• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN pH METER DENGAN SENSOR E-201C BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO UNO UNTUK DITERAPKAN PADA MESIN PENCUCI FILM RADIOGRAFI SINAR-X -

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RANCANG BANGUN pH METER DENGAN SENSOR E-201C BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO UNO UNTUK DITERAPKAN PADA MESIN PENCUCI FILM RADIOGRAFI SINAR-X -"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN pH METER DENGAN SENSOR E-201C BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO UNO UNTUK DITERAPKAN PADA

MESIN PENCUCI FILM RADIOGRAFI SINAR-X

HA

LAMAN JUDUL

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

oleh

MUCHAMAD NGAFIFUDDIN

4211412034

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Barang siapa menginginkan kebahagiaan didunia maka haruslah dengan ilmu,

barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat haruslah dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya maka haruslah

dengan ilmu (HR. ibn Asakir).

Tiada kata seindah doa.

Learn from yesterday, Live for today, And hope for tomorrow (Albert Einstein).

Persembahan:

(6)

vi

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Rancang

Bangun pH Meter dengan Sensor E-201C Berbasis Mikrokontroler Arduino

Uno untuk Diterapkan pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X” dapat diselesaikan dengan baik.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri

Semarang.

2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fisika Universitas Negeri Semarang.

5. Prof. Dr. Susilo M.S., dosen pembimbing I yang telah membimbing dengan

penuh kesabaran dan selalu memberikan arahan, saran, dan motivasi.

6. Sunarno, S.Si., M.Si., dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan

dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.

(7)

vii

8. Dr. Agus Yulianto, M.Si., selaku dosen wali atas bimbingan, motivasi,

semangat dan arahan selama menempuh kuliah di tingkat sarjana.

9. Rodhotul Muttaqin, S.Si yang telah memberikan saran dan masukan selama

penyusunan skripsi.

10. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan serta memberikan dukungan baik

secara moral maupun materiil yang tak henti-hentinya diberikan.

11. Moh Shofi Nur Utami dan Esti Melintang yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi mulai dari awal sampai akhir.

12. Sahabat Fisika 2012 yang selalu menyemangati dan memberikan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

13. Sahabat Fisika Elins yang selalu menyemangati, mendukung, dan menjadi teman sharing selama kuliah dan penelitian.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Akhir kata, penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca sekalian. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik demi menyempurnakan

penelitian ini. Semoga penelitian yang telah dilakukan dapat menjadikan sumbangsih bagi kemajuan dunia riset indonesia.

Semarang,14 Desember 2016

(8)

viii

ABSTRAK

Ngafifuddin, M. 2016. Rancang Bangun pH Meter dengan Sensor E-201C Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno untuk Diterapkan pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Pertama Prof. Dr. Susilo M.S. dan Pembimbing Kedua Sunarno, S.Si., M.Si.

Kata kunci: Larutan fixer, sensor E-201C, arduino uno, pH meter digital

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Masalah ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Proses Pencucian Film Radiografi ... 6

2.1.1 Pengolahan Film Radiografi Secara manual ... 7

(10)

x

2.1.2 Pengolahan Film Radiografi Secara Otomatis ... 11

2.2 Larutan Fixer ... 13

2.3 Sensor pH ... 15

2.4 Mikrokontroler ... 18

2.5 Arduino ... 18

2.5.1 Kelebihan Arduino ... 19

2.5.2 Sistem Minimum ArduinoUno R3 ... 20

2.6 Penguat Sinyal ... 21

2.7 Interfacing dengan PC Berbasis USB ... 24

2.7.1 Interfacing ... 24

3.3 Desain Penelitian ... 28

3.3.1 Perancangan Perangkat Keras pH Meter ... 28

3.3.2 Perancangan Perangkat Lunak pH Meter ... 31

3.4 Pengujian Rangkaian ... 32

3.5 Metode Pengambilan Data ... 33

3.6 Alur Penelitian ... 34

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Hasil Penelitian ... 35

4.1.1 Hasil Karakterisasi Sensor ………..……….37

4.1.1.1 Hasil Pengujian Sensor ... 37

4.1.1.2 Hasil Pengujian Rangkaian Pengkondisian Sinyal ... 38

(11)

xi

4.2 Pembahasan ... 39

4.2.1 KarakterisasiSensor ... 40

4.2.2 Kalibrasi Alat ... 46

5. PENUTUP ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahap Pembuatan Radiografi Manual (Meredith & Massey, 1977) ... 11

2.2 Urutan Pengolahan Radiografi ... 13

2.3 Komponen Penyusun Fixer dan Fungsinya (Bushong, 2013 : 230) ... 14

3.1 Bahan Penelitian... 28

4.1 Hasil Pengujian Sensor ... 38

4.2 Hasil Pengujian Rangkaian Pengkondisian Sinyal ... 38

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Gambaran Skematis Proses Pencucian Film Otomatis

(Fosbinder & Orth, 2012 : 114) ... 12

2.2 (a) Elektroda sensor pH, (b) Grafik hubungan pH dengan Tegangan (Kurzweil, 2009) ... 17

2.3 (a) Sensor pH E-201C, (b) Rangkaian Sensor E-201C (Robot Wiki, 2014).... 17

2.4 Sistem Minimum Arduino Uno (Rudiawan, 2014) ... 21

2.5 (a) Rangkaian Penguat Inverting, (b) Rangkaian Penguat Noninverting (Perrin, 1998) ... 22

2.6 Rangkaian Dasar Penapis Aktif Lolos Rendah Orde Pertama (Lamba et al, 2014) ... 24

3.1 Skema Rancang Bangun pH Meter ... 29

3.2 Skema Rangkaian Pengkondisian Sinyal ... 30

3.3 Rangkaian Power Supply 12 Volt ... 30

3.4 Diagram Alir Program ... 32

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 34

4.1 Alat Ukur pH Meter ... 35

4.2 Desain Tampilan pada PC ... 36

4.3 Grafik Hubungan antara pH dan Tegangan Output Sensor ... 41

4.4 Elektroda pH (Emerson Process Management, 2010) ... 41

4.5 Rangkaian Pengkondisian Sinyal ... 44

4.6 Grafik Hubungan antara Tegangan Output Sensor dan Tegangan Output Pengkondisian Sinyal ... 45

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Penelitian ... 54

2. Perhitungan Rangkaian Pengkondisian Sinyal ... 55

3. Program ... 57

4. Reaksi Larutan Buffer ... 62

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pengukuran

mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk mengetahui nilai dari suatu besaran fisis. Pengukuran menghasilkan karakteristik

sistem yang menunjukkan suatu kuantitas (Himbert, 2009). Hasil pengukuran dapat dinyatakan dalam angka dan satuan, misalnya pengukuran pH, suhu, intensitas cahaya dan lain-lain. Secara umum pengukuran besaran fisis masih

dilakukan secara manual, tetapi tidak sedikit juga yang sudah menggunakan sistem otomatis. Kebutuhan akan otomatisasi dan informasi yang lebih cepat,

mendorong manusia untuk mengembangkan atau menemukan alat supaya lebih efisien dalam penggunaannya. Dengan memanfaatkan mikrokontroler sebagai

sistem kontrol sangat membantu proses pekerjaan menjadi lebih efisien dibanding dikerjakan secara manual oleh manusia sehingga dapat meminimalkan kesalahan yang terjadi. Perangkat yang memanfaatkan mikrokontroler sebagai

komponen utama dalam sistem kendali, salah satunya adalah pH meter.

pH merupakan besaran fisis dan diukur pada skala 0 sampai 14. Pengukuran

pH biasanya dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH banyak sekali dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, misal pengukuran pH air pada kolam ikan, pengendalian kadar keasaman pada sistem hidroponik, pengukuran

(16)

2

pH cairan dalam mesin pencuci film radiografi berpengaruh terhadap hasil

citra yang dihasilkan. Citra dari hasil radiografi biasanya diproses melalui mesin pencuci film otomatis, dimana mesin pencuci film otomatis terdiri dari cairan

yang digunakan untuk memproses film radiografi. Cairan yang digunakan untuk memproses film radiografi adalah cairan developer, cairan fixer dan washing.

Cairan ini mempunyai batas ambang pH agar bekerja secara optimal. Menurut Orubite & Jack (2012), konsentrasi cairan fixer rendah dapat digunakan untuk pencucian perak pada fotografi. Berdasarkan hasil penelitian Zusagka et.al

(2014), nilai pH berpengaruh terhadap densitas dari hasil citra radiografi. Jika ambang batas pH ini kurang atau lebih dari batas ambang optimalnya, hasil

pencitraan dari film radiografi tidak akan jelas atau bahkan tidak kelihatan sama sekali. Konsentrasi optimum cairan fixer untuk bekerja pada pH 4,0 - 5,0 (Kajul, 2014). Berubahnya nilai pH pada cairan yang digunakan untuk memproses film

radiografi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya waktu pemakaian. Pemakaian cairan fixer yang berulang-ulang menyebabkan kemampuan untuk menetapkan citra semakin berkurang. Menurut Kajul (2014), penggunaan cairan

fixer yang lemah akan menimbulkan efek-efek pada pemrosesan film radiografi,

seperti waktu pembeningan menjadi panjang dan proses penetapan tidak cukup,

film tidak cukup mengalami pengerasan, film mungkin mengandung noda-noda pembangkit, dan film mengandung sisa-sisa larutan lain yang tidak dapat lepas dari permukaan film.

Selama ini pengukuran pH pada proses pencucian film radiografi di laboratorium Fisika Medik UNNES masih dengan cara manual, belum

(17)

3

dengan mesin pencuci film radiografi otomatis, sehingga perlu dibuat alat

pengukuran pH yang kompatibel dengan mesin pencuci film radiografi otomatis. Mengingat pentingnya pengukuran pH tersebut guna mendapat hasil citra

radiografi yang baik, maka penulis melakukan penelitian berkaitan dengan pengembangan mesin pencuci film radiografi dengan sensor pH (E-201C).

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana menerapkan sensor E-201C sebagai sensor pH dan mengkarakterisasi sensor pH (E-201C).

2. Bagaimana merancang alat untuk mengukur pH pada mesin pencuci film

radiografi dengan sensor pH (E-201C) menggunakan mikrokontroler.

1.3

Batasan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan menghasilkan permasalahan yang

begitu luas, sehingga perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah pada penelitian ini antara lain :

1. Pembuatan alat ukur pH dibatasi pada alat ukur digital yang berbasis mikrokontroler arduino uno dengan tampilan personal Computer (PC). 2. Alat ukur pH diterapkan pada cairan fixer.

3. Pengujian yang dilakukan terhadap alat ukur adalah menyangkut 2 karakter alat, yaitu:

a. Linieritas alat terhadap perubahan pH yang diukur.

(18)

4

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengkarakterisasi sensor E-201C sebagai sensor pH.

2. Merancang alat untuk mengukur pH pada mesin pencuci film radiografi dengan sensor pH (E-201C) menggunakan mikrokontroler arduino uno.

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Pengukuran pH berbasis PC dapat dijadikan monitoring pH cairan pada mesin pencuci film radiografi.

2. Pengembangan mesin pencuci film radiografi dengan sensor pH (E-201C) dapat dijadikan sarana untuk mengembangkan Laboratorium Fisika Medik

Universitas Negeri Semarang.

1.6

Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu

bagian awal skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi. Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan

pembimbing, pernyataan, halaman pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

Bagian isi skripsi terdiri dari 5 bab yaitu Bab 1 Pendahuluan, Bab 2

Landasan Teori, Bab 3 Metode Penelitian, Bab 4 Hasil dan Pembahasan serta Bab 5 Kesimpulan dan Saran.

(19)

5

Bab 2. Landasan Teori, berisi teori-teori yang mendukung penelitian.

Bab 3. Metode Penelitian, berisi tempat pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang digunakan, dan langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian.

Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini berisi pembahasan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.

Bab 5. Simpulan dan Saran, berisi simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.

(20)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Proses Pencucian Film Radiografi

Pemanfaaatan sinar-X dengan energi rendah di bidang kedokteran sering

dimanfaatkan untuk radio diagnostik, seperti pembuatan citra radiografi konvensional, misalnya pembuatan citra radiografi kepala, torak, abdomen, dan

lainnya (Susilo et al., 2011). Pencitraan berbasis film terdiri dari interaksi sinar-X dengan elektron dalam film emulsi, produksi dari citra laten, dan pengolahan cairan kimia yang mengubah bayangan laten menjadi terlihat. Dengan demikian,

film radiografi menyediakan media untuk merekam, menampilkan, dan menyimpan informasi diagnostik. Citra berbasis film dikenal sebagai citra analog.

Citra Analog dicirikan dengan warna keabu-abuan pada film radiograf antara warna hitam dan putih. Setiap warna abu-abu memiliki kerapatan (densitas) optik

yang terkait dengan jumlah cahaya yang dapat melewati citra melalui intensifying screen. Film analog menampilkan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan pada

film digital. Namun film analog relatif tidak efisien terhadap detektor radiasi dan

dengan demikian membutuhkan paparan radiasi tinggi. Penggunaan faktor dengan kecepatan tinggi pada film merupakan metode untuk dapat mengurangi paparan

radiasi. Bahan kimia yang digunakan juga berpengaruh terhadap proses pembentukan citra pada film yang telah dipapar oleh sinar-X. Hasil akhirnya berupa citra yang sulit untuk diubah-ubah setelah menangkap paparan sinar-X

(21)

7

Prosesing film merupakan suatu langkah yang melengkapi prosedur untuk

mendapatkan hasil radiografi. Prosesing menghasilkan gambar tampak yang berasal dari gambar laten hasil foto sinar-X. Ketika sinar-X mengenai perak

halida (AgBr) pada emulsi film, maka terbentuk gambar laten. Gambar laten akan menjadi tampak setelah film direndam dalam larutan kimia yang mengubah

perak halida menjadi partikel perak metalik (Langland & Langlais, 2002).

Proses pencucian film radiografi dilakukan didalam kamar gelap agar hasil film radiografi tidak terjadi cacat. Proses pencucian film radiografi sendiri

dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengolahan film radiografi secara manual dan pengolahan film radiografi secara otomatis.

2.1.1. Pengolahan Film Radiografi Secara Manual

Menurut Bushong (2013 : 226-227), proses pencucian film radiografi terdiri dari pembasahan (wetting), pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan pengeringan (drying).

2.1.1.1.Wetting

Wetting merupakan tahap pertama dalam proses pencucian film radiografi.

Proses wetting dilakukan dengan menggunakan air yang berguna untuk memperbesar emulsi pada film radiografi. Dalam pemrosesan otomatis, proses

wetting terdapat pada proses developing (Bushong, 2013 : 228).

2.1.1.2.Developing

Proses developing yang dimaksud yaitu perubahan butir-butir perak halida

didalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Butiran perak halida

(22)

8

butiran perak halida akan membentuk bayangan laten pada film (Jauhari, 2010).

Tindakan utama developing adalah untuk mengubah ion perak dari kristal yang terkena paparan sinar-X menjadi perak (Bushong, 2013 : 228).

Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromide negatif (AgBr) yang tersusun bersama didalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film

mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion halida yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron bergerak dengan cepat dan tersimpan didalam bintik kepekaan (sensitivity speck), sehingga bermuatan

negatif. Bintik kepekaan menarik ion perak positif yang bergerak bebas dan menetralkannya menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Hal ini akan

menyebabkan terbentuknya bayangan laten yang bersifat tidak tampak (Meredith & Massey, 1977). Menurut Jauhari (2010), reaksi kimia yang terjadi dari proses tebentuknya bayangan laten ditunjukkan pada persamaan (2.1).

(2.1)

Reaksi kimia yang terjadi antara bahan pembangkit (developing agent)

dengan film ditunjukkan pada persamaan (2.2).

(2.2)

dengan X adalah oksidasi developing agent.

(23)

9

(developing agent), bahan pemercepat (accelerator), bahan penahan (restrainer),

bahan penangkal (preservative) dan bahan-bahan tambahan.

Proses developing mengandung senyawa alkali, seperti natrium karbonat

dan natrium hidroksida. Larutan penyangga (buffer) akan meningkatkan kerja larutan developer dengan mengontrol konsentrasi larutan atau pH (Bushong,

2013 : 229).

2.1.1.3.Rinsing

Rinsing merupakan proses yang dilakukan setelah proses developing.

Rinsing dilakukan dengan menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk

menghilangkan sisa-sisa larutan developer agar tidak terbawa ke proses selanjutnya. Larutan developer yang terbawa dapat menyebabkan kabut dikroik

(dichroic fog) apabila sisa larutan developer pada film masuk ke proses fixing. Proses yang terjadi pada cairan rinsing yaitu memperlambat proses developing dengan membuang cairan developer dari permukaan film dengan

cara merendamnya kedalam air. Proses rinsing harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik (Jauhari, 2010).

2.1.1.4.Fixing

Perak halida dihilingkan dengan mengubahnya menjadi perak komplek.

Senyawa tersebut bersifat larut dalam air, selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian. Tujuan dari proses fixing ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan developer yang terserap oleh emulsi film.

Pada proses ini diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air

(24)

10

Bahan-bahan yang dipakai pada proses fixing ini adalah bahan penetap

(fixing agent), bahan pemercepat, bahan penangkal, bahan pengeras (hardener), bahan penyangga (buffer), dan bahan pelarut (Jauhari, 2010).

2.1.1.5.Washing

Proses washing film radiografi dilakukan dengan menggunakan air mengalir

sampai bau asam dari larutan fixer menghilang. Proses washing film ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan perak komplek dan garam yang terbentuk dari proses fixing.

2.1.1.6.Drying

Proses terakhir dalam pencucian film adalah proses drying. Proses drying

dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam emulsi dan agar mudah untuk disimpan. Proses drying akan membuat emulsi lebih kuat dan mudah untuk dipegang serta menjaga visualisasi image dengan cara membatasi

efek radiasi dan refleksi yang disebabkan adanya air dipermukaan emulsi.

Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan proses drying adalah dengan bantuan udara, dan ada 3 faktor yang mempengaruhi, yaitu suhu udara,

kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi tidak rusak, bebas dari partikel debu,

endapan kristal, noda, dan artefak (struktur yang tidak biasanya hadir pada radiografi) (Jauhari, 2010).

Menurut Meredith & Massey (1977: 174), secara singkat proses pengolahan

(25)

11

Tabel 2.1 Tahap Pembuatan Radiografi Manual (Meredith & Massey, 1977) No Proses Perkiraan

Waktu Proses yang terjadi

1 Pembuatan Ukuran kristal AgBr yang sesuai, dan memiliki sensitifitas bintik yang dibuat dan dicampur dalam gelatin.

2 Eksposi 0.01-10 detik Pembuatan citra laten.

3 Pembasahan 10 detik Pembasahan film, agar proses pembangkitan sama.

4 Pembangkitan 3-10 menit Pengubahan citra laten menjadi perak.

5 Pembilasan(asam) 1 menit Menghentikan pembangkitan dan menghilangkan kelebihan

7 Pencucian 30 menit Menghilangkan hasil pembangkit dan penetapan.

8 Pengeringan 30 menit Menghilangkan air.

2.1.2. Pengolahan Film Radiografi Secara Otomatis

Pemrosesan film secara otomatis hampir sama dengan proses film secara manual. Dalam proses film otomatis langkah-langkah yang dilakukan meliputi

developing, fixing, washing, dan drying. Semua proses pencucian film otomatis

dilakukan pada kamar gelap dengan menggunakan unit mesin. Perbedaan utama dengan proses pencucian film secara manual terletak pada konsentrasi yang

(26)

12

Komponen utama dari proses otomatis adalah sistem transportasi, sistem

kontrol suhu, sistem sirkulasi, sistem pengisian, dan sistem pengering (Bushong, 2013 : 231).

Sistem transport mengambil film dari baki melalui suatu rangkaian penggulung kedalam tangki developer, tangki fixer, tangki washer, dan akhirnya

kamar dryer. Dalam pemrosesan otomatis, suhu air cuci harus dipertahankan sekitar 3oC (5oF) dibawah suhu pembangkit (Bushong, 2013 :231). Kecepatan putaran roller pada mesin pencuci film otomatis biasanya ditetapkan untuk

pemprosesan film selama 90 detik (Fosbinder & Orth, 2012 : 114).

Gambar 2.1 Gambaran Skematis Proses Pencucian Film Otomatis (Fosbinder & Orth, 2012 : 114)

Secara singkat proses pencucian film menurut Bushong (2013 : 227) dapat

(27)

13

Tabel 2.2 Urutan Pengolahan Radiografi (Bushong, 2013 : 227)

No Proses Tujuan Perkiraan waktu

Manual Otomatis 1 Pembasahan Memperbesar emulsi untuk

memungkinkan penembusan bahan kimia selanjutnya.

15 detik -

2 Pembangkitan Menghasilkan citra yang lebih terlihat dari citra laten.

5 menit 22 detik

3 Pembilasan Menghilangkan kelebihan bahan kimia dari emulsi.

30 detik -

4 Penetapan Menghilangkan sisa AgBr dari emulsi dan mengeraskan gelatin.

15 menit 22 detik

5 Pencucian Menghilangkan kelebihan bahan kimia.

20 menit 20 detik

6 Pengeringan Menghilangkan air dan mempersiapkan radiografi untuk dilihat.

30 menit 26 detik

2.2.

Larutan Fixer

Fixer adalah larutan bersifat asam yang digunakan untuk menetapkan

bayangan yang dibangkitkan atau terbentuk setelah proses developing dengan cara membuang kristal perak halida yang tidak terkena eksposi (Bushong, 2001).

Menurut Chesney, sebagaimana dikutip oleh Kesumayadi & Susanto (2015), larutan fixer atau yang disebut dengan larutan penetapan ini berfungsi

untuk merubah bayangan nyata menjadi permanen, melarutkan butir-butir perak halida yang tidak tereksposi dan menyamakan emulsi film yang mengalami pembengkakan, sehingga dapat disimpan secara permanen. Kemampuan larutan

fixer untuk menetapkan gambar semakin lama akan semakin berkurang setelah

digunakan berulang-ulang untuk proses fiksasi gambar. Salah satu tujuan dari

(28)

14

kompleks yang banyak akan menyebabkan keadaan jenuh dan akan

mengakibatkan daya fiksasi menurun sehingga lapisan emulsi film yang diolah akan mudah rusak karena kurang penyamakan.

Larutan fixer terdiri dari beberapa bahan penyusun yang ditunjukkan dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komponen Penyusun Fixer dan Fungsinya (Bushong, 2013: 230) No Komponen Bahan kimia Fungsi

1 Pengaktifan Asam asetat Menetralisir pengembang dan memperhentikannya

2 Penetapan Ammonium thiosulfate

Mengahpus perak halida dari emulsi

3 Pengeras Kalium tawas Mengeraskan emulsi

4 Pengawet Natrium sulfit Mempertahankan keseimbangan kimiawi

5 Penyangga Asetat Mempertahankan konsentrasi pH 6 Pemisahan Asam borat dan

garam

Menghilangkan ion alumunium

7 Pelarut Air Melarutkan komponen lainnya

Menurut Kajul (2014), tujuan dari pemrosesan menggunakan larutan fixer adalah :

1. Menetapkan dan membuat gambar tampak menjadi permanen dengan menghilangkan kandungan perak halida didalam emulsi film dengan

mengubahnya menjadi materi yang terhadap air (misalnya sodium sulfat dari asam monoargento dithiosulfat Na3Ag(S2O3)2) dan amonium sulfat dari asam monoargento dithiosulfat ((NH4)3Ag(S2O3)2).

2. Menghentikan kerja dari larutan developer dalam proses developing. 3. Mengeraskan emulsi film agar tidak mudah rusak dan mengendalikan

(29)

15

Agar dapat bekerja untuk proses penyamakan film dan mencegah terjadinya

endapan lumpur yang akan mengganggu keaktifan dari larutan fixer diperlukan kadar keasaman (pH) yang stabil dan berkisar antara 4,0 - 5,0. Asam asetat

(CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa) yang berfungsi sebagai buffer diperlukan untuk menjaga pH pada tingkat keasaman yang tetap.

2.3.

Sensor pH

pH adalah kadar keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau tingkat kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Bila pH < 7

larutan bersifat asam, pH > 7 larutan bersifat basa. Dalam larutan netral pH = 7 (Ihsanto & Hidayat, 2014).

Unit pH diukur pada skala 0 sampai 14. Istilah pH berasal dari “p” lambang

matematika dari negatif logaritma, dan “H” lambang kimia untuk unsur

Hidrogen. Definisi pH adalah negatif logaritma dari aktivitas ion Hidrogen yang

terlarut dan dapat dinyatakan dengan persamaan (2.3) (Astria et al., 2014).

pH = - log [H+] (2.3)

Sensor pH merupakan elektroda gelas yang terdiri dari gelas bulb yang

sensitif pH pada ujungnya, berisi larutan klorida yang diketahui pHnya dan elektroda referensi (Emerson Process Management, 2010).

Sistem pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran secara potensimetri. pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi. Perbedaan potensial antara 2 elektroda tersebut sebagai fungsi dari pH dalam

larutan yang diukur (Rifky et al., 2014). pH meter terdiri dari elektroda kaca khusus yang terhubung ke elektronik yang mengukur dan menampilkan

(30)

16

khusus. Sinyal tegangan yang dihasilkan pada pengukuran dengan elektrode pH

berada pada kisaran mV, sehingga perlu diperkuat dengan penguat operasional (Ramya & Palaniappan, 2012). Menurut Kakooei et al (2013), sensor pH dengan

elektroda mampu mengukur perubahan pH secara real-time yang memungkinkan peneliti untuk menggunakannya dalam berbagai bidang industri.

Menurut Purba (1995), pada prinsipnya pengukuran suatu pH didasarkan pada potensial elektrokimia yang terjadi antara larutan didalam elektroda gelas (membrane glass) yang telah diketahui tingkat pH-nya dengan larutan diluar

elektroda gelas yang belum diketahui tingkat pH-nya. Hal ini dikarenakan interaksi antara lapisan tipis dari gelembung kaca dengan ion hidrogen yang

ukurannya relatif kecil dan aktif, elektroda gelas akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hidrogen. Dibutuhkan suatu elektroda pembanding untuk melengkapi sirkuit elektrik.

Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan.

Elektroda sensor pH ditunjukkan Gambar 2.2 (a). 1 = elektroda referensi ,

(31)

17

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Elektroda Sensor pH, (b) Grafik Hubungan pH dengan Tegangan (Kurzweil, 2009)

Elektroda gelas terdiri dari tabung kaca kokoh yang tersambung dengan gelembung kaca tipis dan didalamnya terdapat larutan HCl sebagai buffer pH 7. Elektroda perak yang ujungnya merupakan perak kloride (AgCl2) dihubungkan

kedalam larutan tersebut. Alat tersebut dilindungi oleh suatu lapisan kertas pelindung yang biasanya terdapat didalam elektroda gelas untuk meminimalisir

pengaruh elektrik yang tidak diinginkan (Purba, 1995).

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Sensor pH E-201C, (b) Rangkaian Sensor E-201C (Robot Wiki, 2014)

1

2

4 5

(32)

18

2.4.

Mikrokontroler

Menurut Bejo (2008), mikrokontroler dapat dianalogikan dengan sebuah sistem komputer yang dibentuk dalam sebuah chip. Artinya bahwa didalam IC

mikrokontroler terdapat kebutuhan minimal dari mikroprosesor, yaitu mikroprosesor, ROM, RAM, I/O dan clock seperti halnya yang dimiliki oleh sebuah komputer.

Seperti umumnya komputer, mikrokontroler digunakan sebagai alat yang mengerjakan perintah-perintah yang diberikan oleh manusia. Artinya, bagian

terpenting dari suatu sistem komputerisasi adalah program yang dibuat oleh seorang programmer. Program ini dapat memerintahkan komputer untuk melakukan jalinan panjang dari aksi-aksi sederhana untuk melakukan tugas yang

lebih kompleks yang diinginkan oleh programmer. Umumnya sumber tegangan positif adalah 5 volt. Sementara dalam dunia nyata terdapat banyak sinyal

dengan tegangan level yang bervariasi atau sinyal analog. Karena itu, terdapat piranti input yang mengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital sehingga komputer bisa mengerti dan dapat menggunakannya. Beberapa mikrokontroler

dilengkapi dengan piranti konversi ini, yang biasanya disebut dengan Analog to Digital Converter (ADC) dalam satu rangkaian terpadu (Bejo, 2008).

Mikrokontroler merupakan komputer didalam chip yang digunakan mengontrol peralatan elektronik untuk menekankan efisiensi dan efektivitas biaya (Syahwil, 2013 : 54).

2.5.

Arduino

(33)

19

sehingga dapat dengan bebas digunakan, menyebarluaskan dan mengembangkan

aplikasinya secara gratis. Arduino disebut juga platform dari physical computing yang terdiri dari hardware, bahasa pemrograman dan Integrated Development

Environment (IDE). IDE adalah software yang digunakan untuk menulis program dengan bahasa pemrograman yang dapat di-upload ke memori mikrokontroler (Djuandi, 2011). Arduino board dapat menerima input data dari

sensor analog maupun digital dan mengatur output komponen elektronika seperti: Light Emiting Dioda (LED), Liquid Crystal Display (LCD), Motor,

sensor dan komponen lainnya (Isnaini, 2013). Menurut Syahwil (2013 : 60), arduino merupakan kit elektronik atau papan rangkaian elektronik opensource

yang didalamnya terdapat komponen utama, yaitu sebuah chip mikrokontroler jenis AVR dari Atmel. Mikrokontroler itu sendiri adalah chip atau integrated circuit (IC) yang bisa diprogram menggunakan komputer. Tujuan menanamkan

program pada mikrokotroler adalah agar rangkaian elektronik dapat membaca sinyal masukan, memproses sinyal tersebut dan kemudian menghasilkan output sesuai yang diinginkan. Secara umum, arduino terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Hardware berupa papan input/output (I/O) yang opensource.

2. Software arduino meliputi software arduino IDE untuk menulis program

dan driver untuk koneksi dengan komputer.

2.5.1 Kelebihan Arduino

Arduino merupakan mikrokontroler yang bertujuan menyederhanakan

(34)

20

menawarkan berbagai keunggulan lainnya seperti berikut (Syahwil, 2013 :

61-63) :

1. Ekonomis, biaya pembuatan board arduino cukup murah dibandingkan

dengan board mikrokontroler lainnya.

2. Sederhana dan mudah pemrogramannya. Arduino sangat ramah bagi

pengguna pemula karena memang dikembangkan dalam dunia pendidikan.

3. Perangkat lunaknya opensource. Perangkat lunak Arduino IDE

dipublikasikan secara opensource. 4. Perangkat kerasnya opensource.

5. Tidak perlu perangkat chip programmer. Tersedia bootloader yang menangani upload program dari komputer.

6. Sudah memiliki sarana komunikasi USB. Sehingga memudahkan

pengguna komputer terbaru yang tidak memiliki port serial/RS323 bisa menggunakannya.

7. Bahasa pemrograman relatif mudah, karena software ardunino

dilengkapi dengan kumpulan library yang cukup lengkap.

8. Memiliki modul siap pakai (shield) yang bisa ditancapkan pada board

arduino misalkan shield GPS, Ethernet, SD Card, dll.

2.5.2. Sistem Minimum Arduino Uno R3

(35)

21

Gambar 2.4 Sistem Minimum Arduino Uno (Rudiawan, 2014)

2.6.

Penguat Sinyal

Penguatan sinyal dapat dilakukan dengan memanfaatkan penguat operasional (Op-Amp). Penguat operasional adalah perangkat serbaguna yang dapat digunakan untuk memperkuat dc serta ac sinyal input. Rangkaian penguat

operasional dapat digunakan untuk menambah, mengintegrasikan, dan membandingkan (Poonam et al., 2013). Penguat operasional mempunyai lima terminal dasar yaitu dua terminal masukan, dua terminal catu daya dan satu

terminal keluaran. Penguat operasional berfungsi menguatkan beda tegangan antara kedua terminal masukan yaitu masukan membalik dan tak membalik. Op-amp memiliki dua buah masukan yaitu masukan membalik (Inverting) dan

(36)

22

yang sangat menentukan besarnya gain tegangan output, atau dengan umpan

balik positif yang memfasilitasi gain pembanding dan osilasi (Tapashetti et al, 2012).

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Rangkaian Penguat Inverting, (b) Rangkaian Penguat Noninverting (Perrin, 1998)

Pada gambar 2.5 ditunjukkan gambar rangkaian penguat inverting dan

penguat noninverting, tegangan keluaran yang dihasilkan dari rangkaian inverting dapat dituliskan dengan persamaan (2.4) (Sutrisno, 1987)

(2.4)

Sehingga didapat persamaan untuk penguat tegangan rangkaian inverting

adalah

(2.5)

Sementara untuk persamaan tegangan keluaran untuk rangkaian

noninverting ditunjukkan pada persamaan (2.6)

(2.6)

Sehingga didapat persamaan untuk penguat tegangan rangkaian noninverting adalah

(37)

23

Sebuah penguat menerima arus atau tegangan kecil pada input dan

memperkuat arus atau tegangan menjadi lebih besar pada outputnya. Penguat Op-Amp memiliki penguatan relatif linier pada outputnya yang dikendalikan

sebagai fungsi input (Coughlin & Driscoll, 1994).

Sebuah konsep yang umum digunakan untuk menganalisis rangkaian op-amp adalah gagasan dari "virtual ground". Konsep ini mengasumsikan bahwa

Av,lb mendekati tak terhingga, sehingga membutuhkan perbedaan antara inverting dan non-inverting input mendekati nol. Dalam kasus penguat inverting,

istilah "virtual ground" yang diterapkan ke input inverting dari op-amp. Input non-inverting pada rangkaian dihubungkan ke ground. Umpan balik negatif

memaksa input inverting sama dengan tegangan non-inverting (yaitu ground). Tegangan op-amp pada rangkaian inverting (v-) sama dengan tegangan input v+ yang dihubungkan dengan ground adalah nol (V- = V+ = 0) (Perrin, 1998).

Penapis adalah sebuah alat atau rangkaian yang meneruskan atau meloloskan arus listrik pada frekuensi atau jangkauan frekuensi tertentu serta menahan frekuensi lainnya. Penapis aktif adalah suatu rangkaian penapis yang

tersusun atas resistor dan kapasitor disertai dengan suatu rangkaian penguat, biasanya berupa penguat operasional (Putra, 2002). Rangkaian penapis aktif

(38)

24

Gambar 2.6 Rangkaian Dasar Penapis Aktif Lolos Rendah Orde Pertama (Lamba et al, 2014)

Rangkaian dasar penapis aktif lolos rendah orde pertama terdiri dari kombinasi rangkaian RC yang membentuk penapis pasif dan penguat non inverting. Frekuensi cutoff rangkaian penapis lolos rendah orde pertama

ditunjukkan persamaan (2.8) (Putra, 2002).

(2.8)

dengan :

= frekuensi cutoff (Hz) R = nilai resistor (ohm)

C = nilai kapasitor (farad)

2.7.

Interfacing dengan PC Berbasis USB

2.7.1. Interfacing

Menurut Akinari, sebagaimana dikutip oleh Ikhsan (2015), antarmuka (interface) adalah salah satu layanan yang disediakan sistem operasi sebagai

(39)

25

Terdapat dua jenis antarmuka, yaitu Command Line Interface (CLI) dan

Graphical User Interface (GUI).

1. Command Line Interface (CLI)

CLI adalah tipe antarmuka dimana pengguna berinteraksi dengan sistem operasi melalui text-terminal. Pengguna menjalankan program dan

perintah di sistem operasi tersebut dengan cara mengetikkan baris-baris tertentu.

2. Graphical User Interface (GUI)

GUI adalah tipe antarmuka yang digunakan oleh pengguna untuk berinteraksi dengan sistem operasi melalui gambar grafik, ikon, menu,

dan menggunakan perangkat penunjuk ( pointing device) seperti mouse atau track ball.

2.7.2. Komputer

Komputer (computer) diambil dari computare (bahasa latin) yang berarti

menghitung (to compute atau to reckon). Kata komputer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang yang melakukan perhitungan aritmatika, dengan

atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri (Susanto, 2009).

Komputer adalah sebuah alat hitung elektronik yang secara cepat menerima informasi masukan digital dan mengolah informasi tersebut menurut seperangkat instruksi yang tersimpan dalam komputer tersebut dan menghasilkan keluaran

(40)

26

2.7.3. Delphi

Delphi adalah salah satu bahasa pemrograman berbasis visual yang digunakan untuk membuat program aplikasi pada komputer (seperti Visual

basic). Bahasa pemrograman yang digunakan pada delphi sebenarnya

merupakan turunan dari bahasa pemrograman pascal, yang dahulu pada delphi

dikenal sebagai objek pascal (Mukhlasin, 2008).

2.7.4. Universal Seri Bus (USB)

Soket USB adalah soket untuk kabel USB yang disambungkan ke komputer

atau laptop yang berfungsi untuk mengirimkan program ke arduino dan juga sebagai port komunikasi serial. Sambungan dari komputer ke board Arduino

(41)

49

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Sensor E-201C dapat digunakan sebagai sensor pH dengan tingkat sensitivitas 46,2 milivolt per pH pada suhu 28oC. Pengukuran pada larutan asam (pH < 7) menghasilkan tegangan keluaran sensor yang bernilai positif,

pada pengukuran larutan netral (pH = 7) menghasilkan tegangan keluaran mendekati nol, dan pada pengukuran larutan basa (pH > 7) menghasilkan

tegangan yang bernilai negatif.

2. Alat pH meter digital menggunakan sensor E-201C berhasil dibuat dengan ketelitian 99% dan eror 1%, sehingga alat tersebut layak digunakan sebagai

alat ukur pH pada mesin pencuci film radiografi.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, beberapa saran yang diberikan sebagai berikut:

1. Penelitian lebih lanjut menggunakan sensor pH dengan karakteristik yang

lebih baik, sehingga dapat mengukur pH dari rentang 0 - 14.

2. Pada penelitian ini pengukuran dibatasi hanya pada larutan fixer mesin

(42)

50

Bejo, A. 2008. C & AVR Rahasia Kemudahan Bahasa C Dalam Mikrokontroler ATMega8535. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bushong, S.C. 2001. Radiologic Science for Technologist Physics, Biology, and Protection (7th ed.). Washington D.C : The C.V. Mosby Company.

Bushong, S.C. 2013. Radiologic Science for Technologist Physics, Biology, and Protection (10th ed.). Washington D.C : The C.V. Mosby Company.

Chesney, O. M. 1981. Radiographic Imaging (3rd ed.). London : Blackwell Publications.

Coughlin, R. F., & F. F. Driscoll. 1994. Penguat Operasional dan Rangkaian Terpadu Linear. Jakarta: Erlangga.

Djuandi, F. 2011. Pengenalan Arduino. Online. Tersedia di http://www.tokobuku.com/ [diakses 29 -2- 2016].

Emerson Process Management. 2010. The theory of pH Measurement (Application Data Sheet). Online. Tersedia di http://www2.emersonprocess.com/siteadmincenter/PM%20Rosemount%2 0Analytical%20Documents/Liq_ADS_43-002.pdf [diakses 29 - 2 – 2016].

Fosbinder, R, & D. Orth. 2012. Essentials of Radiologoc Science. China : Wolters Kluwer Health.

Ghodki, V. M., S. Rajagopalan, & S. J. Sharma. 2012. Design of Virtual Instrumentation for pH Measurenments. Prosiding International Conference on Benchmarks in Engineering Science and Technology (ICBEST). International Journal of Computer Applications (IJCA).

(43)

51

Ihsanto, E, & S. Hidayat. 2014. Rancang Bangun Sistem Pengukuran Ph Meter dengan Menggunakan Mikrokontroller Arduino Uno. Jurnal Teknik Elektro, 3(5) : 139-146.

Ikhsan, & H. Kurniawan. 2015. Implementasi Sistem Kendali Cahaya dan Sirkulasi Udara Ruangan dengan Memanfaatkan PC dan Mikrokontroler ATMEGA. Jurnal Teknoif, 3(1) : 12-19.

Isnaini, V. A. 2013. Pemanfaatan Modul Mikrokontroller Arduino untuk Rancang Bangun Alat Ukur Fisika. Edu-physic (1) : 116-125.

Januarti, I. 2012. Evolusi Komputer, Kinerja Komputer Dan Interconnection Networks Dalam Perkembangan Dunia Teknologi Informatika. Jakarta : Universitas Indrapasta PGRI Jakarta.

Jauhari, A. 2010. Proses Film Radiografi secara Konvensional. Online. Tersedia di http://puskaradim.blogspot.co.id/ [diakses 29- 2- 2016].

Kajul. 2014. Larutan Fixer Radiografi. Online. Tersedia di http://extraradiation.blogspot.co.id/ [diakses 29- 2- 2016].

Kakooei, S., M. C. Ismail, & B. A. Wahjoedi. 2013. An overview of pH Sensors Based on Iridium Oxide: Fabrication and Application. International Journal of Material Science Innovations (IJMSI). 1 (1): 62-72.

Kesumayadi, D., & H. Susanto. 2015. Studi Pengendapan Perak pada Limbah Fixer yang Telah Jenuh dengan Metode Pembakaran dan Pengendapan NaOH dan Na2S. Youngster Physics Journal, 4(1) : 111-116.

Kurzweil, P. 2009. Metal Oxides and Ion-Exchanging Surfaces as pH Sensors in Liquids: State-of-the-Art and Outlook. Journal Sensors. 9: 4955-4985.

Lamba, H., K. Wason, & A. Goyal. 2014. Active Filter: Usage in Modern Technology. International Journal of Innovative Research in Technology, 6 (1) : 1954-1959.

Langland, O.E. & R.P. Langlais. 2002. Principles of Dental Imaging (1st ed.). Philadelphia : Williams.

(44)

52

Mukhlasin, H. 2008. Tutorial Delphi For Newbie Be Master Without Teacher. Online. Tersedia di https://mydesainq.files.wordpress.com [diakses 3- 3- 2016].

Orubite O. K, & I.R. Jack. 2012. Estimation of silver content in some photographic wastes. American Journal Of Scientific and Industrial Reseach. 3(6): 390-394.

Pambudi, P.E., E. Utanta, & Mujiman. 2014. Identifikasi Daging Segar dan Busuk Menggunakan Sensor Warna RGB dan pH Meter Digital. Jurnal Teknologi Technoscientia. 7(1) : 46-53.

Parks, E. T, & G. F. Williamson. 2002. Digital Radiography: An Overview. The Jornal of Contemporary Dental Practice. 4(3) : 1-13.

Perrin, B. 1998. Practical Analog Design. The Computer Applications Journal. 94 : 12-21.

Poonam, M. Duhan, & H. Saini. 2013. Design of Two Stage Op-Amp. International Journal of Advanced Trends in Computer Science and Engineering. 2 (3) : 50-53.

Purba, M. 1995. Ilmu Kimia. Jakarta : Erlangga.

Putra, A. E. 2002. Penapis Aktif Elektronika Teori dan Praktek. Yogyakarta : CV Gava Media.

Ramya, V., & B. Palaniappan. 2012. Embeddeb pH Data Acquisition and Logging. Advanced Computing: An International Journal ( ACIJ ). 1 (3) : 45-63.

Rifky, A., Faiqoturrifda & A. N. Shochib. 2014. Pengukuran Sensor pH Larutan

Disimpan pada Kartu SD. Semarang : Politeknik Negeri Semarang.

Robot Wiki. 2014. pH Meter (SKU: SEN0161). Online. Tersedia di http://dfrobot.com/wiki/index.php/PH_meter(SKU:_SEN0161) [diakses 29 - 2 – 2016].

Rudiawan, E. 2014. Belajar Membuat Minimum System Arduino Sederhana dan Murah. Online. Tersedia di http://eko-rudiawan.com/ [diakses 29- 3- 2016].

(45)

53

Susilo, Maesadji, T.N., Kusminarto & Wahyu, S.B. 2011. Uji Diagnostik Pemeriksaan Osteosklerotik Tulang Dengan Sistem Radiografi Digital. M Med Indones.

Sutrisno. 1989. Elektronika 2 Teori Dasar dan Penerapannya (2nd ed.). ITB : Bandung.

Suyadhi, & T. D. Septian. 2010. Buku Pintar Robotika : Bagaimana Merancang & Membuat Robot Sendiri. Yogyakarta : Andi.

Syahwil, M. 2013. Panduan Mudah Simulasi dan Praktek Mikrokontroler Arduino. Yogyakarta: Andi.

Tapashetti, P., A. Gupta., C. Mithlesh, & A.S Umesh. 2012. Design and Simulation of Op Amp Integrator and Its Applications. International Journal of Engineering and Advanced Technology (IJEAT). 1(3) : 12-19.

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 2.1 Tahap Pembuatan Radiografi Manual (Meredith & Massey, 1977)
Gambar 2.1 Gambaran Skematis Proses Pencucian Film Otomatis
Tabel 2.2 Urutan Pengolahan Radiografi (Bushong, 2013 : 227)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari Indikator Kinerja Dinas Sosial Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu Persentase Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terlayani dan diberdayakan dari

tentang persaingan shampo Sunsilk dan shampo Pantene atau produk- produk shampo Unilever dan P &amp; G yang lainnya disarankan agar dalam penelitiannya

pelarut air memiliki derajat kristalinitas lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak segar maupun ekstrak dengan pelarut etanol. Pada kemasan dengan bahan aktif

Hasil penjumlahan biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan yang terdiri dari tumbuhan bawah, serasah, dan pohon menunjukkan bahwa potensi biomassa total

Pengolahan sampah kertas banyak digunakan masyarakat tanpa mereka sadar bahwa bahan dari produk tersebut adalah dari sampah kertas. Usaha ini sangat menarik karena dapat

Untuk meminimalisir pelanggaran terhadap rambu lalu lintas dan meningkatkan pemahaman tentang rambu-rambu lalu lintas, bagi pemuda mulai dari usia dini yang

 Menggunakan bahasa Inggris setiap kali muncul kesempatan untuk memberi saran dan tawaran serta responnya, di dalam dan di luar kelas, dengan unsur kebahasaan yang sesuai

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat karunia serta rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yaitu penulisan skripsi dengan judul “