• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Down Sindroma Down adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel yang mengakibatkan adanya kromosom tambahan 21 atau trisomi 21. - Hubungan Antara Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Perilaku Mem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Down Sindroma Down adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel yang mengakibatkan adanya kromosom tambahan 21 atau trisomi 21. - Hubungan Antara Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Perilaku Mem"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Down

Sindroma Down adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel yang mengakibatkan adanya kromosom tambahan 21 atau trisomi 21.9 Pada saat itu, diagnosis sindrom ini hanya berdasarkan pada temuan fisik. Pada tahun 1956, ditemukan bahwa komplemen normal manusia 46 kromosom dan pada tahun 1959 ditemukan bahwa sindroma Down dikaitkan dengan kromosom ekstra 21, dengan total 47 kromosom.3

Gambar 1. kromosom pada sindroma Down11

(2)

usia ayah yang lebih tua juga menyebabkan tingginya kemungkinan memperoleh bayi dengan sindoma Down.11

2.2 Keadaan Fisik dan Sistemik pada Sindroma Down

Gejala yang muncul akibat sindroma Down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Anak dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar, lehernya agak pendek. Mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol. Tampak pangkal hidung yang lebar dan datar, ukuran mulut kecil, letak telinga agak rendah. Jarak diantara 2 mata berjauhan sehingga mata menjadi sipit. Tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).3,10,12

Gambar 2. Keadaan tubuh anak sindroma down12

(3)

sindroma Down tertunda dan terbatas, namun akan meningkat seiring dengan pertambahan usia.15

Masalah pengucapan pada anak sindroma Down umumnya lebih lambat dibandingkan dengan penerimaan bahasa. Hal ini terkait dengan defisit motorik pusat dan derajat keterbelakangan mental bukan karena masalah artikulasi perifer. Lambatnya berbicara dan kualitas suara serak yang umumnya ditemukan pada anak sindroma Down.

Anak sindroma Down mengalami penggolongan tingkat IQ. Adapun beberapa penggolongan tingkat IQ pada anak sindroma Down yang sama seperti penggolongan tingkat IQ pada anak retardasi mental. Penggolongan tingkat retardasi mental lazim didasarkan pada hasil pengukuran inteligensi. Tes inteligensi sendiri sering dimaksudkan untuk mengukur kemungkinan keberhasilan orang dibidang akademik. Maka pembagian tingkat retardasi mental pada dasarnya merupakan pembagian tingkat kemampuan mengikuti dan menyelesaikan pendidikan formal di sekolah. Selain itu, pembagian tingkat retardasi tersebut mengandung penilaian tentang kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, khususnya menyangkut kemandirian dan tanggung jawab sosial. Pada umumnya dikenal empat tingkat retardasi mental yaitu, retardasi mental ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

3

14

2.2.1 Retardasi Mental Ringan

(4)

2.2.2 Retardasi Mental Sedang

Golongan ini memiliki IQ 36-51. Sesudah dewasa IQ mereka setara dengan anak-anak usia 4-7 tahun. Secara fisik mereka tampak “wagu” dan biasanya memiliki sejumlah cacat fisik. Koordinasi motoriknya buruk, sehingga gerakan tangan-kaki maupun tubuhnya tidak luwes. Ada yang agresif dan menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang yang belum mereka kenal. Mereka lamban belajar dan kemampuan mereka membentuk konsep sangat terbatas. Namun mereka trainable atau dapat dilatih. Artinya, bila kasus mereka diketahui secara dini, selanjutnya didampingi oleh orang tua dan mendapatkan latihan secukupnya, mereka dapat cukup mandiri dalam mengurus dirinya, termasuk bisa produktif secara ekonomi, baik dalam perawatan di rumah atau di panti asuhan.14

2.2.3 Retardasi Mental Berat

Golongan ini memiliki IQ 20-35. Mereka sering disebut “dependent retarded” atau penderita lemah mental yang tergantung. Perkembangan motorik dan bicara mereka sangat terbelakang, sering disertai gangguan penginderaan dan motorik. Mereka dapat dilatih untuk menolong diri sendiri secara terbatas. Mereka juga dapat dilatih untuk melakukan tugas-tugas sederhana, sedangkan untuk semua hal lain yang lebih kompleks mereka sangat tergantung pada pertolongan orang lain.14

2.2.4 Retardasi Mental Sangat Berat

(5)

2.3

Terdapat beberapa karakteristik keadaan rongga mulut yang ada pada anak dengan sindroma Down. Karakteristik tersebut yaitu anomali kerangka utama yang mempengaruhi struktur orofacial antara lain hipoplasia di pertengahan wajah, dengan jembatan hidung, tulang-tulang wajah pertengahan dan rahang atas yang relatif kecil ukurannya, palatum sempit dan tinggi. Lidah pada anak sindroma Down memiliki masalah seperti makroglossia, lidah yang berfisur, dan pembesaran papilla lidah sehingga pasien mengalami kesulitan berbicara dan pengunyahan.

Keadaan Rongga Mulut pada Sindroma Down

Bibir bawah tebal, kering, dan pecah-pecah.13

Gambar 3. Palatum pada sindroma down15

(6)

2.4 Karies pada Anak Sindroma Down

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur, dan daerah interproksimal) meluas kearah pulpa.5 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya, sehingga terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.

Rendahnya prevalensi karies gigi atau kerusakan gigi pada pertumbuhan gigi sulung dan permanen pada anak sindroma Down telah banyak dilaporkan oleh Cutress, 1971; Orner, 1975; Barnett dkk, 1986; Vigild, 1986; Ulseth dkk, 1991; Gabre dkk, 2001; Bradley & McAlister, 2004; Cheng dkk, 2007; Dellavia dkk, 2009; Davidovich dkk, 2010. Cutress (1971) melakukan penelitian pada 416 penderita sindroma Down dan menemukan prevalensi karies gigi yang lebih rendah daripada populasi normal, tetapi setelah melakukan penyesuaian dengan usia erupsi gigi, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penderita sindroma Down dengan populasi normal. Selain itu, penelitian Orner pada tahun 1975 mengatakan bahwa penderita dengan sindroma Down memiliki tingkat karies lebih rendah yaitu 1:3 dari saudara kandungnya.

16

2,15

Penelitian Barnett dkk. (1986) dalam New Jersey, AS, menyatakan bahwa penderita sindroma Down memiliki prevalensi karies yang lebih rendah bila dibandingkan dengan usia penderita cacat mental. Vigild (1986) juga melaporkan bahwa terdapatnya lesi karies pada penderita sindroma Down lebih sedikit, demikian juga pada gigi permanennya dibandingkan dengan orang-orang cacat mental.

Penderita sindroma Down yang bebas karies memiliki jumlah Streptococcus mutans yang jauh lebih rendah dan peningkatan saliva streptococcus mutans

khususnya konsentrasi IgA.

15

15,17

(7)

menunjukkan bahwa saliva yang berbeda pada lingkungan elektrolit dan pH pada anak sindroma Down menyebabkan tingkat karies yang lebih rendah.15 Menurut penelitian Putri (2011) nilai DMF, viskositas, serta jumlah S.mutans pada anak sindroma Down lebih rendah daripada anak normal sedangkan pH, jumlah elektrolit dan IgA yang lebih tinggi daripada anak normal sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya karies gigi pada anak sindroma Down dapat dihubungkan dengan pH basa, viskositas dan jumlah S.mutans yang rendah, serta konsentrasi elektrolit dan IgA yang tinggi pada saliva mereka.

Hasil penelitian Thamer A Al- Khadra (2011) pengalaman karies pada penderita sindroma Down pada pria 11,99 ± 3,91 dan wanita 12,07 ± 4,22. Dan pengalaman DMFT menurut usia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 3-6 tahun adalah 4,71 ± 1,27; 7-14 tahun adalah 6,09 ± 2,34; dan 15-21 tahun adalah 3,93 ± 1,64.

18

17

Penelitian di Indonesia, anak sindroma Down yang datang ke rumah sakit anak dan bersalin Harapan Kita mengalami karies dengan def-t rata-rata 4,65.7 Dan hasil penelitian di kota Makasar menunjukkan angka prevalensi karies gigi yang cukup tinggi pada anak sindroma Down yaitu sebesar 82,6% dengan nilai DMF-T rata-rata 3,69.8

2.5 Gambaran Klinis Karies

Gambaran klinis karies secara visual dapat dilihat pada pit atau fisur dan dengan penggunaan sonde gigi untuk menentukan adanya kehilangan kontinuitas atau kerusakan dalam enamel dan menilai kelembutan atau ketahanan dari enamel dan terlihat berwarna coklat.5-6

(8)

2.6 Faktor Etiologi Karies

2.6.1 Faktor Host atau Tuan Rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.5,16 Bentuk fisur yang terdapat pada anak sindroma Down merupakan fisur yang dangkal.15

2.6.2 Faktor Agen atau Mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak merupakan suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang paling banyak dijumpai pada plak seperti streptococcus mutans, streptococcus sanguis,

streptococcus mitis dan streptococcus salivarius. Streptococcus mutans mempunyai sifat asidogenik (memproduksi asam) dan asidurik (resisten terhadap asam).16 Jumlah

Streptococcus mutans pada anak sindroma Down jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak normal.15

2.6.3 Faktor Substrat atau Diet

(9)

2.6.4 Faktor Waktu

Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.16 Bakteri dalam plak memanfaatkan substrat untuk menghasilkan zat asam yang terus diproduksi selama mengkonsumsi makanan kariogenik. Asam ini akan menyerang permukaan enamel selama 20 menit, hal ini umumnya disebut acid attack. Acid attack yang berulang dan berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan enamel secara terus menerus hingga membentuk sebuah kavitas.19

2.7 Faktor Risiko Terjadinya Karies

Selain faktor etiologi karies, juga terdapat beberapa faktor resiko terhadap karies, diantaranya sebagai berikut :

2.7.1 Pengalaman Karies

Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Tingginya skor pengalaman karies pada gigi sulung dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi permanennya.16

2.7.2 Penggunaan Flour

Pemberian flour yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Jumlah kandungan flour dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan flour, karena pemasukan flour yang berlebihan dapat menyebabkan flourosis.16

2.7.3 Oral Hygiene

(10)

efektif.16 Oral hygiene pada anak sindroma Down buruk jika orang tua tidak memperhatikan dengan baik dan kurangnya inisiatif orang tua terhadap pencegahannya.

Pemakaian sikat gigi elektrik lebih ditekankan pada anak yang mempunyai masalah khusus. Pasta gigi yang mengandung 1000-2800 ppm menunjukkan hasil yang baik dalam pencegahan karies tinggi pada anak di antara umur 6-16 tahun. Anak sebaiknya tiga kali sehari menyikat gigi segera sesudah makan dan sebelum tidur malam.

1

Pemakaian benang gigi dianjurkan pada anak yang berumur 12 tahun ke atas di mana selain penyakit periodontal meningkat pada umur ini, flossing juga sulit dilakukan dan memerlukan latihan yang lama sebelum benar-benar menguasainya. Profesional profilaksis (skeling, aplikasi flour) dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan anak. Pada anak cacat dan keterbelakangan mental, hal ini harus lebih ditekankan.20

2.7.4 Jumlah Bakteri

Kolonisasi bakteri didalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling sering dari ibu.16 Pada waktu bayi masih dalam kandungan, di dalam mulut tidak dijumpai bakteri tetapi bakteri mulai berdiam di dalam mulut begitu bayi melewati vagina sewaktu proses kelahiran.5 Penelitian Nuraini menunjukkan adanya korelasi antara level S. mutans ibu dengan anak. Jika ibu mempunyai level S. mutans

yang tinggi maka level S. mutans pada anak juga tinggi. Bayi yang memiliki jumlah

S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai resiko karies yang lebih tinggi pada gigi sulungnya.16 Anak sindroma Down memiliki jumlah

Streptococcus mutans yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak normal.15

2.7.5 Saliva

(11)

penderita xerostomia.5,16 Pada anak sindroma Down sering terjadi xerostomia yang disebabkan karena mengkonsumsi obat dan dapat juga terjadi karena pernafasan melalui mulut.

2.7.6 Pola Makan

Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengkonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu proses remineralisasi. Apabila makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.16 Anak sindroma Down memiliki pola makan yang terkontrol dan paparan dengan lingkungan yang kariogenik lebih kecil. Hal ini sangat baik untuk menghindari terjadinya karies gigi.

2.7.7 Umur

Peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko karies paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi.16

2.7.8 Jenis Kelamin

(12)

kebersihan mulut pria dan wanita, maka dijumpai kebersihan mulut wanita lebih baik daripada pria. Oleh karena itu, tidak dijumpai perbedaan yang signifikan bila dibuat perbandingan antara pria dan wanita dengan status kebersihan mulut yang sama.16

2.7.9 Sosial Ekonomi Keluarga

Faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan kejadian karies gigi pada masyarakat adalah pendapatan dan tingkat pendidikan. Pendapatan dan tingkat pendidikan sangat berkaitan dengan konsumsi makanan kariogenik dan kebiasaan merawat gigi.21 Banyak penelitian menunjukkan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan konsumsi makanan yang bersifat kariogenik lebih banyak, rendahnya pengetahuan akan kesehatan gigi, status karies yang tinggi pada keluarga (karies aktif pada ibu), dan juga jarang melakukan kunjungan ke dokter gigi sehingga banyak karies gigi yang tidak dirawat.22

2.7.10 Pendidikan Orang Tua

Menurut Tirthankar (cit Sondang dan Hamada), pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.16 Di dalam bidang kesehatan peranan ibu juga sangat menentukan kesehatan anak dan peranan ibu sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan praktek ibu tentang kesehatan gigi serta tingkat pendidikan ibu.21

2.7.11 Perilaku Membersihkan Gigi

(13)

tua harus menanamkan kedisiplinan dalam membersihkan rongga mulut kepada anaknya. Bila sejak dini sang anak terbiasa membersihkan rongga mulut, dia tidak akan berontak atau teriak sekuat tenaga jika suatu hari dibawa ke pelayanan kesehatan gigi, memang tak bisa sekaligus berhasil dalam menanamkan kebiasaan tersebut, namun orang tua harus gigih dan terus menerus memperkenalkan hal itu kepada anak, terlebih lagi memberi pengertian pada anak yang menderita sindroma Down bukanlah hal yang mudah. Orang tua harus tetap tekun dan bersabar mengajari cara bersikat gigi yang baik dan benar kepada seorang anak sindroma Down, sebab pada intinya mereka harus paham bahwa rongga mulutnya harus selalu sehat.24

2.8 Indeks Karies

Indeks karies adalah ukuran yang dinyatakan dengan skala dari keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan yaitu: indeks Klein, indeks WHO dan belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya.16 Pada penelitian ini akan digunakan indeks Klein yaitu DMFT untuk gigi permanen dan deft untuk gigi sulung.

2.8.1 Indeks DMF, Klein

Indeks ini di perkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi permanen (DMFT) dan pemeriksaan pada gigi sulung (deft). Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang), dan F (gigi yang ditumpat) kemudian dijumlahkan sesuai kode.

DMFT

16

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

16

(14)

2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D.

3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.

4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M.

5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.

6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F. 7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F.

8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M.

deft

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

16

1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori d. 2. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori e.

3. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori f.

2.9 Pendekatan pada Anak Sindroma Down

Untuk memberikan perawatan gigi pada anak yang berkebutuhan khusus, kita harus mampu untuk menyesuaikan dengan keadaan sosial, intelektual, dan emosional. Kurangnya perhatian, gelisah, hiperaktif, dan perilaku emosional yang tidak menentu merupakan ciri anak dengan berkebutuhan khusus dalam menjalani perawatan gigi. Dokter gigi harus mengetahui tingkatan anak berkebutuhan khusus dengan melakukan konsultasi bersama dokter yang merawat anak atau pengasuh lain jika anak tidak tinggal bersama orang tua.

(15)

1. Berikan keluarga penjelasan singkat mengenai praktek gigi sebelum mencoba pengobatan. Perkenalkan pasien dan keluarga pada pekerja di praktek gigi. Hal ini akan membiasakan pasien dengan para pekerja dan fasilitas yang ada serta akan mengurangi rasa takut pasien terhadap ketidaktahuannya. Perbolehkan pasien untuk membawa benda yang disenanginya (boneka binatang, selimut, atau mainan) pada saat berkunjung

2. Lakukan berulang-ulang; berbicara perlahan dan dalam istilah yang sederhana. Kepastian penjelasan akan dipahami dengan menanyakan kepada pasien jika ada pertanyaan. Jika pasien memiliki sistem komunikasi alternatif, seperti papan gambar atau perangkat elektronik, pastikan itu tersedia untuk membantu penjelasan mengenai instruksi gigi.

.

3. Berikan hanya satu instruksi pada satu waktu. Hargai pasien dengan pujian setelah berhasil menyelesaikan setiap prosedur.

4. Dengarkan pasien secara aktif. Pasien yang berkebutuhan khusus sering mengalami masalah dengan komunikasi, dan dokter gigi harus sangat sensitif terhadap gerakan dan permintaan lisan.

5. Ajak orang tua untuk melihat proses perawatan dan untuk membantu dalam komunikasi dengan pasien.

6. Buatlah jadwal perawatan secara berkala. Tingkatkan secara bertahap ke prosedur yang lebih sulit (misalnya anestesi dan restoratif gigi) setelah pasien menjadi terbiasa dengan lingkungan klinik gigi.

7. Jadwalkan kunjungan pasien di pagi hari, pada saat dokter gigi, staf, dan pasien belum merasa lelah.

(16)

Kerangka Teori

Kerangka Konsep

Sindroma Down

Karies

-Gigi bercampur (Indeks DMFT+deft) -Gigi permanen

(Indeks DMFT) - Jenis kelamin

- Sosial ekonomi - Pendidikan ibu

- Perilaku kebersihan gigi Anak sindroma Down

Karakteristik fisik

Manifestasi oral

Gigi Jaringan lunak

Gigi bercampur (Indeks DMFT+deft)

Gambar

Gambar 2. Keadaan tubuh anak sindroma down 12
Gambar 3. Palatum pada sindroma down15
Gambar 4. Karies pada anak sindroma Down15

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Pendidikan. © NAELUL

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah diperoleh peneliti, dapat kesimpulan Motivasi Belajar Anak Keluarga Penerima Manfaat Di Kabupaten Sintang sangat

protection of consumers against unfair trade practices is found in the Sale of Goods Act, the Unfair Contract Terms Act and CPFTA. 3.11 CPFTA provides consumers with safeguards

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan tingginya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah yaitu faktor keluarga, faktor pendidikan dan

Pada pertemuan ketiga, kembali meningkat dengan persentase 87,5% siswa yang sudah berada dalam tugas dan berada pada kategori tinggi, dapat dilihat pada lembar

The body measurements related to meat value (rump length, chest width, heart girth), these morphostructural changes are related to changes in the productive