• Tidak ada hasil yang ditemukan

COMPETENCY ASSESSMENT LANG KAH STRATEGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "COMPETENCY ASSESSMENT LANG KAH STRATEGIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

COMPETENCY ASSESSMENT : LANGKAH STRATEGIS DALAM PENINGKATAN KUALITAS SDM PELAYANAN PUBLIK

Oleh: Marsono *)

ABSTRAK

Pengukuran kompetensi (competency assessment) merupakan bagian dari strategi implementasi manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi, sehingga manajemen dapat menjamin perolehan informasi progresif yang akurat, andal, dan komprehensif mengenai taraf kemampuan-kemampuan kritis sumber daya manusia yang dimiliki organisasi/unit pelayanan publik. Adapun faktor penting pengukuran kompetensi tersebut, adalah dalam rangka memperoleh SDM pelayanan publik yang memiliki kompetensi di bidang pelayanan publik, yang antara lain meliputi: (a) komitmen; (b) integritas; (c) tanggung jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e) mengerti kebutuhan pelanggan; (f) daya tanggap dan empati; (g) serta mempunyai etika dan moralitas yang tinggi. Selanjutnya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dan memberikan kemanfaatan terhadap masyarakat pelanggannya apabila SDM penyelenggara pelayanan sungguh-sungguh memperhatikan beberapa dimensi atau atribut perbaikan kualitas pelayanan yang antara lain meliputi: (a) ketepatan waktu pelayanan; (b) akurasi pelayanan; (c) kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; (d) tanggung jawab; (e) kelengkapan; (f) kemudahan mendapatkan pelayanan; (g) variasi model pelayanan; dan (h) kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.

Keywords: Competency assessment, kompetensi SDM pelayanan, kualitas pelayanan publik

Pendahuluan

Perkembangan manajemen sumber daya manusia termasuk MSDM dalam konteks aparatur pemerintah, telah mengarah kepada manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi (Competency Based Human Resource Management – CB-HRM). Walaupun pada awalnya konsep CB-HRM berkembang di sektor bisnis, namun sudah banyak negara telah mengadopsi konsep ini untuk diaplikasikan di sektor pemerintahan. Aplikasi CB-HRM di sektor pemerintahan diyakini akan dapat meningkatkan profesionalisme dan kinerja aparatur pemerintah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.

___________________

(2)

Pengelolaan manajemen sumber daya manusia aparatur atau yang lebih dikenal dengan manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia, pada dasarnya telah mengarah kepada implementasi CB-HRM tersebut. Dimana dalam Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan bahwa “untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan, diperlukan PNS yang professional, bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja. Selanjutnya Pasal 17 Ayat (2) menyatakan bahwa “pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.

Berkaitan dengan amanat Undang-undang 43 tahun 1999 tersebut di atas, dalam konteks training & development bagi Pegawai Negeri Sipil, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang semangatnya juga untuk mengisi dan mengembangkan kompetensi calon pemangku jabatan struktural melalui Diklat.

Selanjutnya terkait dengan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi tersebut di atas, Badan Kepegawaian Negara telah mengeluarkan Keputusan Kepala BKN No. 46A tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Struktural PNS. Standar kompetensi tersebut dimaksudkan dalam rangka menjamin obyektivitas dan kualitas pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Sebagai tindak lanjut keputusan Kepala BKN Nomor 46A tahun 2003 tersebut, BKN juga telah mulai mengembangkan sistem operasional assessment centre bagi Pegawai Negeri Sipil.

Pada kenyataannya, implementasi dari kebijakan tersebut belum optimal, hal ini disebabkan antara lain: (1) belum adanya persepsi dan pemahaman yang sama terhadap konsep dan konstruksi standar kompetensi, termasuk yang telah disusun oleh BKN; (2) masih rendahnya komitmen pimpinan instansi untuk mengembangkan standar kompetensi yang benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah teoritis dan universal; (3) belum dipahami sepenuhnya konsep manajemen sumber daya manusia aparatur berbasis kompetensi (CB-HRM); serta (4) belum terlaksananya pengukuran kompetensi (competency assessment) dalam pengisian jabatan serta penempatan pegawai termasuk pada unit-unit pelayanan publik.

(3)

kompetensi, tingkat kompetensi SDM pelayanan publik saat ini serta pentingnya peningkatan kompetensi SDM pelayanan publik melalui pengukuran kompetensi (competency assessment).

Manajemen SDM Berbasis Kompetensi (Competency Based Human Resources Management CBHRM).

Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian aktivitas tenaga kerja mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun. Dalam proses MSDM tersebut hal yang penting yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah penempatan individu dalam suatu posisi atau jabatan tertentu. Ini dapat dimaklumi mengingat berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai suatu tujuan tertentu sangatlah tergantung pada kemampuan masing-masing individu yang ditempatkan dalam menunjang kinerja organisasi, sehingga “the right man on the right job” selalu menjadi jargon dalam pengelolaan SDM tidak terkecuali SDM aparatur pemerintah. Sehingga muncul konsep Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi (Competency Based Human Resource Management CBHRM).

Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi adalah pengelolaan SDM dimana penempatan individu pada jabatan atau posisi tertentu didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi suatu jabatan, yang sebelumnya telah dianalisis dan diukur aspek-aspek yang kemungkinan akan sangat mempengaruhi keberhasilan atau keefektifan penyelesaian tugas pekerjaan yang dibebankan dalam jabatan tersebut.

Beberapa perbedaan antara MSDM konvensional yang pada umumnya masih berlaku saat ini dengan MSDM berbasis kompetensi antara lain bahwa selama ini, secara teoritis, spesifikasi jabatan didasarkan pada: (1) pendidikan formal; (2) pengalaman pelatihan; dan (3) pengalaman menduduki posisi jabatan. Selanjutnya spesifikasi jabatan tersebut digunakan untuk penempatan, rotasi, promosi, kebutuhan diklat, dan lain-lain. Sedangkan dalam MSDM berbasis kompetensi, spesifikasi jabatan tidak hanya terdiri dari tiga hal tersebut di atas, tetapi juga kompetensi yang dibutuhkan, dalam jabatan dan yang dimiliki oleh setiap individu. Kompetensi-kompetensi yang ada pada individu manusia pada dasarnya dikelompokkan ke dalam 6 kelompok, yaitu: (1) potensi individu; (2) bekerja dengan pihak lain; (3) bekerja tim; (4) focus pada hasil kerja; (5) pengetahuan dan keterampilan; dan (6) motivasi.

(4)

pengembangan karier, training & development, compensation & benefit hingga pensiun. Titik sentral dari CBHRM adalah pengembangan standar kompetensi yang dalam implementasinya mencakup 8 aspek sebagaimana dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

GAMBAR 1

Kedudukan Standar Kompetensi dan Aplikasinya Dalam CBHRM

Sumber: Hay Group, “Competency-based HRM,” 1992.

Dalam konteks manajemen sumber daya manusia aparatur, implementasi sumber daya manusia berbasis kompetensi (CB-HRM) di lingkungan instansi pemerintah di Indonesia masih dalam tataran wacana dan konsep ideal. Dalam prektiknya aplikasi kompetensi dari delapan (8) aspek dalam CB-HRM baru satu aspek yang sudah dilaksanakan, yaitu assessment dalam pengisian jabatan pada tingkatan eselon I dan II. Itupun masih menggunakan metode dan instrument assessment yang pada umumnya belum terstandar di lingkungan instansi pemerintah. Pada kenyataannya faktor-faktor di luar kompetensi yang justru lebih mendominasi dari pada tingkat kompetensi yang dimiliki sebagai hasil dari proses assessment centre tersebut. Sedangkan untuk mengisi jabatan tingkat eselon III dan IV pada umumnya tidak dilakukan assessment sama sekali. Padahal level eselon III dan IV itulah ujung tombak implementasi dari kebijakan dan program serta penanggungjawab pelaksanaan pelayanan publik secara langsung. Dari sistem rekruitmen seperti inilah maka tidak perlu heran jika sering kali muncul keluhan dan tunduhan ketidaksinkronan antara idealisme pada tataran kebijakan dan program dengan

COMPETENCY

HR

PLANNING RECRUIT & SELECTION

TRAINING & DEVELOPMENT

CAREER DEVELOPMEN

T ORGANIZATIO

N CLIMATE PERFORMANCE

MANAGEMENT

REWARD & RECOGNITION

(5)

praktiknya di lapangan termasuk berbagai keluhan masyarakat terkait dengan kualitas pelayanan yang mereka rasakan. Hal ini mengindikasikan bahwa kompetensi yang dipersyaratkan oleh sebuah jabatan di lingkungan PNS belum terpenuhi dengan baik.

Kompetensi SDM Pelayanan Publik

Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka dipandang perlu untuk meningkatkan kompetensi SDM pelayanan, mengingat bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pelayanan memiliki peran strategis sebagai pendorong (key leverage) dari reformasi birokrasi. Arah kebijakan pembangunan di bidang aparatur negara pada RPJMN 2010-2014 adalah Meningkatkan profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM aparatur. Peningkatan kualitas SDM aparatur diarahkan untuk mewujudkan SDM aparatur yang profesional, netral, dan sejahtera. Hal tersebut mengindikasikan semakin pentingnya upaya pengembangan kompetensi aparatur pelayanan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Terkait dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, maka perlu

didukung dengan sumber daya manusia (SDM) pelayanan yang handal, serta ketersediaan sarana dan prasarana termasuk dukungan Teknologi Informasi (IT). Oleh karena itu, SDM pelayanan sebagai kunci keberhasilan kinerja organisasi pelayanan publik harus mendapatkan perhatian utama dalam perbaikan kualitas pelayanan. Untuk itu, pemilihan dan penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimilki merupakan salah satu penentu keberhasilan pelayanan publik. Dalam hubungan ini organisasi pelayanan publik harus berupaya melakukan pencarian dan penempatan pegawai dan menerapkan konsep penempatan the right man on the right place, yaitu menentukan orang yang tepat pada setiap bentuk dan jenis pelayanan. Organisasi dituntut untuk secara terbuka melakukan proses pemilihan dan penempatan SDM, yaitu dengan menyusun kebijakan serta aturan yang jelas mengenai semua persyaratan bagi posisi-posisi pekerjaan yang akan diisi, serta menerapkan sistem yang baku sebagai pedoman kegiatan tersebut di atas.

(6)

ketepatan waktu pelayanan; (b) akurasi pelayanan; (c) kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; (d) tanggung jawab; (e) kelengkapan; (f) kemudahan mendapatkan pelayanan; (g) variasi model pelayanan; dan (h) kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.

SDM yang bekerja di unit/organisasi pelayanan publik tidak hanya dituntut keahlian dan ketrampilan secara tehnis dan penguasaan terhadap peraturan perundangan yang mendasarinya, akan tetapi yang lebih penting lagi diperlukan sikap mental dan perilaku yang baik, ramah dalam melayani, jujur, cekatan dan bertanggung jawab. Mengingat masyarakat yang dilayani tidak akan peduli terhadap apa yang menjadi kendala dan hambatan dalam bekerja, tidak akan peduli terhadap permasalahan-permasalahan pribadi pegawai, akan tetapi mereka hanya peduli terhadap apa yang mereka butuhkan untuk dapat dilayani secara baik, mudah, cepat, murah.

Beberapa permasalahan SDM pelayanan publik yang dapat menjadi penghambat (constraints) pencapaian keberhasilan organisasi antara lain: (a) etos kerja yang cenderung mempertahankan status quo dan tidak mau menerima adanya perubahan (resistance to change); (b) adanya budaya risk aversion (tidak menyukai resiko); (c) rutinitas tugas dan penekanan yang berlebihan pada pertanggung-jawaban formal sehingga mengakibatkan adanya prosedur yang kaku/lamban; (d) belum adanya sistem insentif dan disinsentif bagi petugas pelayanan yang menunjukkan kinerja tinggi atau sebaliknya; serta (e) kurangnya kemampuan SDM pelayanan untuk melakukan analisa dalam pembuatan standar pelayanan yang akurat.

(7)

dari zaman kerajaan, zaman pemerintahan kolonial, zaman kemerdekaan, era orde baru, sampai era reformasi; dan (5) permasalahan faktual berupa kondisi dan kemampuan aparatur pelayanan, sulitnya mengubah mindset serta masih tingginya ego-sektoral dan konflik kepentingan yang masih mewarnai berbagai institusi penyelenggara pemerintahan.

Berkenaan dengan permasalahan SDM aparatur pelayanan sebagaimana tersebut di atas, Sofian Effendi (2010) mengidentifikasi rendahnya kapasitas SDM pelayanan publik di daerah. Dari pelayanan investasi, kesehatan dan pendidikan dapat dilihat bahwa kapasitas SDM pelayanan publik masih rendah. Kapasitas SDM pelayanan yang terendah ada dalam pelayanan investasi sebanyak 55,04%, kemudian yang kedua adalah pelayanan kesehatan 36,77% dan pelayanan pendidikan 36,5%.

Selanjutnya tingkat kompetensi SDM pelayanan publik hasil kajian LAN (2010) menyatakan bahwa dari keseluruhan aspek kompetensi yang harus dimiliki SDM pelayanan publik secara umum menunjukkan tingkat yang cukup tinggi. Namun demikian, dari keseluruhan aspek kompetensi yang harus dimiliki tersebut, teridentifikasi bahwa terdapat empat aspek kompetensi yang secara umum memperoleh penilaian yang relatif rendah, yaitu: (a) menyangkut kemampuan dalam penggunaan ICT; (b) kemampuan dalam penyusunan standar-standar; (c) komitmen dalam pemberian reward dan punishment; serta (d) pemahaman terhadap kebijakan dan visi pelayanan.

Lebih lanjut disebutkan bahwa pengembangan kebijakan dan strategi peningkatan kompetensi SDM pelayanan di masing-masing daerah berbeda-beda, namun secara umum beberapa strategi yang dilakukan adalah diklat-diklat teknis dan dilakukan magang di beberapa daerah yang pelayanannya cukup maju. Bahkan di beberapa daerah telah melakukan studi banding untuk melihat bagaimana cara kerja SDM pelayanan pada unit pelayanan publik di negara tertentu. Penggunaan seragam khusus agar memberikan kesan keramahtamahan seperti pada PTSP dan adanya unit pelayanan unggulan merupakan strategi lain dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Dari segi pengembangan perilaku, beberapa daerah juga telah melakukan pelatihan-pelatihan kepribadian dan tata cara pelayanan bekerja sama dengan beberapa lembaga konsultan bidang pelayanan publik.

Competency Assessment SDM Pelayanan Publik

(8)

daya manusia berbasis kompetensi, sehingga manajemen dapat menjamin perolehan informasi progresif yang akurat, andal, dan komprehensif mengenai taraf kemampuan-kemampuan kritis sumber daya manusia yang dimiliki organisasi. Disamping itu, organisasi juga dapat memastikan keberhasilan mendapatkan pegawai-pegawai yang berkompeten sebagaimana yang disyaratkan dalam jabatan-jabatan yang akan diembannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh pegawai yang handal dan kompeten tersebut, perlu dilakukan proses pengukuran kompetensi yang obyektif dan transparan bagi setiap organisasi. Dengan dilakukannya pengukuran kompetensi diharapkan akan dapat menjamin obyektifitas dalam pengelolaan SDM mulai dari perencanaan, rekrutmen dan seleksi, penempatan (the right man on the right place), pelatihan dan pengembangan, rotasi, promosi, serta suksesi kepemimpinan. Di samping itu, akan dapat dipastikan terisinya setiap posisi jabatan secara tepat dan pemegang jabatan dapat berperan secara optimal, serta terciptanya sistem pengelolaan kinerja yang mendorong setiap individu termotivasi untuk mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk berkontribusi secara optimal dalam pencapaian target kinerja organisasi.

Pelaksanaan pengukuran kompetensi pada instansi pemerintahan, akan sangat berguna dalam meningkatkan obyektivitas dan transparansi dalam proses rekrutmen, penempatan pegawai, pengangkatan dalam jabatan baik struktural maupun fungsional, perencanaan dan pelaksanaan serta pelaksanaan diklat, pengembangan karier, maupun dalam mengkaji sistem remunerasi yang layak dan berkeadilan.

Secara umum terdapat 2 (dua) tujuan pengukuran kompetensi (competency assessment), yaitu: (1) untuk menunjukkan profil kompetensi saat ini (current competency Level/CCL) seorang pegawai; (2) untuk menganalisis kesenjangan (gap) antara level kompetensi yang dibutuhkan (Required Competency Level/RCL) dengan level kompetensi saat ini (Current Competency Level/CCL) dan menggunakan hasilnya untuk aplikasi manajemen SDM seperti, seleksi, penempatan atau pengembangan..

(9)

Akan tetapi jika organisasi akan melakukan pengukuran sendiri, maka beberapa hal berikut ini harus dipersiapkan, antara lain: (1) Parameter atau Ukuran; (2) Teknik atau Metode Pengukuran; (3) Pengukur atau Asesor; dan (4) Mekanisme atau Prosedur Pengukuran.

Secara umum pengukuran kompetensi adalah proses menentukan apakah seseorang kompeten atau tidak untuk menduduki jabatan tertentu, dengan cara membandingkan antara level kompetensi saat ini (Current Competency Level/CCL) dengan standar yang ditetap atau level kompetensi yang dibutuhkan (Required Competency Level/RCL) dengan menggunakan berbagai alat atau instrument dan metode.

Beberapa metode dan teknik yang dapat dipakai dalam melakukan pengukuran kompetensi (competency assessment) antara lain yaitu: (1) Ability test; (2) wawancara (BEI); (3) In-tray/in-basket exercise; (4) Group Exercise; (5) Presentation Simulations; (6) Role play simulations; (7) Observasi; (8) Assessment Centra; (9) Penilaian 360; dan (8) biodata (verifikasi terhadap dokumen-dokumen tertulis berupa sertifikat atau bukti kompetensi lainnya).

Penutup

Fungsi esensial manajemen sumber daya manusia aparatur seyogyanya diarahkan untuk dapat memastikan agar organisasi di lingkungan instansi pemerintah dapat mencapai tujuan-tujuan strategisnya dengan memiliki sumber daya manusia yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi secara kuantitas maupun kualitas, kompeten, dan menghasilkan kinerja yang efektif hingga superior pada jabatan dan peranan masing-masing serta berkontribusi optimal dalam meningkatkan kinerja organisasi.

Untuk dapat memenuhi fungsi vital tersebut, maka tidak bisa lain manajemen sumber daya manusia aparatur (manajemen PNS di Indonesia) harus mengacu kepada implementasi CB-HRM dengan berbagai aspeknya mulai dari rekruitmen, seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, rotasi, promosi, dan suksesi untuk memastikan terisinya setiap posisi, jabatan, dan peranan dengan orang-orang yang tepat disatu sisi, sementara disisi lain harus pula diciptakan sistem pengelolaan untuk memastikan orang-orang tersebut termotivasi untuk mengerahkan kemampuan terbaik mereka untuk berkontribusi secara optimal, antara lain dengan seefektif mungkin menjalankan sistem kompensasi, fasilitas, jalur karier, dan sebagainya.

(10)

pelayanan, maka perlu dilakukan pengelolaan SDM pelayanan secara baik termasuk dalam hal identifikasi kebutuhan SDM yang diperlukan dalam rangka pemberian pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan, terutama berkaitan dengan kompetensi dan kualifikasi untuk setiap peran yang akan dimainkan dalam setiap proses pelayanan. Disamping itu juga perlu dilakukan identifikasi kebutuhan pengembangan SDM serta perencanaannya, pengembangan etika pelayanan yang diperlukan agar pegawai tetap berada dalam batasan-batasan yang telah ditentukan dalam memberikan pelayanan.

Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur pelayanan diperlukan perencanaan yang konsisten bagi pengembangan dan peningkatan kompetensi SDM pelayanan, baik melalui diklat-diklat teknis maupun fungsional. Oleh karena itu, pengukuran kompetensi (competency assessment) bagi SDM pelayanan publik menjadi suatu keharusan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Struktural PNS.

Badan Kepegawaian Negara, Sistem Operasional Assessment Centre Bagi Pegawai Negeri Sipil, Jakarta, 2003.

Lembaga Administrasi Negara, Kajian Pengembangan Kebijakan dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta, 2010.

Asuransi Jasindo, Penerapan CBHRM Secara Komprehensif Pada Perusahaan Asuransi Jasindo, www.jasindo.co.id @ 22/06/2005.

Hay Group, Competency-based Human Resource Management, 1992.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014.

Sofyan Effendi, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Aspek SDM, Makalah FGD LAN, 2010.

Spencer Jr., Lyle M., and Spencer , S.m., Competence At Work, Toronto, John Wiley and Sons Inc., 1993.

Gambar

GAMBAR  1

Referensi

Dokumen terkait

1. Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan PT Pertamina EP selaku tergugat setelah dianalisa melalui putusan dari Mahkamah Agung No. 30 tahun 1999 tindakan Pengadilan

Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang mengisi pemahaman Jawa tentang pengabulan doa dengan menganggap Kanjeng Ratu Kidul dan Panembahan Senopati sebagai orangorang

Kajian kepustakaan yang telah dipaparkan meneliti tentang manajemen pendidikan di sekolah, sedangkan masalah yang akan diteliti penulis adalah tentang fungsi supervisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT Telkomsel Yogyakarta dan Solo untuk menentukan langkah-langkah dalam menghadapi berbagai masalah

Seadngkan sub indikator berikutnya bahwa mahasiswa yakin dengan berwirausaha akan menjamin masa depan hidupnya dengan skor diperoleh sebesar 506 termasuk kategori sangat

Perawatan pulpotomi adalah perawatan yang dilakukan pada gigi dewasa muda yang mengalami pulpitis ringan dengan memotong dan membuang jaringan pulpa yang terinfeksi dari

Aplikasi e-label batik mampu memberikan dukungan penerapan Peraturan Daerah Kota PekalonganNomor 6 Tahun 2014 di lapangan, dan label “Batik Pekalongan” yang

Prinsip yang digunakan pada metode eliminasi adalah dengan mengeliminasi variabel-variabel yang tidak diketahui. 