T E S I S
Oleh:
ZUMARA WINNI KUTARGA
057003038/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
1
KAJIAN PENATAAN RUANG
KAWASAN DANAU LAUT TAWAR
DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN ACEH TENGAH
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh:
ZUMARA WINNI KUTARGA
057003038/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : KAJIAN PENATAAN RUANG KAWASAN DANAU LAUT TAWAR DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN ACEH TENGAH Nama Mahasiswa : ZUMARA WINNI KUTARGA Nomor Pokok : 057003038
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD – PWK)
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D Ketua
Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 1 Maret 2008
Panitia Penguji Tesis : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D Anggota : Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP
Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Ir. Jeluddin, M.Sc
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (magister), baik di Universitas Sumatera Utara
maupun di perguruan tinggi lain;
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing;
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka;
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Medan, 1 Maret 2008 Yang membuat pernyataan,
(ZUMARA WINNI KUTARGA)
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
Bab I Pendahuluan ... 1
2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan... 19
2.5 Analisis SWOT ... 21
2.6 Penelitian Terdahulu ... 22
2.7 Kerangka Berfikir ... 24
3.1 Lokasi Penelitian... 27
3.3.3 Analisis Kawasan Budidaya... 34
3.3.4 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan ... 35
3.4 Definisi Operasional ... 39
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 41
4.1 Gambaran Umum Kawasan Penelitian ... 41
4.1.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan ... 41
4.1.6.1 Jumlah dan Distribusi Penduduk... 48
4.1.6.2 Kepadatan Penduduk... 48
4.1.7 Penggunaan Lahan Eksisting ... 49
4.2 Kedudukan Kawasan Danau Laut Tawar dalam Konstelasi Regional ... 52
4.2.1 Kawasan Ekosistem Leuser... 52
4.2.2 Struktur Perwilayahan Kabupaten Aceh Tengah ... 53
4.3 Analisis Kesesuaian Lahan ... 54
4.4 Analisis Kawasan Lindung ... 55
4.4.2 Kawasan Sempadan Sungai ... 57
4.4.3 Kawasan Sempadan Danau ... 57
4.4.4 Kawasan Reservat ... 59
4.5 Analisis Kawasan Budidaya... 59
4.5.1 Kawasan Budidaya Pertanian... 59
4.5.1.1 Kawasan Pengembangan Persawahan... 59
4.5.1.2 Kawasan Pengembangan Tanaman Perkebunan. 60 4.5.1.3 Kawasan Pengembangan Tegalan... 60
4.5.1.4 Kawasan Pengembangan Hutan Tanaman Industri ... 60
4.5.2 Kawasan Budidaya Nonpertanian ... 61
4.5.2.1 Kawasan Pengembangan Permukiman Perkotaan... 61
4.5.2.2 Kawasan Pengembangan Permukiman Perdesaan ... 62
4.5.2.3 Kawasan Pengembangan Pelabuhan/Dermaga ... 62
4.5.2.4 Kawasan Pengembangan Perikanan... 62
4.5.2.5 Kawasan Pengembangan Objek Wisata... 64
4.6 Arahan Pola Pemanfaatan Ruang... 65
4.7 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan ... 70
4.7.1 Internal Factor Evaluation Matrix (IFE) dan External Factor Evaluation Matrix (EFE)... 70
4.7.2 Diagram SWOT ... 73
4.7.3 Matriks SWOT ... 74
4.8 Penataan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah ... 75
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN... 77
5.2 Saran ... 78
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1 Jenis dan Sumber Data Sekunder... 30
3.2 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE) ... 35
3.3 Matrix External Factor Evaluation (EFE) ... 36
3.4 Matriks SWOT ... 38
4.1 Luas Kawasan Danau Laut Tawar Berdasarkan Kemiringan Lereng... 44
4.2 Jumlah dan Distribusi Penduduk di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005 ... 48
4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005 ... 49
4.4 Jenis Penggunaan Lahan di Kawasan Danau Laut Tawar ... 50
4.5 Prosentase Jenis Penggunaan Lahan di Kawasan Danau Laut Tawar ... 50
4.6 Kesesuaian Lahan di Kawasan Danau Laut Tawar... 55
4.7 Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar ... 66
4.8 Perbandingan Antara Luas Pola Pemanfaatan Ruang Eksisting Dengan Hasil Arahan pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar... 69
4.9 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE) ... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Berfikir ... 26
3.1 Peta Orientasi Kawasan Studi ... 28
3.2 Teknis Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Hutan ... 31
3.3 Teknis Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi ... 31
3.4 Teknis Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman ... 31
3.5 Diagram SWOT ... 37
4.1 Peta Kawasan Penelitian ... 42
4.2 Peta Kemiringan Lereng ... 45
4.3 Peta Jenis Tanah... 47
4.4 Peta Penggunaan Lahan Eksisting ... 51
4.5 Peta Kesesuaian Lahan... 56
4.6 Peta Penyebaran Objek Wisata ... 64
4.7 Peta Arahan Pola Pemanfaatan Ruang... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner SWOT ... 85
2 Tabel Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT ... 89
3 Tabel Rekapitulasi Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT ... 91
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang
relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan.
Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk
dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dan tanah di sekitar
kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti
permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian,
perkebunan, rekreasi dan sebagainya (Connell & Miller, 1995). Sehingga seringkali
terjadi pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak berimbang, dimana
pemanfaatan danau lebih mendominasi sumber daya alam danau dan kawasan daerah
aliran sungai (watershed). Mengakibatkan danau berada pada kondisi suksesi, yaitu
berubah dari ekosistem perairan ke bentuk ekosistem daratan. Pendangkalan akibat
erosi, eutrofikasi merupakan penyebab suksesi suatu perairan danau. Hilangnya
ekosistem danau mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu
kawasan/wilayah yang bakal mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan
manusia dan mahluk hidup lainnya. Akibatnya, alam terancam tak dapat berkelanjut.
Keberadaan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan
ekologis dan tata air. Dari sudut ekologi, danau merupakan ekosistem yang terdiri
muka air, sehingga kehadiran danau akan mempengaruhi tinggi rendahnya muka air,
selain itu, kehadiran danau juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan
ekosistem di sekitarnya.
Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi
kehidupan manusia (rumah tangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi penting
ekosistem ini, sebagai berikut :
1. sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan
genetik;
2. sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting;
3. sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya
(rumah tangga, industri dan pertanian);
4. sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari hujan, aliran
permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah;
5. memelihara iklim mikro, dimana keberadaan ekosistem danau dapat
mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat;
6. sebagai sarana transportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat
satu ke tempat lainnya;
7. sebagai penghasil energi melalui PLTA;
8. sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata.
Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah:
1. sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepantingan domestik
2. sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell & Miller,
1995 ).
Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui
terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran
sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara
alami mengisi cengkungan di muka bumi ini. Bentuk fisik danaupun memberikan
daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita membiarkan semua
demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka
bumi. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak dikelola sebagaimana mestinya,
sebaliknya untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah
untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia (Kumurur, 2001).
Danau Laut Tawar dengan luas sebesar 5.472 Ha mempunyai kedalaman
rata-rata 51,13 meter terletak di tengah-tengah Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan
danau terbesar di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara batas administratif
Danau Laut Tawar masuk ke dalam wilayah empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Lut
Tawar, Kecamatan Bebesen, Kecamatan Kebayakan, dan Kecamatan Bintang. Danau
memanjang dari arah barat ke timur, sisi utara dan selatan berbentuk perbukitan hutan
yang di sebagian lerengnya terdapat permukiman-permukiman penduduk. Di ujung
barat danau terdapat Kawasan Perkotaan Takengon yang merupakan Ibukota
Kabupaten Aceh Tengah, dan di ujung timur terdapat Kawasan Perkotaan Bintang,
Danau Laut Tawar merupakan kawasan hulu dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) Peusangan yang mengalir ke Selat Malaka melalui Sungai Krueng Peusangan
yang melewati Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh
Utara. Keberadaan Danau Laut Tawar dan kawasan sekitarnya memiliki arti penting
bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tengah umumnya dan masyarakat yang berada
dalam kawasan tersebut khususnya. Selain sebagai sumber air bersih, Kawasan
Danau Laut Tawar juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk mencari penghidupan,
bertani dan berkebun serta mencari ikan merupakan mata pencarian utama penduduk
yang tinggal dalam kawasan tersebut.
Selain fungsi di atas, Danau Laut Tawar merupakan objek wisata utama di
Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Potensi Utama Danau Laut Tawar adalah
keindahan dan keunikan alam. Kedatangan pengunjung terutama sekali adalah dalam
rangka untuk menikmati potensi utama tersebut (Kutarga, 2000). Namun akibat
penanganan yang belum optimal membuat potensi wisata Danau Laut Tawar belum
banyak mendatangkan sumber pemasukan bagi masyarakat dan Pemerintah
Kabupaten Aceh Tengah.
Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang terus bertambah
mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk berusaha semakin besar. Hal ini
menyebabkan munculnya perambahan hutan di sekeliling Danau Laut Tawar untuk
Tawar yang berbukit dan bergunung saat ini telah mengalami berbagai
perubahan-perubahan fisik yang ditandai dengan perubahan-perubahan fungsi lahan.
Beberapa hal yang menyebabkan perubahan-perubahan fisik tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sering terjadinya pembakaran hutan di beberapa tempat akibat ulah dan kelalaian
manusia yang mengakibatkan beberapa kawasan hutan kering dan gundul.
Kebakaran ini terjadi hampir pada setiap musim kemarau. Kebakaran yang
berulang-ulang di sekeliling Danau mengakibatkan lahan tersebut menjadi kritis;
2. Terdapat permukiman penduduk yang menempati areal berlereng >40%, yakni di
kampung Sintep dan Kelitu di mana mata pencaharian penduduk kedua desa ini
sebesar 90% bekerja pada sektor perkebunan, padahal lokasi kedua desa ini
berada dalam kawasan lindung;
3. Perambahan kawasan lindung pada Catchment Area Danau Laut Tawar pada
setiap tahunnya terus bertambah, akibat dari sebagian penduduk kawasan ini
sangat tergantung kepada lahan perkebunan, terutama perkebunan kopi jenis
Arabika dan Robusta;
4. Merebaknya kegiatan jaring tangkap (keramba) di pinggiran danau dan di
sepanjang alur sungai peusangan memang dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar danau, tetapi hal tersebut juga menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan air dan ketidakteraturan wajah Kawasan Perkotaan
5. Pembangunan fasilitas wisata (hotel dan restoran) yang tepat berada di bibir
pantai bahkan menjorok ke danau telah menyebabkan terjadinya pencemaran air
danau dan merusak pemandangan ke arah danau.
Untuk menjamin fungsi danau tetap optimal dan berkelanjutan, kegiatan
pengelolaan harus ditekankan pada upaya pengamanan danau juga kawasan di
sekitarnya. Adanya rambu-rambu yang nyata, pada dasarnya merupakan salah satu
faktor yang dapat menghindarkan maupun mengantisipasi
permasalahan-permasalahan pemanfaatan danau serta daerah sekitarnya yang tidak memperhatikan
fungsi ekologis dari danau tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, peranan tata ruang pada hakekatnya
dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan sumber daya optimal dengan sedapat
mungkin menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya, dapat mencegah timbulnya
kerusakan lingkungan hidup serta meningkatkan keselarasan.
Dalam lingkup tata ruang itulah maka pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep ruang dalam pembangunan baik
sebagai hasil atau akibat dari pembangunan maupun sebagai arahan atau rencana
pembangunan yang dikehendaki, khususnya konteks kali ini adalah pemanfaatan dan
alokasi lahan di daerah danau dan daerah sekitarnya.
Pemanfaatan ruang daratan baik di sekitar Danau Laut Tawar dan di area
sepanjang aliran-aliran sungai sebagai inlet danau merupakan faktor penentu
masuknya masuknya bahan-bahan polutan seperti pestisida, limbah domestik,
mengendalikan masuknya polutan ke perairan danau. Dimana dengan pengaturah
pemanfaatan ruang, sekaligus dapat mengendalikan pemanfaatan lahan kawasan
danau oleh masyarakat sekitarnya (Kumurur, 2001).
Menurut Haeruman (1997), disebutkan bahwa salah satu pendekatan yang
dapat berperan besar dalam penggunaan sumberdaya alam adalah tata ruang, yang
dasarnya merupakan suatu alokasi sumberdaya alam ruang bagi berbagai keperluan
pembangunan agar memberi manfaat yang optimal bagi suatu wilayah.
Salah satu aspek penentu kualitas tata ruang adalah terwujudnya pemanfaatan
ruang yang serasi antara fungsi lingkungan dengan kawasan pembangunan, dengan
ditetapkannya kawasan lindung dan kawasan budidaya (Sugandhy, 1992). Dalam
kriteria pemanfaatan ruang, terdapat kriteria kawasan sekitar danau/waduk sebagai
salah satu kawasan yang harus dilindungi melalui peraturan daerah dengan tujuan
untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu
kelestarian fungsi danau/waduk (Karmisa, dkk., 1990).
Upaya menata ruang dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan bagian dari
pengembangan wilayah. Menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah
merupakan tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan
dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Selanjutnya
menurut Siagian (1982), pengembangan wilayah terdiri dari suatu rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan secara terencana, yang di laksanakan secara sadar oleh
bangsa. Oleh karenanya konsepsi peningkatan kawasan diartikan sebagai upaya
pengembangan wilayah pada kawasan tertentu, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah arahan pola pemanfaatan ruang Kawasan Danau Laut Tawar
dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Tengah?
2. Bagaimanakah strategi pengembangan Kawasan Danau Laut Tawar yang
menyelaraskan antara kepentingan ekonomi masyarakat dan kelestarian
lingkungan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menyusun arahan pola pemanfaatan ruang Kawasan Danau Laut Tawar dalam
rangka pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Tengah.
2. Menyusun strategi pengembangan Kawasan Danau Laut Tawar yang
menyelaraskan antara kepentingan ekonomi masyarakat dan kelestarian
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai sumbangan terhadap kajian berbagai masalah
penataan ruang dan pembangunan di dalam Kawasan Danau Laut Tawar dan
sebagai referensi bagi penelitan sejenis;
2. Bagi pengambil keputusan dan pembuat kebijakan pembangunan dalam Kawasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menyebutkan bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan
asas: keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, keberlanjutan,
keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan,
pelindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, dan akuntabilitas.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan
yang berkelanjutan dan sangat penting dalam kaitannya dalam pengembangan
ekonomi (Darwanto, 2000).
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 4 dan 5, penataan
ruang diklasifikasikan berdasarkan:
1. Sistem, terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan;
2. Fungsi utama kawasan, terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya;
3. Wilayah administratif, terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan
ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
4. Kegiatan kawasan, terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan
ruang kawasan perdesaan;
5. Nilai strategis kawasan, terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional,
penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
Penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yakni: optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), alat dan wujud distribusi
sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan, dan keadilan), dan berkelanjutan
(prinsip sustainability).
Konsep penataan ruang dapat menjadi aktivitas yang mengarahkan kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha.
Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan, dengan
merupakan aktivitas yang terus menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat
suatu wilayah guna mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto, 2000)
Dalam rangka penataan ruang secara nasional, ada beberapa permasalahan
diantaranya adalah terjadinya tumpang tindih penanganan pemanfaatan sumberdaya
alam yang memicu terjadinya berbagai persoalan lainnya, tingginya alih fungsi
(konservasi) lahan pertanian produktif menjadi lahan nonpertanian. Permasalahan
tersebut timbul karena kurangnya perhatian atau program pembangunan yang
mengarah pada pemanfaatan ruang secara benar dan konsisten serta sesuai dengan
kondisi kehidupan masyarakat, potensi sumberdaya alam dan lingkungan (Haeruman,
1997).
Fungsi penataan ruang dalam kebijakan pembangunan daerah adalah sebagai
matra ruang dari kebijakan pembanguan daerah, merupakan pedoman untuk
menetapkan lokasi bagi kegiatan pembangunan dalam pemanfaatan ruang yang
dituangkan dalam rencana tata ruang dan sebagai alat untuk mengkoordinasikan
perencanaan, pelaksanaan pemanfaatan ruang bagi kegiatan yang memerlukan ruang,
sehingga dapat menyelaraskan setiap program antar sektor yang terlibat (Haeruman,
1997).
Dalam rangka perencanaan wilayah, yang dimaksud dengan ruang wilayah
adalah ruang pada permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat
hidup dan beraktivitas. Ruang adalah wadah lapisan atas pada permukaan bumi
termasuk apa yang ada di atasnya dan yang ada di bawahnya sepanjang manusia
bumi yang berfungsi menopang kehidupan manusia dan makhluk lainya, baik melalui
memodifikasi atau sekedar langsung menikmatinya (Tarigan, 2003).
Menurut Tarigan (2003), perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan
penggunaan/pemanfaatan ruang wilayah yang intinya adalah perencanaan
penggunaan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang
tersebut. Perencanaan ruang wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada
bagian-bagian wilayah (zona) yang dengan tegas diatur pengunaannya (jelas peruntukannya
dan ada bagian-bagian wilayah yang kurang/tidak diatur penggunaannya.
Perencanaan tata ruang merupakan perumusan tata ruang secara optimal
dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan
tata ruang wilayah mengarah dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, mengatur
lokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan serta indikasi program dan kegiatan
pembangunan. Hasil perencanaan tata ruang yang disebut rencana tata ruang
sesungguhnya adalah konsep, ide dan merupakan instrumen pengendalian
pembangunan suatu wilayah pemerintahan yang menjadi pegangan bersama segenap
sektor pembangunan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta (Tarigan, 2003).
Secara umum perencanaan tata ruang adalah suatu proses penyusunan rencana
tata ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan manusianya serta
kualitas pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan keterikatan fungsi
lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Perencanaan tata ruang adalah suatu
proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan
Idealnya suatu wilayah tata ruang disusun berdasarkan aspirasi kebutuhan
masyarakat yang dirumuskan dan dianalisis dengan metode dan teknik perencanaan.
Rencana tata ruang pada dasarnya merupakan teknik bentuk intervensi yang
dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat
berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk
hidup, kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (sustainability of
development). Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata
ruang atau pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang
terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan
agar tetap sesuai dengan RTRW baik nasional, propinsi, kabupaten/kota. Selain
merupakan proses, penataan ruang sekaligus juga merupakan instrumen yang
memiliki landasan hukum untuk mewujudkan sasaran pengembangan wilayah
(Zainuddin, 2004).
Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang
disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
16 tahun 2004, penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna
tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang terwujud
dalam konsolidasi pemanfaatan tanah, kondisi pengelolaan tanah melalui pengaturan
kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem
untuk kepentingan masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah diselenggarakan
berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dengan jangka waktu yang
Dengan memahami arahan kebijaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional yang menetapkan danau/waduk dan daerah sekitarnya sebagai kawasan
lindung, maka dalam penjabarannya ke dalam Rencana Tata Ruang yang lebih detail
dalam RTRW Propinsi juga RTRW Kabupaten/Kota harus berpedoman pada arahan
dan kebijakan RTRWN tersebut. Untuk itu, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi sudah harus terlihat pola pemanfaatan ruang di kawasan sekitar
danau/waduk. Sedangkan dengan rencana tata ruang yang ada kegiatan/usaha
pengelolaan dan pemanfaatan danau/waduk dapat lebih terarah secara spasial dengan
tetap menjaga fungsi dari danau/waduk tersebut. Untuk itu, sangat penting untuk
menjadikan tata ruang sebagai pedoman dalam pelaksanaan program-program
pembangunan, pengelolaan, pengamanan, eksploitasi, serta pemeliharaan
danau/waduk dan daerah sekitarnya (Haeruman, 1997).
Pengaturan pemanfaatan kawasan lindung dilakukan merupakan
bentuk-bentuk pengaturan pemanfaatan ruang di kawasan lindung seperti: upaya konservasi,
rehabilitasi, penelitian, objek wisata lingkungan, dan lain-lain yang sejenis.
Sebenarnya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung untuk kawasan sekitar
danau/waduk telah diupayakan melalui peraturan perundang-undangan PP No. 22
Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air serta PP No.35 Tahun 1991 tentang Sungai.
Dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut telah diatur tentang
pengamanan wilayah tata pengairan, perlindungan atas air, sumber air dan bangunan
pengairan termasuk didalamnya pembangunan, pengelolaan dan pengamanan
2.2 Kawasan Lindung
Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,
kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan lindung tersebut
meliputi langkah-langkah untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi
lingkungan hidup, sebagaimana yang diatur dalam PP No. 47 Tahun 1997 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pasal 6 ayat (1). Untuk memelihara dan
mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan
fungsi lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud, dilakukan penetapan dan
perlindungan terhadap kawasan lindung yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria
kawasan lindung.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, kawasan lindung meliputi: kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana
alam, dan kawasan lindung lainnya.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa upaya pengelolaan dan
pemanfaatan danau atau waduk meliputi tidak hanya pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah danau/waduk tersebut tapi juga memperhatikan kawasan sekitarnya.
Menurut PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
dalam kawasan perlindungan setempat. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan
sekitar danau juga telah ditetapkan dalam RTRW Nasional tersebut yaitu daratan
sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat (PP
No. 47 Tahun 1997, Pasal 34 Ayat 3). Penetapan kawasan sekitar danau/waduk dari
berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi
danau/waduk.
Jadi, selain adanya kebijaksanaan pengelolaan, pemanfaatan dan
pengamanaan waduk dan danau melalui peraturan perundang-undangan PP No. 22
Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air serta PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai,
kebijaksanaan tata ruang dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat
menjadi dasar kebijaksanaan dalam upaya menjaga pemanfaatan dan pengelolaan
danau dan waduk yang tetap menjamin keberlanjutan dan kelestarian lingkungan di
danau dan waduk serta kawasan sekitarnya.
2.3 Ekosistem Danau
Ekosistem merupakan konsep sentral dalam ekologi, Ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Menurut pengertian, suatu sistem terdiri atas
komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk
suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan ekosistem menunjukan bahwa ekosistem
tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu. Keseimbangan itu tidaklah bersifat
statis melainkan dinamis (Soemarwoto, 1991). Menurut Resosoedarmo, dkk (1992)
bahwa komponen ekosistem dapat dibedakan atas dasar fungsi dan susunannya. Atas
dasar fungsi maka komponen ekosistem terdiri dari autotrofik dan heterotrofik. Atas
dasar penyusunannya maka komponen ekosistem dapat dibedakan empat kelompok,
yaitu: abiotik, produsen, konsumen dan pengurai.
Habitat air tawar ada dua macam, yaitu air tenang (standing water) atau lentik
seperti danau, rawa dan kolam, air mengalir atau lotik seperti sungai dan selokan.
Meskipun habitat air tawar lebih kecil apabila di bandingkan dengan air laut atau
daratan, tetapi air tawar penting karena merupakan sumber air rumah tangga dan
industri yang murah, juga sebagai boftle neck pada daur hidrologis, dan merupakan
sistem pembuangan yang mudah dan murah (Heddy dan Kurniati, 1996).
Danau merupakan terminal air sementara, karena kadang- kadang danau itu
penuh air, kadang-kadang surut. Tampak pada kita seperti tetap dan tenang, dingin
dan jernih seperti air yang steril. Hanya sedikit, atau tidak ada, makhluk hidup yang
ada. Danau seperti ini di sebut ofigotrufik.
Manakala air datang memasuki danau, maka makanan seperti fosfat dan nitrat
masuk. Hal ini akan mempercepat pertumbuhan organisme tertentu dan mencapai
jumlah yang banyak. Selanjutnya masuk pula lumpur dan sisa-sisa organisme hidup
yang akan mengendap pada dasar danau. Penghuni danau sendiri yang kemudian mati
bertambah di dasar danau, danau semakin mengecil dan mendangkal. Erosi pinggiran
danau juga dapat menambah pengisian danau. Apabila kedalaman berkurang, maka
air makin hangat dan tumbuhan mulai berakar. Kombinasi suhu yang tinggi dan
kedangkalan danau menaikkan jumlah kehidupan di danau, produktifitas danau naik,
maka terjadilah danau Eutrofik, Proses peningkatan produktifitas disebut eutrofikasi.
Pada umumnya suatu danau menjadi eutrofik jika nilai padatan terlarut total melebihi
100 ppm. Sepanjang proses eutrofikasi jenis kehidupan hewan dan tumbuhan di
dalam danau berubah, proses ini di percepat dengan adanya pencemaran
(Sastrawijaya, 1991).
2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan
Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan
memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan dalam
pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumber daya alam yang terbatas dan
melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan di masa mendatang. Beberapa
permasalahan dalam usaha penataan penggunaan lahan di antaranya adalah
kurangnya informasi tentang potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan dan
tindakan pengelolaan yang diperlukan bagi setiap areal lahan yang yang dapat
digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan areal tersebut (Sitorus, 1985).
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna tanah.
Evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan caca ini, maka akan diketahui
potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk jenis penggunaan lahan
tersebut (Hardjowigeno, 2001).
Pada dasarnya evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi yang
menyangkut tiga aspek utama, yaitu lahan, pengguna lahan, dan aspek ekonomi.
Keterangan tentang syarat-syarat kebutuhan ekologis dan teknik dari berbagai jenis
penggunaan lahan diperoleh dari keterangan-keterangan agronomis, kehutanan dan
disiplin ilmu lainnya yang sesuai. Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumberdaya
alam adalah untuk menilai kesesuaian bagi suatu penggunaan tertentu serta
memprediksikan konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang
akan digunakan (Sitorus, 1985).
Sistem evaluasi kesesuaian lahan memiliki beberapa ciri, yaitu:
1. sebagai suatu cara dalam menjadual permintaan pemakai;
2. sebagai suatu cara pengumpulan, penyimpanan, analisis, penyajian informasi
lahan dan potensi penggunaannya;
3. sebagai suatu cara pemanggilan kembali dan manipulasi informasi.
Pada umumnya si pengevaluasi lahan jarang yang ingin mengembangkan
sistem sendiri yang sama sekali baru. Umumnya yang mereka lakukan adalah
memilih dari sistem-sistem yang sudah ada tergantung dari kepentingan evaluasi yang
akan dilakukan, dan kemudian memodifikasinya sesuai dengan keadaan setempat dan
2.5 Analisis SWOT
Analisis SWOT (Strength,Weakness, Oppurtunity, dan Treatment) adalah
suatu metode analisis yang mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunuties), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi, dan kebijakan (Rangkuti,1997).
Dalam analisis SWOT terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu,
lingkungan internal: kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness); lingkungan
eksternal: peluang (opportunuties) dan ancaman (threats).
Menurut Pearce II dan Robinson (1991), kekuatan (strengths) adalah
sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lainnya relatif terhadap persaingan dan
kebutuhan pasar, kelemahan (weakness) merupakan keterbatasan dalam sumberdaya,
keterampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja, peluang
(opportunuties) merupakan situasi yang menguntungkan, berbagai kecenderungan,
peraturan-peraturan dan perubahan teknologi, dan ancaman (threats) adalah situasi
yang tidak menguntungkan atau rintangan.
Dalam melakukan analisis SWOT dapat ditemukan masalah-masalah yang
menyebabkan terjadinya kegagalan dalam mempresentasikan hasil analisis SWOT.
- The missing link problem, atau masalah hilangnya unsur keterkaitan, yang
merujuk pada kegagalan dalam menghubungkan evaluasi terhadap faktor
eksternal dengan evaluasi terhadap faktor internal;
- The blue sky problem, atau masalah langit biru. Para pengambil keputusan
bersikap terlalu optimistis dalam melihat peluang, yang berakibat munculnya
penilaian atas faktor-faktor internal dan eksternal yang tidak cocok;
- The silver lining problem, para pengambil keputusan memandang remeh akan
pengaruh dari ancaman lingkungan yang sangat berpotensi ditafsirkan sebagai
mendapatkan keberuntungan;
- The all things to all peopole problem, para pengambil keputusan cenderung
memusatkan perhatiannya pada kelemahan-kelemahan organisasinya dan kurang
melihat potensi kekuatan yang dimilikinya;
- The putting the car before the horse problem, menempatkan kereta di depan kuda
adalah suatu aktifitas terbalik. Para pengambil keputusan langsung
mengembangkan strategi dan rencana tindak lanjut sebelum menentukan
kebijaksanaan stategi yang akan dijalankan organisasinya.
2.6 Penelitian Terdahulu
Kumurur (2001) melakukan penelitian kondisi pemanfaatan ruang daratan di
kawasan sekitar Danau Mooat Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara
periode tahun 1987-1998 menemukan perubahan luas pemanfaatan lahan dalam
(2389,98 ha) tahun 1987 menjadi 40% (1208,93 ha) tahun 1998 untuk kawasan
lindung, dan 21% (647,62 ha) pada tahun 1987 menjadi 60% (1828,69 ha) pada tahun
1998 untuk kawasan budidaya. Perubahan luas areal pemanfaatan lahan ini
disebabkan oleh pertambahan penduduk pertambahan penduduk rata-rata 2,66%
setiap tahun serta kepadatan penduduk 142,22 orang/km2. Selain itu, perubahan ini
merupakan akibat dari konversi ruang tegalan ladang menjadi areal tegalan sayur
(kebun sayur) di sisi barat. Tegalan ladang adalah areal pertanian yang digarap dalam
waktu tiga tahun atau kurang, kemudian ditinggalkan.
Saleh (2000) melakukan penelitian tentang dinamika ekosistem Danau Laut
Tawar, menemukan bahwa aliran air permukaan atau sungai yang menuju ke Danau
Laut Tawar berjumlah 25 buah yang berasal dari 18 daerah hulu/kawasan tangkap
dengan debit bervariasi dari 11 sampai 2.554 liter/detik, dengan debit total 10.043
liter/detik. Debit air keluar dari Danau Laut Tawar melalui Sungai Krueng Peusangan
tercatat sebesar 5.664 liter/detik. Tercatat air hilang sebanyak 975 liter/detik yang
diduga akibat transpirasi tumbuhan air dan atau tersimpan sebagai air cadangan di
dalam tanah. Berdasarkan fluktuasi debit enam sungai utama yang menuju Danau
Laut Tawar dapat dikemukakan bahwa kawasan tangkap (Catchment Area) berada
dalam kondisi jelek.
Hamid (1999) yang meneliti lingkungan situ di Bogor Tangerang Bekasi
(Botabek), menemukan bahwa konversi lahan situ di Botabek yang paling besar
terjadi di Kabupaten Bekasi, yaitu sekitar 90%, Kabupaten Tangerang 27%, dan
situ menjadi permukiman, industri, dan pusat pertokoan, disamping itu ada juga yang
berubah menjadi lahan sawah dan empang rakyat.
Castro (1979) dalam Lal (1990) yang meneliti tentang erosi yang terjadi di
lahan tropis Campinas Sao Paolo, Brazil, menemukan bahwa lahan yang tertutup
vegetasi (misalnya perkebunan kopi) menghasilkan erosi 1,4 ton per ha per tahun. Ini
adalah nilai yang sangat besar dibandingkan dengan nilai erosi yang ditimbulkan oleh
lahan yang tertutup vegetasi hutan lindung dan belukar (0,0001 ton/ha.tahun).
2.7 Kerangka Berfikir
Kawasan Danau Laut Tawar yang berfungsi sangat strategis dalam wilayah
Kabupaten Aceh Tengah harus tetap dipertahankan kelestariannya. Namun
keberadaan masyarakat yang tinggal dalam kawasan tersebut juga harus diperhatikan
dengan melakukan usaha-usaha meningkatkan perekonomiannya tanpa merusak
alam. Untuk menjamin fungsi danau yang tetap optimal dan berkelanjutan, peranan
tata ruang yang pada hakekatnya dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan
sumberdaya optimal dengan sedapat mungkin menghindari konflik pemanfaatan
sumberdaya dan dapat mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta
meningkatkan keselarasan.
Kerangka berfikir penelitian ini diawali dengan latar belakang Kawasan
Danau Laut Tawar yang mempunyai fungsi strategis dalam wilayah Kabupaten Aceh
Tengah, yakni fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Fungsi-fungsi tersebut
lambat laun telah merubah fungsi kawasan. Untuk mengembalikan fungsi-fungsi
tersebut dilakukan upaya pengkajian penataan ruang kawasan dengan kegiatan
menganalisis kesesuaian lahan, analisis kawasan lindung, dan analisis kawasan
budidaya. Analisis kesesuaian lahan dan analisis kawasan lindung serta analisis
kawasan budidaya akan menghasilkan arahan pola pemanfaatan ruang kawasan.
Selanjutnya dianalisis potensi dan permasalahan kawasan yang akan menghasilkan
strategi pengembangan kawasan.
Arahan pola pemanfaatan ruang dan strategi pengembangan Kawasan Danau
Laut Tawar secara bersama-sama merupakan suatu upaya mewujudkan
pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Tengah.
Fungsi Ekologis
Penataan Ruang Perubahan Fungsi Lindung
Fungsi Ekonomi Kawasan Danau Laut Tawar
Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis Kawasan Lindung dan Budidaya
Analisis Strategi Pengembangan Kawasan
Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan
Strategi Pengembangan Kawasan
Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kawasan Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh
Tengah yang meliputi wilayah danau dan wilayah daratan yang mengelilingi danau.
Adapun batas-batas kawasan penelitian adalah:
• Sebelah Utara : hutan lindung.
• Sebelah Timur : perkebunan dan sawah.
• Sebelah Selatan : hutan lindung..
• Sebelah Barat : Jalan Kabupaten Takengon - Kebayakan.
Peta orientasi kawasan studi ditampilkan pada Gambar 3.1.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Data-data dalam penelitian ini didapat melalui pengumpulan data primer dan
sekunder.
3.2.1 Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan melalui kegiatan observasi lapangan dan
pengisian kuesioner. Observasi lapangan dilakukan untuk melihat kondisi dan
perubahan pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan penelitian. Pengisian
kuesioner dilakukan melalui pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden
Gambar 3.1
Kriteria responden ditentukan dengan cara purposive sampling atau
ditentukan secara sengaja berdasarkan hasil survey dan informasi yang didapat.
Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau yang
dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti dengan baik mengenai kawasan
studi. Pertimbangan responden adalah pemerhati atau pengguna lahan (stakeholder)
yang terdiri dari sepuluh orang, yaitu pemerintah, swasta, akademisi, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), dan tokoh masyarakat. Dalam analisis ini, untuk
menentukan responden tidak ada jumlah minimal yang harus dipenuhi, sepanjang
responden yang dipilih adalah orang-orang yang memahami bidang yang dijalaninya
(David, 1997). Namun demikian, semakin banyak responden yang dilibatkan akan
semakin baik untuk mengurangi subyektifitas dalam penelitian ini.
3.2.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder didapatkan dari instansi-instansi pemerintah dan
swasta dalam bentuk angka dan peta. Data sekunder meliputi informasi tentang
kependudukan (jumlah, kepadatan, struktur dan pertumbuhan), kondisi fisik dasar
(pola penggunaan lahan eksisting, topografi, jenis tanah, kemiringan lahan, hidrologi,
curah hujan, dan kedalaman efektif tanah).
Tabel 3.1 Jenis dan Sumber Data Sekunder
Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Fisik Dasar
1. Tutupan Lahan Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah, Yayasan Leuser Indonesia
2. Kemiringan Lereng Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah, Yayasan Leuser Indonesia
3. Jenis Tanah Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah, Yayasan Leuser Indonesia
4. Curah Hujan Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah
5. Hidrologi Angka dan Peta Bappeda, Dinas PU Kab. Aceh Tengah 6. Kedalamam Efektif
Tanah
Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah
Kependudukan
1. Jumlah Angka BPS Kab. Aceh Tengah 2. Kepadatan Angka BPS Kab. Aceh Tengah 3. Pertumbuhan Angka BPS Kab. Aceh Tengah 4. Struktur Angka BPS Kab. Aceh Tengah
3.3 Metode Analisis
3.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu,
sebagai contoh lahan untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian
tanaman semusim (Rayes, 2006). Kelas kesesuaian lahan suatu kawasan dapat
berbeda-beda, tergantung pada penggunaan lahan yang dikehendaki. Klasifikasi
kesesuaian lahan menyangkut perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan
persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Analisis kesesuaian lahan untuk
tumpang susun peta (overlay) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.2, Gambar 3.3
Gambar 3.2 Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Hutan
Kelerengan
Gambar 3.3 Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi
Gambar 3.4 Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman
3.3.2 Analisis Kawasan Lindung
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa
kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Pengaturan lebih lanjut mengenai kawasan lindung diatur dalam Keppres
No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jenis penggunaan lahan
kawasan lindung berdasarkan Keppres tersebut meliputi:
1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya a. Kawasan Hutan Lindung
Adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang memberikan perlindungan
kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air,
pencegahan dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Perlindungan
ditujukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan
menjaga fungsi hidroulik tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air
tanah dan air permukiman. Kriteria kawasan meliputi: kawasan hutan yang
mempunyai lereng/kemiringan 40% atau lebih dan atau kawasan hutan yang
mempunyai ketinggian >2000 meter di atas permukaan laut atau lebih.
b. Kawasan Resapan Air
Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan, sehingga menciptakan tempat pengisian air bumi (akuifer)
ruang yang cukup bagi peresapan air air hujan pada daerah resapan air tanah
untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik
untuk kawasan bawahannya maupun untuk kawasan yang bersangkutan hidrologi
wilayah, yaitu sebagai penambat air dan pencegah banjir serta melindungi
ekosistem yang khasnya di kawasan bergambut. Kriteria kawasan meliputi: curah
hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresap air dan bentuk
geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
2. Kawasan Perlindungan Setempat a. Sempadan Sungai
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Tujuan perlindungan adalah
untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang mengganggu dan merusak
kualitas air sungai, kondisi fisik dan dasar sungai serta mengamankan aliran
sungai. Kriteria kawasan: sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai
besar dan 50 meter di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar permukiman.
b. Sempadan Danau
Kawasan sempadan danau adalah kawasan di sekeliling danau yang mempunyai
manfaat untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau. Tujuan perlindungan
adalah melindungi danau dari kegiatan manusia yang mengganggu kelestarian
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau antara 50-100 meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat.
d. Kawasan Sekitar Mata Air
Sekurang-kurangnya dengan radius jari-jari 200 meter di sekitar mata air.
3. Kawasan Reservat
Kawasan reservat adalah kawasan suaka perikanan yang berada di kawasan
perairan tertentu yang berfungsi terbatas sebagai penyangga (buffer) dari suatu
ekosistem akuatik yang sudah kritis dan terancam kelestariannya
3.3.3 Analisis Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan (UU No. 26/2007).
Penentuan kawasan budidaya menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap (SK Mentan No.837/kpts/
UM/II/1980). Kawasan hutan dengan faktor lereng, jenis tanah, curah hujan
dengan skor 124-175 untuk hutan produksi terbatas dan jumlah skor <124 untuk
hutan produksi tetap.
2. Sawah tadah hujan tanpa irigasi (PPT, 1983 dalam Sitorus, 1998), terletak pada
kemiringan/kelerengan <3% dan ketinggian <500 m, drainase terhambat, dan
3. Permukiman, terletak pada kemiringan/kelerengan 0 - 15%, drainase baik sampai
dengan agak baik dan kedalaman efektif tanah sangat dangkal (<25 cm) sampai
dengan dangkal (25-50 cm).
4. Perkebunan/tanaman keras, kelerengan <40 %, kedalaman tanah efektif >30 cm
dan curah hujan >1500 mm per tahun
5. Tegalan, ketinggian <1000 meter, kelerengan <40%, kedalaman efektif lapisan
atas tanah >30 cm, dan curah hujan antara 1500 - 4000 mm per tahun;
3.3.4 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan
Analisis strategi pengembangan kawasan menggunakan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Oppurtunity, dan Treatment) dengan tahap-tahap:
1. Internal Factor Evaluation Matrix (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matrix
Digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal serta
mengaplikasikannya menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 3.2 dan Tabel 3.3.).
Tabel 3.2 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE)
Tabel 3.3 Matrix External Factor Evaluation (EFE)
Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor = Bobot x Rating
Peluang
Sumber : David (1997)
Menurut Rangkuti (1997), tahap-tahap untuk mengidentifikasikan
peubah-peubah internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE adalah:
- menentukan faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan
serta faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman (kolom
1);
- memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0
(paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor
tersebut (kolom 2);
- menghitung rating baik pada matrix IFE dan EFE untuk masing-masing faktor
dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
guna mengidentifikasikan kekuatan utama, kelemahan utama, peluang dan
ancaman berdasarkan nilai pengaruhnya (kolom 3);
- mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh
- menjumlahkan bobot skor pada kolom 4 untuk memperoleh total skor
pembobotan.
2. Diagram SWOT
Diagram SWOT (Gambar 3.5) merupakan perpaduan antara perbandingan
kekuatan dan kelemahan (diwakili oleh garis horisontal) dengan perbandingan
peluang dan ancaman (diwakili oleh garis vartikal). Pada diagram tersebut kekuatan
dan peluang diberi tanda positif, sedangkan kelemahan dan ancaman diberi tanda
negatif. Dengan menempatkan selisih nilai kekuatan (S) – kelemahan (W) pada
sumbu (x), dan menempatkan selisih nilai antara peluang (O) – ancaman (T) pada
sumbu (y), maka koordinat (x,y) akan menepati salah satu sel dari diagram SWOT.
Letak nilai S - W dan O - T dalam diagram SWOT akan menentukan arahan strategi
pengembangan kawasan. Setiap sel pada diagram SWOT memperlihatkan ciri yang
berbeda, sehingga diperlukan strategi yang berbeda dalam penggunaannya. Dengan
diagram SWOT yang dibuat berdasarkan nilai pengaruh unsur SWOT akan dapat
dirumuskan bentuk strategi yang tepat (Pearce & Robinson,1991).
3. Matriks SWOT
Matriks SWOT (Tabel 3.4) digunakan untuk menggambarkan bagaimana
peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan
alternatif strategi: SO, ST, WO dan WT, yaitu:
- Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
- Strategi ST adalah strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
- Strategi WO adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang
yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada, dan
- Strategi WT adalah strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif
dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman
(Rangkuti, 2000).
Tabel 3.4 Matriks SWOT
Strengths (S)
Tentukan kekuatan internal
Weakness (W)
Tentukan kelemahan internal
Oppurtunities (O)
3.4 Definisi Operasional
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
5. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
6. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang.
7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
8. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional.
10. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan.
11. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
12.Evaluasi Lahan, merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk
penggunaan-penggunaan spesifik yang dilakukan dengan cara cara tertentu, yang
nantinya akan menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan
penggunaan lahan.
13.Kesesuaian lahan adalah kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai
contoh untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan, atau pertanian tanaman
semusim .
14.Pengembangan wilayah, merupakan upaya menata ruang dan memanfaatkan
sumberdaya yang ada secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kawasan Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan
Lokasi penelitian terletak di sebelah timur Kawasan Perkotaan Takengon
Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) Peusangan. Secara administrasi dalam Kawasan Danau Laut Tawar terdapat
23 kampung yang berada dalam empat kecamatan, yaitu Kecamatan Bintang,
Kebayakan, Bebesen, dan Lut Tawar.
Posisi astronomis kawasan studi berdasarkan transformasi Peta Jantop skala 1
: 50.000, berada pada posisi 96'50'00"BT - 97'01'37"BT dan 4'40'05"LU -
4'33'85"LU, dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :
− Sebelah Utara : hutan lindung.
− Sebelah Timur : perkebunan dan sawah.
− Sebelah Selatan : hutan lindung..
− Sebelah Barat : Jalan Kabupaten Takengon - Kebayakan.
Peta kawasan penelitian ditampilkan pada Gambar 4.1.
Secara eksisting di kawasan danau bagian barat dan timur terdapat kawasan
perkotaan yang berfungsi sebagai tempat/pusat permukiman kota, pusat distribusi dan
hasil pengukuran planimetri dari Peta Jantop skala 1 : 50.000, adalah seluas 7.784,50
Ha (tidak termasuk luas danau).
Gambar 4.1
4.1.2 Klimatologi
Keadaan iklim kawasan penelitian pada umumnya sama dengan wilayah
Kabupaten Aceh Tengah yang memiliki iklim dingin, mengingat letaknya yang
berada pada ketinggian 1000-1500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Temperatur
udara berkisar antara 200-280C dan sedikit lebih panas pada musim panas. Curah
hujan yang terjadi mulai dari 1.500-1.750 mm/tahun, dengan puncak-puncak musim
penghujan terjadi sekitar bulan Oktober - Nopember - Desember serta bulan kering
terjadi pada bulan Juni-Juli-Agustus.
4.1.3 Topografi/Kemiringan Lahan
Tinggi tempat dari permukaan laut (altitude) erat hubungannya dengan
pembudidayaan lahan baik untuk pertanian lahan basah maupun lahan kering. Pada
umumnya batas ketinggian tempat yang baik unfuk budidaya pertanian konvensional
adalah di bawah 1.500 meter dari permukaan laut.
Secara umum kawasan penelitian berada pada ketinggian 1000 – 1500 meter
di atas permukaan laut dengan kondisi topografi bervariasi mulai dari kelas dataran
datar sampai ke berbukit dan bergunung. Kemiringan 0-2% mempunyai proporsi
paling kecil dengan luas 141,7 Ha atau sebesar 1,82% dari total luas kawasan, dan
kemiringan >40% mempunyai proporsi terbesar dengan luas 2.824 Ha atau sebesar
36,28% dari total luas kawasan. Sementara itu kemiringan 2-8% seluas 1.102,3 Ha
(14,16%), 8-15% seluas 941,1 Ha (12,09%), 15-25% seluas 1.079,7 (13,87%), dan
Lebih jelasnya mengenai data kemiringan lahan pada kawasan penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 berikut :
Tabel 4.1 Luas Kawasan Danau Laut Tawar Berdasarkan Kemiringan Lereng
Sumber: Bappeda Kab. Aceh Tengah, 2007
4.1.4 Hidrologi
Kawasan Danau Laut Tawar merupakan kawasan lembah yang banyak dialiri
oleh sungai maupun anak-anak sungai. Aliran air permukaan atau sungai yang
menuju ke Danau Laut Tawar berjumlah 25 buah yang berasal dari 18 daerah
hulu/kawasan tangkap dengan debit bervariasi dari 11 sampai 2.554 liter/detik,
dengan debit total sebesar 10.043 liter/detik. Debit air keluar dari Danau Laut Tawar
melalui Sungai Krueng Peusangan sebesar 5.664 liter/detik. Tercatat air hilang
sebanyak 975 liter/detik yang diduga akibat transpirasi tumbuhan air dan atau
tersimpan sebagai air cadangan di dalam tanah (Saleh, 2000). Salah satu sumber air
permukaan di kawasan penelitian yang paling banyak digunakan oleh penduduk yaitu
sungai tersebut, yang menjadi sumber tersedianya air adalah dari anak-anak sungai
seperti Wih Gembirit, Empan, Rawe, Nosar, Mengaya, Bewang, Linung, Kalarengke,
Kalasegi, Kebayakan dan Wih Ulung Gajah.
Gambar 4.2
4.1.5 Jenis Tanah
Jenis tanah di kawasan penelitian terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1. Latosol, terdapat di bagian barat dan utara kawasan penelitian dengan luas
1.829,33 Ha (23,50%). Tanah ini merupakan tanah pelapukan lanjut, sangat
tercuci, pH agak masam, warna tanah lapisan atas kekuningan, lapisan bawah
merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning. Jenis tanah ini
tidak mernpunyai masalah untuk budidaya pertanian, sedangkan untuk lahan
terbangun termasuk baik tetapi lebih disarankan untuk lahan pertanian.
2. Komplek Reasing dan Litosol, merupakan bagian terbesar di kawasan penelitian,
yaitu seluas 4.873,12 Ha (62,60%) yang terdapat di bagian selatan dan timur serta
timur laut kawasan. Jenis tanah ini merupakan tanah mineral yang sangat tercuci
dibawa oleh air, lapisan atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan
bawah merah atau kuning, tingkat keasaman cukup tinggi. Untuk penggunaan
terbangun jenis tanah ini memiliki daya dukung yang cukup kuat dan kokoh
dengan syarat topografi agak datar. Sedangkan untuk penggunaan budidaya
pertanian perlu adanya masukan dalam pengelolaan karena jenis tanah ini kurang
subur.
3. Komplek Podsolik Coklat, Podsolik dan Litosol, terletak di bagian timur kawasan
penelitian dengan luas 1.082,05 Ha (13,90%). Jenis tanah ini berupa tanah
mineral yang berasal dari endapan abu vulkanik, pH agak masam. Untuk
penggunaan terbangun tergolong baik, kecuali untuk jenis litosol
Peta jenis tanah di kawasan penelitian ditampilkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3
4.1.6 Kependudukan
4.1.6.1 Jumlah dan Distribusi Penduduk
Jumlah penduduk di kawasan penelitian pada tahun 2005 berjumlah 16.573
Jiwa atau sebesar 10,08% dari total jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tengah
(164.402 jiwa). Penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Bintang, sebesar 7.080
Jiwa (42,72%), disusul oleh Kecamatan Lut Tawar 5.352 Jiwa (32,29%), Kecamatan
Bebesen 2.298 Jiwa (13,87%) dan yang terkecil adalah Kecamatan Kebayakan,
sebanyak 1.843 Jiwa (11,12%). Lebih jelasnya jumlah dan distribusi penduduk di
kawasan penelitian ditampilkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah dan Distribusi Penduduk
Di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005
No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
Sumber : BPS, Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka Tahun 2006
4.1.6.2 Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan
luas wilayah. Jumlah penduduk di kawasan penelitian pada tahun 2005 sebanyak
16.573 Jiwa dengan luas kawasan sebesar 7.784,5, sehingga didapatkan kepadatan
kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Bebesen, yaitu sebesar 89 Jiwa/Ha. Hal ini
dapat dimaklumi karena wilayah Kecamatan Bebesen masuk kedalam Kawasan
Perkotaan Takengon yang merupakan Ibukota Kabupaten Aceh Tengah, namun
kepadatan tersebut patut diwaspadai karena sebagian besar lokasi tempat tinggal
penduduk terletak berdekatan dengan pantai barat Danau Laut Tawar, apabila tidak
segera diatur dengan kebijakan tata ruang maka dikhawatirkan akan mengganggu
fungsi lindung Danau Laut Tawar. Selanjutnya Kecamatan yang mempunyai
kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Bintang dengan kepadatan 1
Jiwa/Ha. Kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Kebayakan kepadatan penduduknya
sebesar 7 Jiwa/Ha dan Kecamatan Laut Tawar sebesar 3 Jiwa/Ha. Jumlah dan
kepadatan penduduk di Kawasan Danau Laut Tawar pada tahun 2005 disajikan pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005
No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
4.1.7 Penggunaan Lahan Eksisiting
Bentuk penggunaan lahan di kawasan Danau Laut Tawar terbagi dalam dua
bagian besar, yaitu lahan terbangun dan tidak terbangun. Lahan terbangun meliputi
penggunaan untuk tegalan, sawah, perkebunan, dan permukiman, sedangkan lahan
tidak terbangun meliputi penggunaan hutan dan semak belukar. Berdasarkan hasil
pengukuran dari peta tutupan lahan digital Yayasan Leuser Internasional (2007)
didapatkan bahwa bentuk penggunaan lahan terbangun merupakan areal terluas di
kawasan penelitian, yaitu seluas 4.583,38 Ha atau sebesar 58,88% dari total luas
kawasan penelitian, sedangkan areal penggunaan tidak terbangun menempati areal
seluas 3.201,12 Ha atau sebesar 41,12%.
Berdasarkan jenis penggunaan lahannya, penggunaan lahan terbesar di
Kawasan Danau Laut Tawar adalah untuk jenis semak belukar seluas 2,744.32 Ha
atau sebesar 35,25% dari total luas kawasan. Disusul oleh penggunaan lahan untuk
persawahan 1,724.7 Ha (22,16%), perkebunan 1,650.39 Ha (21,20%), tegalan 749,14
Ha (9,62%), hutan 456,8 Ha (5,87%) dan terkecil adalah untuk permukiman yaitu
seluas 459,17 Ha atau sebesar 5,90% dari total luas kawasan penelitian. Tabel 4.4 dan
4.5 memperlihatkan penggunaan lahan di Kawasan Danau Laut Tawar dan peta
Tabel 4.4 Jenis Penggunaan Lahan Di Kawasan Danau Laut Tawar
sawah tegalan perkebunan hutan permukiman semak belukar Jumlah No. Kecamatan
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1 Kebayakan 36.0 59.10 0 0 29.79 9.18 134.1
2 Bebesen 13.0 0 0 0 5.7 0 18.7
3 Lut Tawar 99.01 328.49 278.18 348.63 265.51 104.05 1,423.9 4 Bintang 1,576.67 361.55 1372.21 108.17 158.17 2631.09 6,207.9
Total Kawasan 1,724.7 749.14 1,650.39 456.8 459.17 2,744.32 7,784.5
Sumber : Hasil Analisis Peta Rupa Bumi Digital YLI, 2007
Tabel 4.5 Prosentase Jenis Penggunaan Lahan Di Kawasan Danau Laut Tawar
sawah tegalan perkebunan hutan permukiman semak belukar No. Kecamatan
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 Kebayakan 26.85 44.08 - - 22.22 6.85
2 Bebesen 69.52 - - - 30.48 -
3 Lut Tawar 6.95 23.07 19.54 24.48 18.65 7.31 4 Bintang 25.40 5.82 22.10 1.74 2.55 42.38
Total Kawasan 22.16 9.62 21.20 5.87 5.90 35.25
Sumber : Hasil Analisis Peta Rupa Bumi Digital YLI, 2007
Gambar 4.4