• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROSEDUR PEMBERIAN HAK GUNA USAHA TERHADAP PERUSAHAAN ASING DI INDONESIA SETELAH UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN

2007 TELAH MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN ASING DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum tentang Penanaman Modal Di Indonesia dan Hak Guna Usaha

Sebelum penanaman modal khususnya penanaman modal asing mengaplikasikan modalnya terlebih dahulu harus melalui beberapa prosedur dan tata cara penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal asing harus mempelajari daftar bidang-bidang usaha yang tertutup. Selanjutnya penanam modal khususnya penanam modal asing dapat mengajukan permohonan penanaman modal kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh BKPM.

(2)

Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.35 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.36Didalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:37

1. Produksi senjata 2. Mesiu

3. Alat peledak 4. Peralatan perang

5. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan Undang-undang.

Tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 telah diatur secara rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup.

35Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2008, hlm. 54

36Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang

(3)

Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu:38

1. Budidaya ganja

2. Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Spesies of wild Fauna and Flora (CITES) 3. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan

bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati(recent death coral)dari alam

4. Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur dan minuman mengandung malt)

5. Industri pembuatchlor alkalidengan prosesmerkuri

6. Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: 1) Halondan lainnya

2) Penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldri, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC) 7) industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia(sarin, soman, tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll)

7. Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat 8. Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 9. Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 10. Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 11. Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran

12. Vassel Traffic Information System (VTIS) 13. Jasa pemandu lalu lintas udara

14. Manajemen dan Penyelenggaraan Stadion Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

15. Museum pemerintah

16. Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb)

17. Pemukiman/lingkungan adat 18. Monument

19. Perjudian/Kasino

38

(4)

Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan tertutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni:

1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadahan, petilasan, dan makam 2. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi;

3. Industri siklamat dan sakarin.

Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.39

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah , dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yanga dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.40

39

Salim H. S. dan Budi Sutrisno,Op. Cit. hal. 56

40

(5)

Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman modal.

Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh pemerintah, tentunya harapan dari pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai dengan landasan dan dasar untuk mengundang penanaman modal khususnya penanaman modal asing masuk ke Indonesia.

Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal berupa:41

1. Melakukan peluasan usaha; atau 2. Melakukan penanaman modal baru

Adapun penanaman modal yang dilakukan tersebut harus memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:42

1. Menyerap banyak tenaga kerja 2. Termasuk skala prioritas tinggi

3. Termasuk pembangunan infranstruktur 4. Melakukan alih teknologi

5. Melakukan industri pionir

41

Undang Undang Nomor 25 tahun 2007. Pasal 18 ayat (2)

42

(6)

6. Berada didaerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu

7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup

8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi

9. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Apabila salah satu kriteria itu telah di penuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan sebagai berikut ini:43

1. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto.

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal.

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB.

Selain fasilitas tersebut di atas, Pemerintah juga memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:44

1. Hak atas tanah

2. Fasilitas pelayanan keimigrasian, dan 3. Fasilitas perizinan impor

43

Ibid, Pasal 18 ayat (4)

44

(7)

Fasilitas-fasilitas yang dimaksud di atas hanya diberikan terhadap penanaman modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

Hak dan kewajiban penanam modal, khususnya penanam modal asing telah ditentukan dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 18 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tantang Penanaman Modal. Hakinvestor asing, disajikan berikut ini:

1. Mengalihkan asset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya 2. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing.

Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanam modal asing. Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada penundaan yang didasarkan pada perlakuan non diskriminasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatrisiasi ini, meliputi:45

a. Modal

b. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lainnya c. Dana-dana yang diperlukan, untuk:

1. Pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi atau barang jadi: atau

2. Penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal

d. Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal e. Dana untuk pembayaran kembali pinjaman

f. Royalti atau biaya yang harus dibayar

g. Pendapatan dari perseorangan Warga Negara Asing yang bekerja dalam perusahaan dan penanaman modal

h. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal i. Kompensasi atas kerugian

j. Kompensasi atas pengambilalihan 45

(8)

k. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen pembayaran yang dilakukan dibawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual; dan

l. Hasil penjualan asset sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Kewajiban penanaman modal, khususnyainvestorasing telah ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kewajiban itu, meliputi:

1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik

Sistem tata kelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi parastakeholder-nya.

2. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan corporate sosial responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun yang lalu. Penjelasan Pasal 15 huruf (b) UU Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Pelaksanaan CSR yang baik dan benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku akan berimplikasi pada iklim penanaman modal yang kondusif. Untuk bisa mewujudkan CSR setiap pelaku usaha(investor)baik dalam maupun asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI wajib melaksanakan aturan dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia, sebaliknya pemerintah sebagai regulator wajib dan secara konsisten menerapkan aturan dan sanksi apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal:

(9)

Pelaksanaan prinsip akuntabilitas kaitannya dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi dan komisaris mempunyai tanggung jawab hukum yang sama dengan direksi atas laporan keuangan yang menyesatkan yang menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya.

4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal, dan

Hal ini berarti bahwa sebelum perusahaan patungan didirikan harus didahului dengan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Dengan demikian perencanaan penanaman modal ke depan merupakan perencanaan yang harus melibatkan semua stakeholder baik unsur Pemerintah, unsur swasta maupun Masyarakat.

5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan

Undang-Undang tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif dan mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk bahan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa.

Oleh karena hal tersebut di atas, agar tercipta pelaksanaan penanaman modal asing yang kondusif, maka segala aspek penanaman modal harus patuh pada peraturan perundang-undangan yang ada.

(10)

1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencagah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan Negara.

4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.

5. Menciptakan keselamatan, kesehataan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

6. Mematuhi semua peraturan perundang-undangan.

Hak guna usaha adalah untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu tertentu. Tujuan penggunaan tanah yang dipunyai dengan Hak Guna Usaha dibebankan pada tanah yang dikuasai Negara.

Hak Guna Usaha termasuk hak atas tanah yang bukan bersumber pada hukum adat, melainkan atas tanah yang baru yang diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modren. Berhubungan jangka waktu itu paling lama, maka Hak Guna Usaha tidak dimungkinkan pemberian oleh pemilik tanah. Alasannya adalah pemilik tanah akan terlalu lama terpisah dengan tanahnya. Lagi pula, pada tanah milik yang dikuasai oleh pihak lain itu berlaku kadaluarsa. Oleh karena itu, Hak Guna Usaha hanya dimungkinkan atas tanah yang dikuasai Negara.46

Sering sesuatu pemberian hak atas tanah hanya dilihat dari segi hukum administrasi saja atas tanah yang menurut ketentuan termasuk objek Undang-undang No. 3 Tahun 1960 Jo. Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961, atau objek nasionalisasi (UU No. 86 Tahun 1958) atau Peraturan Presidium Kabinet No. 5

46

(11)

Tahun 1965 jo. Peraturan Direktur Jenderal Agraria No. 3 Tahun 1968 atau Peraturan Presidium Kabinet No. 2 Tahun 1965 mengenai proyek tanah Perusahaan Negara, penjualan rumah-rumah negeri Golongan III (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1977) dan lain sebagainya.47

Demikian pula kebijaksanaan pemerintah dibidanglandrefromseperti dimulai dengan penghapusan tanah-tanah partikelir (UU No. 1 Tahun 1958) dan pengaturan batas pemilikan tanah pertanian (UU No. 56 Tahun 1960 jo Peraturan Pemerintah No.223 Tahun 1961) dimana pertimbangan-pertimbangan pemberian haknya adalah didasarkan pada prinsip prioritas, dimana penetuan hak terhadap prioritas hak atas ini adalah mutlak merupakan wewenang pemerintah dalam tindakannya dilapangan hukum administrasi.

Hasil tersebut sering disebut sebagai penetapan kebijaksanaan pemerintah yang mempunyai nilai friess ermessen (keputusan pemerintah dianggap paling baik) sesuai dengan tujuan (doelmatige) dan berdasarkan hukum (rechtmatige).48

Kewenangan pemerintah tersebut jika dilihat dari aspek lain, selain aspek hukum yang justru lebih ditonjolkan yaitu aspek sosial ekonomi, misalnya suatu tuntutan seorang pemilik tanah terhadap sekelompok warga masyarakat yang memiliki hak atas tanah sebagai hasil reditribusi49, yang apabila hanya segi hukumnya saja yang digunakan sebagai pertimbangan tentunya akibatnya akan

47 Husni Nasution, Perubahan Kebijakan Pemerintah Atas Jangka Waktu Hak Guna Usaha,

Mkn, SPS USU, Medan, 2008, hlm. 8 48Ibid, hlm. 9

(12)

menimbulkan hal-hal negatif terhadap warga masyarakat tersebut, yang tidak jarang akan menyebabkan krisis sosial dan mengganggu kewibawaan pemerintah.

Hak Guna Usaha dapat diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 (lima) hektar, Jika luas tanah 25 hektar atau lebih, harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman (Pasal 28 ayat (2) UUPA). Maksud ketentuan ini adalah agar Hak Guna Usaha dimanfaatkan tidak hanya oleh perusahaan besar, melainkan juga oleh perusahaan yang tidak besar yang berusaha dibidang pertanian, perikanan atau peternakan.

Pasal 29 UUPA Memberikan batas waktu yaitu:

(1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

(2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

(3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.

Menurut Pasal 5 PP No. 40 Tahun 1996 mengenai luasnya Hak Guna Usaha yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah lima hektar

2. Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah dua puluh lima hektar.

3. Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang dibidang usaha yang bersangkutan, dengan mengingat luas yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu usaha yang paling berdaya guna di bidang yang bersangkutan.

(13)

maksimumnya yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha, luas minimum itu adalah 5 hektar (ayat 1) dan luas maksimum adalah 25 hektar (ayat 2) untuk perorangan. Ketentuan mengenai minimum dan maksimum ini adalah sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam Pasal 28 ayat (2) UUPA. Dinyatakan lebih lanjut bahwa soal penentuan dari pada minimum dan maksimum yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha ini harus disesuaikan dengan investasi modal yang layak dan teknik perusahan yang baik sesuai dengan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman (ayat (2) Pasal 28 UUPA) dan dijelaskan pula dalam UUPA bahwa pemberian Hak Guna Usaha adalah dalam rangka penggunaan oleh perusahan pertanian, perikanan atau peternakan (Pasal 28 ayat (1) UUPA). Ditegaskan lebih lanjut didalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 bahwa luas maksimum tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang dibidang usaha yang bersangkutan. Jadi inilah kiranya yang telah dirumuskan dalam UUPA sebagaimana harus memperhatikan juga perkembangan zaman dan investasi untuk tipe perusahaan yang diperlukan.

(14)

Luas Hak Guna Usaha menurut Menteri Negara Agraria/KBPN Nomor 3 Tahun 1999 yaitu sesuai dengan Pasal 8 Bab III Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 hektar. Menurut Pasal 14 KBPN Nomor 3 Tahun 1999 diatas 200 hektar pemberian wewenang Hak Guna Usaha dari Kepala Badan Pertanahan Nasional. Selanjutnya hal ini diatur dalam PP No 40 Tahun 1996. Dengan kemudahannya karena dapat dimintakan sekaligus perpanjangan dan pembaruan haknya. Sehingga dimungkinkan Hak Guna Usaha itu 120 tahun.50

Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan pemerintah, sesuai dengan Pasal 31 UUPA. Selain itu, Hak Guna Usaha juga terjadi karena konversi51 hak dari Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar yang masih berlaku pada tanggal 24 september 1960 dan konversi Hak Milik Adat dan hak-hak lain yang sejenis dimana tanah yang dimaksud adalah tanah pertanian, tanah perikanan, atau tanah peternakan, dimana yang memilikinya tidak memenuhi syarat umum yang dapat dimiliki tanah dengan hak milik yang ditetapkan dalam Pasal 21 UUPA.52

Selanjutnya pengaturan subjek Hak Guna Usaha dapat dilihat pada Pasal 30 UUPA yang menyatakan sebagai berikut:

1. Yang dapat menggunakan Hak Guna Usaha adalah a) Warga Negara Indonesia;

50Muhammad Yamin,Jawaban Singkat Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang

Pokok Agraria,Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hlm. 26 51Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961

52Marihot P Siahaan,Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Teori dan Praktek),

(15)

b) Badan hukum yang yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

2. Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) Pasal ini dalam jangka waktu 1 Tahun wajib melepaskan atau mengalihkan itu kepada opihak lain yang mermenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh Hak Guna Usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika Hak Guna Usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Ketentuan Pasal 30 UUPA tersebut berhubungan erat dengan KewargaNegaraan seseorang, oleh karena Hak Guna Usaha ini hanya untuk warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan tunduk kepada hukum Indonesia, jadi hanya badan hukum di Indonesia yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha. Oleh karena tanah yang di atasnya melekat Hak Guna Usaha yang jatuh kepada bukan warga Negara atau badan hukum Indonesia, maka jika tidak dialihkan dalam jangka satu tahun sejak tidak dipenuhi syarat-syarat tentang pemilikan, maka haknya menjadi hapus.53

Tanah yang diberikan Hak Guna usaha adalah tanah Negara. Tanah Negara berarti tanah diatas mana pihak lain tidak mempunyai suatu hak. Dapat juga tanah yang bersangkutan ini adalah tanah Negara yang merupakan “kawasan hutan’ Pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan setelah bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. Di dalam penjelasan atas Peraturan pemerintah

53Soedharyo Soimin,Status Hak dan Pembebasan Tanah,Sinar Grafika, Jakarta, Edisi Kedua,

(16)

nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (PP No.40 Tahun 1996) dinyatakan bahwa tanah Negara yang diberikan dengan Hak Guna Usaha harus bebas dari kepentingan pihak lain. Apabila tanah Negara termasuk di dalam kawasan hutan, hal mana berarti bahwa tanah itu harus dipergunakan untuk hutan sesuai peraturan yang berlaku. Maka menurut Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 ini, tanah tersebut harus terlebih dahulu dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan (Pasal 4 ayat 2 PP No. 40 Tahun 1996).54

Pada penjelasan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 dinyatakan bahwa tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha harus bebas dari kepentingan pihak lain. Apabila tanah Negara termasuk di dalam kawasan hutan, hal mana berarti bahwa tanah itu harus dipergunakan untuk kawasan hutan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Maka menurut Peraturan Pemerintah No 40 tahun 1996 tanah tersebut harus terlebih dahulu dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.55

Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang No 41 Tahun 1999:56

a) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.

b) Perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak bernilai, strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.

54Pasal 4 PP No 40 Tahun 1995

55Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996

(17)

Dalam rangka optimalisasi fungsi dan manfaat hutan dan kawasan hutan sesuai dengan amanat Pasal 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan menjadi Undang-Undang, dan sesuai dengan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat, pada prinsipnya kawasan hutan dapat diubah peruntukan atau fungsinya. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya, dan manfaat ekonomi, maka perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan dengan memperhatikan keberadaan kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proposional.57

B. Prosedur Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Di Indonesia.

Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, mempunyai hak menguasai terhadap bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, wewenang yang disebut dalam Pasal 2 UUPA adalah merupakan wewenang pemerintah pusat, yang dapat didelegasikan pelaksanaannya kepada pemerintah Daerah.58

Pada dasarnya, tidak semua perusahaan penanaman modal dapat diberikan hak atas tanah, sesuai dengan jangka waktu, namun perusahaan penanaman modal yang dapat diberikan hak atas tanah harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan

57Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010

(18)

dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Ada lima persyaratan pemberian hak atas tanah yang dapat diberikan dan diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal, yaitu penanaman modal :

1. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;

2. Penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiataan penanaman modal yang dilakukan;

3. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas; 4. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah Negara;

5. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

Pemberian fasilitas hak atas tanah ini, adalah dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada para investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia.59

Subjek Hak Guna usaha diatur dalam Pasal 30 UUPA, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah. Dalam kedudukan ketentuan itu ditentukan bahwa yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha : 1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;

2) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

3) Mengusaha sendiri Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

4) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan areal Hak Guna Usaha;

(19)

5) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunan Hak Guna Usaha;

7) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;

8) Menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah dihapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;

Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lainnya letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau sebidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung.60

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 1999 menetapkan 3 (tiga) macam hak, yaitu:61

1. Pemberian hak secara individual

Pemberian hak secara individual adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada seorang atau sebuah badan hukum tertentu atau beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.

2. Pemberian hak secara kolektif

Pemberian hak secara kolektif adalah pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing masing kepada seorang atau sebuah badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.

3. Pemberian hak secara umum

Pemberian hak secara umum adalah pemberian hak atas bidang tanah yang memenuhi kriteria tertentu kepada penerima hak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.

60Pasal 12 sampai dengan Pasal 14 Peraturan pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

61Urip santosa,Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah,Surabaya : Kencana, 2010, hlm

(20)

Pasal 2 Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2006 menetapkan bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral. Selanjutnya dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarkan fungsi:

1) Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; 2) Perumusan kebijakan teknis dibidang pertanahan;

3) Koordinasi kebijakan, perencanaan, dan program dibidang pertanahan; 4) Pembina dan pelayanan administrasi umum dibidang pertanahan;

5) Penyelenggaran dan pelaksanaan surveiy, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan;

6) Pelaksanan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; 7) Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

8) Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus;

9) Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan departemen keuangan;

10) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; 11) Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain;

12) Penyelenggaran dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan, dan program dibidang pertanahan;

13) Pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan;

14) Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara, dan konfilik dibidang pertanahan;

15) Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; 16) Penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan;

17) Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia dibidang pertanahan;

18) Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

19) Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;

20) Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(21)

Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian dan pembatalan keputusan pemberian Hak atas tanah Negara ditetapkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan diperbaharui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 2013 Tentang Pelimpahan Kewenagan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiataan Pendaftaran Tanah, dalam peraturan ini ditetapkan tentang wewenang pemberian hak yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Nasional propinsi atau kepala kantor pertanahan kabupaten/kotamadya, baik mengenai Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai.

Pada Pasal 9 Peraturan Kepala Badan Nasional Nomor 2 tahun 2013 menyatakan bahwa Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2.000.000 M2 (dua juta meter persegi).

Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin lokasi:

1) Setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai izin lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal yang bersangkutan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

2) Izin lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal:

a. Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inberng) dari pemegang saham.

(22)

penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang,

c. Tanah akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu kawasan industri

d. Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita badan rencana pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut,

e. Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalandan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan,

f. Tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000m2 (sepuluh ribu meter hektar) untuk usaha bukan pertanian, atau g. Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman

modal adalah tanah yang sudah dipunyai perusahaan yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi ruang menurut rencana tata ruang wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.

3) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perusahaan yang bersangkutan memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan tanah yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan.

Tata cara pemberian izin lokasi diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 1999:

1) Izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan tanah yang teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah serta kemampuan tanah.

2) Surat keputusan pemberian izin lokasi ditanda tangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk daerah khusus ibukota jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antara instansi terkait, yang dipimpin oleh Gubenur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya.

3) Bahan-bahan untuk keperluan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersiapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan

4) Rapat koordinasi sebagimana dimaksud pada ayat (2) disertai konsultasi dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.

(23)

a. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut. b. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh

penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemui;

c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data sosial dan lingkungan yang diperlukan.

d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan izin lokasi.

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Hak Guna Usaha adalah: a. Warga negara Indonesia.

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Permohonan Hak Guna Usaha diajukan secara tertulis. Permohon Hak Guna Usaha memuat:

1) Keterangan mengenai pemohon:

a. Apabila perorangan : nama, umur, kewarganegaran, tempat tinggal dan pekerjaannya.

b. Apabila berbadan hukum: nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendirian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. Dasar penguasaannya, dapat berupa akta pelepasan kawasan hutan, akta

(24)

b. Letak, batas-batas, dan seluasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya)

c. Jenis usaha (pertanian, perikanan, atau peternakan) 3) Lain-lain :

a. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon;

b. Keterangan lain yang dianggap perlu.

Susunan dan tugas Pemeriksaan Tanah B diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 12 Tahun 1992 tentang Susunan dan Tugas panitia Pemeriksaan Tanah jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Panitia Pemeriksa Tanah.

Adapun susunan Panitia Pemeriksa B/Panitia B, terdiri:

a) Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi sebagai Ketua merangkap anggota.

b) Kepala Bidang Penatagunaan Tanah dan Kepala Bidang Hak-Hak Atas Tanah sebagai Anggota

c) Bupati atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tujuan penggunaan tanah yang bersangkutan, sebagai anggota

d) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi atau pejabat yang ditunjuk sepanjang tanah yang dimohon berbatasan dengan kawasan hutan, sebagai anggota

e) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten yang bersangkutan, sebagai anggota

f) Kepala Seksi Pengurusan Hak Atas Tanah Badan Hukum Kanwil BPN Propinsi, sebagai sekretaris merangkap anggota.

Kewenangan Panitia Pemeriksa Tanah B adalah panitia yang bertugas melakukan pemeriksaan tanah dalam rangka penyelesaian permohonan yang berhubungan dengan HGU.

(25)

Pemohon mendaftarkan permohonan HGU ke Kanwil BPN Propinsi dengan dilampiri dokumen-dokumen sebagai berikut:

1. Akta Pendirian Perusahaan beserta Akta perubahannya; 2. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);

3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

4. Surat Keterangan Pengusaha Kena Pajak; 5. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP); 6. Surat Kuasa bagi yang dikuasakan;

7. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari BPN Kabupaten; 8. Project Proposal yang diterbitkan oleh Disbun Propinsi;

9. Constatering Rapport yang diterbitkan oleh Disbun Propinsi;

10. Risalah Aspek Tata Guna Tanah yang diterbitkan oleh Kanwil BPN Propinsi; 11. Surat Ukur;

12. Membayar Biaya Sidang Panitia B pada Kanwil BPN Propinsi, setelah ada surat perincian biaya Sidang Panitia B dari Kanwil BPN Propinsi (tidak termasuk biaya akomodasi dan transport peserta Sidang Panitia B);

13. Pelaksanaan Sidang panitia B;

14. Resume hasil Sidang panitia B beserta dokumen huruf 1 s/d 11 diteruskan ke Gubernur oleh Kanwil BPN Propinsi untuk mendapatkan Rekomendasi Gubernur Permohonan Hak Guna Usaha dilampiri dengan:

(26)

b. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang;

c. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan rencana Tata Ruang Wilayah

d. Bukti pemilikan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;

e. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari presiden bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknisi Bagi Non-Penanaman Modal Dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing.

f. Surat ukur apabila ada.

Tahapan dalam permohonan pemberian hak guna usaha oleh perseorangan atau badan hukum, yaitu:62

1. Adanya permohonan pemberian hak guna usaha, Permohonan pemberian hak guna usaha diajukan oleh pemohon kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dengan tembusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

62Santoso Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2010,

(27)

2. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, yaitu:

a. Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi:

1) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik; 2) Mencatat dalam formulir isian;

3) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya-biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4) Memerintahkan kepada Kepala bidang terkait untuk melengkapi

bahan-bahan yang diperlukan.

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan hak guna usaha dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dalam hal data yuridis dan data fisiknya belum lengkap, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapinya.

(28)

Pemeriksa Tanah B dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah dan hasil pemeriksaan tanah oleh petugas yang ditunjuk dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah (konstatering rapport) sepanjang data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan.

d. Dalam hal tanah yang dimohonkan belum ada surat ukurnya, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi memerintahkan kepada Kepala bidang pengukuran dan pendaftaran tanah untuk mempersiapkan surat ukur atau melakukan pengukuran.

e. Dalam hal keputusan pemberian hak guna usaha telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, setelah mempertimbangan pendapat panitia pemeriksaan Tanah B atau petugas yang ditunjuk, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi menerbitkan keputusan pemberian hak guna usaha atas tanah yang di mohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.

f. Dalam hal keputusan pemberian hak guna usaha tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, disertai pendapat dan pertimbangannya.

(29)

a. Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk:

1) Mencacat dalam formulir isian.

2) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan untuk melengkapinya. b. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia meneliti kelengkapan

dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohon dengan memerhatikan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan selanjutnya memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan keputusan pemberian hak guna usaha atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai alasan penolakannya.

(30)

Awal terjadi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-V/2007 dan 22/PUU-V/2007 perihal pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945, adalah ketika Pemohon Pertama (I) yaitu Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia yang diwakilkan kepada kuasa hukum yang tergabung dalam tim Advokasi Gerakan Lawan dan Pemohon Kedua (II) yaitu Daipin, dkk yang diwakilkan kepada Kuasa hukum yang tergabung dalam Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal bertentangan dengan jiwa dan semangat Undang Undang Dasar 1945 sehingga melakukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Adapun kronologis Pemohon I dan Pemohon II mengajukan pengujian Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 terhadap Undang Undang Dasar 1945, hal mana yang diuji di Mahkamah Konstitusi adalah terkait dengan jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai sebagai mana diatur dalam Pasal 22 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yaitu:

1. Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanaman modal berupa:

(31)

b. Hak Guna bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) Tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun;

c. Hak pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) Tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun;

2. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal. Dengan persyaratan antara lain:

a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing:

b. Penanaman modal dengan tingkat resiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan:

c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas:

d. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah Negara dan

e. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyartakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

3. Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.

4. Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus dimuka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah. Menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya Serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

Pengujian Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal di Mahkamah Konstitusi yang bertentangan dengan UUD 1945, Sehingga diputuskan bahwa Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) berbunyi sebagai berikut:

1. Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanaman modal.

a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjangan selama 60 tahun dan dapat diperbarui selama 35 tahun;

(32)

c. Hak Pakai dapat diberikan dengtan jumlah 70 tahun dengan cara diberikan selama 45 tahun dan dapat diperbarui selama 25 tahun.

2. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal. Dengan persyaratan antara lain: a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan

perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing:

b. Penanaman modal dengan tingkat resiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan:

c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas:

d. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah Negara dan

e. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

3. Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak. Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah. Menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya. Serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok susu, telor dan hasilnya menda- patkan derajat pass-through terbesar yaitu 0,24, artinya perubahan kenaikan 1% dalam nilai tukar rupiah terhadap dolar (depresiasi)

tif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan penilaian, tanggapan,saran-saran, dan angket yang diperoleh yang diperoleh dari reviu ahli desain pembelajaran, ahli

Untuk memudahkan dalam menganalisis data, maka variabel yang digunakan diukur dengan mempergunakan model skala 5 tingkat (likert) yang memungkinkan pemegang polis dapat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa tindak tutur ilokusi pada aktor dalam pementasan drama

This permission does not extend to binding multiple chapters of the book, photocopying or producing copies for other than personal use of the person creating the copy, or

Prinsip kerja sistem pembelian bermula dari pihak distributor yang memesan barang kepada supplier dengan cara mengisi form purchasing order yang berfungsi sebagai bukti

Tenaga kerja dan Transm igrasi Kabupat en Pesisir Selat an adalah. sebagai berikut

“ Analisis Sifat Fisik Dan Mekanik Poros Berulir (Screw) Untuk Pengupas Kulit Ari Kedelai Berbahan Dasar. Aluminium Bekas Dan Piston