• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGATURAN HUKUM MENGENAI ANGKUTAN BARANG DENGAN CONTAINER - Tanggung Jawab Hukum Pihak Pengangkut Dalam Angkutan Barang Melalui Laut Dengan Menggunakan Container (Studi Pada PT. Sumatera Madya Jaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III PENGATURAN HUKUM MENGENAI ANGKUTAN BARANG DENGAN CONTAINER - Tanggung Jawab Hukum Pihak Pengangkut Dalam Angkutan Barang Melalui Laut Dengan Menggunakan Container (Studi Pada PT. Sumatera Madya Jaya)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGATURAN HUKUM MENGENAI ANGKUTAN BARANG DENGAN CONTAINER

A. Pengertian Container dan Jenis Container

Pada dewasa ini perkembangan pengangkutan barang baik melalui laut,

darat maupun udara sudah menunjukkan suatu kemajuan yang pesat, yaitu suatu

kemajuan yang pesat, yaitu suatu penyelenggaraan pengangkutan dengan

menggunakan sistem container (peti kemas). Hal ini berarti bahwa di dalam pengangkutan barang melalui laut di samping menggunakan sistem angkutan

konvensional, juga ada penyelenggaraan angkutan laut yang menggunakan

sistem angkutan laut berupa container.

Container itu merupakan peti kemas yang terbuat dari loham dan dari beberapa macam ukuran serta tipe. Untuk lebih jelasnya maka menurut Herman

A. Carel Lawalata bahwa: Peti kemas atau container dapat dikatakan sebagai

the moving go down, ukuran kecil yaitu gudang mini yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain tempat sebagai akibat dari adanya pengangkutan.29

Container Dalam pengertian dunia perniagaan internasional ialah berupa sebuah peti tempat persegi panjang terbuat dari besi, aluminium, plastik,

fibreglass atau kayu yang berpintu dan dilengkapi dengan alat-alat kemudahan pada ke-empat sudut atau pada atapnya untuk mengangkutnya dan digunakan untuk mengepak atau mengkemas barang guna dapat diangkut melalui laut.

Menurut Widodo Soedjono menyebutkan mengenai pengertian sebagai

berikut :

30

29

Herman A. Carel Lawalata, Tekhnik Operasi Peti Kemas dan Perasuransiannya, Bina Aksara, Jakarta, 2000, hal. 70.

30

(2)

Selanjutnya Amir, MS, mengemukakan pendapatnya mengenai

container sebagai berikut: “Peti kemas adalah peti yang terbuat dari logam ke dalam mana barang-barang yang disebut muatan (General Cargo) yang akan dikirimkan melalui laut dimasukkan ke dalamnya”.31

Mengenai container ini di Indonesia masih merupakan hal yang baru,

sehingga tidaklah heran jika dunia Business kita belum menyadari tentang manfaat dalam keuntungan dari penggunaan peti kemas atau container ini. Adapun manfaat atau keuntungan dari penggunaan peti kemas ini dalam dunia

pengangkutan barang melalui laut sebagai berikut :

Menurut pendapat para sarjana tersebut di atas bahwa yang dimaksud

dengan container atau peti kemas itu adalah peti tempat memuat barang-barang

yang akan dikirim, yang akan dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain,

dengan berbagai macam ukuran serta tipe.

32

1. Bongkar muat barang dapat dilakukan secara cepat bila dibandingkan

dengan bongkar muat barang-barang dengan sistem pengepakan

konvensional.

2. Persentase kerusakan dapat diturunkan karena barang-barang disusun secara

mantap di dalam container dan hanya disentuh pada saat pengisian dan pengosongan container itu saja.

3. Barang-barang yang hilang karena dicuri berkurang persentasenya karena

barang-barang tertutup di dalam container dari logam tersebut.

4. Memudahkan pengawasan oleh pemilik barang yang bila perlu dapat

31

(3)

menyimpan barangnya ke dalam peti kemas di arena pergudangannya

sendiri. Begitupun si penerima dapat dengan mudah mengawasi

pembongkaran pengundangnya sendiri bilamana dikehendakinya.

5. Dapat dihindarkan percampuran barang-barang yang sebenarnya tidak boleh

bercampur satu sama lain.

Di samping manfaat serta keuntungan yang diperoleh dari penggunaan

container ini, ternyata container juga membawa masalah-masalah yang rumit khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia.

Masalah-masalah itu antara lain sebagai berikut :33

1. Sebuah container yang berkapasitas isi rata-rata antara 15 sampai 20 ton sudah barang tentu memerlukan peralatan bongkar muat di darat maupun di

atas kapal dengan kapasitas yang sesuai seperti deret darat maupun derek

kapal yang berkapasitas di atas 20 ton.

2. Barang-barang yang dimuat dengan container apabila mana pengangkutan didasarkan pada kontrak angkutan “ door to door “, sesungguhnya tidak memerlukan dermaga untuk pelaksanaan bongkar muat serta terminal

container yang luas di wilayah pelabuhan sebagai penumpukan container. 3. Container dengan kapasitas 20 ton itu jelas memerlukan alat angkutan darat

seperti trailer dengan kapasitas di atas 20 ton.

Sebagai konskwensi logis diperlukan perombakan struktur dan daya tahan

jalan raya sesuai untuk keperluan container ini. Dengan adanya

33Ibid

(4)

kemungkinan kontrak pengangkutan bersyarat door to door maka dengan

sendirinya memerlukan pula perluasan dan perombakan urusan kepabeanan

dan dokumen pengangkutan serta kondisi perasuransian.

4. Oleh karena penggunaan container lebih cocok barang-barang hasil industri, maka khusus bagi Indonesia dengan hasil eksport sebagian besar terdiri dari

hasil pertanian dan perkebunan maka perlu kiranya pengembangan

pengepakan yang sesuai container.

5. Mengingat jumlah dan penyebaran pelabuhan import eksport di Indonesia

maka pemikiran ke arah pengembangan pelayaran “ Feeders Service “ serta

Lash“ dan “Sea Train“ kiranya akan lebih cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia, sebagai pengusahaan container dibatasi pada satu atau dua pelabuhan utama dan juga dibatasi pada pelayaran port to port.

Peti kemas atau container pada umumnya mempunyai berbagai macam ukuran seperti ukuran 20 kaki yang dikenal dengan istilah “ twenty footercontainer “ atau D20 dengan berat kosong 2 ½ ton yang bila diisi dengan muatan maka berat container dapat mencapai 15 – 18 ton. Di samping itu ada

juga peti kemas atau container yang berkurang 40 kaki yang dikenal dengan istilah “fourty footer container“ dengan berat kosong 4 yon, yang bila diisi

dengan muatan maka berat container dapat mencapai 30 ton bruto.

Pengangkutan barang melalui laut dengan menggunakan container

haruslah disesuaikan dengan jenis barang (muatan) yang akan diangkut. Untuk

(5)

berikut:34

1. General Purposes Container.

Jenis container ini lebih umum dan banyak dipergunakan, khususnya untuk pengangkutan barang jadi (industri) seperti tekstil, barang kelontong dan

sebagainya. General Purpose container umumnya terbuat dari besi dan ada pula diantaranya terbuat dari aluminium dan fibreglass. Container ini tidak memerlukan perlakuan khusus. Ukuran standart general purposes container

adalah sebagai berikut :

a. Twenty footers (20IContainer )

Panjang : 20I (20 feet) = 6,055 m.

Lebar : 8 I (8 feet) = 2,425 m

Tinggi : 8I (8 feet) = 2,425 m.

Berat kosong : 2.210 kg.

Kapasitas : 30 m 33 (isi) atau berat muatan umum = 18.111

kg.

Twenty footer container biasa juga dijadikan dasar satuan sebagai TEU (Twenty Feet Equivalent unit) misalnya :

100 TEU berarti terdapat 100 unit container dengan ukuran 20 feet atau

sejumlah container sebanding dengan 100 TEU. b. Fourty footers (40IContainer )

Panjang : 40I (40 feet) = 12.192 m.

34Ibid

(6)

Lebar : 8 I (8 feet) = 2,425 m

Tinggi : 8I (8 feet) = 2,425 m.

Berat kosong : 3.801 kg.

Container ini dilengkapi dengan pintu yang dikunci dari luar, pada pintu disediakan tempat pemasangan materai sedemikian rupa sehingga

apabila dikunci dan dibubuhi materi (Segel) tidak dapat dimasukkan

atau dikeluarkan barang tanpa meninggalkan bekas yang nyata atau

tanpa merusak materai.

Permukaan lantai dalam container berupa lantai besi yang

bergelombang dan biasa pula dilapisi dengan lantai kayu.

2. Open Top Container.

Jenis container ini merupakan container tanpa tutup pada dinding atau sisi atas. Container ini biasanya digunakan untuk mengangkut muatan-muatan yang tinginya lebih dari 8 feet atau 8,6 feet.

Setelah container ini diisi dengan muatan kemudian bagian atasnya ditutup dengan kain terpal. Open top container ini terdiri dari 20 footer dan 40 feet footer.

3. Flat Rack Container.

Jenis container ini tidak berdinding sama sekali, kecuali keempat tiang

penyangganya dan pilar serta lantai. Tiang penyangga dan pilar ini dapat

dicabut-cabut. Container ini dipergunakan untuk muatan yang ukurannya melebihi container.

(7)

muatan seperti : motor, mesin, traktor, kemudian memasang tiang dan pilar

container tersebut.

4. Reefer Container.

Reefer container adalah jenis container yang mempunyai atau dilengkapi dengan mesin pendingin yang dipergunakan khusus mengangkut muatan

disingin (beku), misalnya : buah-buahan, daging mentah, ikan, udang, dan

sebagainya. Mesin pendingin container ini dipasang pada bagian depan ujung container di maksud. Container ini selain dibuat dari besi, ada juga yang terbuat dari aluminium dari fibreglass, tetapi rangkanya tetap dari besi.

5. Tank Container.

Tank container ini adalah jenis container yang berbentuk tangki, yang rangkanya tetap rangka container, dan biasanya dipergunakan untuk mengangkut muatanmuatan cair. Misalanya : Latex, minyak nilam, minyak kelapa sawit, minyak kelapa dan lain sebagainya.

B. Aturan-Aturan Hukum Tentang Container

Aturan-aturan hukum tentang container dapat dilihat dari uraian berikut ini:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

(8)

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

3. PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota.

4. PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.

5. PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.

6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2002 tentang

Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke kapal.

C. Dokumen-Dokumen Yang Dipergunakan Dalam Pengoperasional Container

Di dalam pengoperasian container pihak pemakai haruslah terlebih dahulu mengurus dan mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan

dalam pengoperasian container tersebut.

Adapun dokumen (Surat) yang dipergunakan di dalam pengoperasian

container tersebut ialah dalam teorinya adalah sebagai berikut :35

1. SI (Shipin Instruction).

Untuk dapat mempergunakan container (peti kemas) seorang shipper

haruslah menyerahkan SI (perintah pengapalan) terlebih dahulu. Di dalam

SI ini berfungsi sebagai bukti bahwa telah adanya keinginan dari seorang

shiper untuk mengirimkan barangnya melalui perusahaan pelayaran

tersebut.

(9)

Yakni perintah pelepasan container. Seorang shiper baru dapat mengambil

container dari depot apabila shiper tersebut telah mempunyai delivery order

yang diberikan perusahaan pelayaran. Dan juga DO ini baru dapat diberikan

setelah shiper tersebut menyerahkan shipping intruction seperti yang dikemukakan di atas.

3. EIR (Equipment Interchange Receipt).

Adalah merupakan dokumen sebagai hasil survey yang mencatat keterangan mengenai kondisi atau kerusakan pada bagian container pada waktu penyerahan dari satu lingkungan ke lingkungan kerja lainnya.

Misalnya : Pada waktu pengambilan container dari depot dan juga pada waktu penyerahan pada CFS atau pihak pemakai (Shipper), selalu dibuatnya EIR-nya.

Pembuatan EIR pada waktu penerimaan atau penyerahan container

merupakan keharusan, mengingat pada hadling atau penggunaan container

dapat terjadi kerusakan tambahan atau meneliti di lingkungan mana

kerusakan terjadi untuk dipertanggung jawabkan pada pihak yang

bersangkutan.

Seperti : Jika container yang dimuat ke kapal dalam keadaan baik tetapi

setelah diserahkan kepada pemiliknya rusak maka pihak kapal haruslah

bertanggung jawab dalam hal perbaikan atau penggantian container

tersebut.

4. Manifest.

35

(10)

Merupakan surat muatan barang. Manifest ini berfungsi untuk menerangkan

barang-barang yang dimuat di dalam container. Di dalam manifest ini haruslah tertera :

a. Sipper (pengirim),

b. Nityfi atau cosignee (penerima) c. Nama barang.

d. Jumlah barang.

(11)

BAB IV

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG DENGAN MENGGUNAKAN CONTAINER

A. Perjanjian Pengangkutan Yang Dilaksanakan

Sebelum masuk pada isi judul sub bab di atas ada baiknya terlebih dahulu diuraikan secara ringkas tentang PT. Sumatera Madya Jaya.

PT. Sumatera Madya Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan pengangkutan barang di laut. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1979 dan langsung terjun pada bisnis angkutan barang di laut dengan rute Pelabuhan Belawan, Batam dan Pekan Baru, sedangkan untuk internasional Malaysia, Singapura, Thailand dan lain-lainnya termasuk India.

Perkembangan perdagangan membawa akibat bahwa perusahaan ini juga semakin berkembang sehingga sekarang ini perusahaan juga melakukan jasa pengangkutan barang ke luar Pulau Sumatera. Sedangkan ruang lingkup pelayanan yang diselenggarakan dalam hal pengangkutan barang oleh PT. Sumatera Madya Jaya meliputi hanya perairan Indonesia terutama Indonesia Bagian Tengah dan juga Indonesia Bagian Barat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada PT. Sumatera Madya Jaya maka bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container yang dilaksanakan adalah berdasarkan kebiasaan yang dipakai dalam perjanjian pengangkutan laut pada umumnya.

Hal ini juga berarti bahwa tidak ada penuangan perjanjian

pengangkutan laut dengan container di laut yang dilakukan PT. Sumatera

Madya Jaya dalam bentuk suatu perjanjian putih di atas hitam, atau tidak ada

klausula-klausula yang secara teratur terdiri dari apa pasal yang secara jelas

mengatur hubungan antara para pihak dalam perjanjian pengangkutan laut

dengan container di laut.

Dengan demikian maka dapatlah dipahami bahwa pada dasarnya

bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut ini pada dasarnya

(12)

dilakukan berdasarkan suatu kebiasaan.

Keadaan di atas dirasakan terbit karena pada dasarnya apabila dalam

undang-undang tidak diatur mengenai kewajiban dan hak serta syarat-syarat

yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang tersangkut dalam perjanjian

pengangkutan di laut ini, atau walaupun diatur tetapi dirasakan kurang sesuai

dengan kehendak pihak-pihak, maka pihak-pihak mengikuti kebiasaan yang

telah berlaku dalam praktek pengangkutan laut dengan container di laut.

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa perjanjian pengangkutan

dengan container di laut yang mereka buat hanya menciptakan hubungan

kewajiban dan hak sebagaimana ditentukan oleh kebiasaan, ini sejalan dengan

sifat asas konsensual yang mendasari perjanjian pengangkutan khususnya

pengangkutan dengan container di laut.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam perjanjian pengangkutan

laut dengan container maka kebiasaan yang hidup adalah kebiasaan yang berderajat hukum keperdataan yaitu berupa perilaku atau perbuatan yang

memenuhi ciri-ciri berikut ini :

1. Tidak tertulis yang hidup dalam praktek pengangkutan,

2. Berisi kewajiban bagaimana seharusnya pihak-pihak berbuat,

3. Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan,

4. Diterima oleh pihak-pihak karena adil dan masuk akal (logis),

5. Menuju kepada akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak.36

(13)

container di laut antara lain adalah sebagai berikut :37

1. Kebiasaan menentukan cara penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance), sehingga terjadi perjanjian,

2. Kebiasaan menentukan bahwa jika tidak dibuat surat muatan,

pemberitahuan pengirim atau nota pengiriman berfungsi sama dengan surat

muatan,

3. Kebiasaan menentukan bahwa waktu keberangkatan sewaktu-waktu dapat

berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,

4. Kebiasaan yang berlaku ialah bahwa biaya pengangkutan dibayar lebih

dahulu oleh pengirim.

Bentuk perjanjian pengangkutan dengan menggunakan container di laut yang didasarkan pada kebiasaan pengangkutan di laut itu sendiri hanya

dilandasi oleh surat muatan atau dikenal dalam istilah hukum dengan sebutan

konosemen.

Mengenai surat muatan angkutan laut atau disebut juga dengan

konosemen ini di dalam Pasal 506 KUH Dagang dinyatakan bahwa konosemen adalah surat bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk (penerima) disertai dengan janji-janj apa penyerahan akan terjadi. Berdasarkan ketentuan Pasal 504 KUH dagang konosemen diterbitkan oleh pengangkut atas permintaan

pengirim. Tetapi menurut ketentuan Pasal 505 KUH Dagang, nakhoda dibolehkan menerbitkan konosemen apabila ada barang yang harus diterima untuk diangkut, sedangkan pengangkut atau perwakilannya tidak ada di tempat itu.

Dalam prakteknya di PT. Sumatera Madya Jaya dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan laut dengan container ini juga dikenal istilah pemakaian surat muatan angkutan. Surat muatan yang dikeluarkan oleh PT.

36

Abdulkadir Muhamma, Op.Cit., hal. 55. 37Ibid

(14)

Sumatera Madya Jaya mempunyai arti penting dalam pelaksanaan

pengangkutan yang dibuatnya sebab surat muatan tersebut memiliki fungsi sebagai :

1. Pelindung barang yang diangkut dengan kapal yang bersangkutan. Surat

muatan merupakan persetujuan yang mengikat pihak PT. Sumatera Madya

Jaya, pengirim dan penerima, sehingga barang dilindungi dari perbuatan

sewenang-wenang dan tidak bertanggung-jawab dari pihak pengangkut.

2. Surat bukti tanda terima barang di atas kapal. Dengan adanya surat muatan

pihak PT. Sumatera Madya Jaya mengakui bahwa ia telah menerima barang

dari pengirim untuk diangkut dengan kapal yang bersangkutan.

3. Tanda bukti milik atas barang. Dengan memiliki surat muatan berarti

sekaligus memiliki barang yang tersebut di dalamnya.

4. Kuitansi pembayaran biaya pengangkutan. Dalam surat muatan dinyatakan

bahwa biaya pengangkutan dibayar lebih dahulu di pelabuhan pemuatan

oleh pengirim atau dibayar kemudian di pelabuhan tujuan.

5. Kontrak atau persyaratan pengangkutan. Surat muatan adalah bukti

perjanjian pengangkutan yang memuat syarat-syarat perjanjian.

PT. Sumatera Madya Jaya setiap pelaksanaan pengangkutan laut dengan container yang dilaksanakan mereka dilandasi dengan surat muatan dimana di dalamnya diatur tentang :

1. Tanggal pengangkutan

2. Pembayaran

3. Jenis muatan

(15)

B. Tanggungjawab Pihak Pengangkut Sebagai Penyelenggaraan pengangkutan Barang Dengan Container .

Dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container, ada kalanya tidak dapat terlaksana dengan baik sebagaimana yang dikehendaki oleh para pihak, sehingga menimbulkan kerugian.

Timbulnya kerugian tersebut dapat terjadi karena suatu keadaan atau kejadian sehingga menghalangi pengangkut (PT. Sumatera Madya Jaya) untuk melaksanakan kewajibannya. Kejadian-kejadian tersebut misalnya karena sesuatu hal yang dapat dipersalahkan kepada pengangkut (PT. Sumatera Madya Jaya), (keadaan memaksa ataupun force majeure).

Dalam hal ini kewajiban untuk memikul kerugian akibat dari keadaan atau kejadian yang menyimpan barang muatan dinamakan risiko. Di samping itu kerugian dapat juga terjadi karena cacat pada barang itu sendiri dan juga akibat dari kesalahan atau kealpaan pihak pengirim, sebagaimana diuraikan sebelumnya.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kewajiban pengangkut adalah melaksanakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai ketempat tujuan dengan selamat dan tepat pada waktunya.

Jika barang yang diangkut itu tidak selamat, maka akan timbul dua hal yaitu barangnya sampai ketempat tujuan, tetapi rusak sebagian atau seluruhnya dan mungkin barangnya tidak sampai di tempat (musnah), mungkin disebabkan karena terbakar, dicuri orang dan lain sebagainya.

Menurut uraian di atas dapat kita lihat bahwa kerugian itu dapat timbul karena adanya keadaan memaksa (force majeure), karena cacat pada barang muatan itu sendiri, karena kesalahan atau kealpaan pengirim atau karena tidak sempurnanya pelaksanaan pengangkutan yang dilakukan oleh pihak

pengangkut.

Dalam hal ini siapa yang bertanggung atau yang harus memikul kerugian akibat dari pada keadaan atau kejadian tersebut, inilah yang disebut dengan risiko dan tanggung-jawab di dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container.

Adapun yang dimaksud dengan risiko itu adalah : suatu kewajiban untuk memikul kerugian yang timbul akibat dari suatu keadaan atau kejadian di luar kesalahan kedua belah pihak (pengangkut maupun pengirim) .

Tanggung-jawab disini adalah ; dalam bentuk perikatan yang

(16)

Untuk mengetahui siapa yang harus memikul resiko dan yang harus bertanggung-jawab atas kerugian akibat dari tidak terlaksananya perjanjian pengangkutan dengan baik, telah ditentukan di dalam Pasal 1244 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa, pengangkut diwajibkan untuk mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak mampu membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktunya tepat dilaksanakan hal yang tidak terduga.

Kesemuanya itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya jika tidak ada itikad buruk padanya.

Kemudian pada Pasal 91 KUH Dagang ditentukan bahwa :

Pengangkut harus menanggung segala akibat yang menimbulkan kerugian yang terjadi pada barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya setelah barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerugian yang diakibatkan karena sesuatu cacat pada barang itu sendiri, karena keadaan memaksa atau karena kesalahan atau kealpaan pengirim.

Selanjutnya di dalam Pasal 24 UULLAJR, juga ditentukan bahwa :

1. Pengangkut bertanggung-jawab terhadap kerugian –kerugian yang diderita orang yang berhak atas barang muatan yang ada di dalam kendaraan tesrebut. Tanggung-jawab tersebut dapat ditiadakan jika ia dapat membuktikan bahwa, kerugian itu terjadi di luar kesalahannya atau pegawainya.

2. Ketentuan pada ayat (1), tidak berlaku jika kerugian kerusakan itu terjadi karena tidak sempurnanya pembungkus barang yang diangkut, dengan ketentuan bahwa hal itu telah diberitahukan kepengirim sebelum pengangkutan dimulai.

Jika diteliti isi dari Pasal 1244 KUH Perdata dan Pasal 24 UULLAJR, dapat kita lihat bahwa pembatasan tanggung-jawab pengangkut lebih sempit jika dibandingkan dengan isi Pasal 91 KUH Dagang yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu harus diingat adanya adagium “ lex specialis lex generalis“ di dalam hal pembatasan tanggung-jawab pengangkut ini.

Menurut ketentuan yang terdapat pada Pasal 91 KUH dagang tersebut dapatlah diketahui, bahwa yang harus memikul resiko dan yang harus

bertanggung-jawab di dalam perjanjian pengangkutan barang adalah,

pengangkut atau pengirim dan mungkin juga oleh penerima barang itu sendiri, tergantung kepada hal bagaimana kerugian itu terjadi.

(17)

container, sebab tentang hal itu telah diatur dalam Pasal 91 KUH Dagang, sesuai dengan azas yang terkandung dalam Pasal 1 KUH Dagang.

Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa pihak pengangkut

berkewajiban untuk mengangkut atau menyelenggarakan pengangkutan laut dengan container yang diserahkan kepadanya mulai dari tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan dengan selamat dan tepat pada waktunya. Selain itu pengangkut juga harus menjaga keadaan barang tersebut seperti pada waktu diterimanya dari pihak pengirim.

Apabila dalam hal tersebut di atas terdapat kekurangan jumlah barang, terlambat datangnya, tidak adanya penyerahan (musnah), terdapat kerusakan barang-barang yang terjadi selama dalam pelaksanaan pengangkutan, maka inilah yang merupakan tanggung-jawab pihak pengangkut.

Pengangkut harus bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul dari akibat-akibat tersebut dan harus mengganti kerugian yang terjadi atas barang-barang itu.

Dan tanggung-jawab pengangkut ditiadakan apabila ia dapat

membuktikan bahwa kerugian itu timbul sebagai akibat dari cacat pada barang itu sendiri atau kesalahan dan kealpaan si pengirim, karena keadaan memaksa sebagaimana ditentukan dalam pasal 91 KUH Dagang.

Menurut uraian di atas, maka apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi di luar kesalahannya, maka risiko dan tanggung-jawab dipikul oleh pihak pengirim maupun oleh pihak penerima sendiri.

Adanya pertanggungan jawab yang sangat besar pada perjanjian

pengangkutan, maka biasanya diusahakan adanya pembatasan tanggung-jawab. Dan pembatasan tanggung-jawab tersebut oleh undang-undang tidaklah

dilarang, karena ketentuan seperti itu tidak bersifat memaksa asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dimana biasanya

ketentuan tanggung-jawab itu dimuat pada surat muatan yang menyertai barang tersebut.

Walaupun ada kemungkinan bagi pengangkut untuk memperjanjikan bahwa ia sama sekali tidak bertanggung-jawab tetapi hal seperti itu jarang terjadi, sebab para pengirim akan memilih pengangkut yang mau bertanggung-jawab. Dengan demikian, jika ada sama sekali tidak bertanggung-jawab atas barang yang diangkut, akan mengakibatkan kehilangan langganannya, sehingga akan merugikan PT. Sumatera Madya Jaya itu sendiri.

Selanjutnya di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat.

(18)

perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak PT. Sumatera

Madya Jaya (pengangkut) dan pihak pengirim tentu mempunyai hak dan

kewajiban secara bertimbal-balik.

Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian pengangkutan

laut dengan container, ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka

sepakati bersama-sama.

Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan,

atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang

mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang

artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian.

Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu prestasi dalam hukum

perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.

Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji

untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.38

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 Berdasakan uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa

sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah

seorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu

ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa

(19)

(empat) macam :39

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana

diperjanjikan

3. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat

4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilaksanakannya.

Dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut apabila salah satu pihak, baik itu pihak PT. Sumatera Madya Jaya (pengangkut)

maupun pihak pengirim tidak melaksanakan isi perjanjian yang mereka

sepakati, berarti pihak tersebut telah melakukan wanprestasi.

Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan

bentuk-bentuk wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti,

meliputi :

1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut

disepakati untuk memakai sistem pembayaran secara bertahap, yaitu

sebelum pengangkutan dilakukan diberikan 20% (dua puluh persen) dibayar

setelah perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut disepakati

oleh kedua belah pihak.

Tetapi setelah pihak kedua PT. Sumatera Madya Jaya memuat barang ke

kapal untuk diangkut kerja ternyata 20% tersebut belum juga dilunasi oleh

39

(20)

pengirim, walaupun pihak PT. Sumatera Madya Jaya telah mengirimkan

tagihannya kepada pihak terkait.

2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang

diperjanjikan.

Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container

disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran biaya

pengangkutan , Panjar diberikan sebesar 20% setelah perjanjian

pengangkutan disepakati. Kenyataannya kemudian, sisa pembayaran

selanjutnya belum dibayar oleh pengirim kepada PT. Sumatera Madya Jaya

sementara pengangkutan yang dilakukan telah selesai dilaksanakan.

Dalam kasus ini walaupun pihak pengirim telah membayar panjar untuk

awal pengangkutan PT. Sumatera Madya Jaya tetapi sisanya tidak

dibayarnya, pengirim berarti telah wanprestasi untuk sebagian

kewajibannya dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container.

3. Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat.

Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container

disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran pengangkutan,

yaitu setelah pekerjaan selesai baru dibayarkan sebagian lagi. Tetapi setelah

pekerjaan tersebut berhasil diselesaikan oleh PT. Sumatera Madya Jaya,

pihak pengirim tidak segera melaksanakan pembayaran tetapi baru

melaksanakan pembayaran setelah lewat waktu dari yang diperjanjikan.

(21)

setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena terlambat

sudah dapat dikatakan pihak pengirim melakukan wanprestasi. Sehingga

apabila PT. Sumatera Madya Jaya tidak dapat menerima pembayaran

dengan alasan keterlambatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pengirim

telah melakukan wanprtestasi karena trerlambat memenuhi kewajibannya.

4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Misalnya dalam kasus ini PT. Sumatera Madya Jaya telah melakukan

pengangkutan laut dengan container di laut tidak sebagaimana yang diperjanjikan yaitu akan memakai kapal khusus sesuai dengan kapasitas

angkut yang diminta. Tetapi pada kenyataannya pihak PT. Sumatera Madya

Jaya tidak memenuhi hal tersebut tetapi malah memakai kapal biasa

sehingga pekerjaan pengangkutan tersebut dikuatirkan akan membuat rusak

barang yang diangkut.

Maka dalam kasus ini dapat dikatakan PT. Sumatera Madya Jaya telah

melakukan wanprestasi dan pihak pengirim dapat mengajukan tuntutan

wanprestasi atas perbuatan PT. Sumatera Madya Jaya tersebut.

Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan ? Apabila akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat wanprestasi tersebut, upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan ?

Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh

salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian.

Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita

(22)

kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin.

Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang

menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu :

1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian

2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi

3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi

4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian

5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti

rugi.

Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan

tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266

KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya dapat dmintakan pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan

demikian berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, dalam perjanjian

pengangkutan barang dengan truk salah satu pihak wanprestasi maka pihak

yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan

perjanjian kepada hakim.

Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan

container di laut ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu

(23)

2. Dilakukan lewat pengadilan dimana lokasi pekerjaan dilakukan.

Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu

akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut kebanyakan diselesaikan

dengan cara melakukan musyawarah dan mufakat.

Dalam bagian ini perlu juga ditambahkan tentang kerusakan barang yang

diangkut di dalam container oleh PT. Sumatera Madya Jaya maka apabila kerusakan tersebut diakibatkan oleh perbuatan perusahaan dalam hal

memberlakukan barang yang diangkut seperti misalnya bertindak kasar

terhadap barang angkutan sehingga container tersebut terjatuh dan

mengakibatkan barang yang di dalamnya mengalami kerusakan, maka dalam

kapasitas ini kerusakan tersebut ditanggung oleh perusahaan.

Apabila kerusakan tersebut karena overmach atau keadaan memaksa seperti badai, perang, kecelakaan kapal laut maka dalam hubungan ini kerugian

ditanggung sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian pengangkutan.

Yang dimaksudkan dengan keadaan memaksa atau overmaht dalam hal ini adalah kerugian yang mengakibatkan kerusakan tersebut datangnya bukan dari

kedua belah pihak tetapi faktor keadaan alam atau keadaan yang tidak terduga

lainnya sehingga mengakibatkan kerusakan barang yang diangkut dalam

container, maka dalam hubungan ini kerusakan tersebut diatur di dalam surat perjanjian pengangkutan di laut dengan mengunakan container.

Dalam hubungan ini maka sangat perlu diperhatikan bahwa pada

(24)

barang angkutan. Atau dengan kata lain meskipun tidak 100% aman tetapi

apabila pelaksanaan pengangkutan barang dilakukan dengan container maka barang yang akan diangkut akan aman dari kerusakan. Penggunaan container

ini pada dasarnya meliputi perbuatan pemuatan barang dari tempat

pemberangkatan sampai barang tersebut sampai ketujuan, sehingga dalam hal

ini dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan container maka pelaksanaan pengangkutan barang aman sampai di tempat.

C. Jaminan Asuransi Dalam Pengangkutan Laut Dengan Container

Dari uraian-uraian terdahulu dapat dilihat suatu keadaan bahwasanya suatu pelaksanaan perjanjian pengangkutan di lau memiliki risiko dalam pelaksanaannya. Risiko dalam artinya ini akan membawa kerugian bagi para pihak yang tersangkut di dalam suatu perjanjian pengangkutan baik itu bagi pihak pengangkut maupun pengirim dan bahkan pihak yang menerima barang.

Demikian juga halnya dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan

kayu di laut, para pihak juga senantiasa menghadapi risiko yang yang dapat

timbul suatu waktu. Maka dalam keadaan ini dibutuhkan peranan dari pihak

ketiga dalam hal mengantisipasi kerugian tersebut sehingga baik itu pengangkut

dan pengirim merasa aman dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan laut

dengan container.

Pihak ketiga ini dalam prakteknya adalah asuransi atau lembaga

pertanggungan yang menanggung risiko apabila terjadi hal-hal yang

diperjanjikan dalam pertanggungan antara pihak asuransi dengan pengangkut

(25)

Dalam hubungan perihal asuransi ini, maka pihak pengirim tidak terikat kepada perjanjian pertanggungan. Pihak yang terikat dalam hubungan ini

adalah pihak pengangkut (PT. Sumatera Madya Jaya) dengan lembaga

pertanggungan. Keterlibatan PT. Sumatera Madya Jaya dengan pihak asuransi ini didasarkan kepada suatu keadaan bahwa pihak pengangkut PT. Sumatera Madya Jaya) memberikan jaminan apabila timbul hal-hal yang tidak terduga di dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan yang dilaksanakan. Dimana jaminan tersebut akan memberikan perlindungan kerugian atau pengalihan kerugian dari pihak pengirim dan pengangkut kepada pihak asuransi.

Pemberian jaminan dalam bentuk asuransi ini juga merupakan suatu daya tarik agar konsumen dapat menghubungi pihak PT. Sumatera Madya Jaya dalam hal pelaksanaan pengangkutan dengan kapal umumnya dan khususnya pengangkutan kayu balok. Sedangkan bagi pihak PT. Sumatera Madya Jaya juga merupakan suatu penjaminan atas armada-armada yang dimilikinya apabila timbul suatu hal yang tidak diinginkan timbul di belakang hari.

Jadi pada dasarnya penggunaan asuransi laut diadakan untuk

menghadapi bahaya di laut, artinya hubungan dengan risiko, yang harus

dihadapi selama berada di laut. Apabila sudah tidak menghadapi risiko lagi

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan-pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya

sampailah penulis pada bagian akhir yaitu berupa kesimpulan dan saran.

Kesimpulan

1. Bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container di Laut yang dilakukan oleh PT. Sumatera Madya Jaya adalah berdasarkan kebiasaan

bukan secara tertulis. Kebiasaan dalam hal ini adalah kebiasaan yang

dipakai dalam hal pelaksanaan perjanjian pengangkutan di laut yang

tidak bertentangan dengan undang-undang dan kepatutan. Meskipun

hubungan antara pihak diatur berdasarkan kebiasaan tetapi pada

hakekatnya pelaksanaan perjanjian pengangkutan laut dengan container

di laut juga dilakukan dengan bukti-bukti tertulis yaitu berupa surat

muatan. Dimana dalam surat muatan ini memuat hal tentang tanggal,

jenis barang yang diangkut, nama pengirim, nama penerima, nama

pengangkut serta pelabuhan tujuan.

2. Tanggungjawab pengangkut jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan

adalah memberikan ganti rugi kepada pihak pihak pengirim atas

kerugian yang dialami. Keadaan pemberian ganti rugi tersebut harus

melalui suatu pembuktian bahwa benar kerugian tersebut disebabkan

oleh PT. Sumatera Madya Jaya bukan atas hal-hal seperti keadaan

(27)

memaksa atau force majeur.

3. Jaminan asuransi dalam pengangkutan laut dengan container yang dilakukan PT. Sumatera Madya Jaya adalah berupa pengalihan

pertanggung-jawaban dari pihak PT. Sumatera Madya Jaya dan juga

pengirim kepada suatu perusahaan asuransi. Pengalihan risiko tersebut

pada dasarnya untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat merugikan di

laut. Sehingga dengan demikian para pihak yang terikat dalam suatu

perjanjian pengangkutan di laut dapat terlepas dari suatu beban kerugian

yang dapat timbul sewaktu-waktu.

Saran

1. Kepada pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan perjanjian

pengangkutan di laut hendaknya dapat membuat landasan perjanjian

mereka dalam bentuk tertulis, yang terdiri dari klausula-klausula

tentang hak dan kewajiban, sehingga apabila timbul hal-hal yang tidak

diinginkan di belakang hari, maka dapat dipedomani surat perjanjian

tersebut.

2. Pelaksanaan penyelesaian perselisihan yang dilakukan secara

musyawarah hendaknya dapat dipertahankan terus, sehingga dengan

demikian rasa permusuhan tidak ditimbulkan sebagaimana halnya jika

Referensi

Dokumen terkait

Kejahatan Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi Penanggulangan Kejahatan Korporasi .Yogyakarta:Arti Bumintaran,2008.. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi

2.3 Kedudukan logika dengan ilmu yang lain ... 2.4 Hubungan logika dengan pengetahuan yang

Divisi Perencanaan dan Pengendalian Operasi merupakan divisi yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengendalian kapal untuk labuh, tambat dan keluar serta

Hasil penelitian menunjukkan zat pengatur tumbuh alami air kelapa konsentrasi 20%, mampu menghasilkan keberhasilan tumbuh 26% varietas Alphonso Lavalle, 33% varietas Belgie, dan

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan intensi berhenti konsumsi minuman keras pada remaja usia 15-21 tahun berbasis Plan Behavior Model di Desa

Ibu Dian Wismar’ein, SE, MM, selaku Ketua Program Studi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian serta

Akan tetapi, Application Programming Interface (API) Siamik hanya mendukung secara penuh pada platform Android saja. Android dipilih sebagai platform pertama karena

Meskipun tulisan Mas Supomo tidak rapi, saya masih dapat membacanya dengan jelas. Jika tulisan Mas Supomo tidak rapi, saya tidak masih membacanya