• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Organisasi Dan Kinerja Karyawan (Studi Korelasional tentang Hubungan Budaya Organisasi Perusahaan terhadap Kinerja Karyawan di PT Indomarco Prismatama Cabang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Budaya Organisasi Dan Kinerja Karyawan (Studi Korelasional tentang Hubungan Budaya Organisasi Perusahaan terhadap Kinerja Karyawan di PT Indomarco Prismatama Cabang Medan)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori

West dan Turner (2008) mendefinisikan teori secara umum adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep tersebut yang membantu kita untuk memahami sebuah fenomena . Sedangkan kerangka teori adalah suatu kumpulan teori dan model dari literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu (Silalahi, 2009: 92).

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini antara lain: komunikasi organisasi, budaya organisasi, teori budaya organisasi dan kinerja. 2.1.1 Komunikasi Organisasi

Komunikasi seperti sistem aliran yang menghubungkan dan membangkitkan kinerja antar bagian dalam organisasi sehingga menghasilkan sinergi. Untuk memugkinkan pemimpin atau manajer dapat mempengaruhi dan memotivasi para pengikut atau pekerja agar secara bersama-sama mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi dengan kinerja yang baik memerlukan komunikasi organisasi yang efektif. Goldhaber (1986) memberikan defenisi komunikasi organisasi sebagai berikut, “ orgnizational communications is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent of

relationship to cope with of enviromental uncertainty”. Atau dengan kata lain

komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah (dalam Muhammad, 2009: 67).

(2)

merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2004). Pace dan Faules (2001: 31) mendefinisikan komunikasi organisasi menjadi dua yaitu:

1. Definisi fungsional, komunikasi organisasi dapat didefnisikan sebagai

pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.

2. Definisi interpretif, adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Proses interaksi tersebut tidak mencerminkan organisasi ia adalah organisasi. Komunikasi organisasi adalah “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi. Komunikasi organisasi memiliki tujuan, adapun tiga tujuan utama dari komunikasi organisasi , yaitu:

• Sebagai tindakan koordinasi: mengkoordinasikan sebagian atau seluruh tugas dan fungsi organisasi yang telah dibagi dalam bagian atau sub bagian yang melaksanakan visi dan misi organisasi di bawah pimpinan seorang pimpinan atau manajer serta para bawahan mereka.

• Membagi informasi: membagi kemudian menjelaskan informasi tentang tujuan organisasi, arah dari suatu tugas, bagaimana usaha untuk mencapai hasil, dan pengambilan keputusan.

• Menampilkan perasaan dan emosi: manusia dalam organisasi mempunyai keinginan bahkan kebutuhan untuk menyatakan kegembiraan atas pekerjaan dan prestasi yang mereka telah lakukan.

(dalam Liliweri, 2004)

2.1.1.1 Fungsi Komunikasi Organisasi

(3)

memiliki suatu fungsi. Menurut Condrad terdapat 3 fungsi komunikasi organisasi sebagaimana terlihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 2.1

Fungsi Komunikasi Organisasi

Fungsi Komando Fungsi Relasi

1. Mengarahkan dan membatasi tindakan

2. Menangani dan membatasi tampilan yang dekat melalui umpan balik

3. Menggunakan publikasi dan instruksi

1. Menciptakan dan melanjutkan fungsi impersonal dalam organisasi

2. Membuat negosiasi antar unit kegiatan

3. Menentukandan mendefenisikan peran organisasi

Fungsi komunikasi untuk mengambil keputusan dalam suasana yang ambigu dan tidak pasti

1. Menjaga keseimbangan antara kepentingan organisasi dengan kepentingan individual

2. Mengelola pelbagai akibat yang ditinggalkan atau memelihara tradisi organisasi

3. Menciptakan perspektif bagi peluang pembagian

pengalaman/pemerkayaan kerja

(Sumber: Liliweri, 2004: 67) - Fungsi komando: ada dua tipe komunikasi yang membentuk fungsi komando , yaitu (1) pengarahan, yang terlaksana melalui instruksi dan publikasi; dan (2) umpan balik yang menunjukkan siapa yang sudah mengikuti apa yang diperintahkan.

- Fungsi relasi: komunikasi organisasi juga bertujuan untuk memenuhi fungsi relasional. Tujuannya menciptakan relasi kerja bagi peningkatan produksi organisasi.

- Fungsi mengelola suasana yang tidak pasti: komunikasi organisasi berfungsi mendorong para pegawai untuk memilih keputusan yang komplikatif dalam organisasi (dalam Liliweri, 2004: 67).

(4)

Komunikasi organisasi mempunyai peranan penting dalam memadukan fungsi-fungsi manajemen dalam suatu perusahaan yaitu:

1) Menetapkan dan menyebarluaskan tujuan perusahaan.

2) Menyusun rencana untuk mencapai tujuan yamg telah ditetapkan.

3) Melakukkan pengorganisasian terhadap sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya dengan cara efektif.

4) Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan iklim yang menimbulkan keinginan orang untuk member kontribusi.

5) Mengendalikan prestasi (dalam Purba, 2006:112-113).

Sedangkan menurut Robbins (2003:4-5), ada 4 fungsi komunikasi didalam sebuah organisasi :

1. Pengendalian prilaku anggota dengan beberapa cara, agar petunjukpetunjuk ditaati oleh bawahan.

2. Motivasi, membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada karyawan apa yang harus dilakukan, bagaimana seberapa baikmereka bekerja, dan apa yang harus dikerjakan untuk memperbaikikinerja dibawah standar.

3. Sarana pengungkap emosi (kepuasan, frustasi, dll).

4. Memberikan informasi yang mempermudah penegambilan keputusan.

2.1.1.2 Arus Informasi Dalam Organisasi

Pace dan Faules (2001) mengemukan bahwa dalam organisasi, terdapat empat jenis arus informasi dalam organisasi, yaitu: komunikasi ke bawah (downward communication), komunikasi ke atas (upward communication), komunikasi horizontal (horizontal communication), dan komunikasi lintas saluran.

1. Komunikasi ke Bawah (Downward Communication)

(5)

kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.

Katz & Kahn menyatakan ada lima jenis informasi yang biasa di komunikasikan dari atasan kepada bawahan :

1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan 2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan

pekerjaan

3. Informasi mengenai kebijakan dan prkatik-praktik organisasi

4. Informasi mengenai kinerja pegawai, dan

5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission) (dalam Muhammad, 2009:108).

Secara umum komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe, yaitu :

1. Intruksi tugas

Instruksi tugas atau pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Instruksi tugas yang tepat dan langsung cenderung dihubungkan dengan tugas yang sederhana yang hanya menghendaki keterampilan dan pengalaman yang minimal. Instruksi yang lebih umum biasanya digunakan bagi tugas-tugas yang kompleks, dimana karyawan diharapkan menggunakan pertimbangannya, keterampilan, dan pengalamannya.

2. Rasional

Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya.

3. Ideologi

Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan dari pesan rasional. Pesan rasional penekanannya ada pada penjelasan tugas dan kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada pesan ideologi sebaliknya mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.

4. Informasi

(6)

peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi rasional.

5. Balikan

Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayaran gaji tetapi dapat juga berupa kritikan atau peringatan terhadap pegawai (Pace dan Faules, 2001).

Hasil studi Tompkin mengenai komunikasi ke bawah ini menyimpulkan bahwa :

1. Kebanyakan karyawan tidak menerima banyak informasi dari organisasinya

2. Kebutuhan informasi yang utama bagi karyawan mencakup informasi yang banyak berhubungan dengan pekerjaannya dan informasi tentang pembuatan keputusan

3. Sumber-sumber informasi yang terbaik adalah orang yang terdekat dengan karyawan dan yang paling buruk adalah orang yang paling jauh dengan mereka. Kebutuhan yang terbesar adalah untuk mendapatkan lebih banyak informasi yang berhubungan dengan pekerjaan, langsung dari supervisor dan informasi mengenai organisasi dari pimpinan tingkat atas.

4. Informasi dari pimpinan yang paling atas lebih rendah kualitasnya daripada sumber yang penting lainnya (dalam Pace dan Faules, 2001).

Persoalan komunikasi yang sering muncul pada tingkatan in adalah persoalan relevansi dan ketetapan isi pesan dan informasi dimana pesan dan informasi tersebut telah mengalami distorsi, gangguan, penyaringan (filtering) ataupun arti pesan yang telah dilebih-lebihkan (exaggeration), serta waktu (timing) penyampaian yang tidak tepat (Muhammad, 2009:110).

2. Komunikasi ke Atas (Upward Communication)

(7)

Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap pegawai, tipe pesan adalah integrasi dan pembaharuan. Dapat dikatakan, komunikasi pada tingkatan ini merupakan sarana atau mekanisme umpan balik (feedback) dari bawahan kepada atasan.

Komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi dan dianggap penting karena beberapa alasan, yaitu :

1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawai kegiatan orang-orang lainnya.

2. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka.

3. Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.

4. Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi.

5. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.

6. Komunikasi ke atas membantu pegawai mengalami masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut (Pace dan Faules, 2001).

(8)

1. Kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya. Hasil studi memperlihatkan bahwa karyawan merasa bahwa mereka akan mendapat kesukaran bila menyatakan apa yang sebenarnya menurut pikiran mereka. Karena itu cara yang terbaik adalah mengikuti saja apa yang disampaikan pimpinannya.

2. Perasaan karyawan bahwa pimpinan tidak tertarik kepada masalah mereka. Karyawan sering melaporkan bahwa pimpinan mereka tidak prihatin terhadap masalah-masalah mereka. Pimpinan dapat saja tidak berespons terhadap masalah karyawan dan bahkan menahan beberapa komunikasi ke atas, karena akan membuat pimpinan kurang baik menurut pandangan atasan yang lebih tinggi. 3. Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang

berkomunikasi ke atas. Seringkali pimpinan tidak memberikan penghargaan yang nyata kepada karyawan untuk memelihara keterbukaan komunikasi ke atas.

4. Perasaan karyawan bahwa pimpinan tidak dapat menerima dan berespons terhadap apa yang dikatakan oleh karyawan. Pimpinan terlalu sibuk untuk mendengarkan atau karyawan susah untuk menemuinya.

Kombinasi dari perasaan-perasaaan dan kepercayan karyawan tersebut menjadikan penghalang yang kuat untuk menyatakan ide-ide, pendapat-pendapat atau informasi oleh bawahan kepada atasan.

3. Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication)

Komunikasi horizontal adalah petukaran pesan di antara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya dalam organisasi. Pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi di arahkan secara horizontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, menyelesaian konflik, dan saling memberikan informasi.

Komunikasi horizontal mempunyai tujuan tertentu di antaranya adalah sebagai berikut :

(9)

2. Saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktifitas-aktifitas. Ide dari banyak orang biasanya akan lebih baik daripada ide satu orang. Oleh karena itu komunikasi horizontal sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program latihan atau program hubungan dengan masyarakat, anggota-anggota dari bagian perlu saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan mereka lakukan.

3. Memecahkan masalah yang timbul di antara orang-orang yang berada dalam tingkat yang sama. Dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan danmoral dari karyawan.

4. Menyelesaikan konflik di antara anggota yang ada dalam bagian organisasi dan juga antara bagian dengan bagian lainnya. Penyelesaian konflik ini penting bagi perkembangan sosial dan dan emosional dari anggota dan juga akan menciptakan iklim organisasi yang baik.

5. Menjamin pemahaman yang sama. Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk ini mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut.

6. Mengembangkan sokongan interpersonal. Karena sebagian besar dari waktu kerja karyawan berinteraksi dengan temannya maka mereka memperoleh sokongan hubungan interpersonal dari temannya. Hal ini akan memperkuat hubungan di antara sesama karyawan dan akan membantu kekompakkan dalam kerja kelompok. Interaksi ini akan mengembangkan rasa sosial dan emosional karyawan (Pace dan Faules, 2001).

Komunikasi horizontal sangat penting untuk koordinasi pekerjaan antara bagian-bagian dalam organisasi. Akan tetapi bagian-bagian itu sendiri mungkin menghalangi komunikasi horizontal. Kahn dan Katz mengatakan bahwa organisasi yang agak lebih otoliter mengontrol dengan ketat komunikasi horizontal ini. Keterbatasan informasi menambah kekuasaan bagi pimpinan untuk berkuasa. Dengan meningkatkan keterbatasan komunikasi horizontal bawahan menjadi tergantung kepada informasi yang disampaikan secara vertikal. Pemerintahan yang otoriter adalah contoh yang ekstrem yang mengontrol komunikasi horizontal (dalam Muhammad 2009).

(10)

dipecahkannya, maka pembicaraan mereka sambil bekerja tidaklah menyangkut hal-hal formal lagi, tetapi sudah beralih kepada pembicaraan yang tidak relevan dengan tugas-tugasnya.

4. Komunikasi Lintas Saluran

Komunikasi lintas saluran ini terjadi bila karyawan berkomunikasi dengan yang lainnya tanpa memperhatikan posisi mereka dalam organisasi, maka pengarahan arus informasi bersifat informal atau pribadi. Informasi ini mengalir ke atas ke bawah atau secara horizontal tanpa memperhatikan hubungan posisi, kalaupun ada mungkin sedikit. Karena komunikasi informal ini menyebabkan informasi pribadi muncul dari interaksi di antara orang-orang dan mengalir keseluruh organisasi tanpa dapat diperkirakan. Jaringan komunikasi lebih dikenal dengan desas-sesus (grapevine) atau kabar angin. Dalam istilah komunikasi grapevine dikatakan sebagia metode untuk menyampaikan rahasia dari orang ke

orang, yang tidak dapat diperoleh melalui jaringan komunikasi formal.

Walaupun grapevine membawa informasi yang informal, tetapi ada manfaatnya bagi organisasi. Grapevine memberikan balikan kepada pimpinan mengenai sentimen karyawan. Grapevine dapat membantu menerjemahkan pengarahan pimpinan ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami oleh karyawan (Pace dan Faules, 2001).

2.1.1.3 Hambatan Komunikasi Organisasi

Komunikasi tidak selamanya berjalan dengan lancar. Banyak sekali terdapat kesalahan -kesalahan penyampaian, penerimaan, bahkan kesalahan ketika harus mengartikan pesan atau informasi yang diterima. Menurut Effendy (2008: 11) dalam berorganisasi tidak luput dari kesalahan-kesalahan yang dapat menghambat jalannya proses komunikasi, diantaranya adalah:

1. Hambatan Sosio-Antro-Psikologis

(11)

b. Hambatan Antropologis: hambatan komunikasi yang terjadi akibat adanya perbedaan postur, warna kulit, dan kebudayaan, gaya hidup, norma, kebiasaan, dan bahasa.

c. Hambatan Psikologis: komunikasi yang terhambat karena komunikan sedang sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati dan adanya prasangka pada komunikator.

2. Hambatan Semantik

Hambatan ini ditimbulkan oleh komunikator. Kadang terjadi karena salah ucap dalam menyalurkan pikiran dan perasaan, sehingga timbul salah pengertian (misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang akhinya menimbulkan salah komunikasi (miscommunication).

3. Hambatan Mekanis

Hambatan yang terjadi pada media yang digunakan untuk berkomunikasi. Contoh: suara telepon yang tidak jelas, ketikan huruf yang buram pada surat, suara yan hilang dan muncul pada saluran radio.

2.1.1.4 Iklim Komunikasi Organisasi

Denis mengemukakan iklim komunikasi organisasi sebagai kualitas pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi, yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi (Muhammad, 2009:86).

Dalam bukunya Pace dan Faules (2001:154) mengatakan bahwa iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko.

Yang menjadi pokok persoalan dari iklim komunikasi adalah :

1. Persepsi mengenai sumber komunikasi dari hubungannya dalam organisasi yang meliputi rasa puas, pentingnya sumber-sumber itu percaya dan terbuka.

2. Persepsi mengenai tersedianya informasi bagi anggota organisasi yang meliputi jumlah informasi yang diterima cocok atau tidak. Informasi itu berguna atau tidak dan apakah balikan informasi dikirimkan kepada sumber yang tepat.

(12)

dipahami, penghargaan serta sistem yang terbuka (Pace dan Faules, 2001:154).

Menurut Pace dan Faules, unsur-unsur dasar organisasi (anggota, pekerjaan, praktik-praktik yang berhubungan dengan pengelolaan, struktur dan pedoman) dipahami secara selektif untuk menciptakan evaluasi dan reaksi yang menunjukkan apakah yang dimaksud oleh setiap unsur dasar tersebut dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bagi kebaikan anggota organisasi. Misalnya, informasi yang cukup merupakan sebuah indikasi untuk para anggota organisasi mengenai seberapa baik unsur-unsur dasar organisasi itu berfungsi bersama-sama untuk menyediakan informasi bagi mereka (Pace dan Faules, 2001:153).

Persepsi atas kondisi-kondisi kerja, penyediaan, upah kenaikan pangkat, hubungan dengan rekan-rekan, hukum-hukum dan peraturan organisasi, praktik-praktik pengambilan keputusan, sumber daya yang tersedia dan cara-cara memotivasi kerja anggota organisasi semuanya membentuk suatu badan informasi yang membangun iklim komunikasi organisasi.

Unsur-unsur dalam organisasi tidak secara langsung menciptakan iklim komunikasi organisasi, tetapi pengaruhnya terhadap iklim komunikasi organisasi tergantung pada persepsi anggota organisasi mengenai nilai dan hukum danperaturan tersebut. Jadi dengan kata lain unsur-unsur yang terdapat di dalam organisasi tidak secara otomatis menciptakan iklim komunikasi organisasi tetapi tergantung kepada persepsi anggota-anggota organisasi mengenai unsur-unsur organisasi tersebut. Dari hasil penelitian yang dilakukan Pace dan Peterson menunjukkan bahwa paling sedikit ada enam faktor besar yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi (Pace & Faules, 2001). Keenam faktor tersebut adalah :

(13)

2. Pembuatan keputusan bersama, para pegawai disemua tingkat dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi, yang relevan dengan kedudukan mereka. Para pegawai disemua tingkat harus diberi kesempatan berkomunikasi dengan manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.

3. Kejujuran, suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi, dan para pegawai mampu mengatakan ”apa yang ada dalam pikiran mereka” tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat, bawahan atau atasan.

4. Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, kecuali untuk keperluan informasi rahasia, anggota organisasi harus relatif mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagian-bagian lainnya, dan berhubungan luas dengan perusahaan, organisasinya, para pemimpin dan rencana-rencana.

5. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas, personel disetiap tingkat dalam organisasi harus mendengarkan saran-saran atau laporan-laporan masalah yang dikemukakan personel di setiap tingkat bawahan dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawanan. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi, personel di semua tingkat dalam organisasi harus menunjukkan suatu komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi-produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah, demikian pula menunjukkan perhatian besar pada anggota organisasi lainnya.

2.1.2 Budaya Organisasi

2.1.2.1 Pengertian Budaya

(14)

segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam. Secara terminologis, budaya berarti suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab. Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati (Razak, 2008: 152).

Menurut Alisyahbana budaya merupakan manifestasi dari cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua tingkah laku dan perbuatan, mencakup di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran(dalam Supartono, 2004:31). Sedangkan menurut Dewantara (dalam Supartono, 2004:13) budaya adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat yakni alam dan zaman kodrat dan masyarakat yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang lahirnya bersifat tertib dan damai. Sementara Peruci dan Hamby mendefisinisikan budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia dalam masyarakat, serta termasuk pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu (dalam Tampubolon, 2004:184).

Pace dan Faules (2001: 90) menjabarkan tiga perspektif budaya secara luas mengenai budaya, yaitu:

1. Perspektif holistik, yaitu memandang budaya sebagai cara-cara terpola mengenai berpikir, menggunakan perasaan dan berkreasi;

2. Perspektif variabel, yaitu terpusat pada pengekspresian budaya;

3. Perspektif kognitif, yaitu memberi penekanan pada gagasan konsep, cetak biru, keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma, “pengetahuan yang diorganisasikan” yang ada dalam pikiran orang-orang untuk memahami realitas.

Jeff Cartwight menyatakan empat tipologi budaya yang dapat pula dipandang sebagai siklus hidup budaya yaitu :

(15)

Merupakan program mental tunggal, orang berpikir sama dan sesuai dengan norma budaya yang sama. Orangnya memiliki satu pikiran .merupakan model ras murni yang menyebabkan banyak konflik dalam dunia dimana terdapat etnis dan kelompok rasial berbeda.

2) The superordinate culture

Terdiri dari subkultur terkoodinasi, masing masing dengan keyakinan dan nilai nilai, gagasan dan sudut pandang sendiri, tetapi semua bekerja dalam satu organisasi dan semua termotivasi untuk mencapai sasaran organisasi.

3) The divisive culture

Bersifat memecah belah. Dalam budaya ini sub culture dan organisasi secara individual mempunyai agenda dan tujuanya sendiri. Dalam model ini organisasi ditarik kearah yang berbeda. Tidak ada konflik pemisahan antara kita dan mereka tidak ada arah yang jelas dan kekurangan kepemimpinan.

4) The disjuntive culture

Budaya ini ditandai dengan seringnya pemecahan organisasi secara eksplosif atau menjadi unit budaya individual (dalam Wibowo, 2011:11).

Adapun Robbins mengelompokan tipe budaya menjadi networked culture, mecenary culture, fragmented culture and communal culture.

1) Networked culture

Organisasi dianggap sebagai suatu keluarga atau teman (high in sociability, low on solidarity), budaya ini ditandai dengan sosiabilitas atau kesenangan atau kesenangan bergaul tinggi dan tingkat solidaritas atau kesetia kawanan rendah. Network culture sangat bersahabat dan bersuka ria,

2) Mercenary culture

Organisasi fokus terhadap tujuan (low on sociabilty, high in solidarity), budaya ini ditandai oleh tingkat sosialitas yang rendah dan solidaritas yang tinggi. Melibatkan orang yang sangat fokus dan menarik bersama untuk membuat pekerjaan dilakukan. Komunikasi berlangsung cepat dan dikendalikan dengan cara yangtidak ada yang tidak mungkin.

3) Fragmanted culture

(16)

4) Communal culture

Organisasi menilai baik kinerja dan persahabatan . budaya ini ditandai dengan sosiabilitas dan solidarits tinggi. Anggotanya sangat bersahabat satu dengan lainnya dan bergauldengan baik. Baik secara pribadi maupun profesional (dalam Wibowo, 2011:27).

2.1.2.2 Pengertian Organisasi

Secara etimologis kata organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat. Kata ini masuk ke bahasa Latin, menjadi organization dan kemudian ke bahasa Prancis (abad ke-14) menjadi organisation. Organon terdiri dari bagian-bagian yang tersusun dan terkoordinasi hingga mampu menjalankan fungsi tertentu secara dinamis. Karakteristik utama organisasi dapat diringkas sebagai 3-P, yaitu Purpose, People, dan Plan. Sesuatu tidak disebut organisasi bila tidak memiliki tujuan (purpose), anggota (People), dan rencana (Plan). Dalam aspek rencana terkandung semua ciri lainnya, seperti sistem, struktur, desain, strategi, dan proses, yang seluruhnya dirancang untuk menggerakkan unsure manusia (people) dalam mencapai berbagai tujuan yang telah ditetapkan (Kusdi, 2009: 4).

Schein (1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Schein juga mengatakan bahwa organisasi mempunyai karakeristik tertentu yaitu mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung pada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut (dalam Muhammad, 2009).

2.1.2.3 Pengertian Budaya Organisasi

(17)

Menurut Davis (dalam Lako, 2004: 29) budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Kemudian menurut Sutrisno (2011) budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions) atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya.

Budaya organisasi mencakup banyak hal seperti logo perusahaan, seragam yang digunakan, lama jam kerja, dan berbagai kegiatan perusahaan. Budaya organisasi dijalani oleh seluruh anggota organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja anggota organisasi atau karyawan perusahaan menjadi lebih baik (West dan Turner, 2008).

Jadi budaya organisasi yang benar-benar dikelola dengan baik akan menjadi pendorong bagi karyawan untuk berprilaku positif, dedikatif dan produktif. Nilai budaya itu tidak tampak, tetapi merupakan kekuatan yang mendorong perilaku untuk menghasilkan efektivitas kinerja.

2.1.2.4 Fungsi Budaya Organisasi

Di dalam suatu organisasi peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan tampaknya semakin penting. Budaya organisasi dapat tercermin diantaranya dari sistem yang meliputi besar kecilnya kesempatan berinovasi dan berkreasi bagi karyawan, pembentukan tim-tim kerja, kepemimpinan yang transparan dan tidak terlalu birokratis. Karakteristik tersebut yang dipersepsi oleh karyawan sebagai budaya organisasi, diharapkan dapat berfungsi dalam memberikan kepuasan kerja dan kinerja yang optimal dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins peran atau fungsi budaya di dalam suatu organisasi adalah:

1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

(18)

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memanu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan (dalam Riani, 2011: 8). Sedangkan menurut Chatab (2007 : 226), budaya organisasi dapat berfungsi sebagai:

1. Identitas, yang merupakan cirri atau karakter organisasi.

2. Pengikat/pemersatu (social cohesion), seperti orang berbahasa Sunda yang bergaul dengan orang Sunda, atau orang dengan hobi olahraga yang sama. 3. Sumber (sources), misalnya inspirasi.

4. Sumber penggerak dan pola perilaku.

Sementara Menurut Tika (2006: 14) dalam bukunya Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan menyatakan terdapat sepuluh fungsi utama budaya organisasi. Fungsi tersebut adalah:

1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi, maupun kelompok lain. Batas pembeda ini ada karena adanya identitas tertentu yang dimiliki organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki oleh organisasi lain atau kelompok lain.

2. Sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Karyawan ataupun pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.

3. Mempromosikan stabilitas sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.

4. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku anggota-anggota organisasi.

5. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub budaya baru.

(19)

7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan maslah-masalah pokok organisasi. Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan integrasi internal.

8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.

9. Sebagai alat komunikasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat materia dan perilaku.

10. Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi bisa menjadi penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal.

2.1.2.5Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan persamaan persepsi yang dipegang oleh anggota organisasi dalam memberikan arti dari suatu sistem nilai yang ada. Persamaan persepsi ini penting mengingat bahwa anggota organisasi mempunyai latar belakang dan level yang berbeda. Menurut Robbins terdapat beberapa karakteristik dalam budaya organisasi yaitu :

1. Inisiatif individu, yaitu sejauh mana organisasi memberikan kebebasan kepada setiap pegawai dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide yang di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.

2. Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauh mana pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko dalam mengambil kesempatan yang dapat memajukan dan mengembangkan organisasi. Tindakan yang beresiko yang dimaksudkan adalah segala akibat yang timbul dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh pegawai.

3. Pengarahan, yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan, sehingga para pegawai dapat memahaminya dan segala kegiatan yang dilakukan para pegawai mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi dan misi.

4. Integrasi, yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

(20)

terhadap pegawai. Dukungan tersebut dapat berupa adanya upaya pengembangan kemampuan para pegawai seperti mengadakan pelatihan. 6. Kontrol, yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para

pegawai dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi kelancaran organisasi.

7. Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota/karyawan suatu organisasi atau perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.

8. Sistem imbalan, yaitu sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. 9. Toleransi terhadap konflik, yaitu sejauh mana para pegawai didorong

untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka guna memajukan organisasi, dan bagaimana pula tanggapan organisasi terhadap konflik tersebut.

10. Pola komunikasi, yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik. Menurut Handoko (2003: 272) komunikasi itu sendiri merupakan proses pemindahan pengertian atau informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang lebih efektif (dalam Tika, 2006: 10).

2.1.2.6 Dimensi Budaya Organisasi

Menurut Robbins dan Coulter (2010:63) ada 7 dimensi yang menjabarkan budaya organisasi :

1) Inovasi dan pengambilan resiko, yaitu seberapa besar organisasi mendorong para karyawannya untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

2) Perhatian pada detail, yaitu seberapa besar dalam ketelitian, analisis, dan perhatian pada detail yang dituntut oleh organisasi dari para karyawannya. 3) Orientasi hasil, yaitu seberapa besar organisasi menekankan pada

pencapaian sasaran (hasil), ketimbang pada cara mencapai sasaran (proses).

4) Orientasi manusia, yaitu seberapa jauh organisasi bersedia mempertimbangkan faktor manusia (karyawan) di dalam pengambilan keputusan manajemen.

(21)

6) Agresivitas, yaitu Seberapa besar organisasi mendorong para karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dari pada santai.

7) Stabilitas, yaitu seberapa besar organisasi menekankan pada pemeliharaan status quo di dalam pengambilan berbagai keputusan dan tindakan.

2.1.3 Teori Budaya Organisasi

Terdapat tiga asumsi yang mengarahkan Teori Budaya Organisasi. Ketiga asumsi ini menekankan pada pandangan mengenai proses dari sebuah organisasi yang dikemukakan oleh Pacanowsky dan O’Donnel Trujillo :

• Anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.

• Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.

• Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam (dalam West dan Turner, 2008).

2.1.3.1 Metafora Budaya: Jaring Laba-Laba dan Organisasi

Pacanowsky dan O’Donnel Trujillo, jaring-jaring budaya organisasi tidak muncul begitu saja tetapi dibangun melalui berbagai kegiatan komunikasi. Manusia sebagai anggota organisasi adalah seperti laba-laba yang tergantung pada jaring yang mereka ciptakan melalui pekerjaan mereka. Karyawan dan para manajer secara bersama-sama membuat jaring dalam organisasi perusahaan mereka (Morissan, 2009: 102).

2.1.3.2 Performa Komunikasi

(22)

1. Performa Ritual (ritual performance): Semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur sehingga dapat dikenal dengan baik. Ritual terdiri atas empat jenis, yaitu:

a) Ritual personal : rutinitas yang dilakukan ditempat kerja setiap hari b) Ritual tugas : rutinitas yang dikaitkan dengan pekerjaan tertentu

di tempat kerja

c) Ritual sosial : rutinitas yang melibatkan hubungan dengan orang lain ditempat kerja

d) Ritual organisasi : rutinitas yang berkaitan dengan organisasi secara keseluruhan

2. Performa Hasrat (passion performance): kisah-kisah mengenai organisasi yang diceritakan oleh para anggota organisasi dengan orang lain.

3. Performa Sosial (social performance): perilaku organisasi yang ditujukan untuk mendemonstrasikan kerja sama dan kesopanan dengan orang lain. 4. Performa politis ( political performance): perilaku organisasi yang

menunjukkan kekuasaan atau kontrol.

(23)

Tabel 2.2

Performa Budaya dalam Organisasi

Performa Ritual Ritual personal-mengecek pesan suara dan e-mail; ritual tugas-mengeluarkan tiket, menerima pembayaran; ritual sosial-acara kumpul karyawan; ritual organisasi-rapat departemen, piknik perusahaan

Performa Hasrat Penceritaan kisah, metafora dan

pembicaraan yang berlebihan- “ini adalah perusahaan yang paling tidak menghargai karyawan,” “ikuti mata rantai perintah yang diberikan, jika tidak perintah itu akan membelit lehermu.”

Performa Sosial Tindakan santun dan sopan;

perpanjangan etiket-mengucapkan terimaksih pada pelanggan, obrolan didekat pendingin air, menjaga citra orang lain

Performa Politis Menjalankan kontrol, kekuasaan dan pengaruh-bos yang galak, penggunaan informan, tawar menawar

Performa Enkulturasi Kompetensi yang didapat dari karier dalam organisasi-peranan belajar/ mengajar, orientasi wawancara

(24)

2.1.4 Kinerja

2.1.4.1 Pengertian Kinerja

Suatu organisasi pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengauhi perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap para pelaku terhadap organisasi. Kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi adalah kinerja karyawan., bagaimana karyawan melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam organisasi.

Menurut Miner kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berprilaku sesuai dengan tugas-tugas yang telah dibebankan kepadanya. Setiap harapan menegenai bagaimana seseorang harus berprilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi. Sementara Irianto (2001), mengemukakan kinerja karyawan adalah prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja para pelaku organisasi bersangkutan (dalam Sutrisno, 2011). Sedangkan menurut Mangkunegara (2001) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Amstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2012:7) kinerja merupakan hasil pekerjaan yang memiliki hubungan kuat dengan tujuan strategi organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi kepada ekonomi. Adapun kinerja menurut Wibowo (2012:7) adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Dengan kata lain Kinerja adalah tentang apa yag dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Beberapa pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan kita tentang kinerja :

(25)

2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin);

3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy dan Premeaux);

4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard);

5. Kinerja merujuk pada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio);

6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donelly, Gibson dan Ivancevich);

7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu, yakni (a) tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbin);

8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt dan Osborn);

9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja= f (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan (Robbins). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Kesempatan kerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalakn karyawan itu (dalam Rivai, 2005: 14-15).

(26)

2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mangkunegara (2001), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu :

1. Faktor Individu.

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Faktor Lingkungan Organisasi.

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Sedangkan Menurut Simanjuntak (2003, 11-13), kinerja setiap orang oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada 3 kelompok, yaitu:

1. Kompetensi Individu, yaitu kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.

2. Dukungan Organisasi, Kinerja setiap orang tergantung pada dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja.

3. Kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan.

(27)

2.1.4.3 Penilaian Kinerja

Menurut Miner (dalam Sutrisno, 2011) mengemukakan secara umum dapat dinyatakan empat aspek dari kinerja, yaitu:

1. Kulaitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas

2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat di hasilkan

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya

Sementara Bernadin dan Russel (1995) mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja (dalam Sutrisno, 2011: 179), yaitu:

1. Quality.

Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan 2. Quantity.

Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan

3. Timeliness. Merupakan tingkat sejauh mana kegitan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain

4. Cost efectiveness.

Merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya

5. Need for supervision.

Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan

6. Interpersonal impact.

Merupakan tingakat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.

Adapun menurut Gomez (Rahadi, 2010: 36) dalam melakukan penelitian terhadap kinerja ada delapan dimensi dalam melakukan pengukuran kinerja pegawai, yaitu:

1. Quality of work (Kualitas kerja), yaitu kualitas kerja yang dicapai

(28)

2. Quantity of work (Kuantitas kerja), yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

3. Job Knowledge (Pengetahuan pekerjaan), yaitu luasnya pengetahuan

mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness (Kreativitas), yaitu keaslian gagasan-gagasan yang

dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperative (kerjasama), yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi

6. Initiative (Inisiatif) yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

7. Dependability (Ketergantungan), yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

8. Personal Qualities (Kualitas personal), yaitu enyangkut kepribadian,

kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

Sedangkan menurut Hasibuan (2002: 56), menilai kinerja pegawai dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu :

1. Kesetiaan

Kinerja dapat diukur dari kesetiaan pegawai terhadap tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi. Kesetiaan yang dimaksudkan adalah tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari..

2. Prestasi Kerja

Hasil prestasi kerja pegawai, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi tolak ukur kinerja. Pada umumnya prestasi kerja seorang pegawai dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesanggupan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

3. Kedisiplinan

Sejauh mana pegawai dapat mematuhi peraturan -peraturan yang ada dan melaksanakan intruksi yang diberikan kepadanya.

4. Kreatifitas

(29)

5. Kerjasama

Dalam hal ini kerjasama diukur dari kemampuan pegawai untuk bekerja sama dengan pegawai lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.

6. Kecakapan

Dapat diukur dari tingkat pendidikan pegawai yang disesuaikan dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya.

7. Tanggung jawab

Yaitu kesanggupan seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko pekerjaan yang dilakukan.

Menurut Wibowo (2012:235) terdapat 6 klasifikasi ukuran kinerja, yaitu: 1. Produktifitas

Hubungan antara jumlah output dibandingkan dengan sumber daya yang dikonsumsi dalam memproduksi output.

2. Kualitas

Kualitas biasanya dari ukuran internal dan eksternal. Ukuran internal seperti,susut, ukuran jumlah ditolak dan cacat perunit. Sedangkan ukuran eksternal seperti kepuasan pelanggan atau frekuensi pemesana ulang pelanggan.

3. Ketepatan waktu

Keteptan waktu menyangkut persentase pegiriman tepat waktu atau persentase pengiriman pesanan dikapalkans sesai yang dijanjikan.

4. Cycle time

Berapa lama waktu yang diperlukan unuk melakukan sesuatu, misal berapa waktu yang diperlukan dari pelanggan memesan pesanan sampai pelanggan menrima pesanan

5. Pemanfaatan sumber daya

Merupakan pengukuran sumber daya yang dimanfaatkan lawan sumber daya yang tersedia untuk digunakan.

6. Biaya

(30)

Adapun menurut Dessler (2010:329) terdapat 6 faktor umum penilaian kinerja pegawai, faktor tersebut antara lain :

1. Kualitas

Adalah akurasi, ketelitian dan tingkat dapat diterimanya kinerja pekerjaan. 2. Produktifitas

Kuantitas dan efisiensi yang dihasilkan pekerjaan dalam periode waktu tertentu.

3. Pengetahuan mengenai pekerjaan

Keahlian praktis dan teknik dan informasi yang digunakan dalam pekerjaan.

4. Keterpercayaan

Tingkat dimana kayawan dapat dipercaya berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan dan penindak lanjutannya.

5. Ketersediaan

Tingkatan dimana, karyawan tepat waktu, mengobservasi penentuan waktu istirahat/jam makan dan keseluruhan catatan kehadiran.

6. Kebebasan

Tingkat kinerja pekerjaan dengan sedikit atau tanpa supervisi.

2.2 Kerangka Konsep

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Dalam pengertian ilmiah, konsep memiliki kriteria yang tepat dalam menjelaskan variabel penelitian (Bungin, 2005).

(31)

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (X)

Varibel bebas adalah varibel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel lainnya (Kristiyantono, 2008:21). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah budaya organisasi.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Kristiyantono, 2008:21). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan.

Bagan 2.1 Model Teoritis Variabel X

Budaya Organisasi

Karakeristik Responden

(32)

2.3 Operasional Variabel Peneltian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan maka dibuat operasional variabel penelitian sebagai berikut:

Tabel 2.3

Operasional Variabel Peneltian

(Sumber: Hasil Penelitian 2014) Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel (X) Budaya organisasi

1. Performa Ritual 2. Performa Hasrat 3. Performa Sosial 4. Performa Politis 5. Performa Enkulturasi Variabel (Y)

Kinerja karyawan

1. Kesetiaan 2. Prestasi Kerja 3. Kedisiplinan 4. Kreativitas 5. Kerjasama 6. Kecakapan 7. Tanggung jawab Karakteristik responden 1. Jenis kelamin

2. Usia

(33)

2.4Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006:46).

Defenisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah: - Variabel Bebas (X) Budaya Organisasi

1. Performa Ritual (ritual performance): semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur sehingga dapat dikenal dengan baik. 2. Performa Hasrat (passion performance): kisah-kisah mengenai

organisasi yang diceritakan oleh para anggota organisasi dengan orang lain.

3. Performa Sosial (social performance): perilaku organisasi yang ditujukan untuk mendemonstrasikan kerja sama dan kesopanan dengan orang lain

4. Performa politis ( political performance): perilaku organisasi yang menunjukkan kekuasaan atau kontrol

5. Performa Enkulturasi ( enculturation performance): perilaku organisasi yang membantu para karyawan dalam menemukan apa makna dari menjadi anggota suatu organisasi

- Variabel Terikat (Y) Kinerja Karyawan 1. Kesetiaan

(34)

dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari.

2. Prestasi Kerja

Hasil prestasi kerja pegawai, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi tolak ukur kinerja. Pada umumnya prestasi kerja seorang pegawai dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesanggupan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 3. Kedisiplinan

Sejauh mana pegawai dapat mematuhi peraturan -peraturan yang ada dan melaksanakan intruksi yang diberikan kepadanya.

4. Kreativitas

Merupakan kemampuan pegawai dalam mengembangkan kreativitas dan mengeluarkan potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna. 5. Kerjasama

Dalam hal ini kerjasama diukur dari kemampuan pegawai untuk bekerja sama dengan pegawai lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik. 6. Kecakapan

Dapat diukur dari tingkat pendidikan pegawai yang disesuaikan dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya.

7. Tanggung jawab

Yaitu kesanggupan seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko pekerjaan yang dilakukan.

- Karakteristik responden

Karakteristik reponden dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis kelamin: jenis kelamin karyawan PT Indomarco Prismatama Cabang Medan yang mengisi kuisioner.

(35)

3. Pendidikan: pendidikan terakhir karyawan PT Indomarco Prismatama Cabang Medan.

4. Lama bekerja: kurun waktu karyawan bekerja yang mengisi kuisioner.

5. Divisi kerja : divisi tempat karyawan bekerja yang mengisi kuisioner.

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah pendapat atau pernyataan yang belum tentu kebenarannya, masih harus diuji lebih dahulu dan karenanya bersifat sementara atau dugaan awal (Krisyantono, 2008:28).

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat Hubungan antara Budaya Organisasi terhadap Kinerja

Karyawan PT Indomarco Prismatama Cabang Medan

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawah ke atas, yakni pesan yang disampaikan oleh para anggota organisasi/ bawahan kepada pimpinan. Komunikasi ini

2) Upward communication (komunikasi ke atas) , yakni pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang

Yang dimaksud komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawah kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi.

Wexley dan Yukl, yaitu komunikasi bawahan-atasan mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi dalam suatu kelompok atau organisasi. Para manajer

Menurut Muhammad komunikasi ke bawah menunjukan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawah

Karyawan lebih suka bekerja dengan atasan yang bersikap mendukung, penuh pengertian, hangat dan bersahabat, memberi pujian atas kinerja yang baik dari bawahan,

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi ke semua karyawan

Indomarco Prismatama Cabang Palembang, disarankan untuk lebih meningkatkan lagi kinerja yang sudah berjalan baik sekarang ini, terutama indikator yang mas ih rendah yaitu karyawan mampu