• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Bentuk Baishun Dalam Sejarah Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Bentuk Baishun Dalam Sejarah Jepang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan sesamanya dengan menghasilkan apa yang disebut dengan peradaban. Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan.

Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009:2) membedakan pengertian kebudayaan (bunka) dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia. Dia juga menjelaskan bahwa kebuadayaan ialah keseluruhan hal yang bukan alamiah. Misalanya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat ikan tersebut dibakar atau ikan pepes atau shashimi tersebut adalah kebudayaan.

Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit menurut Ienaga adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu di sini Ienaga mengatakan kebudayaann dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan pengertian budaya yang diuraikan diatas. Yaitu kebudayaan dalam arti sempit menurut Ienaga Saburo adalah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak ketara atau yang bersifat semiotik.

(2)

pengetahuan, nilai, norma dan juga sistem kepercayaan di dalam kehidupan masyarakat.

Pelacuran adalah adaptasi dari kebudayaan yang salah digunakan oleh manusia dalam kehidupan mereka. Terlihat jelas dalam sejarah perkembangan pelacuran yang bersanding erat dengan kepercayaan keagamaan. Ada istilah “pelacur kuil” (temple prostitues). pelacuran model ini ditemukan pada

kebudayaan zaman Babilonia, Mesir Kuno, Palestina Kuno, Yunani, dan Romawi. Para pelacur ini berkeliaran dijalan-jalan dan dikedai-kedai minuman, mencari mangsa laki-laki. Kemudian, penghasilannya diserahkan kepada para pendeta untuk membantu pembangunan kuil. (Ihsan 2004:130)

Bonger dalam bukunya yang berjudul Versprede Gerchiften mengatakan bahwa

Prostitutie het ma a tsha pelijke vershijnsel da t vrowen zich beroepsma tig tot hel plegen va n sexuele ha ndelingen.

Terjemahan :

Pelacuran adalah gejala sosial, dimana wanita menyediakan dirinya untuk perbuatan sexual sebagai mata pencahariannya.

(3)

Pelacuran dalam bahasa Jepang disebut baishun (売春). Baishun berasal

dari kanji menjual (売) dan kanji musim semi (春), yang dalam arti harafiah berarti menjual pemuda. Baishun mengalami perubahan bentuk disetiap zamannya.

Sejarah Jepang terbagi dari beberapa zaman, zaman awal sejarah Jepang dimulai dari adanya pemerintahan di Jepang. Zaman Nara adalah zaman awal sejara Jepang. Di Zaman Nara juga mulai muncul baishun yang berkedok pementasan budaya. Kemudian dikarenakan tidak terkontrolnya jumlah baishun di jalanan kota, pemerintahan Toyotomi Hideyoshi membangun yukaku pertama di Osaka dan Kyoto, dan pada masa pemerintahan Tokugawa, yoshiwara yukaku dibangun di Edo.

Kemiskinan adalah alasan yang utama di Jepang pada masa feodal sampai pasca perang dunia ke II untuk masuk kedalam baishun. Banyak kaum petani yang menjual anak perempuan mereka ke yukaku demi mencukupi kebutuhan keluarga. Hal ini dimaklumi karena Jepang menganut sistem patriarkhi yang menomorduakan kehidupan perempuan sebagai warga masyarakat.

(4)

untuk memikirkan seks sebagai hal yang menakutkan dan memalukan seperti wanita barat. Baishun mempunyai sejarah panjang di Jepang. Sampai pada tahun 1617 baishun benar-benar legal di Jepang, tetapi pada akhir tahun itu keshogunan Tokugawa mengeluarkan perintah untuk membatasi baishun ke daerah-daerah tertentu di pinggiran kota. Pada masa itu terdapat klasifikasi baishun, yojo (wanita kesenangan) dan oiran derajatnya yang tertinggi dari gadis-gadis rumah bordil yang pada dasarnya adalah budak. Oiran mulai berkurang jumlahnya dan digantikan oleh geisha pada abad 18 dan benar-benar menghilang pada tahun 1761. Pada akhir abad 18 geisha secara hukum dibedakan dari pelacur, geisha dilarang menjual seks sama sekali. Baishun Jepang juga terjadi diluar negeri yang dikenal dengan karayuki-san, dimana wanita-wanita Jepang mencari pekerjaan diluar negeri dengan melacurkan dirinya yang dimulai dari zaman Meiji. Karena ba ishun didalam negeri yang amatir dan kurang teliti tentang penggunaan kondom, tingkat penyakit kelamin dikalangan tentara Amerika melonjak. Dibawah tekanan kuat dari Amerika, pemerintah Jepang secara hukum melarang baishun untuk pertama kalinya pada tahun 1956.

(5)

Penulis memilih menganalisis perubahan bentuk baishun dalam sejarah Jepang karena penulis tertarik dengan baishun yang tetap berkembang walaupun telah diberlakukannya undang-undang anti baishun (売 春 防止法, ba ishun boushi hou) tahun 1956. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengambil judul “PERUBAHAN BENTUK BAISHUN DALAM SEJARAH JEPANG”.

1.2Rumusan Masalah

Guba dalam Moleong (2007:93) mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor atau lebih yang menghasilkan situasi lain yang menyeret mereka dalam hubungan yang rumit yang mereka sendiri sulit memahaminya.

Baishun adalah profesi paling tua di dunia. Disetiap negara pasti mengalami masalah terhadap adanya kegiatan baishun. Demikian pula di Jepang, negara dibagian timur yang memiliki norma-norma yang kuat dalam kehidupan bermasyarakat pastilah memiliki masalah dengan baishun (dalam bahasa Jepangnya adalah Baishun). Masalah itu yang membuat baishun berubah bentuknya dari zaman ke zaman. Penulis menggunakan teori pendekatan historis sebagai acuan untuk menganalisa perubahan bentuk baishun dalam sejarah Jepang.

Berdasarkan penguraian diatas, maka penulis mengangkat permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana bentuk-bentuk baishun dalam sejarah Jepang?

(6)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada, perlu adanya ruang lingkup dalam pembatasan masalah tersebut. Hal ini bertujuan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang ingin diteliti.

Dalam analisis ini, penulis hanya fokus pada perubahan dan penyebab perubahan bentuk baishun dalam sejarah Jepang, dan baishun yang diteliti adalah baishun dari wanita. Penulis tidak membahas budak seks yang dibentuk Jepang pada masa penjajahannya yang disebut ianfu. Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan historis sebagai acuan.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

(7)

penjelasan itu yang memberi ciri sosial kepada suatu masalah sehingga memenuhi kriteria sosial. Pertama, keresahan itu mencerminkan bahwa masalah itu terkait dengan kesadaran moral anggota–anggota masyarakat. Kedua, keresahan umum juga berarti bahwa dalam masyarakat itu telah mulai terbentuk persamaan presepsi terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh adanya masalah. Masalah sosial selalu terkait dengan kestabilan dan keadaan normal masyarakat itu. Selalu terkait dengan nilai-nilai dan harapan luhur bersama masyarakat tersebut. Ketiga, adalah mulai berkembangnya kesadaran bahwa masalah ini tidak dapat diatasi sendiri– sendiri tetapi harus dilakukan dengan menggalang kerjasama diantara anggota– anggota masyarakat yang mengalaminya.

Setiap masyarakat di dunia pasti menghadapi masalah sosial. Banyak macam masalah sosial yang terjadi dimasyarakat. Masalah sosial ini terjadi diakarenakan ketidaksesuaian harapan masyarakat dengan kenyataan yang terjadi. Baishun adalah salah satu masalah sosial di masyarakat. Dan masalah sosial dalam masyarakat membuat baishun di Jepang berubah bentuknya disetiap zaman

1.4.2 Kerangka Teori

(8)

Menurut Koentjaraningrat (1976 :56) pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan tentang pemahaman budaya masyarakat, latar belakang peristiwa sejarah yang melatarbelakangi terbentuknya wujud-wujud kebudayaan serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kebuayaan itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman. Melalui pendekatan historis ini penulis ingin memberikan gambaran dan penjelasan latar belakang perubahan bentuk baishun dalam sejarah Jepang.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk baishun dalam sejarah Jepang

2. Untuk mengetahui penyebab perubahan bentuk baishun dalam sejarah Jepang

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini:

1. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan mengenai perubahan bentuk baishun dalam sejarah Jepang.

(9)

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian sangat dibutuhkan metode penelitian sebagai bahan penunjang dalam penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penelitian. Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis.

Menurut Nyoman Kutha ratna (2004:53) metode deskriptif analisi dilakukan dengan cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Di dalam metode ini, penulis tidak hanya menguraikan, namun juga memberikan pemahaman dan penjelasan.

Dalam penulisan ini, penulis menjelaskan dengan secermat mungkin apa saja yang menjadi masalah sosial yang berhubungan dengan kegiatan baishun dengan menggunakan teori yang ada. Teori tersebut adalah teori historis dan sosiologis.

Referensi

Dokumen terkait

Seperti pada siklus pertama akumulasi yang diperoleh yaitu 32,5% persentase tersebut menujukan kategori nilai yang sangat kurang, namun kenaikan yang sangat

corethrurus yang diberi perlakuan insektisida karbofuran ternyata senyawa methylcarbomat sangat mempengaruhi hormon pada kokon sehingga jumlah dan daya tetas kokon menu- run.

Tunas-tunas yang terbentuk tersebut berwarna hijau dengan pertumbuhan sempurna (Gambar 3), sedangkan pada eksplan kalus embrionik hasil persilangan antara jeruk siem x

Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Pemenuhan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Teknis dan Umum Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Daerah2. Jangka Waktu Pelaksanaan Keg/Tahun ke

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXIX-B4, 2012 XXII ISPRS Congress, 25 August – 01 September 2012,

Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Penyelesaian Administrasi Perkara (yang Sederhana, dan Tepat Waktu) Ditingkat Pertama dan Banding di Lingkungan Peradilan Agama.. OutCome

The first one is that the time consuming of data loading has been considerately increasing with the growth of metadata count, because it loads metadata and builds

Karya ilmiah yang dihasilkan sang Doktor Ilmu Pemerintahan ini termuat buku di Dalam Negeri dan Luar Negeri diantaranya pada Scholarly of Journals International