial sekolah dan cara mereka berkomunikasi dengan gurunya. Pengutamaan kepentingan intelektual ini menghasilkan sikap arogansi kepada peserta didik, misalnya cara bicara dan bersikap yang dianggap guru tidak sopan.

(11)

bernegara karena hubungan yang terjalin sebatas hubungan mutualisme tanpa adanya keterikatan nilai.

F. Mengapa Sulit Menjalankan Pendidikan Karakter?

Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidaklah segampang seperti yang direncanakan di atas kertas meja Dinas Pendidikan dan bincang-bincang di dalam Seminar Pendidikan Karakter. Berikut beberapa faktor sulitnya mengimplementasikan pendidikan karakter:

1. Lemahnya Kepemimpinan

Menurut guru, kepala sekolah masih bersikap diskriminatif dalam memberikan kesempatan untuk mengikuti workshop mengenai pendidikan karakter. Kepemimpinan masih bersikap nepotisme karena hubungan kekerabatan menjadi landasan kepala sekolah dalam memutuskan siapa yang dapat mengikuti workshop pendidikan karakter. Kenyataan yang terlihat menjelaskan tidak adanya distribusi yang baik terhadap hak guru. Seorang pemimpin yang visioner, seharusnya memahami kebutuhan pembangunan kapasitas guru dan staf, sehingga dapat secara adil memberikan kesempatan peningkatan wawawasan dan keterampilan dalam pendidikan karakter.

2. Kedisiplinan Versus Hukuman

(12)

dengan cara yang dianggap mendidik seperti memberikan tugas tambahan lain kepada peserta didik yang bermasalah sehingga hanya menambah tugas bagi peserta didik.

Perilaku disiplin ini bisa dilihat dari pembelajaran Biologi dimana peserta didik sering tidak membersihkan dan merapikan kembali alat-alat eksperimen setelah kegiatan eksperimen. Guru harus berkali-kali menghimbau dan berteriak memanggil peserta didik untuk disiplin merapikan ruangan laboratorium kembali. Seringkali keadaan ini membuat guru Biologi memilih untuk bergerak sendiri untuk merapikan ruangan dan alat-alat eksperimen. Tidak ada daya bagi guru untuk memberikan hukuman keras kepada peserta didik selain hanya bergumam dan mengeluh kepada sesama rekan sejawat.

Kedisiplinan bukanlah masalah peserta didik saja tetapi juga seluruh warga sekolah. Guru dan staf seharusnya juga menjalankan karakter disiplin jika ingin peserta didik mengikutinya. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan pengawas seharusnya memperhatikan kedisiplinan guru dan stafnya. Namun kenyataannya, kedisiplinan guru untuk hadir di kelas tepat waktu dan membuat laporan evaluasi pendidikan karakter belum ditegaskan oleh kepala sekolah. Kedisiplinan guru menjalankan evaluasi pendidikan karakter ini justru sangat penting untuk memperbaiki pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi.

3. Minimnya Workshop

(13)

yang sesuai dengan pengembangan kurikulum sekolah. Untuk itu, ada beberapa guru yang diutus mewakili sekolah mengikuti workshop atau pelatihan tersebut. Pelaksanaan workshop pendidikan karakter juga masih sangat terbatas terbatas dan tidak semua guru mendapat kesempatan diutus untuk mengikutinya. Program workshop mengenai pengembangan silabus dan RPP berkarakter yang bisa diikuti pun masih kurang. Kurangnya workshop menjadi penghambat implementasi pendidikan karakter.

Dinas Pendidikan Kota Jambi memiliki tuntutan tinggi untuk implementasi pendidikan karakter. Namun masih dianggap kurang memberikan workshop berkaitan dengan pendidikan karakter. Dinas Pendidikan Kota Jambi memang turut membantu pendanaan kegiatan workshop pendidikan karakter tetapi tidak pernah mengutus perwakilannya untuk menjadi pelatih pendidikan karakter, sehingga guru masih belum utuh memperoleh konsep dan teknis yang jelas dari Diknas Kota Jambi. Para guru sangat mengharapkan adanya sirkulasi atau pergantian ketika ada program worksop ke luar daerah, namun hal itu tidak terjadi. Peserta workshop biasanya hanya diwakilkan oleh guru mata pelajaran dan perwakilan yang sudah ditentukan dari sekolah.

G. Pendidikan Karakter di Ruang Kelas

Bagaimana pendidikan karakter berlangsung di ruangan kelas? Untuk menjawab ini, peneliti menekankan pengamatan implementasi pendidikan karakter di proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran Biologi. Kegiatan pembelajaran Biologi di kelas dan laboratorium dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua materi pembelajaran.

1. Silabus pembelajaran

(14)

didik dalam menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta mengembangkan karakter dengan melakukan penambahan atau modifikasi pada: komponen kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian dan teknik penilaian. Tentunya dengan waktu demikian, penyampaian materi dan pemahaman konsep penyusunan silabus belum dikuasai sebagaimana mestinya oleh para guru. Sehingga tidak jarang, masih terdapat kesalahan dalam penyusunan silabus.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun berdasarkan silabus yang telah dikembangkan oleh sekolah. Peneliti menemukan bahwa nilai karakter yang diharapkan tersebut cenderung persis sama pada RPP yang kelas, materi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya berbeda.

3. Bahan ajar

Buku sebagai bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pembelajaran. Dengan melakukan pengembangan berbagai bentuk kegiatan pada bahan ajar, maka suasana pembelajaran menjadi aktif dan kondusif dalam internalisasi nilai karakter bagi peserta didik.

4. Pelaksanaan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktekkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan dan perilaku guru sepanjang proses pembelajaran menjadi model pelaksanaan nilai bagi peserta didik.

a. Kegiatan pendahuluan,

(15)

yang membuka sepatu serta kaos kaki kemudian menaikkan kaki ke atas kursi. Sementara ketika peneliti perhatikan secara seksama, kebanyakan peserta didik masih lengkap menggunakan sepatu dan kaos kakinya. Namun ada pula peserta didik yang serius dan bertanya dengan kritis mengenai istilah-istilah Biologi sehingga guru menjadi agak kewalahan. Saat pembahasan soal berlangsung, semua peserta didik berebut ingin menjawab dengan keras. Situasi pembelajaran seperti ini membuat kelas menjadi ramai dan bising. Peserta didik tidak menampakkan perilaku sebagai seorang pelajar dan guru tidak bisa memimpin kelas dengan baik. Maka, tujuan pembelajaran berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi sulit untuk dicapai.

b. Kegiatan inti

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 menyatakan bahwa kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap yaitu; eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pengamatan peneliti bahwa guru cenderung untuk menerangkan satu persatu langkah eksperimen kepada masing-masing kelompok. Dengan demikian, banyak peserta didik menjadi tidak fokus karena berusaha mencari, melihat dan menyaksikan langsung eksperimen dari satu kelompok ke kelompok lain. Kemudian melakukan perbandingan hasil eksperimen kelompok lain dengan kelompoknya. Ada pula peserta didik yang sempat bermain-main, atau diam, tidak berperan serta seperti tidak tertarik dengan kegiatan eksperimen tersebut.

(16)

oleh guru juga membawa dampak ketidaknyamanan dalam proses pembelajaran.

c. Kegiatan penutup

Kegiatan penutup dilakukan dengan memberikan nasehat berkaitan materi pelajaran agar peserta didik menjaga kesehatan sehingga metabolisme sistem saraf dan koordinasinya tetap seimbang yang secara tidak langsung menumbuhkan semangat pada peserta didik untuk mempersiapkan laporan yang terbaik sehingga mereka berusaha untuk melakukan dengan teliti dan rasa percaya diri.

d. Evaluasi Pembelajaran

Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur pencapaian akademik kognitif tetapi juga mengukur perkembangan kepribadian peserta didik. Tetapi, guru mengeluh kesulitan dalam pemberian nilai berkaitan dengan karakter siswa. Walaupun sering diikutsertakan dalam pelatihan ataupun workshop eksternal, guru tersebut belum pernah mendapatkan materi ataupun diberitahu mengenai teknik penilaian berkarakter. Begitu pula guru lain yang belum pernah diikutsertakan dalam pelatihan atau workshop eksternal. Maka, kedua guru tersebut memberikan nilai berupa penilaian kognitif kepada peserta didik berbentuk skor angka yang tercantum dalam daftar nilai. Kedua guru berpendapat, nilai karakter peserta didik sudah tercakup dalam nilai angka tersebut. Apakah peserta didik tergolong anak yang baik, rajin, pintar, sopan, suka bekerja keras ataupun sebaliknya, guru hanya memberi tanda dalam catatan tertentu atau mengingatnya kemudian meramu pengamatan mereka tersebut dengan skor angka untuk kognitif peserta didik. Tidak ada catatan, format khusus atau format standar yang diberlakukan dari sekolah.

(17)

Peneliti menyimpulkan bahwa tidak adanya keberlanjutan penanaman nilai karakter peserta didik karena kegiatan yang menjadi program sekolah tidak jauh berbeda halnya seperti kegiatan rutin dan kegiatan spontan. SMPN 7 Kota Jambi masih belum berupaya menciptakan iklim sekolah dan budaya positif sekolah untuk mendukung optimalnya pelaksaan pendidikan karakter. Evaluasi pendidikan yang terukur belum terlihat dengan tidak adanya laporan perkembangan mengenai karakter peserta didik yang telah mengikuti kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, Unit Kesehatan Sekolah, Drum Band, Bengkel Seni serta Seni tari di sekolah. Program pembinaan karakter sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kebijakan pembina masing-masing kegiatan ekstra kurikuler. Kebijakan yang diambil oleh kepala sekolah mengenai penanaman karakter peserta didik juga belum disosialisasikan dengan baik secara keseluruhan.

Implementasi pendidikan karakter membutuhkan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah yang masih menggunakan gaya kepemimpinan pseudo-demokratis karena kebijakan yang diambil oleh kepala sekolah untuk menunjuk seseorang dalam mengemban tugas masih dipertanyakan dan penugasan guru yang mengikuti beberapa pelatihan atau workshop tidak didistribusikan dengan baik. Kepala sekolah masih belum mampu membina seluruh guru, dan staf yang menjadi binaannya.

Dalam tataran konsep pendidikan karakter masih menjadi perdebatan di antara sesama guru dan guru dengan kepala sekolah. Kurangnya pengetahuan guru tentang pentingnya pendidikan karakter serta prinsip-prinsip implementasinya dalam kurikulum pembelajaran menyebabkan terjadinya lempar tanggung jawab dalam internalisasi karakter peserta didik.

(18)

belum memahami alur tugas dan tanggung jawab mengenai implementasi pendidikan karakter peserta didik. Bagaimana dan kepada siapa laporan penanaman serta pengamatan perkembangan karakter peserta didik harus dilaporkan.

Setelah mendiskusikan dan menyimpulkan implementasi pendidikan karakter, peneliti memberikan rekomendasi agar pendidikan karakter tidak lagi dipertanyakan oleh guru dan dapat dijalankan dalam kehidupan sekolah:

Pertama, pemerintah Provinsi/ Kota seharusnya memberikan sosialisasi yang baik agar benar-benar dipahami oleh guru. Pemerintah perlu mengakomodir para guru, salah satunya dengan mendistribusikan dengan baik pemahaman dan tata laksana pembelajaran berkarakter melalui kegiatan-kegiatan diperlukan.Begitu juga kepala sekolah yang bisa dan mau untuk terlibat aktif.

Kedua, seluruh warga sekolah harus menjalankan tugas masing-masing sesuai peraturan dan program sekolah. Kepala sekolah harus lebih tegas dan memiliki jiwa kepemimpinan dan juga mengayomi seluruh warga sekolah sehingga penegakkan disiplin sebagai salah satu bentuk adanya karakter bisa dibudayakan di sekolah sehingga dapat mencapai pendidikan berkarakter yang telah ditetapkan bersama dalam visi dan misi sekolah.

Ketiga, guru sebagai pendidik benar-benar harus memahami empat kompetensi (pedagogik, sosial, kepribadian, profesi) sebagai tenaga pendidik profesional dengan selalu mempersiapkan diri terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penanaman dan pembinaan karakter siswa. Dalam proses pembelajaran. Guru harus memberikan teladan, baik sikap, maupun perilaku yang berkarakter sehingga peserta didik serta warga sekolah lain yang melihat dapat mencontohnya selain bertugas untuk menginternalisasi dan mengimplementasi nilai karakter pada peserta didik.

(19)

A. Sumber berupa Buku

Anonim, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Thoha Putra, 1991.

, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Program Pascasarjana IAIN STS Jambi, 2012.

Agusmizal, ProgramPembinaan Akhlak Siswa MAdarasah Tsanawiyah Negeri Bangko, Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2009.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta. Edisi Revisi IV.1998.

Baihaki, Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Sarolangun.Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2011.

Tuckman, Bruce W., Conducting educational research, New York. Harccourt Brance, 1972.

Forcese, Denis and Stepher Richer, Social Research Methode, New Jersey, Prentice-hall, Englewood Cliffs.

Faisal, Sanafiah. Pendidikan Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang, Yayasan Asah Asih Asuh, 1990.

Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta. Gaung Persada Press. Cet. 2. 2009.

Jack R.Frankel, dan Norman E. Wisallen. How To Design And Evaluate Reseach In education. New York. Mc. Graw. Hill Publishing Company. 1990.

Matwey Miler dan Huberman. Analisis Data Qualilatif, tej. Djejep Rohidi, Jakarta UI Press.

Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Depdikbud RI, 1998.

Mulyana, Dedi. Metode Kualitatif: Paradigma Baru Penelitian Komunikasi Dan Ilmu Lainnya, Bandung: Rosdakarya, 2000.

(20)

Nabawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1991.

Pendidikan Karakter di SMP Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010.

Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalamPembangunan Bangsa, Jakarta: Grasindo, 2011

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta. Cetakan ke-6. 2009

Summiyani, Pembinaan Akhlak Siswa melalui Pengelolaan Kantin Kejujuran ( Studi Kasus di SMA Negeri 5 Kota Jambi), Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2010.

Surachman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, Edisi ke 7, Bandung: Tarsito, 1984

Victor Battistich Character Education,Prevention, and Positive Youth Development, University of Missouri, St. Louis

Yanfaunnas, Pembinaan Akhlak Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Muara Bungo, Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2009.

B. Sumber dari Internet

Informational Handbook & Guide II for Support and Implementation of the Student Citizen Act of 2001.(Character and Civic Education).

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/.

http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/1758337/Mendiknas: Perlu

Pendidikan Karakteruntuk Tangkal.Radikalisme.

http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/ Sekolah Wajib

(21)

http://www.Inherent-Dikti.Net/Files/Sisdiknas.Pdf.

http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html.

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/13/158247-hikmah-pendidikan-karakter.

http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/08/09/128972-pendidikan-karakter-diterapkan-dalam-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan

http://www.today.co.id/read/2011/05/02/29089/pendidikan_karakter_masuk_kurik ulum_pada_2012

Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010, Pendidikan Karakter di SMP

Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. (2003). CEP’s Eleven Principles of Effective Character Education. Washington, DC: Character Education Partnership.

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS HOJODOUSHI IKU DAN KURU SEBAGAI UNGKAPAN YANG MENYATAKAN ASPEK BENTUK – TEIKU DAN

Menurut (Supranto, 2011) sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat kinerja, sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan.Pada analisis

Pada Jurnal MIMBAR AGRIBISNIS Volume 1 Nomor 3 Juli 2016 dimuat dua belas artikel hasil penelitian dari berbagai lembaga seperti dari Universitas Bandung

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti (2018) yang menyatakan bahwa variabel produk secara parsial

Bagi yang cenderung berpandangan bahwa nasionalisme tidak sejalan dengan agama, barangkali beralasan bahwa nasionalisme adalah sempit, partikular; sedangkan agama adalah

Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.9 menunjukan pengaruh variabel Jumlah Penduduk, Angka Partisipasi Sekolah, dan Angka Partisipasi Murni terhadap upah minimum

Hasil akhir dari penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa faktor usia dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh sedangkan untuk pengetahuan gizi dan IMT tidak mempengaruhi

Survey). Dan wawancara penumpang tarnbangan dapat diketahui tingkat demand calon penumpang terhadap bis air nantinya. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada