• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Mutu Pelayanan Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Medan Dengan Metode Servqual-Qfd (Quality Function Deployment)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Mutu Pelayanan Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Medan Dengan Metode Servqual-Qfd (Quality Function Deployment)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan selalu merupakan bahan kajian dan perhatian para ahli di berbagai Negara. Untuk Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menyatakan bahwa dalam Pelita VI kebijaksanaan sektor kesehatan, antara lain meliputi arah pembangunan kesehatan dan peningkatan perbaikan kesehatan masyarakat, serta kualitas pelayanan kesehatan (Aditama, 2006).

Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1994).

Definsi mutu pelayanan kesehatan banyak menjadi kajian para ahli. Tracendi dalam buku Cost, Quality and Access in Health Care (1988) mengemukakan bahwa salah satu isu yang paling kompleks dalam dunia pelayanan kesehatan adalah penilaian mutu pelayanan. Ruang lingkupnya sangat luas, mulai dari kemungkinan derajat kesempurnaan (perfectability), teknik intervensi klinik, sampai pada peranannya dalam menurunkan angka mortalitas. Ada yang berpendapat bahwa mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat dinilai dari mortalitas. Ada yang berpendapat bahwa mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat dinilai dari

(2)

mortalitas operasi, misalnya, atau dari angka infeksi nosokomial. Ada pula yang berpegang pada derajat pemanfaatan tempat tidur dan atau jumlah kunjungan ke poliklinik. Edlund dan Tracendi (1985) menyatakan bahwa untuk mengerti tentang mutu pelayanan harus diajukan beberapa pertanyaan, seperti oleh siapa, untuk siapa dan untuk tujuan apa pelayanan kesehatan diberikan (Aditama, 2006)

Buku Total Quality Control oleh A.V Feigenbaun yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Kendali Mutu Terpadu, secara umum menyebutkan bahwa mutu produk dan jasa didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaanyang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan pelanggan (Aditama, 2006).

2.2 Pengukuran Kualitas Pelayanan

(3)

Untuk pengukuran kualitas pelayanan jasa tersebut, diperlukan metode pengukuran yang dapat menggambarkan tingkat kualitas pelayanan penyedia jasa. Menurut Tjiptono (2011), sejumlah studi telah dilakukan oleh beberapa pakar untuk merumuskan dimensi spesifik kualitas jasa/layanan. Model kualitas layanan yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran adalah metode SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeuthalm dan Berry. Model ini dikenal pula dengan istilah gap analysis

model, yang berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan (Ginting, 2012)

Konsep dari metode ini adalah kualitas pelayanan dapat diukur dengan membandingkan antara pelayanan yang diharapkan (ekspektasi) dengan kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan itu sendiri direfleksikan dengan apa yang diterima dan dirasakan (persepsi) konsumen. Dengan kata lain metode SERVQUAL membandingkan antara harapan dan persepsi konsumen atas suatu pelayanan. Dalam metode ini, kualitas layanan mengacu pada lima dimensi. Kelima dimensi tersebut berasal dari 10 dimensi yang telah dikemukakan pada riset awal mereka (1985), yaitu : i) reliability, ii) responsiveness, iii) competence, iv) access, v) courtesy, vi)

credibility, vii) communication, viii) security, ix) understanding, dan x) tangibles.

(4)

Sehingga dalam riset berikutnya (1988) mereka menyederhanakannya menjadi lima dimensi. Kelima dimensi tersebut adalah :

a. Tangibles (bukti fisik)

Yang termasuk di dalam dimensi ini adalah fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan karyawan atau personel dari penyedia layanan.

b. Reliability (reliabilitas)

Reliabilitas dalam hal ini berarti kemampuan penyedia layanan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat.

c. Responsiveness (daya tanggap)

Daya tanggap berkenaan dengan kesediaan penyedia layanan untuk membantu konsumen dan memberikan respon permintaan konsumen dengan segera.

d. Assurance (jaminan)

Merupakan pengetahuan dan kesopanan personel penyedia layanan serta kemampuannya dalam membangun kepercayaan dan keyakinan konsumen. Dimensi ini sebenarnya merupakan gabungan dari empat dimensi yang mengalami overlapping seperti disebutkan di atas. Keempat dimensi tersebut adalah

competence, courtesy, credibility, dan security. Competence merupakan

kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyediakan jasa. Courtesy merupakan kesopanan, hormat, pertimbangan dan keramahan dari personnel

contact. Credibility menyatakan kejujuran dari penyedia layanan. Security

(5)

e. Empathy (empati)

Berkenaan dengan kepedulian dan pemberian perhatian personal kepada para konsumen. Dimensi empathy merupakan gabungan dari tiga dimensi yang mengalami overlapping, yaitu access, communication, dan understanding the

customer. Access menyatakan kesanggupan melakukan kontak dengan konsumen.

Communication merupakan kemampuan untuk memberikan informasi sehingga

konsumen mengerti dan memahami maksud penyedia layanan. Understanding the

customer menyatakan proses pengupayaan pemahaman terhadap konsumen dan

keperluannya. (Setianto, 2010).

Supriyanto dan Ernawaty (2010) menjabarkan kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut dalam pelayanan kesehatan sebagai berikut :

a. Tangibles, merupakan tampilan fisik fasilitas seperti kebersihan, penerangan dan

kebisingan; tampilan fisik tenaga seperti kerapian pakaian; dan tampilan fisik alat b. Reability, dalam hal ini berarti kemampuan penyedia layanan untuk memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan akurat.

c. Responsiveness, merupakan kemauan untuk menyediakan pelayanan dengan cepat

dan mau membantu pasien. Indikatornya antara lain adalah: waktu tunggu di loket, mendapat pelayanan meedis, apotik atau laboratorium.

d. Assurance, dalam menyampaikan pelayanan disertai rasa hormat dan sopan.

(6)

e. Empathy, merupakan kesediaan pemberi jasa untuk mendengarkan dan adanya

perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien. Indikatornya antara lain adalah mendengar keluhan pasien dengan seksama, perhatian pada kondisi pasien, dan lain-lain.

Instrumen SERVQUAL bermanfaat dalam melakukan analisis gap. Karena biasanya layanan/jasa bersifat intangible, kesenjangan komunikasi dan pemahaman antara karyawan dan pelanggan berdampak serius terhadap persepsi atau kualitas layanan. Gap-gap yang biasa terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas layanan meliputi (Tjiotono, 2011):

1. Gap antara ekspektasi pelanggan dengan persepsi manajemen (knowledge gap) Gap ini terjadi karena ada perbedaan antara ekspektasi pelanggan actual dan pemahaman atau persepsi manajemen terhadap ekspektasi pelanggan. Beberapa kemungkinan penyebab gap seperti ini antara lain: informasi yang didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat; interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi konsumen; tidak adanya analisis permintaan; buruknya atau tidak ada aliran informasi ke atas dari staf kontak konsumen ke pihak manajemen; dan terlalu banyak jenjang manajerial yang menghambat atau mengubah informasi yang disampaikan dari karyawan kontak konsumen ke pihak manajemen.

(7)

Gap ini terjadi karena spesifikasi kualitas layanan tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain: tidak adanya standar kinerja yang jelas; kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan yang tidak memadai; manajemen perencanaan buruk; kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi; kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas layanan; kekurangan sumber daya; dan situasi permintaan berlebihan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas layanan dan penyampaian layanan (delivery gap) Gap ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian layanan. Sejumlah penyebabnya antara lain : spesifikasi kualitas terlalu rumit dan/atau terlalu kaku; para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak berusaha memenuhinya; spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada; manajemen operasi layanan buruk; kurang memadainya aktivitas internal marketing; serta teknologi dan system yang tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi.

(8)

pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut; dan kecenderungan untuk melakukan “over-promise, under deliver” dalam menarik konsumen baru. Iklan dan slogan/janji perusahaan sering kali memengaruhi ekspektasi konsumen.

5. Gap antara persepsi terhadap layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan (service gap)

Gap ini berarti bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan layanan yang diharapkan. Gap ini dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatively confirmed quality) dan masalah kualitas; komunikasi getok tular yang negatif; dampak negatif terhadap citra korporat atau citra local; dan kehilangan konsumen. Gap ini terjadi apabila konsumen mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria atau ukuran yang berbeda.

Kunci utama mengatasi gap 5 (service gap) adalah menutup gap 1 sampai gap 4 melalui perancangan system layanan secara komprehensif, komunikasi dengan pelanggan secara terintegrasi dan konsisten, dan pengembangan staf layanan terlatih yang mampu secara konsisten memberikan layanan prima. Selama masih ada gap, persepsi pelanggan terhadap layanan perusahaan akan rendah.

(9)

(expected service) dan persepsi pelanggan terhadap layanan yang diterima (perceived

service). Evaluasi kualitas layanan model Servqual mencakup perhitungan perbedaan

diantara nilai yang diberikan pelanggan untuk setiap pasang pernyataan berkaitan ekspektasi dan persepsi. Skor Servqual untuk setiap pasang pernyataan, bagi masing-masing konsumen dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :

Skor Servqual = Skor Persepsi – Skor Ekspektasi.

2.3 Pengertian Mutu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian mutu dan nilai adalah sebagai berikut: mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, kadar, tarif, derajat. Bermutu artinya mempunyai mutu. Pengertian lain tentang mutu adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan secara tersirat maupun yang tersurat (Hoesin, 2011).

(10)

Adanya gugus kendali mutu di suatu organisasi kesehatan, terutama rumah sakit, puskesmas atau perusahaan kesehatan, akan banyak membantu direktur atau pimpinan puncak dalam mengendalikan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan, terutama di tempat kerja pelayanan medis bersama metode-metode kendali kontrol yang lain. Hal tersebut diketahui dari maksud dan tujuan gugus kendali mutu, yaitu :

a. Menyumbangkan perbaikan mutu, efisiensi, efektifitas, produktifitas organisasi dan penghematan pembiayaan serta pencegahan pemborosan

b. Menciptakan suatu lingkungan kerja yang lebih sadar mutu, memberikan kepuasan kerja,paham tentang persoalan persoalan kerja yang terjadi dan berupaya mempebaikinya sekaligus meningkatkan mutu produk dan pelayanan c. Berfungsi sebagai kekuatan inti pengendalian mutu di organisasi, karena apabila

seluruh petugas pada lapis ini bekerja secara efektif dan bermutu akan meningkatkan penampilan kerja organisasi secara keseluruhan.

2.4 Quality Function Deployment (QFD) 2.4.1 Pengertian QFD

(11)

mengerti dan bertindak. QFD mencakup juga monitor dan pengendalian yang tepat dari proses operasional menuju sasaran.(Marimin, 2004)

2.4.2 Tahapan QFD

Tahapan penggunaan QFD menurut Subagyo (2000) dalam Marimin (2004) adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasikan kemauan pelanggan. Dalam hal ini pelanggan atau konsumen ditanyai mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.

2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal ini didasarkan data yang tersedia, aktivitas dan sarana yang digunakan dalam menghasilkan barang dan jasa, dalam rangka menentukan kualitas pemenuhan kebutuhan pelanggan.

3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan ini dapat berpengaruh kuat, sedang atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap kualitas produk.

4. Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing. Nilai yang digunakan untuk kinerja terbaik nilai 5 dan yang terburuk nilai 1.

(12)

6. Trade off untuk memberikan penilaian pengaruh antar aktivitas atau sarana yang satu dengan yang lainnya.

2.4.3 Keuntungan QFD

Keuntungan utama metode QFD yang diekspresikan dalam sebuah matriks menurut Garpersz (2001) adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh area dimana tim pengembangan produk perlu untuk memenuhi informasi dalam mendefinisikan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan konsumen.

2. Mempunyai bentuk yang jelas dan teratur serta kemampuan untuk penelusuran kembali pada kebutuhan konsumen dari seluruh data atau informasi yang tim produk butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat dalam hal definisi, desain, produksi dan penyediaan produk atau jasa.

3. Menyediakan forum untuk analisis masalah yang timbul dari data yang tersedia mengenai kepuasan konsumen dan kemampuan kompetisi produk atau jasa. 4. Menyimpan perencanaan untuk produk sebagai hasil keputusan bersama.

5. Dapat digunakan untuk mengkomunikasikan rencana terhadap produk untuk mendukung manajemen dari pihak lainnya yang bertanggung jawab terhadap implementasi dari rencana tersebut.

2.4.4 Matriks House of Quality (HOQ)

(13)

disebut dengan costumer table. Bagian vertical dari matriks berisi informasi teknis sebagai respons bagi input konsumen, dan disebut dengan technical table. (Marimin, 2004).

Gambar 2.1. Dua Aspek Utama QFD (Gaspersz, 2001)

HOQ digunakan oleh tim di berbagai bidang untuk menerjemahkan persyaratan konsumen (consument requirement), hasil riset pasar dan benchmarking data, ke dalam sejumlah target teknis prioritas (Gaspersz, 2001)

Jenis matriks HOQ bentuknya bermacam-macam. Bentuk umum dari matriks ini terdiri dari enam komponen utama berikut:

1. Voice of Customer (WHATs) – daftar persyaratan terstruktur yang berasal dari

persyaratan konsumen.

2. Technical Response (HOWs) – daftar karakteristik produk terstruktur yang

relevan dengan persyaratan konsumen dan terukur.

3. Relationship Matrix – matriks ini menggambarkan persepsi tim QFD mengenai

keterkaitan antara technical dan customer requirement. Skala yang cocok diterapkan, dan digambarkan dengan menggunakan symbol sebagai berikut.

Customer Table

(14)

● = melambangkan hubungan kuat

○ = melambangkan hubungan sedang

Δ = melambangkan hubungan lemah

4. Planning Matrix (WHYs) – menggambarkan persepsi konsumen yang diamati

dalam survey pasar. Termasuk di dalamnya kepentingan relative dari persyaratan konsumen, perusahaan, kinerja perusahaan dan pesaing dalam memenuhi persyaratan tersebut.

5. Technical Correlation (ROOFs) matrix – digunakan untuk mengidentifikasi

dimana technical requirements saling mendukung atau saling mengganggu satu dengan yang lainnya di dalam desain produk. Matriks ini dapat mengetengahkan kesempatan untuk inovasi.

6. Technical priorities, benchmarks and targets – digunakan untuk mencatat

(15)

Gambar 2.2 Matriks Rumah Kualitas (Marimin, 2004) Langkah yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan QFD adalah: 1. Mendengarkan suara konsumen untuk menentukan harapan pelanggan.

Caranya:

a. Penentuan konsumen ahli  judgement sampling

b. Wawancara dengan konsumen ahli  hasil wawancara: atribut kualitas  pembobotan dengan metode perbandingan berpasangan. Hasilnya berupa bobot yang kemudian dikonversikan ke dalam rangking.

2. Membuat karakteristik proses yang ada dalam perusahaan. RELATIONSHIP

(16)

3. Menentukan hubungan keterkaitan antara atribut dengan karakteristik proses dengan nilai yang sudah ditetapkan.

4. Menentukan kepuasan konsumen dan juga perbandingan kinerja perusahaan. Untuk kepuasan konsumen dengan perhitungan sebagai berikut:

Perhitungan total nilai:

(N1 x 1) + (N2 x 2) + (N3 x 3) + (N4 x 4) + (N5 x 5) Dimana :

N1 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat tidak memuaskan” N2 = Jumlah responden dengan jawaban “tidak memuaskan”

N3 = Jumlah responden dengan jawaban “cukup” N4 = Jumlah responden dengan jawaban “memuaskan” N5 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat memuaskan”

Total nilai yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah interval kelas dan diperoleh nilai indeks.

Misalnya : Nilai indeks untuk atribut kesegaran = 439/5 = 87,80. Untuk menentukan penilaian tingkat kepuasan digunakan nilai indeks. Langkah-langkah yang ditempuh untuk perumusan customer rating adalah sebagai berikut :

a. Mencari nilai indeks maksimum (NA maks) dan nilai indeks minimum (NA min) kemudian menghitung range (NA maks-NA min)

b. Membuat interval kelas.

(17)

5. Menentukan trade roof atau keterkaitan antara karakteristik proses yang satu dengan yang lainnya. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan hubungan kuat positif (++) apabila salah satu karakteristik proses naik maka akan berdampak kuat pada kenaikan proses yang berkaitan tersebut. Hubungan kuat (+) pengaruhnya akan sama dengan hubungan kuat positif hanya saja dampak yang dihasilkan tidak sekuat hubungan kuat positif. Hubungan negative (-) apabila hubungan berjalan tidak searah, hal ini terjadi bila satu karakteristik mengalami penurunan tapi karakteristik yang lainnya akan mengalami kenaikan. Hubungan kuat negatif (--) apabila dampak yang dihasilkan lebih kuat dari hubungan negatif.

6. Menentukan tingkat kepentingan dan nilai relative Nilai tingkat kepentingan karakteristik proses ke-Y

= (Bobot Konversi tiap atribut x karakteristik proses ke-Y) Contoh:

Untuk nilai tingkat kepentingan pengadaan bahan = (6x10) + (1x5) + (4x10) + (3x5) = 120

Nilai relative karakteristik proses ke-Y = Tingkat Kepentingan proses Jml total nilai kepentingan Contoh:

Untuk nilai relatif pengadaan bahan = 120/1460 = 0,108

(18)

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.3. Kerangka Teori Peneliti Modifikasi dari Konsep Parasurraman et al (2005)

Dimensi kualitas pelayanan : • Tampilan fisik

Kualitas pelayanan yang diterima • Lebih baik dari yang

diharapkan

• Sama dengan yang diharapkan • Lebih rendah dari yang

diharapkan

• Nilai Kepentingan Pelanggan • Peringkat Kepentingan Absolut &

(19)

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, dijelaskan bahwa berdasarkan kebutuhan pelanggan internal dan eksternal kemudian dimasukkan ke dalam matriks House of

Quality yang terdiri dari 6 poin, yaitu skor SERVQUAL, pembanding pesaing, nilai

kepentingan pelanggan, peringkat kepentingan absolute dan relative serta matriks korelasi sehingga didapatkan 5 peringkat utama yang ditetapkan sebgai desain mutu pelayanan unit rawat jalan RS Haji Medan.

Kebutuhan Rawat Jalan RS Haji

Medan

House of Quality

• Skor SERVQUAL • Pembanding Pesaing • Jaringan Keterkaitan

• Nilai Kepentingan Pelanggan • Peringkat Kepentingan Absolut

& Relatif

Gambar

Gambar 2.1. Dua Aspek Utama QFD (Gaspersz, 2001)
Gambar 2.2 Matriks Rumah Kualitas (Marimin, 2004)
Gambar 2.3. Kerangka Teori Peneliti Modifikasi  dari Konsep Parasurraman et al (2005)
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Metode Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode yang mampu menentukan kebutuhan konsumen dan menerjemahkan kebutuhan tersebut ke dalam respon

Pada Analisis Rasio Keuangan berdasarkan perhitungan analisis rasio dapat disimpulkan bahwa pada rasio likuiditas KUD di Kecamatan Merlung yang diukur

Kecerdasan emosional (emotional intelligence) perawat sangat berpengaruh dan menunjang dalam pemberian asuhan keperawatan Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang

Pada skala 20m ini, hasil segmentasi menggunakan metode yang diusulkan menunjukkan bahwa objek-objek dalam citra dapat disegmentasi lebih baik dari hasil segmentasi

Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: “Faktor apa saja yang mendorong Moro Islamic Liberation Front (MILF) untuk

Hasil penelitiannya adalah (1) prestasi belajar siswa yang tinggal di pesantren cenderung berada pada rangking tinggi, yang berarti bahwa siswa-siswa yang tinggal

Wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas akan cenderung menjadi wajib pajak yang tidak patuh (Hardiningsih, 2011). Demikian pula sebaliknya, semakin

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan etil asetat dari dari bahan baku kulit pisang raja melalui proses fermentasi dan dilanjutkan dengan reaksi