LAPORAN HASIL PENELITIAN
MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER
Studi Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Samarinda
Peneliti :
Ahmad Muthohar, M.SI NIP. 197901202003121005
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LP2M)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SAMARINDA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT karena
hanya dengan nikmat dan karuniaNya-lah, penelitian tentang Model
pengembangan pendidikan karakter (studi pada SMP di Kota Samarinda) ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat serta Salam juga senantiasa kami haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW serta para sahabat dan pewaris risalahnya. Hanya dengan
pancarasan syafaat beliaulah, kami mendapatkan pencerahan intelektual. Semoga
pencerahan seperti ini bisa kami pertahankan dan gunakan dalam pengembangan
keilmuan Islam
Dengan segenap kerendahan hati, kami harus akui, bahwa
terselesaikannya karya penelitian ini berkat perhatian dan bantuan beberapa pihak.
Untuk itu, kami haturkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya. Hanya karena
merekalah, kami bisa menyelesaikan tugas keilmuan ini dengan baik. Mereka
adalah:
1. Rektor IAIN Samarinda, Bapak Dr. H. Mukhamad Ilyasin, M.pd beserta
segenap wakil Rektor yang memeberi kesempatan kepada penulis dapat
terlibat dalam penelitian ini.
2. Kepala Sekolah SMPN 1 samarinda (Ibu Hj. Iswardati Hudzaifah, M.Pd),
Kepala Sekolah SMP Plus Melati (Bapak Saparun Bakar, S.pd.I, MM), dan
telah memberikan ijin penelitian di sekolah yang pimpinnya serta menajdi
teman diskusi serta luangan waktunya untuk menggali data penelitian
3. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Samarinda
yang memberikan support sebagai dosen di fakultas yang dipimpinnya.
4. kepala Lembaga penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) IAIN
Samarinda beserta Jajaran nya yang memberikan kesempatan untuk dapat
terlibat dalam program penelitian 2015.
5. Segenap civitas akademika IAIN Samarinda baik dosen, karyawan IAIN
Samarinda.
6. Segenap orang-orang terdekat dan para sahabat kami, atas bantuan diskusi dan
humornya, karya ini bisa terwujud.
Selain itu, penulisa yakin masih banyak hal-hal kekurangan pada
penelitian ini, untuk itu, penulisa berharap atas saran konstruktif pembaca,
khususnya civitas akademika STAIN Samarinda demi perbaikan penelitian ini dan
penelitian-penelitian lain di masa yang akan datang. Penulis juga berharap, hasil
penelitian ini dapat bermanfaat secara kelembagaan dalam konteks pengembangan
pendidikan Karakter dan bermanfaat khususnya bagi prodi PAI dan MPI IAIN
Samarinda Samarinda.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bisa bermanfaat, terutama
dalam pengembangan kajian pemikiran pendidikan Islam. Amin.
Wa Allah al Muwafiq ila Aqwam al Thariq. Wa Allah ‘A’lam bi al Shawab.
Samarinda, September 2015
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
1. a. Judul Penelitian : Model pengembangan Pendidikan
Karakter (Studi pada SMP di Kota Samarinda
b. Macam Penelitian : ( ) Dasar ( √ ) Terapan ( ) Pengembangan
c. Kategori Penelitian : Individual
2. Nama Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ahmad Muthohar, M.SI
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Pangkat/Golongan/NIP : Lektor/IIIc/197901202003121005
d. Jabatan Fungsional : Dosen
e. Fakultas/Jurusan/Prodi : FTIK/PAI
f. PTAI : IAIN Samarinda
g. Bidang Ilmu yang diteliti : Pendidikan
3. Jumlah Tim Peneliti : 1 Orang
4. Jenis Penelitian : Penelitian Kualitatif
5. Jangka Waktu Penelitian : April- September 2015
Samarinda, September 2015
Peneliti Kepala LP2M IAIN Samarinda
Ahmad Muthohar, M.SI M. Iwan Abdi, M.SI
NIP. 197901202003121005 NIP. 197606262003121005
Mengetahui; Wakil Rektor 1
DAFTAR ISI KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER A. Pengertian Pendidikan karakter ... 21
B. Prinsip dasar Pendidikan karakter ... 29
C. Tujuan Pendidikan Karakter ... 31
D. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ... 34
E. Faktor Pembentukan karakter ... 37
F. Strategi Pendidikan Karakter ... 47
G. Metode dan Pendekatan Pendidikan Karakter ... 52
BAB IV: HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 58
B. Implementasi pendidikan Karakter pada SMPN 1 ... 59
C. Implementasi pendidikan Karakter pada SMP Plus Melati . 67
D. Implementasi pendidikan Karakter pada SMPN 27 ... 77
BAB V : ANALISA HASIL PENELITIAN :
MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SMP DI KOTA SAMARINDA
A. Telaah Model Pengembangan Pendidikan karakter ... 83
B. Nilai karakter yang di Kembangkan ... 87
C. Strategi pengembangan Pendidikan karakter ... 87
BAB V: PENUTUP :
A. Kesimpulan ... 91 B. Saran/Rekomendasi ... 93 C. Penutup ... 93
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang pendidikan karakter sampai saat ini masih menjadi topik
yang menarik untuk dikaji. Bahkan, model pengembangan terhadap
implementasi pendidikan karakter terus di sempurnakan untuk mendapatkan
formula yang ideal. Bukan saja, karena pendidikan karakter telah menjadi
kebijakan sistem pendidikan nasional, melainkan pendidikan karakter semakin
menemukan signifikansinya dalam mempersiapkan generasi unggul dalam
percaturan dunia yang semakin global.
Dalam konteks global Ke Indonesiaan, pentingnya implementasi
pendidikan Karakter pada sekolah untuk disegerakan karena di landasi
pemikiran bahwa sebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia masih mengalami
krisis multidimensi. Masih dibutuhkan kerja keras untuk membangun karakter bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang maju, unggul, berdaya saing, dan berkarakter.
Menurut Kajian Suryadi1, Indikasinya antara lain : Partama, Masih
tingginya Indeks Angka Korupsi. Menurut Survei yang dilakukan PERC
(Polical and Economic Risk Consultancy) yang berbasis di Hongkong tahun
2011, Indonesia adalah negara terkorup dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik
1
2 (Kompas, 9/3/2012). Selain itu juga berdasarkan data Corruption Perception
Index tahun 2011, tingkat korupsi di Indonesia masih menunjukkan angka rentan (high corrupt) pada ranking 100 dari 182 negara dengan skor 3.0 dan
negara paling bersih dari korupsi adalah New Zealand dengan skor 9.5.
Kedua, masih rendahnya Pengembangan SDM. Menurut laporan UNDP (United Nations Development Program) tahun 2011, HDI (Human
Development Index) Indonesia menduduki ranking 124 dari 182 negara, nomor ke-12 dari 21 negara Asia Pasifik.
Ketiga, Melemahnya Keindonesiaan. Semenjak diundangkannya program desentralisasi pembangunan nasional, lahirlah otonomi daerah. Selain memberi dampak positif bagikeleluasaan daerah dalam mengelola pendapatan dan perekonomian daerah,muncul pula problem-problem primordialisme yang kadang berujung pada konflik berbau SARA. Meningkatnya Konflik dan kekerasan serta makin massifnya pronografi dan Narkoba.
Secara operasional, pendidikan di Indonesia belum mampu atau
bahkan makin merosot dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing
unggul dan berkarakter. Namun meski demikian, pendidikan adalah
tanggungjawab banyak pihak, mulai orang tua, sekolah, masyarakat, hingga
negara. Di beberapa negara yang berdasarkan agama, pendidikan menjadi
tanggungjawab orang tua, sekolah, instansi agama, masyarakat, dan negara.
3 besar tergantung pada sistem pendidikan, situasi, dan hukum suatu Negara,
serta kedewasaan warga masyarakat.2
Melalui lembaha pendidikan sekolah, anak dapat dibantu untuk
mengerti nilai karakter yang kita harapkan, dan pelan-pelan membantu mereka
untuk melatih dan menjadikan nilai itu sebagai sikap hidup mereka. Dengan
demikian, Sekolah mempunyai tanggungjawab besar terhadap pendidikan
karakter. karena anak minimal berada di sekolah 6 jam/hari, dan mereka
dipercayakan oleh orang tua kepada sekolah untuk dididik dan dibantu
berkembang menjadi pribadi yang utuh. Pendidikan karakter secara real
dilakukan dengan membantu peserta didik berkarakter, sehingga kebanyakan
program berintikan penyampaian nilai-nilai karakter bangsa yang diharapkan
dapat dimiliki dan dikembangkan oleh peserta didik di dalam hidup
selanjutnya.
Secara regulatif, pendidikan Karakter telah menemukan momentum
dan siginikansinya di Indonesia. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.3 Kebijakan pendidikan nasional ini kemudian diikuti
2
Ryan, K. & Lickona, T. (1992). Character Development in Schools and Beyond. Washington, D.C.: The Council for Research in Values and Philosophy, 1992.
3
4 dengan aturan di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun
2005 tentang stándar nasional Pendidikan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sendiri juga
telah merumuskan 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang
diharapkan untuk disampaikan kepada peserta didik dalam pendidikan di
sekolah formal. Nilai-nilai itu meliputi : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,
Kerja keras, kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air,. Menghargai prestasi, Bersahabat/ komunikasi,
Cinta damai, Gemar membaca Peduli social, Peduli lingkungan dan Tanggung jawab.
Nilai-nilai di atas dapat juga dikelompokkan dalam sikap kita kepada
(1) Tuhan (religious, toleransi); (2) sikap terhadap sesama (toleransi,
demokratis, bersahabat, cinta damai, peduli sosial); (3) sikap terhadap diri
sendiri (jujur, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai
prestasi, gemar membaca, tanggungjawab); (4) sikap terhadap alam (peduli
lingkungan); dan (5) sikap terhadap Negara (cinta tanah air, semangat
kebangsaan).
Pembudayaan karakter perlu dilakukan dan terwujudnya budaya atau
kultur sekolah berkarakter yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses
pendidikan sangat didambakan oleh setiap lembaga yang menyelenggarakan
proses pendidikan. Budaya atau kultur yang ada di lembaga, baik sekolah,
kampus, maupun yang lain, berperan penting dalam membangun dan
5 generasi bangsa. Karena itu, lembaga pendidikan memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk melakukan, mengembangkan dan membangun budaya karakter.
Pengembangan pendidikan karakter di Sekolah berarti berbagai upaya
dan pengembangannya yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka
pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan pembinaan adalah
pembentukan, pembudayaam atau pembangunan. Pengembangan karakter
memang dapat dilakukan lewat berbagai kegiatan, namun akan lebih efektif
jika dilakukan melalui jalur pendidikan. Terdapat beberapa alasan mengapa
pendidikan karakter di sekolah lebih dapat membantu dan berjalan.
Pertama, sekolah memiliki jangkauan yang luas. Pendidikan pembangunan karakter bangsa Indonesia yang begitu luas akan lebih cepat
kena sasaran lewat pendidikan formal, yang memang tersedia di seluruh
Indonesia. Setiap anak didik umur sekolah dapat terkenai program pendidikan
karakter tersebut. Kedua, prosesnya dapat lebih cepat. Oleh karena hampir di
seluruh Indoensia ada sekolah formal, maka bila program pendidikan karakter
itu sudah direncanakan secara baik, dapat dengan cepat dieksekusi. Cara ini
pasti lebih cepat dibandingkan dengan memberikan dan menyerahkan kepada
orang tua masing-masing.
Ketiga, sekolah mempunyai pendidik yang kompeten. Sekolah
mempunyai guru yang relatif lebih kompeten untuk membantu peserta didik
mendalami dan mempraktekkan karakter. Pendidik di sekolah memiliki
6 Demikian juga, sekolah memiliki sumber daya pendidik yang mengerti
berbagai model pendekatan, metode dan teknik evaluasi program.
Keempat, sekolah memiliki suasana dan Iklim belajar bagi siswa.
Suasana sekolah formal, dimana peserta didik yang sebaya banyak; akan
memungkinkan anak saling belajar dari teman-teman lain. Bahkan perjumpaan
dengan teman-teman yang beraneka dapat menjadi sarana mereka belajar
karakter saling penghar-gaan satu dengan yang lain. Bila hanya di rumah,
terutama di keluarga kecil, kemungkinan perjumpaan itu tidak besar.
Melalui latar belakang inilah, penulis tertarik dan bermaksud
melakukan penelitian dengan Judul : ”Model Pengembangan Pendidikan
Karakter pada Sekolah (Studi pada Sekolah menengah Pertama (SMP) di Kota Samarinda) ”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana implementasi pendidikan Karakter pada SMP di Kota
Samarinda?
2. Bagaimana model pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota
Samarinda?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi dan pengembangan
7 C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui implementasi pendidikan Karakter pada SMP di Kota
Samarinda?
2. Mengetahui model pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota
Samarinda?
3. Mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi dan
pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda?
D. Signifikansi Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki menurut hemat penulis memiliki signifikansi
dan kegunaan sebagai berikut :
1. Bagi Kelembagaan STAIN samarinda, penelitian ini signifikan untuk
informasi dan data tentang pendidikan karakter. Informasi dan data ini
berguna sebagai bahan untuk pengembangan model kajian dan metodologi
pembelajaram tentang pendidikan karakter di sekolah.
2. Bagi Mahasiswa, khususnya Prodi PAI dan MPI STAIN Samarinda,
penelitian ini signifikan untuk mendapatkan pengetahuan, skill dan
kompetensi yang riil dibutuhkan dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter di sekolah.
3. Bagi sekolah/Madrasah Pengguna lulusan STAIN Samarinda, penelitian
ini signifikan untuk memberikan ruang masukan dalam
8 Sedangkan dari sisi kegunaan, penelitian ini diharapkan dapat
berguna sebagai :
1. Masukan bagi peneliti, pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan
dalam lingkup kerja-kerja pendidikan karakter.
2. Melakukan bahan dan evaluasi dan rancang bangun (design)
pengembangan studi pendidikan karakter
3. Sumbangan ilmu pengetahuan dan pemikiran tentang implementasi
pendidikan karakter di sekolah.
E. Definisi Operasional
Pemberian fokus arah terhadap maksud sebuah judul penelitian
merupakan suatu hal yang penting. Hal ini dimaksudkan, agar suatu penelitian
dapat berjalan sesuai dengan alur maksud dan tujuannya. Disamping itu, dalam
rangka menghindari kesalahpahaman pemahaman terhadap isi bahasannya.
Untuk itu, peneliti memandang perlu menjelaskan definisi operasional tentang
judul penelitian ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata
dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.8 Namun secara luas dapat
dimengerti bahwa Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan
kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. 10 Pendidikan
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1994, hal. 232.
10
9 juga dapat dimaknai sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan
anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Jadi, pendidikan
yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan
dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut
menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut.11
Sedang karakter secara etimologis berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau
watak4. Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian,
budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik
dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
bawaan sejak lahir.5
Makna karakter juga pernah dikemukakan oleh Thomas Lickona.
Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to
situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character
so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”. 6 Jadi, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan
akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter
11
M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77.
4
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
5
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80.
6
10 mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan
motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Dengan dua definisi tersebut, maka fokus penelitian ini adalah studi
tentang serangkaian upaya dan pengembangannya dalam pelaksanaan
pendidikan karakter pada SMP di Samarinda. Dengan demikian dapat diketahui
pola dan modelnya.
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan eksplorasi penulis, telah terdapat beberapa studi yang
memiliki relevansi dengan penelitian ini. Adalah Thomas Lickona dalam
bukunya Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility yang secara khusus mengkaji tentang pendidikan karakter di sekolah. Menurutnya, karakter adalah “A reliable inner disposition to respond
to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan,
“Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral
feeling, and moral behavior” Karakter mulia (good character) meliputi
pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap
kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain,
karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan
11 universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka
berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia,
maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tata karma,
budaya, dan adat istiadat.
Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character
education).Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun
1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia
menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian
disusul bukunya, Educating for Character: How Our School CanTeach
Respect and Responsibility. Melalui buku ini, ia menyadarkan akan
pentingnya pendidikan karakter.
Selanjutnya, dalam buku tersebut juga telah disebutkan bahwa
Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui
kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan
melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan karakter tidak sekedar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih
dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang baik
sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.
Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak
atau pendidikan moral.
Michele Borba juga pernah menawarkan pola atau model untuk
12 kecerdasan moral. Dia menulis sebuah buku dengan judul Building Moral
Intelligence: The Seven Essential Vitues That Kids to Do The Right Thing, (Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral
Tinggi).
Kecerdasan moral, menurut Michele Borba (2008: 4), adalah
kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni
memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan
tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat. adalah sifat-sifat utama
yang dapat mengantarkan seseorang menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan
menjadi warga negara yang baik. Bagaimana cara menumbuhkan karakter yang
baik dalam diri anak-anak disimpulkannya menjadi tujuh cara yang harus
dilakukan anak untuk menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik),
yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan
keadilan.7
Sementara itu, Darmiyati Zuchdi dalam bukunya ’Humanisasi
Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi’ menekankan
pada empat hal dalam rangka penanaman nilai yang bermuara pada
terbentuknya karakter (akhlak) mulia, yaitu inkulkasi nilai, keteladanan nilai,
fasilitasi, dan pengembangan keterampilan akademik dan sosial.8 Ia juga
menambahkan, untuk ketercapaian program pendidikan nilai atau pembinaan
7
Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi. Terj. oleh Lina Jusuf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008, Hal. 4
8
13 karakter perlu diikuti oleh adanya evaluasi nilai. Evaluasi harus dilakukan
secara akurat dengan pengamatan yang relatif lama dan secara terus-menerus.9
Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementrian Pendidikan Nasional
telah mengembangkan Grand Design pendidikan karakter untuk setiap jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai
rujukan konseptual dan operasional terkait dengan pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pendidikan karakter pada setiap jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan di Indonesia.10
Dari Tinjauan beberapa pustaka ini, maka peneliti dapat menjadikan
acuan dalam membangun kerangka teori penelitian.
G. Kerangka Teori
Secara praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia paripurna (insan
kamil).
Pembangunan karakter bangsa secara real dilakukan dengan membantu
peserta didik berkarakter, sehingga kebanyakan program berintikan
penyampaian nilai-nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dimiliki dan
dikembangkan oleh peserta didik di dalam hidup selanjutnya.
9
Ibid, Hal. 55
10
14 Karakter seringkali dimaknai sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak. 11
Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi
pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan
kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau
sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
sejak lahir.12
Menurut Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable
inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral
knowing, moral feeling, and moral behavior”. 13 Jadi, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan
komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan
kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian
pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta
perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Dari tinjauan diatas, maka setidaknya terdapat empat hal dalam rangka
penanaman nilai yang bermuara pada terbentuknya karakter (akhlak) mulia,
yaitu inkulkasi nilai, keteladanan nilai, fasilitasi, dan pengembangan
11
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
12
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta, 2007, Hal. 80.
Grasindo. Cet. I.
13
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
15
keterampilan akademik dan sosial.14 Selain itu, untuk ketercapaian program
pendidikan nilai atau pembinaan karakter perlu diikuti oleh adanya evaluasi
nilai. Evaluasi harus dilakukan secara akurat dengan pengamatan yang relatif
lama dan secara terus-menerus.15
Pemerintah Indonesia sendiri dalam rangka memperkuat karakter
bangsa melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), telah
dirumuskan 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diharapkan
untuk disampaikan kepada peserta didik dalam pendidikan formal antara lain :
Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air,. Menghargai prestasi, Bersahabat/ komunikasi, Cinta damai, Gemar membaca Peduli social, Peduli
lingkungan dan Tanggung jawab.
Selanjutnya, Kementrian Pendidikan Nasional telah mengembangkan
Grand Design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai rujukan konseptual dan
operasional terkait dengan pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian
pendidikan karakter pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di
Indonesia.16
Selanjutnya, dalam konteks implementatif, Howard Kirschenbaum
pernah berpendapat bahwa nilai-nilai karakter dapat jalankan melalui lima
metode, yaitu: 1) inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan
14
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008, Hal. 46-50. 15
Ibid, Hal. 55
16
16 moralitas); 2) modeling values and morality (pemodelan nilai-nilai dan
moralitas); 3) facilitating values and morality (memfasilitasi nilai-nilai dan
moralitas); 4) skills for value development and moral literacy (ketrampilan
untuk pengembangan nilai dan literasi moral; dan 5) developing a values
education program (mengembangkan program pendidikan nilai).17
Dari tinjauan teoritik ini, maka penelitian ini dapat disistematisasikan
dalam kerangka penelitian sebagai berikut :
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Menurut klasifikasi bidangnya, jenis penelitian ini disebut penelitian
pendidikan yang bersifat the development of Islamic educational thought.
Artinya, sebuah penelitian yang banyak mengkaji dan menelaah tentang
perkembangan wacana pemikiran tentang persoalan-persoalan pendidikan.
17
Howard Kirschenbaum, 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings. Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995.
17 Namun, karena fokus kajiannya sekolah yang bisa ditelusuri di tingkat
lapangan, maka jenis penelitian ini adalah field research18 Penelitian ini
merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat diskriptif
kualitatif.
Selain pendekatan di atas, penelitian ini juga menggunakan beberapa
pendekatan lain yakni phenomenology dan logika reflektif. Pertama,
pendekatan phenomenologi, yaitu pendekatan yang mengemukakan bahwa
objek ilmu tidak terbatas pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup
fenomena lain baik persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan subjek
tentang suatu yang transenden, disamping yang aposteoritik19.
Ketiga, Pendekatan logika reflektif, yaitu cara berpikir melalui proses
mondar-mandir secara cepat antara induksi dan deduksi. Logika induksi
umumnya memerlukan penyajian data empirik yang cukup untuk membuat
abstraksi, sedangkan logika deduktif memerlukan penjabaran sistematik
spesifik yang luas dan menyeluruh.20 Pendekatan ini digunakan untuk
menelaah Implementrasi pendidikan multikultur di sekolah.
2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan penelitian ini terdiri dari dua jenis: Primer dan
Sekunder. Dari keduanya, masing-masing terdiri dari dua jenis, yakni
lapangan dan tertulis. Sumber data primer merupakan sumber data utama yang
18
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995, Cet. II. Hal. 3
19
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000, Hal. 17
20
18 diperoleh dan berasal dan terkait langsung dengan pembahasan pendidikan
karakter di sekolah. Sedangkan sumber data sekunder sebagai sumber data
pendukung dan pelengkap untuk keperluan penelitian ini.
Sumber data primer lapangan meliputi para aktor sekolah seperti
kepala sekolah, komite, guru, tenaga kependidikan dan siswa. dan data
lapangan lainnya seperti kantor, tempat-tempat pelaksanaan program dan
sebagainya. Untuk jenis data ini, maka metode pengumpulan datanya
menggunakan teknik observasi, wawancara, Focus Group Discussion, dan dan
dokumentasi.
Sedangkan data-data primer tertulis bersumber dari karya-karya
langsung dalam bentuk tulisan seperti pedoman sekolah, laporan, buku,
artikel, buletin, laporan program, rekaman proses dan sebagainya yang
berkaitan dengan implementasi pendidikan multikultur di sekolah.
Demikian halnya dengan sumber data lapangan sekunder yang antara
lain meliputi: pendapat para nara sumber pendapat para pakar dan sebagainya.
Maka teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan forum
dialog atau diskusi. Adapun sumber data tertulis sekunder seperti buku,
majalah, artikel, buletin dan sebagainya yang mempunyai keterkaitan dengan
kajian ini, teknik pengumpulan datanya menggunakan survei literatur atau
19 3. Metode Analisa
Untuk keperluan analisis, penelitian ini menggunakan dua metode
analisis. Pertama, metode analitis kritis. Analitis kritis yaitu metode yang
mendeskripsikan, membahas dan mengkritisi gagasan primer yang selanjutnya
dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya studi
perbandingan, hubungan dan pengembangan model. 21
Kedua, analisis isi (Content analysis). Analisis isi merupakan teknik
penelitian untuk uraian yang objektif, sistematis dan kuantitatif dari
pengejawantahan isi22 . Sesuai langkah metode ini, maka
langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut : 1) memilih sampel atau keseluruhan isi
pendidikan karakter di sekolah di samarinda. 2) menetapkan kerangka kategori
eksternal yang relevan dengan tujuan pengkajian, yakni
kategorisasi-kategorisasi meliputi model pendidikan, metodologi pendidikan, dan
operasionalisasi pendidikan meliputi kurikulum (materi, metode dan evaluasi)
dan relasi antar pelaku pendidikan dan sebagainya; 3) memilih satuan analisis
isi diatas; 4) menyesuaikan isi dengan kerangka kategori. Dalam hal ini,
kerangka pendidikan multikultur dengan kategori-kategori pembahasan yang
ada; dan 5) mengungkapkan hasil sebagai distribusi menyeluruh dari semua
kategorisasi yang menjadi acuan.
21
Suriasumantri, S. Jujun, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, t.pt: Pusjarlit dengan penerbit Nuansa, t.th, hal. 45
22
20 J. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab satu
pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, definisi operasional, tinjauan
pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab
dua, mengenai konsep dan model pengembangan pendidikan karakter yang meliputi; pengertian karakter, pengertian pendidikan karakter,Tujuan pendidikan
karakter, urgensi pendidikan karakter, karakteristik pendidikan karakter dan
Strategi pendidikan Karakter, Bab ketiga, membahas tentang Implementasi
pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda. Bab keempat membahas
analisis yang meliputi model implementasi dan Pengembangan pendidikan
karakter pada sekolah di kota samarinda, Bab kelima adalah kesimpulan dan
21
BAB II
KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER
Menghadirkan sebuah konsepsi dasar merupakan keniscayaan dalam
melakukan sebuah kajian sebagai basis teori yang akan diterapkan. Untuk itu,
melakukan kajian penelitian tentang model pengembangan Pendidikan karakter
pada sekolah, maka mewajibkan untuk menghadirkan teori tentang Pendidikan
Karakter dan teori tentang Model Pengembangan Pendidikan Karakter. Dalam bab
ini, penulis akan menguraikan tentang dua konsep tersebut sebagai basis teori
penelitian ini.
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter saat ini telah menjadi diskursus menarik dan
penting bagi banyak kalangan, khususnya bagi dunia pendidikan. untuk itu,
untuk memulai kajian tentang Pendidikan Karakter, penulis akan
menghadirkan dua pengertian dari dua term istilah tersebut, yakni pengertian
pendidikan dan pengertian karakter. dengan demikian, diharapkan akan
memunculkan pemahaman tentang pendidikan karakter lebih utuh.
Pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting, sehingga
banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan definisi dan pengertian.
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu ilmu menuntun
22
dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.1
Para ahli pendidikan menemui kesulitan dalam merumuskan definisi
pendidikan. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan
serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan ini. JOE Park umpamanya
merumuskan pendidikan sebagai pengajaran (instruction). Sedangkan segi
kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Mayer
Grene mendefinisikan pendidikan dengan usaha manusia untuk menyaiapkan
dirinya untuk suatu kehidupan bermakna. Di dalam definisi ini aspek
pembinaan pendidikan lebih luas.2
Menurut Marimba, dalam buku Metodologi Pengajaran Agama Islam
mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama3
Soegarda Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan”
menguraikan pengertian pendidikan sebagai “semua perbuatan dan usaha dari
generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamanya,
kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1994, hal. 232.
2
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995, hal. 5-6
3
23
menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah
maupun rohaniah”4
Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk
mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur
hidup. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh
pendidikan Indonesia; beliau mengatakan bahwa “Pendidikan adalah upaya
untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan
jasmani anak didik.”
Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara
singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia
sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi
dengan alam dan lingkungan masyarakatnya. Pendidikan merupakan sistem
dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan
manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia
yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan
peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang
[primitif].5
Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan
anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Jadi, pendidikan
yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan
4
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.120
5
24
dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi
manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah
satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat
tersebut.6
Adapun karakter secara etimologis berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau
watak7. Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian,
budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik
dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
bawaan sejak lahir.8
karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”,
dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character,
dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus
Poerwadaminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak,
tabiat, pembawaan, kebiasaan.9
6
M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77.
7
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
8
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80.
9
25
Secara terminologi Sedangkan secara terminologi, istilah karakter
diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai
banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau
sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group
impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa, karakter
adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi
pemikiran, sikap dan prilaku yang ditampilkan. Sementara itu, Koesoema A,
mengatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian10. Kepribadian disini
dianggap beliau sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan.
Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat
dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang
telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu
dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya, mendefinisikan karakter sebagai “ciri
khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.13 Ciri khas tersebut adalah
10
26
asli, dalam artian tabiat atau watak asli yang mengakar pada kepribadian benda
atau individu tersebut, dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang
bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu.11
Sedangkan Makna karakter juga pernah dikemukakan oleh Thomas
Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond
to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan,
“Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”. 12 Jadi, karakter mulia (good character) meliputi
pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap
kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain,
karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan
keterampilan (skills).
Dari beberapa penjelasan diatas dapat difahami, bahwasanya
pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru
untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang
berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya
(perasaannya), serta memiliki nilai-nilai seperti amanah, beriman, bertaqwa,
11
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung : ALFABETA, 2012), h.2
12
27
bekerja keras, disiplin, jujur, toleransi, cermat, cerdik, dinamis, gigih, hemat,
empati, bijaksana, lugas, tegas, berfikir jauh ke depan, berfikir matang,
bertanggung jawab, berkemauan keras, baik sangka, pemaaf, pemurah, adil,
menghargai, pengabdian, pengendalian diri, komitment, mandiri, mawas diri,
ikhlas, sabar, rasa malu, rajin, ramah, rela berkorban, rendah hati, sportif,
hormat, tertib, produktif, susila, tekun, tegar, tepat janji, ulet13
Selanjutnya pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan
pendidikan yang mendukung pengembangan social, pengembangan emosional,
dan pengembangan etika para peserta didik. Merupakan suatu upaya proaktif
yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa
mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja, seperti
kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness, keuletan dan ketabahan (fortitude),
tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain.
Seperti apa yang diungkapkan oleh Scerenko bahwa, pendidikan
karakter dapat difahami atau dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh
dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan
diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan
pemikir besar), serta praktik emulsi (usaha maksimal untuk mewujudkan
hikmah dari apa-apa yang diamati dan yang dipelajari).14
Seperti yang telah diungkapkan oleh Koesoema A dan Imam Ghazali
diatas, bahwa istilah karakter dapat diartikan dengan akhlak dan budi pekerti,
13
Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA. 2011) h. 45
14
28
sebab keduanya mengandung makna yang sama. Baik budi pekerti, akhlak
maupun karakter sama-sama mengandung makna yang ideal, tergantung pada
pelaksanaan atau penerapannya. Menurut Ibnu Miskawaih dan dikutip oleh
Abudin Nata, beliau mengemukakan bahwa, pendidikan akhlak merupakan
upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan
lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang15. Sedangkan
sebagian ulama, mendefinisikan Akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat
pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan baik ataupun buruk. 16
Jadi dari beberapa statement diatas dapat disimpulkan bahwa,
pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,
raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak
yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk dapat
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Dalam kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi
pekerti telah mengandung lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai
berikut: a) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, b) sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, c) sikap dan perilaku dalam
hubungannya dengan keluarga, d) sikap dan perilaku dalam hubungannya
15
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.10
16
29
dengan masyarakat dan bangsa, dan e) sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan alam sekitar.17
Adapun karakteristik sosok pribadi yang berakhlak mulia atau berbudi
pekerti luhur itu dapat direfleksikan atau aktualisasikan dalam sikap dan
prilaku sebagai berikut:20 a) berpenampilan bersih dan sehat, b) bertutur kata
yang sopan, c) bersikap respek, menghormati orang tua dan orang lain tanpa
melihat perbedaan kedudukan, harta kekayaan atau suku, d) memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kesejahtraan dan kemajuan masyarakat atau
bangsa, baik melalui ilmu pengetahuan, kekayaan (zakat, infaq atau shodaqoh),
atau jabatan (otoritas), e) menjalin ukhuwah islamiyah dan ukhuwah
basyariyah atau insaniyah, f) bersikap amanah, bertanggung jawab atau tidak
khianat pada saat diberi kepercayaan, g) bersikap jujur dan tidak suka
berbohong (berdusta), h) memelihara ketertiban, keamanan, keindahan dan
kebersihan lingkungan.
B. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter
Menurut Foerster, pencetus pendidikan karakter dan pedagog Jerman,
menyebutkan ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, antara lain:18
a. Keteraturan interior, dimana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan.
17
Muchlas Samani, & Hariyant, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya.2012), h.46-47
18
30
b. Koherensi, yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada
prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut
resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya diri
satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas
seseorang.
c. Otonomi, di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas
keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan orang lain.
d. Keteguhan dan kesetiaan, keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan
dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Sedang dalam praktiknya, Lickona dkk, menemukan sebelas prinsip
agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif. Kesebelas prinsip tersebut
sebagai berikut: 1) Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja
pendukungnya sebagai pondasi karakter yang baik. 2) Definisikan „karakter‟
secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan dan perilaku. 3)
Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam
pengembangan karakter. 4) Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian.
5) Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral. 6) Buat kurikulum
akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta
didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untu berhasil. 7)
31
komunitas pembelajaran dan moral yang berbagai tanggung jawab dalam
pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang
membimbing pendidikan siswa. 9) Tumbuhkan kebersamaan dalam
kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan
karakter. 10) Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
upaya pembangunan karakter. 11) Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf
sekolah sebagai pendidik karakter dan sejauh mana siswa memanifestasikan
karakter yang baik.22
Menurut Rusworth Kidder dalam How Good People Make Tough
Choices (1995), beliau menyampaikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter, yaitu seven E’s antara lain sebagai berikut: Pemberdayaan
(Empowered), efektif (Effective), komunitas harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai (Extended into the community),
integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh raingkaian proses
pembelajaran (Embedded), melibatkan komunitas dan menampilkan
topik-topik yang cukup esensial (Engaged), harus ada koherensi antara cara berfikir
makna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu siswa
menerapkannya secara benar (Epistemological), evaluasi (Evaluative).19
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Setiap model pendidikan tentu memiliki tujuan. Demikian pula dengan
pendidikan Karakter. Pendidikan karakter menjadi penting untuk
19
32
diimplementasikan dan dikembangkan dan diinternalisasikan, baik dalam dunia
pendidikan formal maupun dalam pendidikan non formal tentu saja memiliki
alasan dan memiliki tujuan.
Alasan utamanya tentu saja adanya fenomena kemerosotan moral,
sehingga lembaga pendidikan perlu segera untuk mencari cara bagaimana
lembaga pendidikan kembali mampu menyumbangkan perannya bagi
perbaikan kultur. Hal inilah yang mendasari pentingnya penerapan pendidikan
karakter di sekolah.
Secara regulasi, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20
tahun 2003 secara jelas menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak sserta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab20
Menurut Novan Ardy Wiyani, pendidikan karakter disekolah secara
operasional bertujuan antara lain :
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik
yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Tujuannya adalah
memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilanilai tertentu sehingga
20
33
terwujud dalam perilaku anak, baik pada saat masih sekolah maupun setelah
lulus.
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai
yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna bahwa tujuan
pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku
negatif anak menjadi positif.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab karakter bersama. Tujuan ini bermakna bahwa
karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di
keluarga.21
Secara lebih konkrit bahwa tujuan pendidikan karakter adalah
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral,bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada tuhan yang maha esa berdasarkan pancasila.22 dan Tujuan akhir
dari pembentukan karakter adalah menghendaki adanya perubahan tingkah
laku, sikap dan kepribadian pada subjek didik.
21
Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD; Konsep, Praktik dan
Strategi, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 70-72 22
Fakrur Rozi, Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam
Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren Selamat Kendal, (Semarang, IAIN Walisongo, 2012),
34
D. Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Karakter
Inti dari pendidikan karakter tidaklah sekadar mengajarkan pengetahuan
kepada peserta didik tentangmana yang baik dan mana yang buruk. Namun
lebih dari itu, pendidikan karakter merupakan proses menanamkan nilai-nilai
positif kepada peserta didik melalui berbagai cara yang tepat.
Secara umum, nilai-nilai karakter atau budi pekerti ini menggambarkan
sikap dan perilaku dalam hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat dan
alam sekitar. pendidikan karakter secara psikologis harus mencakup dimensi
penalaran berlandasan moral (moral reasoning), perasaan berlandasan moral
(moral behaviour).
Kementerian pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 18 Nilai
karakter.23 Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia
harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses
pendidikannya. ke 18 nilai karakter tersebut antara lain :
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
23
35
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
36
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
37
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
E. Faktor Pembentukan Karakter
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya sebuah
karakter. Dari sekian banyak faktor tersebut, para ahli menggolongkannya
kedalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.24
1) Faktor Intern
Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini,
diantaranya adalah:
a. Insting atau Naluri
Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan yang
menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan
24
38
itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu.25 Setiap perbuatan manusia
lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (Insting). Oleh
karenanya pengaruh naluri pada diri seseorang sangat besar, tergantung
pada bagaimana seseorang tersebut menyalurkannya. Naluri dapat
menjerumuskan manusia kepada kehinaan (degradasi), sebaliknya naluri
juga dapat mengangkat derajat manusia, jika naluri tersebut disalurkan
kepada hal yang positif.
b. Adat atau Kebiasaan
Salah satu fkctor penting dalam tingkah laku manusia adalah kebiasaan,
karena sikap dan perilaku yang menjadi akhlak (karakter) sangat erat
sekali dengan kebiasaan, yang dimaksud dengan kebiasaan adalah
perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah untuk dikerjakan.
Fkctor kebiasaan ini memegang peranan yang sangat penting dalam
membentuk dan membina akhlak (karakter).26. Sebagaimana yang
diungkapkan Al-Ghazali: “Apabila anak itu dibiasakan untuk
mengamalkan apa-apa yang baik, di beri pendidikan ke arah itu, pastilah
ia akan tumbuh diatas kebaikan tadi akibat positifnya ia akan selamat
sentosa di dunia dan akhirat. Kedua orang tuanya dan semua pendidik,
pengajar serta pengasuhnya ikut serta memperoleh pahalanya. Sebaliknya
jika anak itu sejak kecil sudah dibiasakan mengerjakan keburukan dan
dibiarkan begitu saja tanpa dihiraukan pendidikan dan pengajarannya,
yakni sebagaimana anak itupun akan celaka dan rusak binasa akhlaknya,
25
Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak). (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), h.7
26
39
sedang dosanya yang utama tentulah dipikulkan kepada orang (orang tua,
pendidik) yang bertanggung jawab untuk memelihara dan
mengasuhnya”. (Jamaluddin Al-Qosimi, 1983.534)
Dengan demikian Al-Ghazali sangat menganjurkan mendidik anak dan
membina akhlaknya dengan cara latihan-lathan dan pembiasaan yang
sesuai dengan perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan,
agar anak dapat terhindar dari keterlanjuran yang menyesatkan. Oleh
karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu
pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat,
akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari
kepribadiannya.27
c. Kehendak atau Kemauan
Kemauan ialah keinginan untuk melangsungkan segala ide dan segala
yang dimaksud, walau disertai dengan berbagai rintangan dan kesukaran,
namun sekali-kali tidak mau tunduk pada rintangan-rintanagn tersebut.
Salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku adalah
kehendak atau kemauan keras. Itulah yang menggerakkan dan merupakan
kekuatan yang mendorong manusia dengan sungguh-sungguh untuk
berprilaku baik (berakhlak), sebab dari kehendak itulah menjelma suatu
niat yang baik dan buruk dan tanpa kemauan pula semua ide, keyakinan
27
40
kepercayaan pengetahuan menjadi pasif tak akan ada artinya bagi
kehidupan.28
d. Suara Hati atau Hati Nurani
Suara hati atau hati nurani bukanlah sesuatu yang asing atau datang dari
luar diri seorang anak, sebagaimana yang dikatakan Freud. Hati nurani
bukan pula merupakan salah satu unsur akal sebagaimana yang dikatakan
oleh kelompok rasionalis. Namun, nurani adalah suatu benih yang telah
diciptakan oleh Allah dalam jiwa manusia. Nurani dapat tumbuh
berkembang serta berbunga karena pengaruh pendidikan, dia akan statis
bila tidak ditumbuh kembangkan.29
Oleh karenanya, pendidikan karakter tidak akan mencapai sasarannya
tanpa disertai pemupukan hati nurani, yang merupakan kekuatan dari
dalam diri manusia, ynag dapat menilai baik dan uruk suatu perbuatan.
e. Hereditas atau Keturunan
Hereditas merupakan sifat-sifat atau ciri yang diperoleh oleh seorang
anak atas dasar keturunan atau pewarisan dari generasi ke generasi
melalui sebuah benih. Sedangkan dalam islam, sifat atau ciri-ciri bawaan
atau hereditas tersebut, biasa disebut dengan fitrah. Fitrah adalah potensi
atau kekuatan yang terpendam dalam diri manusia, yang ada dan tercipta
bersama dengan proses penciptaan manusia. Potensi tersebut baru akan
28
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h. 20
29
Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak Dalam
41
aktul dan tumbuh serta berkembang setelah mendapatkan
rangsangan-ranfsangan dan pengaruh dari luar atau sebab factor eksten.30
2) Faktor Ekstern
Selain faktor intern (yang bersifat dari dalam) yang dapat
mempengaruhi karakter, juga terdapat faktor ekstern (yang bersifat dari
luar) diantaranya adalah sebagai berikut:31
a) Pendidikan
Pertumbuhan karakter tidak dapat dipisahkan dari proses
pendidikan secara keseluruhan. Sebagaimana yang telah diungkapkan
oleh Herbert Spencer, beliau mengungkapkan bahawa, “pendidikan
ialah menyiapkan manusia, supaya hidup dengan kehidupan yang
sempurna”.32
Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam
pembentukan karakter seseorang, sehingga baik dan buruknya akhlak
seseorang sangat tergantung pada pendidikan. Hal tersebut sesuai
dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, salah satu diantaranya ialah
menjadikan manusia sebagai insan kamil. Begitu pentingnya faktor
pendidikan itu, sehingga dengan pendidikan naluri yang terdapat pada
seseorang dapat dibangun dengan baik dan terarah. Oleh karena itu,
pendidikan agama perlu untuk dimanifestasikan melalui berbagai
30
Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya : Karya Abditama, 1994), h .27
31
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h. 20
32
42
media, baik dalam pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal
di lingkungan keluarga dan pendidikan non formal yang ada di
masyarakat.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang terpenting
sesudah keluarga, peran sekolah sebagai Communities of Character
dalam pendidikan karakter sangat penting. Sekolah mengembangkan
proses pendidikan karakter melalui proses pembelajaran, habituasi,
kegiatan ekstra-kurikuler dan bekerjasama dengan keluarga dan
masyarakat dalam pengembangannya, dan setiap sekolah pasti akan
memberikan kesempatan untuk melaksanakan karakter baik kapada
anak. Setiap faktor dalam sekolah telah memberikan kontribusi dalam
pembentukan karakter setiap murid. Jika sekolah adalah tempat untuk
mencapai efektivitas maksimum dalam pengembangan karakter, maka
kebijakan yang jelas harus diadopsi untuk tercapainya tujuan ini dan
menjadi prinsip koordinasi kerja.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang memberikan kontribusi
pasti dalam pencapaian karakter yang layak:33
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang bertanggung
jawab. Kepribadiannya mempengaruhi seluruh institusi dan
memainkan peranan besar dalam menentukan atmosfer moral dan
33
43
intelektual. Dengan cara yang tegas tapi ramah, kepala sekolah akan
mampu membangun kondisi sekolah yang kondusif.
Dengan kepemimpinan yang demokratis dan bijaksana,
kepala sekolah dapat memandu para staf dan guru dalam
merumuskan falsafah pendidikan yang terpadu sehingga berfungsi
dalam kehidupan sekolah. Dengan cara ini kepala sekolah akan
berperan dalam memaksimalkan sumber daya para guru dan stafnya
untuk kebaikan para murid. Perkembangan karakter terbaik pada
setiap murid akan menjadi tujuan penting setiap saat. Kepala sekolah
adalah kekuatan moral yang terdepan di sekolah.
2. Guru
Guru adalah seseorang figur yang mulia dan dimuliakan
banyak orang. Seorang guru mempunyai peran yang sangat penting
dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan. Pengaruh guru
terhadap karakter peserta didiknya sangatlah dekat jangkauannya.
Hal ini diberikan tidak hanya melalui instruksi yang diberikan di
kelas dan hal-hal yang murid lakukan di bawah arahannya, tetapi
guru merupakan sosok baik yang dianggap teladan. Minat, hobi, dan
apresiasi guru dapat menjadi sarana dalam membangkitkan minat,
hobi dan apresiasi peserta didiknya.
Guru harus merupakan berpose untuk murid-muridnya
sebagai model, yaitu bahwa guru menerapkan karakter yang dia
44
guru harus memiliki pandangan sosial, sikap hormat terhadap
kepribadian anak, dan keinginan tulus untuk membentuk karakter
murid-muridnya dengan benar.
3. Organisasi dan Manajemen Kelas dan Sekolah
Pengelolaan sekolah memiliki pengaruh pada karakter peserta
didik. Sekolah yang dikelola dengan baik lebih mengedepankan pada
bagaimana mendidik para peserta didik untuk mencapai potensi
terbaik yang mereka miliki.
Jadwal kelas, tugas guru, dan peraturan sekolah harus
dikelola sedemikian rupa untuk menjamin adanya interaksi terbaik
antara guru dan peserta didik. Sekolah besar atau kecil harus mampu
mengembangkan sebuah program yang bervariasi, menarik, dan
memandu tindakan yang bertanggung jawab. Sekolah harus
memastikan bahwa guru memiliki kesempatan dan tanggung jawab
kepada peserta didik mereka baik di dalam ruang kelas dan di luar.
Sistem ujian dan nilai harus mendorong pencapaian terbaik dari
setiap peserta didik tanpa memberi penekanan pada aspek-aspek
yang tidak diinginkan seperti seakan-akan sekolah adalah tempat
berkompetisi.
Hal ini dapat dicapai dengan menafsirkan hasil kinerja
peserta didik tanpa membebani peserta didik dengan sistem standar