V - 1
BAB V
KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKOTAAN
5.1 Arahan RTRW Kabupaten Luwu
Tinjauan terhadap kebijakan penataan ruang merupakan upaya terhadap
pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam penataan ruang. Untuk mencapai tujuan penataan ruang, maka perlu dilakukan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang merupakan proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
5.1.1 Arahan Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Luwu
Secara umum pusat kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan pemerintahan berada di
kawasan perkotaan. Secara umum pula kebutuhan hasil pertanian diproduksi di kawasan
perdesaan untuk memenuhi kebutuhan wilayah Kabupaten Luwu dan wilayah sekitarnya,
baik berupa bahan mentah maupun barang siap konsumsi. Begitu juga sebaliknya
kebutuhan barang hasil industri manufaktur diproduksi di atau disalurkan melalui kawasan
perkotaan. Agar interkoneksitas antar pusat kegiatan, serta pelayanan prasarana wilayah
efisien dan efektif maka perlu diwujudkan sistem interkoneksitas antar kawasan perkotaan
dan perdesaan yang berdaya guna besar. Sistem perkotaan Wilayah Kabupaten Luwu
dibangun dengan beberapa pusat kegiatan seperti pusat kegiatan wilayah pusat kegiatan
lokal maupun pusat pelayanan kawasan, serta kawasan perkotaan berupa kota, ibukota
kabupaten, ibukota kecamatan dan kawasan pusat pertumbuhan industri dan
perdagangan yang padat dengan kegiatan pekotaan dan fasilitas permukiman.
Arahan terhadap rencana pusat-pusat kegiatan lingkup wilayah kabupaten,
pengembangannya diharapkan akan dapat menjadi simpul bagi sistem pelayanan
sosial, budaya, ekonomi, dan/atau administrasi masyarakat di wilayah kabupaten.
Adapun arahan rencana pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah kabupaten, terdiri
atas:
1) Kawasan perkotaan Belopa di Kecamatan Belopa dan Belopa Utara diarahkan
sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
2) Kawasan perkotaan Bua di Kecamatan Bua, kawasan perkotaan Padang Sappa di
Kecamatan Ponrang dan Kawasan perkotaan Batusitanduk di Kecamatan
Walenrang diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp).
3) Kawasan perkotaan yang diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK),
terdiri atas:
Kawasan perkotaan Lamasi di Kecamatan Lamasi;
Kawasan perkotaan To’Lemo di Kecamatan Lamasi Timur;
Kawasan perkotaan Taba di Kecamatan Walenrang Timur; Kawasan perkotaan Suli di Kecamatan Suli;
Kawasan perkotaan Larompong di Kecamatan Larompong; Kawasan perkotaan Benepute di Kecamatan Binuang; Kawasan perkotaan Bajo di Kecamatan Bajo;
Kawasan perkotaan Pattedong di Kecamatan Ponrang Selatan; Kawasan perkotaan Cilallang di Kecamatan Kamanre; dan Kawasan perkotaan Noling di Kecamatan Bupon.
4) Kawasan perkotaan yang diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL),
terdiri atas:
Kawasan perkotaan Lindajang di Kecamatan Suli Barat; Kawasan perkotaan Bone Lemo di Kecamatan Bajo Barat; Kawasan perkotaan Rante Balla di Kecamatan Latimojong; Kawasan perkotaan Beuma di Kecamatan Bastem;
Kawasan perkotaan Ilanbatu di Kecamatan Walenrang Barat; dan Kawasan perkotaan Bosso di Kecamatan Walenrang Utara.
5.1.2 Arahan Rencana Sistem Jaringan Prasarana
a. Arahan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Utama
Arahan rencana sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Luwu,
terdiri atas:
a. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat
Jalan Arteri Kota Belopa menuju Kota Palopo (di sebelah Selatan) dan menuju
Masamba disebelah Utara, disamping merupakan jalan Nasional dan Provinsi,
juga sebagai jalur penghubung antar ibukota, juga diupayakan mendukung
sirkulasi antara permukiman, perkantoran, dan pendidikan dengan kawasan
V - 2
Jalan Trans menuju Palopo-Kota Makassar, disamping merupakan jalanNasional dan Provinsi, juga merupakan jalur penghubung antar kota dan
kabupaten juga diupayakan menghubungkan kawasan permukiman dan
pertanian dengan kawasan perdagangan dan Bandara Udara Bua di Kabupaten
Luwu.
Jalan Trans menuju Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, selain berfungsi
untuk mendorong sirkulasi antara fungsi kehutanan, pertanian, dan perkebunan
dengan kawasan industri pengolahan juga sebagai jalur penghubung regional. Perintisan jalan Bua, Barana ke Desa Pantilang sebagai jalur penghubung
selain pertanian tanaman pangan dan perkebunan di Kecamatan Bastem,
bagian utara, juga ke kawasan pengembangan pertambangan dan perkebunan. Perintisan jalan trans antar dari Kecamatan Bua (Pa’batang) ke Desa
Mappetajang sepanjang 6 km untuk menghubungkan jalanan dari pusat bandara Kecamatan Bua lewat Pa’batang ke Desa Mappetajang, Desa Tasangtongkonan dan Desa Maindo (Perbatasan Kabupaten Tanah Toraja),
juga merupakan penghubung regional.
Jalur Arteri Lalong dan Lamasi Pantai ke arah pantai selatan (Kecamatan
Walenrang Timur), sebagai jalur penghubung selain pertanian tanaman pangan
dan perkebunan di Kecamatan Walenrang, bagian utara, juga ke kawasan
pengembangan perikanan (pesisir, dan laut).
Perintisan jalan Kecamatan Larompong Desa Bukit Sutra ke arah Kabupaten
Sidrap melalui Kecamatan Pitu Riase sebagai jalur alternatif penghubung
regional antar kabupaten.
Perintisan jalan Kecamatan Walenrang Barat ke arah Desa Balusu Kabupaten
Toraja.
Selain bertumpu pada tujuh fungsi jalan di atas, pengembangan struktur ruang
juga diupayakan dengan pengembangan jalan-jalan baru yang dapat menghubungkan
dan memperlancar arus pergerakan antar pemanfaatan ruang. Berikut ini adalah
jalur-jalur penghubung antar pusat permukiman (termasuk antar wilayah) yang kondisinya
perlu selalu dijaga dan ditingkatkan:
Desa Noling – Desa Padang Tuju (Bupon) –
Selanjutnya, sistem pergerakan yang menghubungkan tiap kota kecamatan
menuju ke pusat kota Kabupaten (termasuk pergerakan eksternal) perlu mendapat
penanganan, karena sebagian besar masih harus diperbaiki kualitasnya.
Kemudian, untuk meningkatkan aksesibilitas dan mempermudah mobilitas
penduduk diperlukan beberapa terminal tipe B dan C untuk melayani pergerakan
regional dan pergerakan internal kabupaten. Terminal regional utama perlu
ditempatkan di Kota Belopa, sedangkan terminal lainnya perlu tersedia pada
masing-masing ibukota kecamatan. Terminal Tipe A untuk saat ini belum diperlukan karena
belum sesuai dengan fungsinya, tetapi harus ada pada perencanaan tingkat provinsi.
Terminal yang ada di Kabupaten Luwu sekarang dirasakan tidak akan mampu
lagi untuk menampung segala aktivitas yang berkaitan dengan terminal, mengingat
luasannya yang tidak memungkinkan lagi serta semakin tingginya arus pergerakan lalu
lintas Palopo – Belopa dan Belopa – Makassar. Oleh karena itu untuk masa yang akan
datang perlunya penentuan lokasi terminal sesuai dengan kriteria di atas agar fungsi
terminal sebagai titik simpul pergerakan orang dan barang dapat terwujud.
Berdasarkan kondisi di atas, sehingga lokasi yang dapat dikembangkan menjadi lokasi
V - 3
Barat) dengan jalan arteri sekunder menuju pusat kota yaitu di daerah sekitar Sabe diujung awal jalan lingkar luar Barat.
1. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut
Di Wilayah Kabupaten Luwu terdapat satu bentangan garis pantai (Bagian Selatan).
Sehingga, aktivitas transportasi laut diarahkan di bagian pantai selatan dalam upaya
membangun sektor perhubungan laut di Kabupaten Luwu kedepan.
Pelabuhan-pelabuhan terdekat yang ada saat ini adalah Pelabuhan Tanjung Ringgit (Kota
Palopo), Pelabuhan Kolaka, Pelabuhan Malangke, Pelabuhan Malili dan Pelabuhan
Bonepute, yang melayani pelayaran internal maupun antar pulau. Kemudian juga
terdapat beberapa pelabuhan berbentuk TPI.
Hingga saat ini telah direncanakan Pelabuhan Provinsi di Desa Senga Selatan
Pantai Kecamatan Belopa dan TPI Kelurahan Belopa. Dimana keberadaan
pelabuhan umum dan pelabuhan rakyat ini akan dapat menciptakan rute-rute
pelayaran baru terutama pada kawasan regional bagian selatan.
2. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Udara
Satu-satunya sistem transportasi udara yang ada di Wilayah Kabupaten Luwu
terletak di Kecamatan Bua adalah Bandar Udara Bua, dan saat ini merupakan moda
transportasi yang melayani sistem pergerakan ekternal antar wilayah.
Rencana yang berkaitan dengan pengembangan Kawasan Bandar Udara Bua
dapat dilihat pada pembahasan sebagai berikut.
Kawasan ini di kemudian hari akan menjadi prime mover. Peningkatan kapasitas
dan fungsi bandara akan memacu perkembangan sektor ekonomi di wilayah ini.
Beberapa sektor/sub-sektor yang akan mengalami peningkatan pesat meliputi
budaya dan pariwisata, perdagangan (antar wilayah), dan pelayanan jasa.
Kemudian, peningkatan kapasitas dan fungsi bandara akan berpengaruh pada
peningkatan yang sangat signifikan terhadap arus barang dan manusia baik yang
masuk maupun yang keluar Kabupaten Luwu.
Pengembangan transportasi udara, dalam hal ini bandar udara, memiliki peran
strategis menuju keberhasilan pelaksanaan program pengembangan pertanian.
Saat ini Bandara Bua dan termasuk kategori Bandara Kelas III, dan dalam proses
selanjutnya, Bandara Bua akan ditingkatkan menjadi Bandara Kelas II yang dapat
didarati pesawat berbadan lebar.
Pada tingkat mikro, peningkatan kapasitas dan fungsi Bandar Udara ini akan
dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap aktivitas tiga jalur strategis
sebagaimana disebutkan sebelumnya, terutama dalam hal peningkatan arus barang
dan manusia, peningkatan ketersediaan dan kondisi fisik prasarana transportasi,
perubahan fungsi lahan pada jalur-jalur strategis serta kawasan sekitar Bandar
Udara kearah sektor komersial.
Dari sisi pemanfaatan ruang, rencana pengembangan lahan sekitar Bandara Udara
Bua meliputi :
Pembatasan pemanfaatan lahan untuk bangunan pada zona I (Timur dan
Barat).
Pengawasan dan pengontrolan kegiatan ekspansi pemukiman secara
besar-besaran pada zone I.
Pengontrolan pemanfaatan lahan yang dapat membahayakan kegiatan bandara
utamanya pembakaran sampah dan sawah (sisa jerami) atau ladang,
khususnya pada zone I dan II.
Penataan sistem sirkulasi dan jalur transportasi, serta optimalisasi peruntukan
lahan, pada zone II.
Penataan kawasan penyangga bandar udara dan ruang-ruang terbuka hijau
(perdu dan rerumputan).
b. Arahan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
1. Rencana Sistem Jaringan Energi
Menurut data untuk saat ini di Wilayah Kabupaten Luwu pelanggan yang telah
terlayani oleh prasarana listrik berjumlah 87.785 KK untuk tahun 2008. Kemudian,
jangkauan pelayanan secara umum belum merata keseluruh bagian wilayah
kabupaten, dan saat itu prioritas pelayanan diarahkan pada kawasan perkotaan.
Rencana pengembangan energi kelistrikan adalah sebagai berikut:
Peningkatan pelayanan akan kebutuhan prasarana listrik untuk masa yang akan
datang harus diupayakan mencapai 100% guna memberi penerangan kepada
masyarakat dan meningkatkan produksi industri bagi pengguna jasa listrik. Peningkatan jangkauan pelayanan dapat dilakukan dengan distribusi melalui
PLN ranting, sub-ranting dan listrik desa, sehingga mampu melayani jumlah desa
secara keseluruhan.
Peningkatan kapasitas energy listrik dapat memanfaatkan potensi sungai
sebagai energi lokal yang ada, melalui pengembangan Pembangkit Listrik
Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang tersebar di Kabupaten Luwu, diantaranya: Potensi Sungai Mattiro di Kecamatan Larompong Selatan
V - 4
Potensi Sungai Kandang Batu di Kecamatan Larompong Selatan Potensi Sungai Lambuang, Sungai Tomoti dan Sungai Tia di Desa Sinaji
Kecamatan Bastem
Potensi Sungai Sanggau di Desa Binturu Kecamatan Larompong Potensi Sungai Buntu Awo di Desa Buntu Awo Kecamatan Walenrang
Potensi Sungai di Desa Bukit Sutra (Dusun Belo dan Rambu) Kecamatan
Larompong
Potensi Sungai Balla Desa Rante Alang Kecamatan Larompong Potensi Sungai Salu Lembu Desa Lumaring Kecamatan Larompong
Potensi Sungai Belajang Dusun Bambakalua Desa Karapuang Kecamatan
Bastem
Potensi Sungai Tampumia di Desa Tampimia Kecamatan Bupon Potensi Sungai Suli Desa Pariangang Kecamatan Suli Barat
2. Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi
Kapasitas pelayanan sistem telekomunikasi sampai menjangkau:
Desa-desa yang letaknya berada di daerah tidak terjangkau sinyal telepon genggam/handphone (daerah blank spot).
Desa-desa yang jaraknya jauh dari jaringan kabel telepon dan kondisi topografi
alamnya sulit untuk dilalui jaringan teresterial telekomunikasi.
Desa-desa yang dapat diakses oleh jaringan kabel telepon atau sinyal
handphone tetapi tergolong miskin.
3. Rencana Sistem Drainase dan Pengelolaan Air Limbah
Sistem jaringan drainase direncanakan menggunakan sistem saluran terbuka
(riol) yang belum memisahkan antara limpasan air hujan (run off) dan limbah rumah
tangga.
Rencana pengembangan ini ditujukan guna menghindari genangan dan untuk
mencegah berkembangnya pemukiman-pemukiman liar yang tak terkendali di jalur
drainase/sungai yang ada terutama didaerah-daerah baru yang saat ini masih
sedikit pemukiman.
Rencana pengembangan diprioritaskan pada kawasan genangan dengan
memperhatikan faktor kuantitatif genangan, seperti luas genangan, tinggi
genangan, lama genangan, dll. Demikian pula faktor kerusakan yang ditimbulkan
akibat banjir/genangan, gangguan ekonomi, seperti daerah pasar dan
perdagangan, gangguan sosial, seperti rumah sakit dan fasilitas umum, gangguan
kelancaran arus lalu lintas, seperti terganggunya lalu lintas jalan/kemacetan lalu
lintas serta gangguan pemukiman penduduk dan kepadatannya.
5.1.3 Arahan Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten
a. Kawasan Lindung
Rencana pengembangan kawasan lindung terdiri atas: kawasan hutan lindung;
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan
perlindungan setempat; kawasan pelestarian alam dan cagar budaya; kawasan rawan
bencana alam; kawasan lindung geologi; dan kawasan lindung lainnya.
1. Rencana Pengembangan kawasan hutan lindung
Menetapkan kawasan lindung sebesar minimal 28,77 % dari luas seluruh
wilayah Kabupaten Luwu yang dikelompokan dalam Daerah Aliran Sungai
(DAS) atau biasa disebut juga Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yang meliputi
kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan
hutan, termasuk berbagai kawasan konservasi.
Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi
hidrologis untuk menjamin katersediaan sumber daya air.
Mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap
berfungsi lindung.
2. Rencana pengembangan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya
Menetapkan kawasan lindung sebesar minimal 28,77 % dari luas seluruh
wilayah Kabupaten Luwu yang dikelompokan dalam Daerah Aliran Sungai
(DAS) atau biasa disebut juga Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yang meliputi
kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan
hutan, termasuk berbagai kawasan konservasi.
Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi
hidrologis untuk menjamin katersediaan sumber daya air.
Mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap
berfungsi lindung.
Di wilayah Kabupaten Luwu, kawasan lindung dalam kenyataannya juga merupakan
kawasan resapan air. Kawasan yang termasuk dalam hutan lindung adalah yang
mempunyai ketinggian tempat (elevasi) lebih dari 2000 m dari permukaan laut, atau
berkemiringan lereng > 40 %, atau yang tanahnya didominasi oleh tanah-tanah lithic
(bersolum sangat dangkal dan berbatu), atau yang jumlah skor faktor lereng + tanah +
V - 5
faktor lereng adalah faktor penentu utama bagi arahan peruntukan kawasan hutanlindung. Walaupun, di lokasi tertentu, seperti di daerah tangkapan air, sebagian
kawasan hutan lindung ditetapkan atas dasar kepentingan perlindungan dan usaha
rehabilitasi, yang jika tidak dilakukan, selain akan menghambat usaha rehabilitasi
kawasan hutan, juga akan meningkatkan potensi banjir pada dataran rendah.
Dari total luas wilayah Kabupaten Luwu (294.409,29 Ha), 59,48 % Ha atau
sekitar 175.143,30 Ha diarahkan untuk peruntukan kawasan hutan lindung. Penentuan
luas kawasan hutan lindung ini selain didasarkan atas hasil Surat Keputusan yang
dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan juga dilakukan dengan interpretasi GIS, dengan
pertimbangan bahwa :
Keberadaan kawasan hutan lindung seluas itu diperlukan untuk mengamankan
berbagai rencana (arahan) pemanfaatan ruang kawasan budidaya ke depan yang
volumenya bertambah jauh lebih besar, karena tuntutan pengembangan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat;
Kondisi topografi sebagian wilayah Kabupaten Luwu bergunung dan berbukit
dengan jenis tanah yang rentan terhadap erosi;
Curah hujan wilayah kabupaten pada umumnya tergolong cukup sedang (criteria
curah hujan menurut Wischmeier dan Smith 1978) sehingga kawasan resapan air
yang luas mutlak diperlukan untuk mendukung rencana pengembangan secara
keseluruhan;
Besar/tingginya magnitude dan frekuensi banjir di wilayah Kabupaten Luwu di
sekitar Kecamatan Kamanre, Suli, Larompong, Walenrang Timur dan Lamasi Timur. Kepentingan memelihara kondisi dan potensi DAS-DAS besar (Sungai Paremang,
Salu Lamasi, Salu Tabang) dan banyak DAS-DAS lainnya, yang merupakan aset
sangat besar untuk mendukung pembangunan wilayah Kabupaten Luwu.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya idealnya
harus berpenutupan hutan atau tegakan pohon yang cukup rapat, sehingga dapat
mencegah erosi atau abrasi, dan mengatur tata air di wilayah DAS/DPS.
3. Rencana Kawasan Lindung Setempat
a) Sempadan Pantai
Kawasan pantai perdesaan kental dengan kehidupan nelayan dan pelaku budidaya
tambak. Sempadan pantai permukiman nelayan biasanya dimanfaatkan untuk
menyimpan dan memperbaiki perahu dan peralatan tangkap ikan, serta menjemur
hasil tangkapan atau panen seperti ikan dan rumput laut. Limbah yang diproduksi
dari kegiatan-kegiatan di daerah pesisir pantai lebih bersifat organis, walaupun
demikian sistem sanitasi limbah cair dari WC sangat dianjurkan dibangun agar
kesehatan lingkungan terjaga.
b) Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai diperlukan untuk mengamankan keberadaan dan
potensi sungai agar fungsinya berkelanjutan. Pengelolaan sempadan sungai
diarahkan untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan
merusak kualitas air sungai dan kondisi fisik tepi dan dasar sungai. Lebar kawasan
sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya:
100 m di kiri dan kanan sungai besar (Sungai Paremang, Sungai Cimpu, Sungai
Larompong, Sungai Rongkong, Sungai Minangatengah dll)
50 m di kiri dan kanan sungai kecil, terutama untuk wilayah di luar kawasan
permukiman.
Khusus untuk sungai yang melalui daerah perkotaan (permukiman), sempadan
sungainya cukup 10 – 15 meter kiri kanannya.
4. Rencana pengembangan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
a) Kriteria Kawasan Wisata Alam
Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa perairan laut, perairan
darat, wilayah pesisir, dan muara sungai, yang mempunyai ciri khas berupa
keragaman dan atau keunikan ekosistem.
b) Kawasan Suaka Alam di Kabupaten Luwu
Saat ini wilayah Kabupaten Luwu memiliki hutan mangrove sebagai taman wisata
alam yang juga merupakan bagian dari kawasan lindung, adanya kawasan suaka
alam laut di Wilayah Kabupaten Luwu, dengan perhatian akan terfokus pada Teluk
Bone, ke depan kawasan ini ditetapkan demi kepentingan pelestarian alam wilayah
laut teluk Bone, bagi yang memiliki flora dan fauna laut termasuk terumbu karang
dan hutan mangrove yang perlu dilindungi.
c) Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam
Rencana pemantapan kawasan suaka alam laut adalah sebagai berikut: Pemantapan zona yang dijadikan kawasan suaka alam laut.
Pengendalian eksploitasi secara berlebihan sumberdaya kelautan di dalam
dan di sekitar kawasan suaka alam laut.
Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengawasan dan pengendalian
V - 6
Peningkatan upaya pendidikan dan penelitian sumberdaya alam di wilayahsuaka alam laut.
d) Rencana Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya
Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dilakukan untuk melindungi
kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah yang berguna
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan melindungi dari ancaman kepunahan
yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun kegiatan manusia. Adapun arahan
pengelolaan kawasan cagar budaya meliputi: Pengamanan kawasan dari semua pihak
Pelibatan masyarakat sekitar dalam menjaga kelestarian cagar budaya Penetapan pemanfaatan kawasan sebagai zona kegiatan pariwisata
Peningkatan penelitian dan penulisan buku sejarah tentang kawasan cagar
budaya
Mengembangkan sektor pariwisata dimana pariwisata dapat menjadi katalisator
dalam pelestarian benda cagar budaya
Penegakan hukum dan aturan sesuai yang tertera pada Undang-Undang No.5
Tahun 1992.
Melakukan revitalisasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan melalui
peningkatan infrastruktur penunjang.
Peningkatan ketersediaan dokumen yang berhubungan dengan sejarah dan
kebudayaan.
Promosi keberadaan cagar budaya dan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
perhatian berbagai kalangan, baik wisatawan maupun peneliti.
5. Rencana penanganan kawasan rawan bencana alam terdiri dari rencana penanganan
kawasan rawan tanah longsor; kawasan rawan gelombang pasang; dan banjir.
a) Kawasan Rawan Longsor
Kondisi topografi yang berbukit sampai pegunungan mengkondisikan wilayah
Kabupaten Luwu rawan terhadap bencana gerakan tanah/batuan. Kondisi ini
diperparah dengan litologi (jenis batuan) yang relatif belum terkompaksi dengan
kuat. Wilayah-wilayah tersebut umumnya di Wilayah Kecamatan Latimojong, Bajo,
Larompong, Suli, Suli Barat, Bastem, Kamanre, Walenrang Utara dan Kecamatan
Walenrang Barat. Untuk mengatasi potensi tersebut, maka perlu dilakukan
perencanaan antara lain:
Pemetaan lokasi yang potensial terhadap gerakan tanah/batuan.
Setelah mengetahui lokasi atau titik rawan gerakan tanah/batuan, maka
dilakukan pencegahan yang dibagi menjadi pembangunan struktur sebagai
program jangka pendek.
Perbaikan kawasan yang telah mengalami degradasi hutan sebagai program
jangka panjang.
Pengaturan pemanfaatan lahan terutama pada wilayah yang berlereng terjal
umumnya di atas 40 %.
Pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana seperti dijelaskan di atas perlu
diarahkan pada kegiatan masyarakat yang diperkirakan tidak akan menimbulkan
kerugian materi yang berarti atau korban jiwa apabila bencana alam terjadi.
Kawasan permukiman padat tidak disarankan untuk berlokasi di kawasan ini.
Kemudian, bangunan yang mungkin dibangun adalah bangunan konstruksi semi
permanen dan temporer atau bangunan dengan konstruksi yang dapat bertahan
terhadap bencana yang mungkin timbul.
b) Kawasan Rawan Gelombang Pasang dan Banjir
Kawasan rawan banjir di Kabupaten Luwu, terdapat di wilayah sekitar
sungai-sungai besar dan wilayah pesisr pantai yaitu Kecamatan Lamasi, Desa Cilallang
Kecamatan Kamanre dan Desa Cimpu Kecamatan Suli.
Untuk menanggulangi banjir seperti yang disebutkan di atas, maka pada
daerah-daerah rawan banjir, diperlukan berbagai upaya penanggulangan yang dibagi
kedalam dua program sebagai berikut :
Program Jangka panjang:
Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai
Dalam upaya penanggulangan banjir diperlukan ada koordinasi antara instansi
yang terkait dalam perencanaan dan pengelolaan DAS dan wilayah sungai
kawasan perkotaan secara terpadu.
Memelihara kawasan hutan yang menjadi penyanggah banjir.
Program Jangka Pendek:
Identifikasi lokasi rawan banjir dan penyebab terjadinya banjir untuk
mendapatkan solusi mengatasi banjir
Pengaturan dan perbaikan daerah-daerah rawan banjir banjir, melauit rekayasa
teknis misalnya talud, sarana penampungan air, dan peningkatan fungsi
drainase perkotaan.
b. Kawasan Budidaya
V - 7
Kawasan budidaya kehutanan meliputi hutan rakyat dan kawasan hutanproduksi. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan hak yang
berada pada tanah yang dibebani hak milik. Sedangkan hutan produksi adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
Pemanfaatan kawasan dilaksanakan untuk memanfaatkan ruang tumbuh
sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang
optimal. Pemanfaatan jasa lingkungan dilakukan dalam bentuk usaha yang
memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan dilakukan dalam bentuk
usaha pemanfaatan hutan alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman.
Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan
yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam. Kegiatan
pemungutan hasil hutan meliputi pemanenan, penyaradan, pengangkutan,
pengolahan dan pemasaran yang diberikan untuk jangka waktu tertentu.
a) Kawasan Hutan Produksi Terbatas
Apabila areal telah ditunjuk sebagai kawasan hutan dan memenuhi kriteria
sebagai hutan produksi terbatas sesuai SK Menteri Pertanian No.
683/KPTA/UM/8/1981, maka areal tersebut dipertahankan sebagai kawasan hutan
produksi terbatas yang berperan sebagai kawasan penyangga.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 452/KPTS-II/1999, Kawasan
HPT terluas dijumpai di Kecamatan Latimojong seluas 2.556,26 Ha, Kecamatan
Bastem seluas 2.499,94 Ha. Jadi Luas Hutan Produksi Terbatas di Kabupaten
Luwu sebesar 5.118,40 Ha atau 4,71 % dari keseluruhan luas kelompok hutan di
Kabupaten Luwu.
b) Kawasan Hutan Produksi Tetap
Dalam jangka panjang, kawasan hutan produksi ini diarahkan untuk
menstabilkan bahan baku industri yang berasal dari hutan produksi alam,
meningkatkan produksi bahan baku yang berasal dari hutan tanaman industri dan
hutan rakyat, meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja dengan melibatkan
masyarakat lokal.
Kawasan hutan produksi tetap (umumnya hanya disebut sebagai hutan
produksi, HP) di wilayah Kabupaten Luwu mencakup areal seluas 18.349,70 Ha
atau sekitar 16,96 % dari total luas kelompok hutan di Kabupaten Luwu (108.160,24
Ha). Kawasan HP terluas dijumpai di Kecamatan Bua yakni seluas 6.377,59 Ha
diikuti Kecamatan Bua Ponrang seluas 6.414,14 Ha.
2. Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertanian terdiri atas:
Secara umum, sehubungan dengan pengembangan potensi sumberdaya wilayah
untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis
komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan
setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik
untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Pengembangan komoditas
pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan pedo-agroklimat tanaman
(seperti iklim, tanah, dan topografi) akan memberikan hasil yang optimal dengan
kualitas prima. Keragaman sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas (zonasi
ruang) pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan
pewilayahan akan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang, serta menjamin
efektifitas perencanaan yang sinergis dan berkelanjutan. Ini dilakukan melalui suatu
analisis kesesuaian lahan.
Informasi yang dijadikan acuan untuk mengetahui sebaran kualitas lahan bagi
keseluruhan wilayah secara utuh adalah data sistem Lahan yang dikeluarkan oleh
RePPProT (Regional Physical Planning Project for Transmigration) pada skala tinjau (1 : 250.000).
a) Kawasan Budidaya Pertanian Lahan Kering
Rencana pemanfaatan ruang dan pengembangan kawasan budidaya lahan kering
yang perlu dilakukan adalah:
Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian yang
diklasifikasikan sebagai lahan subur kelas satu. Perlu pengembangan
konsep ‘lahan pertanian abadi’ untuk lahan subur kelas satu, baik untuk lahan kering maupun lahan basah.
Usaha penanggulangan banjir yang berpotensi melanda kawasan pertanian. Penyelesaian tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lainnya pada suatu
kawasan/lokasi.
Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering diarahkan
pada komoditas jagung sebagai andalan utama, dan untuk kepentingan
V - 8
Untuk diversifikasi, diperlukan metode tumpangsari bagikomoditas-komoditas yang secara komposit sesuai untuk dikembangkan.
Menerapkan sistem usaha tani konservasi terutama pada lahan-lahan
dengan potensi erosi tinggi untuk menghindari degradasi lahan.
b) Kawasan Budidaya Pertanian Lahan Basah
Kegiatan pertanian lahan basah adalah kegiatan pertanian yang
memerlukan air terus menerus sepanjang tahun, dengan komoditi utamanya
adalah padi sawah.
Kawasan lahan yang sesuai dan sangat sesuai ini tersebar di bagian
Kecamatan Bajo, Bajo Barat, Kamanre, Ponrang Selatan, Ponrang, Bupon, Bua,
Larompong, Larompong Selatan, Kamanre, Suli, Walenrang, Walenrang Barat,
Walenrang Timur, Walenrang Utara, bagian utara Kecamatan Lamasi Timur,
dan Lamasi sepanjang Sungai Lamasi. Dengan demikian, rencana
pengembangan lahan sawah diarahkan pada wilayah-wilayah tersebut.
Rencana pemanfaatan ruang dan pengembangan kawasan budidaya
lahan basah yang perlu dilakukan adalah:
Perluasan areal persawahan, yaitu meningkatkan produktivitas “lahan tidur”,
baik melalui pompanisasi maupun melalui cekdam (bendungan) baru.
Pengembangan prasarana pengairan untuk mendukung pengembangan
tanaman padi sawah.
Penyusunan rencana kawasan sawah beririgasi dan pelaksanaan persiapan
lahan bagi kawasan sentra produksi Paguyaman, dalam menyongsong
pembangunan Bendungan Paguyaman.
Peyusunan rencana pengembangan kawasan transmigrasi pada sekitar
Kecamatan Latimojong (Desa Tobarru) dan Kecamatan Bupon, yang
utamanya ditujukan bagi transmigrasi lokal.
Pencanangan dan penetapan lahan-lahan kategori kelas I untuk dijadikan
”Lahan Pertanian Abadi”.
Pengaturan pembagian lahan pada kawasan baru dikembangkan untuk
petani-petani transmigrasi lokal.
3. Rencana Kawasan Peruntukan Perkebunan
Rencana pengembangan kawasan perkebunan terdapat cukup luas di wilayah
Kabupaten Luwu yang saat ini tercatat sekitar 113.320,44 Ha atau 38,37 % dari jumlah
luas keseluruhan Kabupaten Luwu, Berdasarkan survei lapangan dan analisis GIS
kesesuaian lahan, terdapat beberapa komoditas perkebunan yang dianggap sesuai
untuk dikembangkan, yakni; kakao, kelapa, dan kopi. Potensi pengusahaan komoditas
unggulan perkebunan tersebut cukup besar, dan dapat dikembangkan di hampir
semua bagian wilayah.
Kemudian, komoditas perkebunan lainnya yang dianggap potensi untuk
dikembangkan adalah tanaman sawit, jambu mete, dan jarak. Lahan sangat berpotensi
bagi pengembangan perkebunan sehigga dapat mendukung upaya pengembangan
industri perkebunan.
Saat ini dikenal adanya konsep KIMBUN (kawasan industri masyarakat
perkebunan), untuk peningkatan perluasan areal di sub-sektor perkebunan, dimana di
Kabupaten Luwu terdapat dua wilayah Kecamatan yang potensial sebagai lokasi
(kawasan) KIMBUN yaitu Kecamatan Bupon dan Kecamatan Larompong sebagai basis
untuk pengembangan perkebunan kakao. Penjelasan lebih rinci mengenai KIMBUN ini
dibahas dalam seksi Kawasan-Kawasan Strategis dan Prioritas, dan rencana
pengembangan perkebunan diperinci dalam konsep KIMBUN tersebut.
4. Pengembangan kawasan peruntukan perikanan
Kawasan pengembangan perikanan di Kabupaten Luwu dilakukan di perairan air
payau (darat) dan laut, namun demikian telah pula dilakukan pada perairan umum.
Kawasan pesisir dan laut telah dimanfaatkan untuk kegiatan usaha perikanan
budidaya baik budidaya ikan di lahan tambak dan di laut (mariculture) maupun
kegiatan usaha perikanan tangkap (coastal fisheries). Sedangkan kawasan daratan seperti perairan umum, kolam dan lahan persawahan telah dimanfaatkan untuk
budidaya ikan air tawar.
a) Pengembangan kawasan Budidaya Air Payau dan Budidaya Laut:
Potensi lahan untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya air payau dan
budidaya laut cukup besar, karena tersedia perairan pantai yang membentang
sepanjang 116.161,26 km. Potensi lahan budidaya air payau (pertambakan) seluas
9.049,21 Ha dan budidaya laut seluas 15.000 Ha. Sebagian besar dari potensi ini
telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya air payau (komoditi
rumput laut Gracillaria sp, udang windu, udang vaname, bandeng, dan jenis ikan
lainnya), dan budidaya laut (komoditi rumput laut Eucheuma cottonii). Namun demikian untuk budidaya air payau dapat pula dikembangkan budidaya kepiting
bakau (Scilla serrata) dengan metode empang.
Parit atau silvofishery pada lahan hutan mangrove. Sedangkan untuk
V - 9
kerapu, kakap, baronang, dan jenis ikan lainnya, serta metode (pen culture) untukkomoditi teripang.
Untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya air payau dan budidaya laut
telah diplot kedalam 6 (enam) kawasan pengembangan yaitu: Kawasan I
(Kecamatan Larompong Selatan dan Larompong), Kawasan II (Kecamatan Suli),
Kawasan III (Kecamatan Belopa, Belopa Utara dan Kamanre), Kawasan IV
(Kecamatan Ponrang Selatan dan Ponrang), Kawasan V (Kecamatan Bua),
Kawasan VI (Kecamatan Walenrang Timur dan Lamasi Timur).
b) Pengembangan kawasan Budidaya Air Tawar dan Perairan Umum :
Potensi lahan untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya air tawar
tersebar hampir pada semua wilayah kecamatan dengan luas 3.500 Ha, yaitu terdiri
dari lahan persawahan (mina padi) dan kolam-kolam. Lahan tersebut utamanya
telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membudidayakan ikan mas (Ciprinus carpio lynn). Namun demikian dapat pula dikembangkan budidaya untuk jenis
lainnya seperti nila, lele, mujair dan ikan air tawar lainnya. Kawasan pengembangan
budidaya air tawar dan perairan umum telah di plot kedalam 6 (enam) kawasan
pengembangan, yaitu : Kawasan I (Kecamatan Suli dan Suli Barat), Kawasan II
(Kecamatan Belopa dan Belopa Utara), Kawasan III (Kecamatan Bajo dan Bajo
Barat), Kawasan IV (Kecamatan Latimojong dan Bastem) Kawasan V (Kecamatan
Ponrang dan Bupon), Kawasan VI (Kecamatan Walenrang, Walenrang Barat,
Walenrang Timur, Walenrang Utara, Lamasi dan Lamasi Timur). Sedangkan pada
perairan umum seperti sungai, rawa-rawa dan waduk dapat dimanfaatkan untuk
budidaya ikan denga metode keramba jaring apung (KJA).
c) Kawasan Konservasi :
Sebaran dan kualitas ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang
sangat menentukan kondisi perikanan budidaya dan perikanan tangkap, utamanya
produktifitas perairan. Ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai peredam,
melindungi lahan pertambakan dari aksi gelombang dan terpaan angin, serta
sebagai pelindung dari abrasi dan pengikisan pantai oleh air laut. Disamping itu
ekosistem ini juga dapat menahan lumpur (sebagai perangkap sedimen) sehingga
kualitas air yang digunakan untuk kegiatan budidaya dapat terjaga; sebagai
penghasil sejumlah besar detritus bagi plakton yang merupakan sumber makanan
utama biota laut; sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makanan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai
jenis ikan, udang dan biota laut lainnya; sebagai habitat bagi beberapa satwa liar.
Sedangkan pada wilayah pantai yang umumnya sudah dimanfaatkan untuk lahan
pertambakan perlu dilakukan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan melakukan
penanaman kearah laut untuk membentuk jalur hijau (green belt) bagi perlindungan lahan pertambakan dan pemukiman penduduk.
Ekosistem lamun adalah sejenis ilalang laut yang tumbuh subur di dasar
perairan dangkal, dimana sinar matahari dapat menembus dasar perairan sehingga
memungkinkan ilalang tersebut berfotosintetis. Sebaran lamun pada wilayah yang
cukup luas biasanya membentuk padang lamun (seagrass meadows). Pada
ekosistem lamun dapat dijumpai berbagai jenis biota pemakan daun lamun.
Manfaat padang lamun selain berfungsi sebagai produsen atau penghasil makanan
adalah sebagai tempat berlindung, bertelur, memijah, dan mengasuh biota laut.
Selain itu padang lamun juga mempunyai akar yang berfungsi untuk menstabilkan
substrat (dasar laut), mencegah abrasi/erosi, mengurangi kekeruhan. Menjebak zat
hara, nutrien dan sedimen.
Ekosistem terumbu karang adalah hamparan yang sebagai besar biota
penyususnannya adalah koloni karang, dimana koloni karang tersusun dari polip
karang dari spesies yang sama berada pada satu rangka skeleton. Manfaat
terumbu karang antara lain sebgai pelindung pantai dari hempasan ombak, tempat
asuhan dan berkembang baik bagi ikan, menyediakan sumber protein dagi
masyarakat, menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi biota
laut, meyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata dan sebagai
salah satu sumber obat-obatan untuk berbagai macam penyakit.
Pengalokasian pemanfaatan ruang laut untuk kawasan konservasi bagi
ketiga ekosistem diatas sangat penting dalam upaya pelestarian sumberdaya
kelautan dan perikanan, karena secara ekologis kegiatan budidaya ikan dan
penangkapan ikan sangat bergantung kepada kualitas ketiga ekosistem tersebut.
5. Rencana pengembangan kawasan pertambangan
Komoditi pertambangan andalan daerah Kabupaten Luwu masih didominasi
oleh tambang galian golongan C yang tersebar merata di wilayah tersebut. Sumber
daya mineral yang ada di Kabupaten Luwu antara lain:
Tasirtu terdapat di Kecamatan Suli, Bajo, Bupon, Ponrang, Bua, Walenrang dan
Lamasi
V - 10
Batu Gamping yang sangat melimpah yang penyebarannya meliputi daerahperbukitan dengan bentuk morfologi yang khas yaitu tersebar di Kecamatan
Latimojong, Walenrang dan Lamasi
Granodiorit terbesar di Kecamatan Latimojong dan Bajo Rijang (chert) tersebar di Kecamatan Latimojong
Kuarsa tersebar di Latimojong dan Walenrang
Granit, terbesar di Kecamatan Walenrang dan Lamasi Batu Sabak terletak di Kawasan Kecamatan Latimojong Andesit di Latimojong
Basalt di Latimojong dan Bajo Gabro di Kawasan Latimojong Diorit di Kawsan Latimojong
Monzonit di Kawasan Latimojong dan Larompong Besi terdapat di Tallang Bawang (Kecamatan Bajo)
Material tambang golongan C lainnya meliputi pasir kuarsa, batu kerikil, pasir dan lain-lain yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu; Sungai Cimpu (Suli), Sungai
Noling (Bupon) dan Cilallang Sungai Paremang (Kamanre).
Pengembangan suatu pertambangan tidak sama dengan sumberdaya lainnya.
Hal ini disebabkan keterdapatan bahan galian ini pada umumnya tidak dapat dilihat
secara langsung. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah tergantung pada
tingkat penyelidikan pada masing-masing sumberdaya.
6. Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri
Berdasarkan jumlah, sebaran, kecenderungan perkembangan industri kecil,
dan proksimitas dengan bahan baku, alokasi ruang bagi pengembangan kawasan
industri terbatas (sentra industri kecil) di Kabupaten Luwu adalah sebagai berikut : Agro-industri di daerah Kecamatan Bua
Sentra Industri Kecil Aneka Jasa di Kecamatan Belopa Sentra Industri Kecil logam, dan mesin di Kecamatan Bua Industri perikanan terbatas di Kecamatan Ponrang Selatan
Sama halnya dengan suatu kawasan industri, suatu sentra industri kecil
membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Ini meliputi: (i) jaringan jalan
lingkungan; (ii) jaringan drainase; (iii) instalasi penyediaan air bersih dan jaringan
distribusinya; (iv) instalasi penyediaan listrik dan jaringan distribusinya; (v) jaringan
telekomunikasi; dan (vi) instalasi pengelolaan air limbah dan jaringan pengumpulnya.
7. Rencana pengembangan kawasan peruntukan Pariwisata, meliputi:
a) Kawasan peruntukan pariwisata budaya
Obyek wisata sejarah dan budaya di Kabupaten Luwu tersebar dibeberapa kecamatn yang terdiri dari Lapondoso sebagai tempat pendaratan Dato’ Sulaiman di Desa Barua Kecamatan Bua, Meriam Kuno terdapat di Desa Suli Kecamatan
Suli, Assalange kuburan Tandi Pau terletak di Desa Tiro Manda Kecamatan Bua,
Patung Batu Pemburu terdapat di kecamatan Walenrang Utara, Prosesi upacara
adat perkawinan dan Upacara penguburan mayat di Kecamatan Walenrang.
b) Kawasan peruntukan pariwisata alam
Objek wisata alam adalah objek wisata yang berbasis pada alam, baik panorama
alam, kondisi alam, keanehan alam, dan bentukan alam. Objek wisata alam di
wilayah Kabupaten Luwu teridentifikasi pada beberapa lokasi sebagai berikut : wisata alam Air Terjen Sarasa Kata’Pu (Air Terjun Kembar) di Dusun Gamaru Desa Ulu Salu Kecamatan Latimojong, Goa Palar terdapat di Dusun Rambu Desa Bukit
Sutra Kecamatan Larompong, Air Terjun Bungalo terdapat di Desa Tampa
Kecamatan Ponrang, Goa Libani terletak di Desa Libani dan Seppong Kecamatan
Belopa, Air Terjun Sarasa Jambong terletak di Desa Bara Kecamatan Bajo, Air
Terjun Salosawa terdapat di Salosawa Kecamtan Bastem, Air Terjun Tampomia
terletak di Desa Tampomia Kecamatan Bupon, Air Terjun Bilante terletak di Desa
Bilante Kecamatan Bupon, Goa Bumbu Sawa terletak di Desa Balutan Kecamatan
Bupon, Batu Kristal terletak di Desa Malenggang Kecamatan Bupon, Air Terjun
Salutodang terletak di Kaili Kecamatan Suli, Permandian Sapuangirat terletak di
Desa Kaili, Air Terjun Sarambu Masiang terletak di Desa Poringan Kecamatan Suli,
Air Terjun Tobanganbai terletak di Desa Poringin Kecamatan Suli, permandian alam
Bontolle di desa tompang Kecamatan Walerang, Goa Liang Andulla dan Goa
Pompessak di desa Siteba Kecamatan Lamasi, air terjung Toga Tipayo dan air
terjung dan air terjung Salonsa didesa siteba kecamatan Lamasi.
8. Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman, yang meliputi:
Kawasan peruntukan permukiman secara garis besar dibagi menjadi Kawasan
peruntukan permukiman perkotaan; dan Kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
a) Rencana Kawasan Permukiman Perkotaan
Rencana pengembangan kawasan permukiman perkotaan di Wilayah Kabupaten
Luwu adalah sebagai berikut:
Permukiman perkotaan diarahkan untuk mengisi kawasan belum terbangun di
V - 11
Pengarahan pemanfaatan ruang perkotaan ditinjau agar struktur ruang linierdisetiap ibukota kecamatan diubah menjadi struktur ruang konsentris yang lebih
terpadu dan kompak
Secara bertahap agar dilakukan penyusunan RTR Kawasan ibukota kecamatan
untuk seluruh ibukota kecamatan dan penyusunan RDTRK untuk ibukota
kecamatan yang berfungsi sebagai pusat wilayah pengembangan
pembangunan, dan penyusunan RTRK untuk ibukota kecamatan yang
mempunyai perkembangan perkotaan yang pesat.
Pengembangan kawasan permukiman untuk menunjang kawasan pertanian,
agro-industri dan lain-lain
Peningkatan sarana dan prasarana permukiman, terutama sarana sosial, air
bersih, drainase, limbah, persampahan, listrik dan telekomunikasi.
b) Rencana Kawasan Permukiman Perdesaan
Pengembangan kawasan permukiman pedesaan dilakukan melalui peningkatan
kualitas dan kuantitas permukiman secara terpadu dengan kegiatan ekonomi antara
lain pertanian, peternakan, dan perikanan dan meningkatkan prasarana dan sarana
penunjang.
Pengembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan diusahakan
agar hanya memanfaatkan lahan-lahan yang kurang produktif. Rencana
pengembangan kawasan pemukiman pedesaan di Wilayah Kabupaten Luwu adalah
sebagai berikut:
Lebih mengkonsentrasikan pemukiman pedesaan pada kelompok pemukiman
perkampungan yang sudah ada, agar tidak terjadi penyebaran pemukiman secara
sporadik yang mengakibatkan penggunaan lahan dan penyediaan infrastruktur
menjadi tidak efisien.
Pengembangan desa pusat pertumbuhan
Peningkatan aksesibilitas antara kawasan pemukiman dengan kawasan pertanian Peningkatan sarana dan prasarana permukiman
Untuk mengantisipasi perkembangan kawasan terbangun/permukiman sebagai
implikasi dari pembangunan jalan pantai utara, yang tentu akan merangsang
perkembangan disekitarnya karena aksesibilitasnya yang tinggi, maka kawasan
terbangun pemukiman perlu diarahkan agar perkembangannya tidak sporadik.
5.1.4 Arahan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK)
Penetapan rencana Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), merupakan bagian dari
wilayah Kabupaten Luwu yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten Luwu terhadap ekonomi, sosial
budaya, dan/atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat
indikatif. Batasan fisik kawasan strategis Kabupaten Luwu, akan ditetapkan lebih lanjut di
dalam rencana tata ruang kawasan strategis. Kawasan strategis Kabupaten Luwu,
berfungsi untuk :
Mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau mengkoordinasikan
keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam
mendukung penataan ruang wilayah Kabupaten Luwu;
Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten yang dinilai mempunyai
pengaruh sangat penting terhadap wilayah Kabupaten Luwu;
Untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa terakomodasi dalam
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang;
Sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Luwu; dan
Sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah Kabupaten Luwu.
Sedangkan, berdasarkan kondisi dan karakteristik wilayah Kabupaten Luwu, maka
penetapan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), meliputi:
a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi, terdiri atas:
Kawasan strategis Kota Belopa, Bajo, Kamanre sebagai pusat pemerintahan dan
pelayanan;
Kawasan strategis Bandar Udara Lagaligo sebagai pusat pelayanan udara antar
kabupaten dan provinsi;
Kawasan strategis Agropolitan sebagai pusat pengembangan komoditas pertanian
di Kecamatan Bajo, Bajo Barat, Latimojong sebagai pusat produksi dan
Kecamatan Suli Barat, Larompong. Larompong Selatan, Bupon, Bua, Walenrang
Utara dan Walenrang Barat sebagai pendukung; Kawasan strategis Industri di Kecamatan Bua;
Kawasan strategis Minapolitan sebagai pusat pengembangan budi daya
perikanan di Kecamatan Ponrang, Ponrang Selatan, Kamanre sebagai pusat
pengembangan budi daya utama dan Kecamatan Belopa, Belopa Utara, Suli,
Larompong, Larompong Selatan, Bua, Walenrang Timur dan Lamasi Timur
sebagai pendukung;
Kawasan strategis pengembangan perikanan tangkap di Ulo-Ulo, Bonepute dan
V - 12
Kawasan strategis PKLp Bua , Padang Sappa dan Batusitanduk.b. Kawasan strategis wilayah kabupaten untuk kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup meliputi kawasan hutan penelitian Simoma Kecamatan Larompong
Selatan.
c. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya meliputi: upacara adat
perkawinan bernuansa tradisional berdasarkan strata sosial masyarakat, prosesi
pemakaman yang merupakan tradisi etnis tertentu, upacara maccera tasi, mapacekke
wanua, pesta panen dan kesenian daerah.
d. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan
teknologi tinggi meliputi tambang logam emas dan PLTMH di Kecamatan Latimojong
dan Walenrang Barat.
5.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
5.2.1 Visi dan Misi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2014 –
2019 Kabupaten Luwu saat ini telah memasuki tahapan ke dua pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005 – 2025 yang merupakan salah satu
dokumen perencanaan yang menjadi acuan dalam penyusunan RPJMD yang mengemban
visi dalam RPJPD adalah “Luwu Sebagai Daerah Yang Maju, Mandiri, Sejahtera Dalam
Nuansa Religi”. Yang dalam pencapaiannya telah ditetapkan pula 4 misi, ke-empat misi tersebut adalah :
1. Mewujudkan kualitas manusia yang tinggi;
2. Mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan potensi daerah;
3. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang layak dan merata;
4. Mewujudkan nuansa religi sebagai landasan tatanan daerah;
Setelah memperhatikan potensi wilayah, permasalahan pembangunan serta visi
bupati terpilih yang kemudian disandingkan dengan visi RPJPD Kabupaten Luwu 2005 –
2025 maka visi RPJMD Kabupaten Luwu Tahun 2014 – 2019 adalah “Terwujudnya Kabupaten Luwu yang Lebih Maju, Mandiri, dan Berdaya Saing yang Bernuansa
Religius”.
Dalam Rumusan Visi tersebut ada tiga pokok visi yang menjadi pilar utama dengan
penjelasan sebagai berikut :
Lebih Maju artinya : Mengarah kepada kondisi yang mempunyai nilai lebih bila
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Lebih Mandiri artinya : Merupakan keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung
pada daerah lain sejak berdirinya Kabupaten sudah terbiasa sehingga bebas dari
ketergantungan pada daerah lain.
Lebih Berdaya saing artinya : Adalah kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai
tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap
terbuka pada persaingan domestic dan regional serta nasional.
Adapun kalimat lebih bernuansa religius bukan termasuk didalam pokok Visi akan
tetapi merupakan wadah dari tiga pokok Visi diatas.
Hal tersebut di atas kemudian diterjemahkan ke dalam misi sebagai bentuk upaya
untuk pencapaian visi tersebut, Pemerintah Kabupaten Luwu juga telah menetapkan misi
sebagai berikut :
1. Meningkatkan profesionalisme Aparatur;
2. Meningkatkan kualitas Pendidikan dan kesehatan;
3. Membangunan desa dan menata kota;
4. Peningkatan kualitas infrastruktur dan tata ruang wilayah;
5. Meningkatkan kemandirian dan daya saing daerah;
6. Menjaga keseimbangan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan;
7. Meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat;
Untuk pencapaian visi dan pelaksanaan misi tersebut di atas sangat dibutuhkan
dukungan dan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan serta
pengawasannya dan akan dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan.
5.2.2 Strategi dan Arah Kebijakan
Adapun strategi dan arah kebijakan Kabupaten Luwu Tahun 2014-2019,
V - 13
Tabel 5.1Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten Luwu
Visi : Terwujudnya Kabupaten Luwu yang Lebih Maju, Mandiri, dan Berdaya Saing yang Bernuansa Religius
Misi I : Meningkatkan profesionalisme Aparatur
Tujuan Sasaran Strategi Arah Kebijakan
1. Mewujudkan Pelayanan publik yang prima.
2. Meningkatkan kualitas Birokrasi yang professional dan akuntabel dalam rangka peningkatkan kualitas pelayanan public serta pembangunan partisipatif.
Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang berkualitas.
Meningkatnya kualitas dan akuntabilitas layanan Pemerintahan serta mewujudkan perluasan partisipasi publik.
Meningkatnya profesionalisme dan kualitas kesejahteraan aparatur
1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan
yang efektif
2. Meningkatkan kapasitas pemerintahan
desa dan partisipasi masyarakat
1. Peningkatan pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah
2. Meningkatkan kualitas perencanaan daerah
3. Pengembangan dan penerapan teknologi informasi dalam manajemen
pemerintahan;
4. Peningkatan penggunaan teknologi informasi
5. Penataan struktur organisasi yang proporsional
6. Peningkatan pelayanan administrasi organisasi
7. Penuntasan kejelasan batas administrasi wilayah dalam Kabupaten Luwu
8. Peningkatan transparansi dan akuntabiltas dalam penganggaran,
9. Pengaturan pengelolaan Keuangan Daerah,
10. Peningkatan pelayanan pengelolaan danpelaporan Keuangan Daerah
11. Mengusahakan predikat WTP oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan
Keuangan Daerah,
12. Peningkatan Penerimaan Daerah sesuai dengan Potensi Wilayah,
13. Peningkatan pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah
14. Peningkatan koordinasi dengan instansi vertikal dalam menyelesaikan asset-aset
daerah yang masih bermasalah,
15. Peningkatan Pengawasan internal untuk mendukung tata kelola dan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah,
16. Penataan pengelolaan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.
17. Penataan pengelolaan buku dan arsip daerah dalam mendukung kinerja
penyelenggaraan pemerintahan .
1. Peningkatan kinerja pemerintah desa melalui peningkatan kemampuan
pengelolaan keuangan dan sarana prasarana pemerintahan desa,
2. Peningkatan pembinaan bagi aparat desa,
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan,
Misi II : Meningkatkan kualitas Pendidikan dan kesehatan
Mewujudkan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Terwujudnya peningkatan kualitas Pendidikan
Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
1. Menyelenggarakan peningkatan kompetensi
dan kesejahteraan pendidik serta tenaga
kependidikan.
1. Peningkatan kompetensi melalui pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
2. Peningkatan kualifikasi pendidik minimal strata pendidikan D4/S1.
V - 2
2. Peningkatan kapasitas SDM tenaga medisdalam daerah
1. Mengefektifkan penyelenggaraan diklat dan pengiriman tugas belajar
2. Meningkatkan kesejahteraan para medis berbasis kinerja.
3. Meningkatkan kemampuan duplikasi kompetensi bagi sesama tenaga medis.
Misi III : Membangun desa dan menata kota
Meningkatkan aksesbilitas terhadap infrastruktur dasar Meningkatnya pemenuhan infrastruktur dasar perdesaan dan perkotaan
meningkatkan pemenuhan infrastruktur dasar
1. Pembangunan jalan disentra pertanian, dan wisata
2. Sarana irigasi di sentra pertanian lahan sawah.
3. Pembangunan sumber-sumber air bersih di desa.
4. Penyediaan air minum daerah perkotaan dengan kategori daerah dengan masyarakat
berpenghasilan rendah.
5. Pembangunan pembangkit listrik tenaga hydro.
Misi IV : Peningkatan kualitas infrastruktur dan tata ruang wilayah
Mewujudkan ketersediaan infrastruktur daerahyang berkualitas dan merataserta mampu mendukung pengembangan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
Terwujudnya sarana dan prasarana wilayah yang berkualitas
1. Meningkatkan kondisi infrastruktur jalan
guna mendukung
pelayanan pergerakan orang, barang dan jasa
2. Meningkatkan kondisi infrastruktur sumber daya air dan irigasi untuk konservasi, pendayagunaan sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air
3. Meningkatkan kondisi sarana dan prasarana dasar permukiman
4. Meningkatkan proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian serta pemanfaatan ruang
5. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas perumahan
6. Meningkatkan kondisi sarana dan prasarana dasar permukiman
7. Mengembangkan infrastruktur transportasi perhubungan dalam rangka peningkatan pelayanan pergerakan orang dan barang serta mengembangkan sistem transportasi publik regional yang nyaman.
8. Meningkatkan penyediaan infrastruktur energi ketenaga listrikan
Pembangunan, peningkatan danrehabilitasi jaringan jalan dan jembatan untuk
menunjang aktivitas perekonomian masyarakat.
1. peningkatan konservasi sumber daya air;
2. peningkatan pendayagunaan sumber daya air
3. peningkatan pengendalian daya rusak air,
4. pembangunan infrastruktur sumber daya air dan irigasi.
1. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana air minum;
2. Peningkatan cakupan layanan persampahan;
3. Peningkatan ketersediaan drainase perkotaan;
4. Pengembangan lingkungan permukiman sehat;
1. Perwujudan mewujudkan harmonisasi dalam pemanfaatan, penataan dan
pengendalian ruang dalam wilayah kabupaten Luwu;
2. Peningkatan kinerja perencanaan, pemanfaatan serta pengendalian pemanfaatan
ruang;
1. Peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap hunian.
2. Peningkatan penyediaan perumahan yang layak huni
1. Peningkatan cakupan layanan persampahan;
1. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana dasar perhubungan.
V - 3
9. Mengembangkan sumber energi baruterbarukan dan konservasi energi, sumber daya mineral, geologi dan air tanah
1. Meningkatkan teknologi pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan;
2. Meningkatkan upaya pengelolaan sumber daya mineral, geologi, dan air tanah;
MISI V : Meningkatkan kemandirian dan daya saing daerah
Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan mengurangi disparitas ekonomi antar wilayah
Meningkatnya daya saing usaha pertanian. Meningkatnya kualitas iklim usaha dan
investasi.
Meningkatnya jumlah dan kualitas wirausahawan.
Meningkatnya pembangunan ekonomi perdesaan
1. Melalui strategi memperluas kesempatan kerja
2. Meningkatkan investasi.
3. Meningkatkan daya saing Koperasi dan UMKM.
4. Meningkatkan ketersediaan, akses pangan masyarakat, kualitas, keragaman dan keamanan pangan.
5. Mempertahankan dan menggantikan luas baku lahan sawah yang beralih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian.
6. Meningkatkan produksi, inovasi dan nilai tambah hasil pertanian, perkebunan dan peternakan.
7. Meningkatkan produksi dan hasil perikanan budidaya dan tangkap serta pengelolaan dan pengawasan potensi sumber daya kelautan.
8. Meningkatkan produktivitas hutan dan pengembangan aneka usaha kehutanan.
9. Meningkatkan keunggulan daya tarik dan promosi wisata untuk peningkatan daya beli.
10. Meningkatkan daya saing industri.
11. Meningkatkan sistem dan jaringan distribusi barang, serta perlindungan konsumen dan pasar tradisional.
1. penempatan dan perluasan kesempatan kerja.
1. penciptaan iklim usaha yang kondusif.
1. peningkatan kualitas kelembagaan dan usaha koperasi dan UMKM, serta
perlindungan dan dukungan usaha bagi koperasi dan UMKM;
2. peningkatan kualitas SDM, akses pasar, teknologi, kualitas produk dan pembiayaan
bagi Koperasi dan UMKM.
1. Peningkatan ketersediaan, penguatan cadangan, distribusi, akses dan
penganekaragaman pangan, serta keamanan konsumsi pangan masyarakat dan
penanganan daerah rawan pangan.
1. mencetak lahan sawah baru untuk mencapai lahan pertanian berkelanjutan.
1. Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian, perkebunan, dan
peternakan;
2. peningkatan kinerja sumber daya dan kelembagaan pertanian, perkebunan dan
peternakan;
3. peningkatan kuantitas pengendalian hama dan penyakit tanaman dan ternak
4. pengembangan usaha dan sarana prasarana pengolahan serta pemasaran produk
pertanian, perkebunan, dan peternakan.
1. peningkatan produksi perikanan dan kelautan
2. peningkatan hasil pengolahan dan nilai tambah produk perikanan dan kelautan.
1. Peningkatan produktivitas hutan dan pengembangan aneka usaha kehutanan, serta
pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
1. Pengembangan pariwisata dan produk wisata;
1. Peningkatan unit usaha industri kecil dan menengah serta kemitraan kemitraan antar
industri;
2. Peningkatan produksi dan kualitas produk unggulan (industri kreatif)
1. peningkatan distribusi barang kebutuhan pokok masyarakat dan barang strategis
V - 4
MISI VI : Menjaga keseimbangan lingkungan dan pembangunan berkelanjutanMeningkatkan kelestarian lingkungan hidup dan keberlanjutan pembangunan
Meningkatnya daya dukung dan daya tamping lingkungan serta kualitas penanganan bencana
1. Menurunkan beban pencemaran lingkungan dan risiko bencana.
2. Meningkatkan kualitas dan fungsi kawasan lindung.
3. Meningkatkan upaya rehabilitasi dan konservasi lingkungan hidup.
1. Peningkatan pengendalian pencemaran air, udara dan tanah serta penerapan
teknologi bersih untuk industri;
2. Peningkatan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
1. Peningkatan kualitas pengelolaan kawasan hutan lindung dan non hutan.
1. peningkatan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi sumber daya alam
dan keanekaragaman hayati, dan
2. peningkatan upaya rehabilitasi dan konservasi kawasan pesisir dan laut.
MISI VII : Meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat
Meningkatkan stabilitas di Daerah
Meningkatnya stabilitas Keamanan kesadaran politik dan hukum
1. Meningkatkan Pemahaman Masyarakat Tentang Hak dan Kewajiban Politik sebagai Warga Negara.
2. Memantapkan semangat kebangsaan dan bernegara.
3. Menata sistem hukum di daerah.
4. Meningkatkan budaya taat hukum.
5. Meningkatkan sinergitas penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
1. Meningkatan fungsi partai politik dalam pendidikan politik.
2. Peningkatanperan serta masyarakat dalam pembangunan politik.
3. Peningkatan peranserta masyarakat dalam pemilu.
1. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang ideologi bangsa dan negara.
1. Menyediakan produk hukum daerah untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan.
2. Peningkatan Penyelarasan peraturan daerah.
1. Peningkatan pemahaman masyarakat akan peraturan perundangan dan HAM.
1. Peningkatan pembinaan siskamling
2. Peningkatan kuantitas dan kualitas Satpol Pamong Praja
Sumber : Buku RPJMD Kabupaten Luwu, Tahun 2014 - 2019
5.2.3 Program
Kerangka program dan pendanaan diperkirakan besarnya dana APBD dan sumber
dana lainnya yang dibutuhkan dalam program selama lima tahun kedepan, secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 8.1 untuk urusan wajib dan tabel 8.1 untuk urusan
V - ii
Tabel 5.2 Indikasi Rencana Program PrioritasYang Disertai Kebutuhan Pendanaan Untuk Urusan WajibNo Indikasi Rencana Program Prioritas Daerah
2014-2019
RENCANA KEBUTUHAN PENDANAAN Kondisi Kinerja
Pada Akhir
2 Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun APS SD dan SMP
17.389 18.258 19.171 20.130 21.136 22.193 22.193 Dikpora
3 Program Pendidikan Menengah APS SMA 11.626 12.207 12.818 13.459 14.131 14.838 14.838 Dikpora
4 Program Pendidikan Non Formal 96 101 106 111 117 123 123 Dikpora
5 Program Peningkatan Mutu Pendidik dan tenaga Kependidikan
Presentase Pendidik Yang Bersertipikasi &
Berkualifikasi
878 922 968 1.016 1.067 1.121 1.121 Dikpora
6 Program Manajemen Pelayanan Pendidikan Presentase Jumlah Satuan Pendidikan Yang Sudah Terakreditasi
33.331 34.998 36.747 38.585 40.514 42.540 42.540 Dikpora
7 Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
357 375 394 413 434 456 456 Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
Sumber : Buku RPJMD Kabupaten Luwu, Tahun 2014 – 2019
5.3 Peraturan Daerah Bangunan Gedung
Dalam rangka pengaturan dan pengendalian bangunan gedung di Kabupaten Luwu, maka
Pemerintah Kabupaten Luwu difasilitasi oleh Dirjen Cipta Karya telah memiliki Peraturan
Daerah No. 8 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung yang bertujuan untuk:
1. mewujudkan Bangunan Gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata Bangunan
Gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2. mewujudkan tertib penyelenggaraan Bangunan Gedung yang menjamin keandalan
teknis Bangunan Gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan.
3. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung.
5.3.1 Ketentuan fungsi bangunan gedung
Ketentuan fungsi bangunan gedung berdasarkan Perda No. 8 Tahun 2013, meliputi :
a. Bangunan Gedung fungsi hunian, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia
tinggal;
b. Bangunan Gedung fungsi keagamaan dengan fungsi utama sebagai tempat manusia
melakukan ibadah;
c. Bangunan Gedung fungsi usaha dengan fungsi utama sebagai tempat manusia
melakukan kegiatan usaha;
d. Bangunan Gedung fungsi sosial dan budaya dengan fungsi utama sebagai tempat
manusia melakukan kegiatan sosial dan budaya;
e. Bangunan Gedung fungsi khusus dengan fungsi utama sebagai tempat manusia
melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi dan/atau tingkat risiko
bahaya tinggi; ddan
f. Bangunan Gedung lebih dari satu fungsi.
5.3.2 Persyaratan bangunan gedung
Persyaratan administratif Bangunan Gedung meliputi:
a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan Bangunan Gedung, serta
c. IMB.
Persyaratan teknis Bangunan Gedung meliputi:
a. persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang terdiri atas: