5
TINJAUAN PUSTAKA
Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims)
Markisa ungu merupakan salah satu jenis markisa yang paling banyak
dibudidayakan di Indonesia terutama di daerah subtropis dan di dataran tinggi
tropis. Tanaman ini berbuah lebat dengan buah berbentuk bulat sampai bulat agak
lonjong. Buah markisa yang muda berwarna hijau, sedangkan buah tua atau
masak berwarna ungu tua dengan kulit buah agak tipis dan keras. Sari buah
markisa berwarna kuning oranye, rasanya asam-asam manis dengan aroma yang
khas (Rukmana, 2003).
Buah markisa ungu merupakan buah yang memiliki kandungan gizi yang
tinggi terutama kandungan antioksidan, dimana antioksidan dapat menstabilkan
radikal bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid. Markisa segar
banyak mengandung vitamin A, vitamin C, β-karoten, komponen flavonoid dan
serat. Kandungan serat pada markisa bersifat tidak larut air sehingga berfungsi
untuk mengikat lemak dengan menurunkan kolesterol serum (Kusumastuty,
2014).
Selain menurunkan kolesterol serum, markisa juga bermanfaat terhadap
penghambatan pembentukan sel kanker karena kandungan serat yang tinggi
sekitar 10,40 g. Kandungan fitokimia markisa yang berperan dalam
penghambatan sel kanker adalah karotenoid dan polifenol. Kandungan vitamin C
dalam markisa berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh dan sebagai antioksidan
alami (Susanti dan Putri, 2014). Kandungan atau komposisi nilai gizi markisa
Tabel 1. Kandungan nilai gizi markisa dalam 100 g bahan
Pada umumnya di Indonesia, buah markisa dikonsumsi dalam keadaan
segar seperti jus. Jus markisa akan lebih baik apabila dicampur dengan jus nenas,
terong belanda atau stroberi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi
pengolahan pangan, markisa diolah menjadi sirup atau sari buah. Sedangkan di
luar negeri, markisa diolah menjadi sirup yang digunakan dalam membuat saus,
gelatin desserts, candy, es krim, sherbet, cake filling, chiffon pie, dan cocktail.
Daging buah yang berbiji dikombinasi dengan buah lain seperti nenas atau tomat
dapat digunakan dalam pembuatan jam atau jelly (Karsinah, dkk., 2010).
Bengkuang (Pachyrhizus erosus)
Bengkuang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang berbentuk
bulat seperti gasing dengan berat mencapai 500 gram. Kulit umbi bengkuang yang
tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalam berwarna putih dengan cairan segar
86-90%. Rasa manis pada bengkuang berasal dari oligosakarida yang disebut inulin.
Sifat yang manis dapat berfungsi sebagai penurun kalori serta inulin berperan
dalam membantu tulang menyerap dan mengikat kalsium sehingga dapat
mencegah pengeroposan tulang (Astawan, 2009; Rivera, dkk., 2010). Kandungan
gizi bengkuang dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi bengkuang dalam 100 g bahan
Zat gizi dasar Kadar per 100 g
Bengkuang mengandung gula, pati, serat, dan oligosakarida. Serat pangan
bengkuang berfungsi sebagai prebiotik bagi mikroflora usus serta dapat
menurunkan kadar glukosa darah. Oligosakarida bengkuang dikenal dengan
inulin. Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa yang bersifat larut dalam
air namun tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Serat pada bengkuang
dapat mengendalikan kadar glukosa darah karena diserap secara perlahan dan
tidak semuanya diubah menjadi glukosa sehingga sangat cocok bagi penderita
diabetes mellitus (Nurhamidah, 2013).
Es Lilin
Es lilin merupakan salah satu produk minuman beku (water ice) yang
terbuat dari bahan baku air, gula, baik dengan penambahan sari buah ataupun
senyawa aditif seperti zat pewarna, flavor, pemanis, pengatur keasaman dan zat
pengawet. Es lilin banyak dikonsumsi karena disajikan dalam keadaan dingin dan
salah satu karakteristik es lilin yang menarik masyarakat adalah tampilan produk
dengan warna yang menarik, rasa yang manis, kemasan yang sederhana dan harga
yang murah (Hartono, dkk., 2013).
Sesuai dengan aturan The Code of Federal Regulation, komposisi standar
produk bekuan turunan es krim terdiri dari gula sebagai pemanis, air, sari buah,
dengan penambahan zat aditif berupa penstabil, atau pewarna sintetis. Produk es
yang tergolong water ice tidak mengandung krim dan susu dalam komposisi
produk es yang dihasilkan sehingga produk es lilin dan sherbet tidak mengandung
lemak (Kilara dan Chandan, 2007).
Karakteristik mutu fisik es lilin dan es krim hampir sama, hanya saja es
yang dihasilkan memiliki peranan penting terhadap penerimaan konsumen.
Pembuatan es krim tidak terlepas dari penggunaan zat penstabil untuk
mempertahankan tekstur dan mengurangi kecepatan mencair es krim. Konsentrasi
dan jenis zat penstabil yang digunakan memiliki peranan penting terhadap tekstur
pada produk es krim dengan mengikat air bebas dan mempertahankan ikatan air
pada struktur gel yang dikenal sebagai proses hidrasi (Soad, dkk., 2014).
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk es lilin belum ada, sehingga SNI
yang digunakan mengacu pada SNI minuman sari buah. Adapun SNI minuman
sari buah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu minuman sari buah
No. Uraian Persyaratan
1. Keadaan (Kenampakan, bau, dan rasa) Normal
2. pH Maksimal 4
3. Padatan terlarut (b/b,%) Minimal 10,0/11,0
4. Gula (Sukrosa) Maksimal 5
5. Bahan tambahan makanan
- Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995
- Pemanis buatan Negatif
- Pengawet dan pengemulsi Sesuai SNI 01-0222-1995 6. Cemaran logam :
- Angka lempeng total (koloni/ml) Maks. 1.104 - Bakteri bentuk Coli (APM/ml) Maks. 20
- Escherichia coli (APM/ml) <3
- Staphylococcus aureus (koloni/ml) Negatif
- Salmonella (koloni/25 ml) Negatif
- Kapang dan Khamir (koloni/ml) Maks. 1 x 102
Gula Cair (High Fructose Syrup)
High Fructose Syrup (HFS) merupakan gula yang dihasilkan melalui
pencampuran glukosa, fruktosa dengan oligosakarida yang dipasarkan dalam
bentuk cair. Umumnya komposisi HFS terdiri dari 42-55% fruktosa. HFS banyak
digunakan untuk pengolahan produk minuman, jeli, dan produk olahan susu
karena tingkat kemanisan HFS yang hampir sama dengan gula sukrosa sehingga
dapat menggantikan penggunaan gula sukrosa dengan gula cair HFS serta
mengonsumsi gula HFS juga menurunkan resiko akan diabetes karena gula HFS
terbuat dari substitusi sukrosa dengan golongan oligosakarida (Silva, dkk., 2006).
HFS (High Fructose Syrup) dibuat dengan cara enzimasi pati secara
bertingkat, dengan cara memanfaatkan enzim alpha amylase, amyloglukosidase
dan isomerase. Hasil yang diperoleh berupa sirup (72-75%) yang mengandung
52-55% glukosa, 42-45% fruktosa dan sekitar 3% maltosa dan isomaltosa
(Soebijanto, 1986). Karakteristik fungsional HFS lebih baik apabila dibandingkan
dengan gula sukrosa yaitu kelarutan HFS yang tinggi, tidak membentuk kristal
gula, serta tingkat kemanisan yang tinggi (Vuilleumier, 1993).
Sirup fruktosa memiliki sifat yang tidak membentuk kristal sukrosa
sehingga meningkatkan kualitas tekstur dan lebih berpotensi untuk mencegah
kerusakan mikrobiologis terhadap produk yang dibekukan. Sirup fruktosa
berwarna bening, berasa manis, dan tekstur sirup yang kental. Apabila
dibandingkan dengan gula sukrosa, penggunaan sirup fruktosa pada produk yang
dibekukan lebih baik karena dapat menekan titik pembekuan sehingga tidak
terbentuk granula kristal es sehingga dihasilkan tekstur es yang halus dan padat
Zat Penstabil
Gelatin
Gelatin adalah salah satu jenis penstabil yang sering digunakan dalam
pengolahan produk beku seperti es krim. Gelatin memiliki ciri tidak berwarna dan
bening, mudah larut pada air hangat, dan tidak berbau (Soad, dkk., 2014).
Kemampuan gelatin dalam menyerap air sekitar 5-10 kali berat gelatin, serta
sebagai polimer bioadhesif yang mampu membentuk gel dengan kekuatan yang
berbeda tergantung konsentrasi gelatin yang digunakan (Suryani, dkk., 2009).
Gel yang dihasilkan bersifat reversibel karena penggunaan gelatin yang
diberi pemanasan akan menyebabkan gel meleleh, sedangkan pendinginan balik
akan menyebabkan pemadatan gelatin dan membentuk gel kembali yang dikenal
sebagai proses gelasi. Dalam industri pangan, gelatin berperan sebagai pembentuk
tekstur gel pada produk jeli, permen, penstabil dan pengemulsi pada produk es
krim, margarin dan olahan susu (Mariod dan Adam, 2013).
Gelatin yang digunakan berbentuk serbuk atau granula yang berwarna
bening kekuningan. Gelatin terlebih dahulu dilarutkan dengan air dingin,
kemudian dipanaskan pada suhu di atas 45ºC agar terlarut sempurna dengan
bahan. Penggunaan gelatin pada beberapa jenis buah yang mengandung enzim
proteolitik berpengaruh terhadap penurunan fungsi protein gelatin dalam
meningkatkan kepadatan tekstur produk. Gelatin diperlukan pada pengolahan
produk es krim, sorbet, sherbet dan es lilin karena fungsi gelatin yang bersifat
hidrokoloid dapat mengikat dan menyerap air bahan sehingga saat pembekuan
produk dapat mencegah terbentuknya kristal es yang menurunkan mutu tekstur
kepadatan produk beku yang dihasilkan (Blackburn, 2012). Sesuai dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
24 tahun 2003 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan penstabil
dimana batas maksimum penggunaan gelatin adalah 50.000 mg/kg untuk kategori
pangan es untuk dimakan (edible ice), termasuk sherbet dan sorbet.
Sifat gel yang dihasilkan gelatin pada pengolahan produk es lilin dapat
memberikan efek yang mudah meleleh di mulut dan tekstur produk yang lebih
lembut dan elastis. Penggunaan gelatin pada pengolahan produk es sering
dikombinasikan dengan jenis hidrokoloid lain untuk meningkatkan kelembutan
tekstur yang dihasilkan. Penggunaan gelatin pada produk jeli lebih fungsional
karena gel yang dihasilkan memberikan tampak warna bening dan mengkilat
(Saha dan Bhattacharya, 2010).
Penggunaan gelatin sebagai zat penstabil pada produk es krim cocok pada
konsentrasi sebesar 0,5%. Gelatin juga dapat digunakan untuk melapisi bagian
permukaan produk hewani dan buah-buahan untuk mencegah kerusakan fisik
produk (Rahman, 2007). Penambahan sebanyak 0,25% gelatin pada es krim dapat
menghambat pembentukan kristalisasi es. Dalam pengolahan minuman sorbet,
penggunaan gelatin biasanya disertai dengan penambahan beberapa jenis
hidrokoloid lainnya untuk meningkatkan mutu sensoris produk (Lersch, 2010).
Gambar 1. Struktur kimia gelatin
Gum arab
Gum arab atau gum akasia adalah senyawa hidrokoloid yang secara
alamiah diekstrak dari tanaman akasia dan berpotensi sebagai bahan penstabil,
pembentuk gel, pengikat air, dan pengemulsi yang baik pada pengolahan produk
pangan. Pada produk bekuan seperti
pada proses pengolahan dapat menghambat aktivitas pembentuk kristal es yang
berlebih karena sifat gum arab yang sangat baik meng
pembekuan sehingga mempertahankan konsistensi produk yang dihasilk
terhadap pengaruh suhu dan viskositas. Pada pengolahan produk es krim,
penggunaan hidrokoloid juga mampu mencegah penurunan kualitas aroma akibat
proses pembekuan dan umumnya dilakukan dengan mengkombinasikan antara
dua atau lebih jenis hidrokoloid (Mil
Gum arab adalah satu
pada dispersi air dan lemak yang baik. Mekanisme gum arab sebagai zat penstabil
adalah melalui reaksi penurunan tegangan interfasial antara dispersi air dan
minyak selama proses homogenisasi, dimana rantai polisakarida dari gum arab Gambar 1. Struktur kimia gelatin (Belitz, dkk., 2007)
Gum arab atau gum akasia adalah senyawa hidrokoloid yang secara
alamiah diekstrak dari tanaman akasia dan berpotensi sebagai bahan penstabil,
pembentuk gel, pengikat air, dan pengemulsi yang baik pada pengolahan produk
pangan. Pada produk bekuan seperti desserts dan es krim, penambahan gum arab
pada proses pengolahan dapat menghambat aktivitas pembentuk kristal es yang
berlebih karena sifat gum arab yang sangat baik mengikat air bahan selama
sehingga mempertahankan konsistensi produk yang dihasilk
terhadap pengaruh suhu dan viskositas. Pada pengolahan produk es krim,
penggunaan hidrokoloid juga mampu mencegah penurunan kualitas aroma akibat
proses pembekuan dan umumnya dilakukan dengan mengkombinasikan antara
dua atau lebih jenis hidrokoloid (Milano dan Maleki, 2012).
Gum arab adalah satu-satunya jenis gum yang memiliki stabilitas larut
pada dispersi air dan lemak yang baik. Mekanisme gum arab sebagai zat penstabil
adalah melalui reaksi penurunan tegangan interfasial antara dispersi air dan
k selama proses homogenisasi, dimana rantai polisakarida dari gum arab 2007)
Gum arab atau gum akasia adalah senyawa hidrokoloid yang secara
alamiah diekstrak dari tanaman akasia dan berpotensi sebagai bahan penstabil,
pembentuk gel, pengikat air, dan pengemulsi yang baik pada pengolahan produk
dan es krim, penambahan gum arab
pada proses pengolahan dapat menghambat aktivitas pembentuk kristal es yang
ikat air bahan selama
sehingga mempertahankan konsistensi produk yang dihasilkan
terhadap pengaruh suhu dan viskositas. Pada pengolahan produk es krim,
penggunaan hidrokoloid juga mampu mencegah penurunan kualitas aroma akibat
proses pembekuan dan umumnya dilakukan dengan mengkombinasikan antara
satunya jenis gum yang memiliki stabilitas larut
pada dispersi air dan lemak yang baik. Mekanisme gum arab sebagai zat penstabil
adalah melalui reaksi penurunan tegangan interfasial antara dispersi air dan
yang bersifat hidrofilik akan menarik air bahan dan mencegah terjadinya
penggumpalan atau flokulasi dispersi seiring dengan pengikatan air bebas
(Milano dan Maleki, 2012).
Gum arab bersifat stabil pada kondisi asam dan banyak digunakan sebagai
pengemulsi pada produk minuman berkarbonasi dan minuman sari buah karena
efektivitas gum arab dalam menghambat pengkeruhan dan flokulasi produk
minuman yang dihasilkan. Walaupun gum arab memiliki kelarutan dalam air yang
baik, penggunaan gum arab sebanyak 30% memiliki viskositas yang lebih rendah
daripada viskositas yang dihasilkan xanthan gum dan Carboxy Methyl Cellulose
(Phillips dan Williams, 2009). Struktur kimia gum arab dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia gum arab (Phillips dan Williams, 2009)
CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Beberapa jenis hidrokoloid yang sering digunakan dalam industri pangan
senyawa protein. CMC (Carboxymethycellulose) merupakan salah satu
hidrokoloid turunan polisakarida tumbuhan yang memiliki kelarutan yang baik
dalam air panas dan dapat membentuk gel yang bersifat reversibel bila dipanaskan
pada suhu 50-60ºC dan berfungsi sebagai agen pembentuk tekstur elastis. Selain
itu juga berfungsi untuk mencegah terbentuknya buih saat pendinginan. CMC
memiliki sifat larut pada air hangat yang berpotensi meningkatkan kepekatan pada
larutan dan bersifat anionik (Lersch, 2010).
Pemberian zat penstabil CMC dapat memperbaiki cita rasa, warna, serta
konsistensi sari buah. Selain itu, CMC memiliki beberapa kelebihan yaitu
kapasitas dalam mengikat air lebih besar, mudah larut dalam adonan es krim, serta
harga zat penstabil CMC relatif murah. CMC mempunyai kemampuan sebagai zat
pengemulsi yang bersifat hidrofilik sehingga tidak terjadi endapan pada larutan
(Kusbiantoro, dkk., 2005).
Senyawa hidrokoloid juga telah dikembangkan sebagai alternatif
pengganti peranan lemak atau fat replacer. Senyawa hidrokoloid turunan pati
hasil hidrolisis dari bengkuang atau yang dikenal sebagai inulin memiliki
karakteristik gel yang identik dengan tekstur lemak sehingga berpotensi untuk
dijadikan sebagai fat replacer pada beberapa olahan produk yang berkadar lemak
rendah. Penggunaan inulin tidak hanya berperan sebagai hidrokoloid tetapi juga
dapat meningkatkan tekstur krim dan efek mouthfeel yang creamy pada produk
seperti susu, es krim dan mentega bebas lemak tanpa mengubah atau merusak
aroma (Milano dan Maleki, 2012). Struktur kimia Carboxy Methyl Cellulose dapat
n
Gambar 3. Struktur kimia Carboxy Methyl Cellulose (Kristanoko, 1996)
Pembuatan Es Lilin
Pembuatan sari buah
Pembuatan sari buah dalam skala rumah tangga dapat dilakukan dengan
menyaring buah dengan kain saring atau diperas, untuk mempermudah proses
penyaringan maka buah tersebut dihaluskan dengan menggunakan blender serta
penambahan air. Penambahan air bertujuan memudahkan proses penghalusan. Di
industri pembuatan sari buah atau konsentrat alami dilakukan dengan
menggunakan ekstraktor mekanik. Kemudian konsentrat ini dapat dimaniskan dan
dicampur dengan air atau sari buah lain. Penambahan hidrokoloid bertujuan untuk
memperoleh produk es lilin yang baik (Karsinah, dkk., 2010).
Sifat fisik buah memberikan pengaruh terhadap kualitas sari buah terutama
dari tingkat kekentalan, kekeruhan, dan total padatan terlarut. Pengolahan buah
menjadi sari buah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sari buah encer
dengan penambahan air atau pengepresan sari buah murni dari buah dengan
kandungan air yang cukup tinggi dan sari buah yang dipekatkan dengan
Pemanasan
Pemanasan merupakan proses pengolahan pangan dengan menggunakan
panas. Pemanasan berperan penting dalam pengawetan dan peningkatan kualitas
produk. Namun tidak semua proses pemanasan memberikan keuntungan terutama
terhadap kandungan nutrisi kimia dalam produk yang rentan akan panas
(Latorre, dkk., 2012). Penggunaan suhu yang tinggi dapat menyebabkan
penurunan atau hilangnya senyawa-senyawa volatil seperti vitamin C dan
senyawa antioksidan, serta memberikan pengaruh terhadap mutu sensori seperti
warna dan kualitas rasa (Susanti dan Putri, 2014).
Pencampuran sari buah dan bahan tambahan lainnya seperti zat penstabil
dan gula cair dimasak dengan suhu 70-80oC selama 3 menit. Proses pemanasan ini
dapat disebut sebagai proses pasteurisasi. Dimana pasteurisasi bertujuan untuk
menonaktifkan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan selama
proses penyimpanan (Buckle, dkk., 2009).
Mixing
Proses pencampuran atau mixing merupakan salah satu jenis pengolahan
dalam produksi produk pangan, mencakup kombinasi antara beberapa jenis bahan
baku produk berbeda yang dicampurkan hingga membentuk suatu campuran yang
homogen baik secara manual maupun dengan menggunakan mesin pencampuran
yang dikenal sebagai mixer. Proses pencampuran dipengaruhi oleh faktor
kecepatan pencampuran, jenis bahan, tingkat homogenitas bahan dari
pencampuran bahan yang dilakukan (Brennan, 2008).
Mixing merupakan unit operasi yang digunakan secara luas untuk berbagai
untuk mencampurkan dua cairan sehingga membentuk suatu campuran yang
homogen. Proses pencampuran dapat mengurangi konsentrasi dan suhu dalam
bahan sehingga memberikan efek yang menguntungkan. Mixing juga dapat
berguna untuk melarutkan bahan, pemanasan atau pendinginan bahan
(Cheremisinoff, 2000).
Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan mutu
produk dari kerusakan baik secara fisik maupun oleh adanya kontaminasi mikroba
sekaligus memperpanjang masa simpan suatu produk. Berbagai jenis pengemasan
dirancang sesuai dengan karakteristik produk dan bahan yang akan dikemas.
Tahapan pengemasan juga terdiri dari kemasan primer, sekunder dan tersier.
Plastik merupakan jenis kemasan yang paling umum digunakan, terutama jenis
plastik polipropilen yang paling banyak digunakan dalam pengemasan produk
minuman dan makanan, bersifat fleksibel, ringan, tahan akan suhu rendah, daya
rekat yang baik dan lebih tahan akan pengaruh kelembaban, oksigen, dan panas
(Vaclavik dan Christian, 2008).
Pengemasan merupakan bagian akhir dari suatu proses produksi, dimana
tahapan pengemasan mengarah pada peningkatan kualitas fisik produk yang
menentukan nilai akhir produk melalui penilaian konsumen atau pasar. Fungsi
dilakukannya proses pengemasan adalah sebagai wadah pembungkus produk,
untuk mengurangi terjadinya kerusakan fisik produk, untuk mengurangi terjadinya
kontaminasi, serta sebagai salah satu metoda pengawetan untuk memperpanjang
masa simpan produk yang dikemas. Jenis kemasan yang digunakan tergantung
plastik, kaleng, gelas), bentuk, ukuran, dan warna kemasan yang digunakan
(Coles, dkk., 2003).
Pembekuan
Salah satu upaya dalam mempertahankan umur simpan produk pangan
adalah dengan cara pembekuan, dengan menyimpan produk dibawah titik beku
produk sehingga mengubah wujud air produk dalam bentuk kristal es. Produk
pangan seperti pada jus sari buah yang dibekukan dapat disimpan tanpa
mengalami kerusakan selama setahun pada suhu -18oC (Karsinah, dkk., 2010).
Hal ini dikarenakan tidak tersedia air bebas yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan mikroba sehingga produk lebih awet. Pembekuan produk dalam
jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan fisik terutama terjadi perubahan
warna, tekstur dan flavor (Vaclavik dan Christian, 2008).
Pembekuan produk dapat dibedakan menjadi pembekuan lambat dan
pembekuan cepat. Proses pembekuan lambat akan menyebabkan kristalisasi air
bahan pangan dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi ukuran granula kristal yang
dihasilkan lebih besar. Sedangkan pada pembekuan cepat, kristalisasi air bahan
terbentuk dalam jumlah yang besar sehingga ukuran granula kristal lebih kecil.
Ukuran granula kristal es yang besar cenderung menurunkan mutu sensori
(Hariyadi, 2007).
Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian Hartanti (2014) menunjukkan kandungan air yang besar
pada buah nenas berdampak terhadap penurunan mutu tekstur produk beku
memperlambat titik beku produk sehingga tekstur yang dihasilkan lebih lembut
dan padat.
Hasil penelitian Banerjee dan Bhattacharya (2012) menunjukkan bahwa
gelatin larut pada suhu pemanasan di atas 45 ºC dan RH 60% serta sifat kekuatan
gel dipengaruhi oleh aktivitas enzim, suhu dan pH. Penggunaan gelatin juga dapat
menjernihkan warna dan meningkatkan tekstur pada produk minuman jus buah