• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIJRAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HIJRAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Studi Pengkajian Islam

Oleh:

MUHAMMAD RUSYDI SAHABUDDIN

NIM: 02.2.00.1.50.01.0027

PROGRAM PASCASARJANA

KONSENTRASI TAFSIR-HADITS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

Nama : MUHAMMAD RUSYDI SAHABUDDIN

N I M : 02.2.00.1.50.01.0027

Konsentrasi : TAFSIR-HADITS

Telah diajukan pada sidang Munaqasyah Tesis pada tanggal 22 Juli 2005 dan tesis ini

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama Islam

dalam bidang Ilmu Tafsir pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2005

Tim Penguji Sidang Munaqasyah Tesis

Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA

Penguji I Penguji II

(3)

iii

ﻪﺒﺤﺻﻭ

ﻪﻟﺂىﻠﻋﻭ

ﲔﻠﺳﺮﳌﺍﻭ

ﺀﺎﻴﺒﻧﻷﺍ

ﰎﺎﺧ

ﺪﻤﳏ

ﻰﻠﻋ

ﻡﻼﺴﻟﺍﻭ

ﺓﻼﺼﻟﺍﻭ

ﲔﳌﺎﻌﻟﺍ

ﺏﺭ

ﺪﻤﳊﺍ

ﺪﻌﺑ

ﺎﻣﺃ

،ﻩﻻﺍﻭﻭ

ﻪﻌﺒﺗ

ﻦﻣﻭ

.

Segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya

sehingga segenap aktifitas dapat berjalan semestinya. Salam dan shalawat tercurah

keharibaan junjungan Nabi Muhammad saw. yang telah meletakkan sendi kehidupan

di persada bumi ini.

Tesis yang berjudul “Hijrah dalam Perspektif Al-Qur’an” ini merupakan tugas akhir perkuliahan dalam rangka meraih gelar Strata Dua (S2) konsentrasi Tafsir

dan Hadits pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan partisipasi banyak pihak,

penulisan tesis ini tidak mungkin dapat mewujud sebagaimana mestinya. Oleh karena

itu, sudah menjadi kelaziman bagi penulis untuk menghaturkan banyak terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam proses penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih yang pertama tercurah kepada kedua orang tua penulis

yang tercinta, H. Sahabuddin Hamid dan H. Marbiah Abdul Rasyid, yang tiada

hentinya mencurahkan kasih sayangnya baik berupa materil maupun motivasi moral

sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

Curahan terima kasih juga penulis haturkan kepada kedua mertua tercinta, H.

Muhammad Natsir dan H. Marwah Taherong, yang senantiasa memberikan dukungan

yang tiada terbilang jumlahnya dalam karir studi penulis.

Penulis juga tak lupa menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA (Rektor UIN Jakarta), Prof. Dr. Komaruddin

Hidayat, MA (Direktur Program Pascasarjana UIN Jakarta), Dr. Fuad Jabali, MA

(Asisten Direktur I Pascasarjana UIN Jakrta) dan Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA

(Asisten Direktur II sekaligus Ketua Konsentrasi Tafsir-Hadits Pascasarjana UIN

(4)

iv

Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Bapak Prof. Dr. Nasaruddin

Umar, MA dan Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA yang telah bersedia

menyempatkan banyak kesempatan bagi penulis untuk konsultasi dan bimbingan, baik

dalam penyusunan tesis ini, maupun yang bersangkut-paut dengan materi-materi

perkuliahan.

Penulis juga menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang

sedalam-dalamnya kepada istri tercinta, Hj. Nikmawati Natsir, yang senantiasa tulus

mencurahkan cintanya dan memberikan motivasi moral di segenap aktifitas

keseharian penulis. Ucapan terima kasih dan do’a yang tulus juga tercurahkan buat sang buah hati, Ahmad Zulbijadain, yang selalu memberikan ketenangan dan harapan

serta menghibur di saat penulis bersamanya.

Bantuan dan dukungan yang tiada terkira juga penulis peroleh dari

teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu. Kepada segenap yang telah turut

membantu, penulis mohonkan semoga Allah swt. membalas segala amal kebaikannya.

(5)

v

ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan kata hijrah kemudian meneliti pertalian makna di semua ayat dan menemukan titik simpul pemaknaan yang valid.

Diskursus seputar hijrah di era kekinian semakin urgen jika dikaitkan dengan fenomena praktis di tengah komunitas masyarakat. Konsep hijrah ini dipetik dari peristiwa kepindahan Nabi Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah demi pembumian risalah suci yang diembannya. Beliau rela meninggalkan tanah kelahirannya dan mendedikasikan segenap yang dimilikinya beserta para sahabat yang menyertainya guna meraih kebebasan dan ketenteraman menjalankan ritual keagamaan dan aktifitas kesehariannya.

Permasalahan yang acapkali muncul seputar bahasan hijrah adalah pemaknaan dan relevansinya di era modern. Hal tersebut dipicu oleh adanya sebagian kalangan yang hanya membatasi hijrah pada peristiwa Nabi saw. di atas. Paradigma seperti ini seolah menganggap hijrah hanyalah sebuah konsep usang yang patut dikenang dalam sejarah tanpa mengindahkan nilai-nilai yang dikandung olehnya serta apatis untuk mengkontekstualisasikannya. Padahal, jika dikaitkan dengan dimensi kekinian, hijrah memiliki relevansi yang signifikan. Usaha pembumian konsep hijrah ini akan memberikan spektrum pemahaman yang baru.

Dalam konteks al-Qur’an, hijrah diindikasikan dengan totalitas seseorang untuk menegakkan risalah ilahi yang suci. Untuk mencapai maksud tersebut, beberapa cara bisa ditempuh, yaitu secara fisik dan non fisik. Secara fisik yang dimaksud adalah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, sedangkan secara non fisik adalah hasrat yang kuat dan tulus menjauhi segala yang dilarang oleh ketentuan Allah swt dan Rasul-Nya. Kiranya, pemaknaan kedua ini banyak disinggung dalam al-Qur’an dan layak dicermati untuk menghindari persepsi yang keliru tentang konsep hijrah ini. Dalam al-Qur’an, terdapat beberapa term yang acapkali disandingkan dengan term

hijrah, seperti jihâd, sabar dan selainnya. Hal tersebut dapat diamati pada Q.S. an-Nahl [16]: 110. Penyandingan term-term tersebut tentunya dapat dipahami karena hijrah tidak akan mewujud jika tidak dibarengi dengan kesungguhan dan kesabaran tinggi.

Di samping mengulas tinjauan historis hijrah dalam Islam, tesis ini juga menyertakan bahasan seputar peran hijrah dalam dimensi kekinian yang disarikan dari konteks al-Qur’an. Beberapa fungsi hijrah yang dimaksud adalah: menanamkan jiwa yang sabar, menjadi sarana dakwah dalam membangun tatanan hidup baru, sebagai taktik perjuangan yang handal, dan sebagainya.

(6)

vi

LATIN PENYEBUTAN ARAB

A A Alif

B Be Ba

T Te Ta

Ts Te-Es Tsa

J Je Jim

H Ha Ha

Kh Ka-Ha Kha

D De Dal

Dz De-Zet Dzal

(7)

vii

Sy Es-Ye Syin

Sh Es-Ha Shad

Dh De-Ha Dha

Th Te-Ha Tha

Zh Zet-Ha Zha

‘_ - ‘Ain

Gh Ge-Ha Ghein

F Ef Fa

Q Qui Qaf

K Ka Kaf

(8)

viii

W We Wau

H Ha Ha

` - Hamzah

Y Ye Ya

UNTUK Mad dan Diftong â ( Â ) untuk a ( A ) panjang

î ( Î) untuk i ( I ) panjang û ( Û ) untuk u ( U ) panjang

Catatan:

(9)

viii

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 13

C. Analisa Teoritis dan Kerangka Konseptual ... 15

D. Tinjauan Pustaka ... 18

E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ... 19

F. Metode dan Langkah Penelitian ... 22

G. Sistematika Pembahasan... 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJRAH ... 25

A. Pengertian Hijrah... 25

- Makna Hijrah Secara Bahasa ... 25

- Pengertian Hijrah Menurut Istilah ... 28

B. Hijrah dalam Al-Qur’an ... 33

C. Sejarah dan Peristiwa Timbulnya Hijrah ... 49

- Latar Belakang Hijrah Rasulullah... 49

- Hijrah ke Negeri Habasy ... 55

B. Pengaruh Hijrah terhadap Tingkat Keimanan dalam Al-Qur’an ... 106

C. Redaksi Al-Qur’an tentang Hijrah ... 122

BAB IV DAMPAK DAN HASIL HIJRAH NABAWI ... 144

(10)

ix

B. Dampak dan Hasil Hijrah terhadap Masa Depan... 174

- Hijrah sebagai Dakwah dalam Membangun Tatanan ... Dunia Baru... 175

- Hijrah dalam Transformasi Sosial Budaya dan Berbangsa... 185

- Hijrah sebagai Taktik Perjuangan yang Handal... 194

BAB V PENUTUP... 200

A. Kesimpulan ... 200

B. Saran-Saran ... 202

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’ân adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw.

sebagai hujjah terhadap manusia, juga petunjuk dan rahmat bagi umat yang

meyakininya serta petunjuk kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.1 Kitab ini juga berisikan firman dan kehendak Allah dan sumber tertinggi bagi keyakinan Islam.

Ia menjadi inspirasi dalam menjalani kehidupan menurut jalan yang diperintahkan

oleh Allah kepada umat manusia.2 Di samping itu, ia merupakan mukjizat paling besar dan kekal dibanding mukjizat-mukjizat lain. Tidak hanya itu, ia memiliki

banyak fungsi. Salah satu di antaranya adalah menjadi bukti perjalanan, misi dan

dakwah serta ajaran-ajaran Rasulullah saw.

Kata hijrah merupakan satu dari sekian banyak bukti yang ditampilkan

al-Qur’an. Kata ini memiliki keistimewaan tersendiri karena dijadikanya suatu

kewajiban bagi setiap muslim yang sanggup melaksanakannya. Perkara hijrah sangat

berat karena selain mengorbankan tenaga, ia juga membutuhkan pengorbanan jiwa

dan raga. Adapun orang yang melaksanakannya dianggap sebagai orang asing di

tengah-tengah masyarakat.

1

Muhammad Sayyid Yûsuf, Manhâj al-Qur’an fî Ishlâh al-Mujtama’, (Cairo: Dâr as-Salâm, 2004), Cet. I, h. 7.

2 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Indonesia,

(12)

Tindakan hijrah dan perbutan baik lainnya yang hendak dilaksanakan

selayaknya lainnya memiliki motivasi atau niat jelas yang didasari oleh keinginan

jernih agar perbuatan tersebut tidak sia-sia. Hal ini pernah ditegaskan oleh Rasulullah

saw. ketika salah seorang sahabat berhijrah dari Mekkah ke Madinah.

ِﺔﻴﻨﻟﺎِﺑ

ُﻝﺎﻤﻋَﺄْﻟﺍ

َﻝﺎَﻗ

ﻢﱠﻠﺳﻭ

ِﻪﻴَﻠﻋ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻰﱠﻠﺻ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

َﻝﻮﺳﺭ

ﻥَﺃ

ﺮﻤﻋ

ﻦﻋ

.

ﻦﻤَﻓ

ﻯﻮَﻧ

ﺎﻣ

ٍﺉِﺮﻣﺍ

ﱢﻞُﻜِﻟﻭ

ﻳ

ﺎﻴْﻧﺪﻟ

ﻪُﺗﺮﺠِﻫ

ﺖَﻧﺎَﻛ

ﻦﻣﻭ

ِﻪِﻟﻮﺳﺭﻭ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻰَﻟِﺇ

ﻪُﺗﺮﺠِﻬَﻓ

ِﻪِﻟﻮﺳﺭﻭ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻰَﻟِﺇ

ﻪُﺗﺮﺠِﻫ

ﺖَﻧﺎَﻛ

ﻭَﺃ

ﺎﻬﺒﻴِﺼ

ِﻪﻴَﻟِﺇ

ﺮﺟﺎﻫ

ﺎﻣ

ﻰَﻟِﺇ

ﻪُﺗﺮﺠِﻬَﻓ

ﺎﻬﺟﻭﺰَﺘﻳ

ٍﺓَﺃﺮﻣﺍ

Artinya: Dari Umar ra. Sesungguhya Rasulullah saw. bersabda: “Amal tergantung pada niatnya dan setiap sesuatu dibalas sesuai apa yang diniatkannya barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya dan barang siapa hijrah karena (kenikmatan) dunia atau wanita untuk dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkan”.3

Langkah awal yang dilakukan Nabi saw. beserta sahabat-sahabatnya sewaktu

berhijrah selain memiliki niat yang jelas juga disertai dengan mencari ridha Allah

swt. Mereka yakini adanya ruh kekuatan dari yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

Menjelang hijrah, kaum Muslimin berada pada posisi sulit, sangat lemah serta

teraniaya. Namun, keyakinan akan datangnya kemenangan tidak pernah sirna. Hal ini

disebabkan oleh tebalnya iman dan keyakinan kepada Allah swt.

3

Shahîh Bukhâri, (Kitab Bada’ al-Wahy No. 1 dan Kitab al-Iman No. 52), Shahîh Muslim,

(13)

Umat Islam adalah umat yang satu. Tidak mungkin memiliki kesatuan dan

eksistensi tanpa adanya suatu jamaah (kelompok) dan murâbithah (ikatan keimanan)

yang mengikat mereka dalam satu wadah atau kelompok yang jelas. Jamaah harus

berada dalam satu wadah yang jelas, bertempat tinggal di salah satu daerah dan

mereka berkuasa penuh di dalamnya. Hal tersebut agar memungkinkan mereka

leluasa keluar-masuk dengan aman dan tenteram dalam menjalankan aktifitas dan

rutinitas agama tanpa ada suatu tekanan.

Hijrah merupakan penghindaran dari penghambaan sesuatu yang bersifat

materi, seperti patung-patung dan bintang-bintang yang dapat dilihat dan diraba

menuju penghambaan terhadap Tuhan yang tunggal dan tidak dapat digambarkan

atau dibandingkan dengan sesuatu pun di dunia ini. Ia juga memperkuat keimanan

dari berbagai pemalsuan serta mensucikannya dari berbagai syubhat dan praduga.

Selanjutnya, hijrah menjadikan akidah sebagai dasar keimanan dan sumber kekuatan

yang bertujuan menyucikan dan memperbaiki dari berbagai sisi kehidupan.4

Peran hijrah dalam membentuk masyarakat yang kokoh dan berdedikasi

dibuktikan dengan adanya penanggalan peristiwa yang dikemas dengan penanggalan

Hijriyah oleh khalifah Umar Ibn Khatthab. Selain menanamkan semangat hijrah dan

jihad, juga sebagai penetapan kalender Islam dalam membangun tatanan dunia baru

yang sebelumnya hanya mengenal penanggalan Jahiliah menuju penanggalan yang

akurat dan terpercaya. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa penanggalan itu

4 Abdul Hamîd Abd Mun’im Madkûr, Dirâsât fî Aqîdah al-Islâmiyah, (Cairo: Dâr

(14)

bermuara pada landasan pembinaan kepribadian Islam dan juga merupakan bukti

yang menunjukkan betapa kuat dan hebatnya jihâd dan perjuangan umat Islam.5 Umat Islam di saat sekarang hanya yang merasa lemah dan dihantui rasa putus

asa disebabkan tidak adanya suatu tenaga yang mampu membangkitkan spirit tersebut

sehingga dapat berjalan sesuai koridor yang ada. Namun, ketika mempelajari dan

menghayati peristiwa hijrah, mereka akan memperoleh semangat baru, merasakan

adanya kemuliaan, kekuatan, dan kemenangan karena makna hijrah selalu hidup

dalam hati sanubari setiap muslim yang menghayati dan memahaminya.

Hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. tidaklah seperti yang

digambarkan oleh kalangan orientalis (yaitu hijrah secara materi). Peristiwa hijrah

bukanlah terjadi secara kebetulan atau dilatarbelakangi oleh keuntungan-keuntungan

duniawi, akan tetapi Rasulullah melaksanakannya untuk menyelamatkan keimanan

dan mencari lahan yang produktif untuk menyebarkan ajaran agama. Ajakan dakwah

yang dibawanya menyelamatkan manusia dari kondisi keyakinan yang

memprihatinkan ke arah yang sangat menjanjikan dan menyelamatkan.

Dalam menafsirkan peristiwa sejarah dan pergerakan umat manusia di muka

bumi berdasarkan materi semata-mata merupakan suatu hal yang hina dan berbahaya.

Lebih gawat lagi jika pandangan ini dikaitkan dengan sejarah Islam. Sebagian orang

berpendapat bahwa hidup ini adalah materi, sedangkan manusia adalah pelaku

ekonomi. Dengan demikian, landasan setiap usaha dan pergerakan manusia adalah

5 Abû Fâris, Hijrah Nabawi Menuju Komunitas Muslim, (t.tp: Citra Islami Press, 1997), Cet.

(15)

segi ekonomi. Pendapat lain mengatakan bahwa lingkungan adalah kekuatan yang

berpengaruh di dalam kehidupan manusia, seperti halnya pengaruh faktor keturunan.

Menurut sudut pandang Islam, faktor pendorong usaha dan pergerakan

manusia lebih mendalam dari pada pandangan kaum materialis. Islam melihat suatu

peristiwa berdasarkan dimensi dunia dan akhirat dengan memperhatikan aspek materi

dan rohani. Allah berfirman:

ﺎَﻟﻭ

ﻚﻴَﻟِﺇ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻦﺴﺣَﺃ

ﺎﻤَﻛ

ﻦِﺴﺣَﺃﻭ

ﺎﻴْﻧﺪﻟﺍ

ﻦِﻣ

ﻚﺒﻴِﺼَﻧ

ﺲﻨَﺗ

ﺎَﻟﻭ

ﺓﺮِﺧﺂْﻟﺍ

ﺭﺍﺪﻟﺍ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

َﻙﺎَﺗﺁ

ﺎﻤﻴِﻓ

ِﻎَﺘﺑﺍﻭ

ﻦﻳِﺪِﺴْﻔﻤْﻟﺍ

ﺐِﺤﻳ

ﺎَﻟ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻥِﺇ

ِﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺩﺎﺴَﻔْﻟﺍ

ِﻎﺒَﺗ

Artinya: Carilah pada apa yang telah dinugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Q.S. al-Qashash [28]: 77)

Pada dasarnya, peristiwa hijrah merupakan suatu bukti sejarah yang kekal dan

tidak mungkin ditafsirkan sebagai usaha untuk memenuhi kepentingan materi.

Menurut pandangan rasional, peristiwa itu justru didorong oleh aspek ruhani yang

berpengaruh terhadap arah kehidupan manusia. Penafsiran hijrah yang tidak selaras

dengan pandangan ini tidaklah tepat.

Kaum Muslimin pada masa sekarang sangat membutuhkan pemahaman yang

baik tentang peristiwa hijrah. Mereka harus mengetahui pandangan yang benar

sehingga terhindar dari kesalahpahaman. Pemahaman yang sebenarnya mesti sering

disampaikan agar dapat memberikan wacana baru serta semangat yang besar dalam

(16)

berharga dari peristiwa hijrah tersebut dan dapat memperkokoh persaudaraan serta

aqidah keimanan kepada Allah dan rasul-Nya.

Persaudaraan adalah perjanjian antara kaum mukminin yang di dalamnya

terkandung hak dan kewajiban. Imam Bukhâri meriwayatkan bahwa setibanya kaum

Muhajirin di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan Abdul Rahman bin ‘Auf

(Muhâjirin) dengan Sa’ad bin Rabi’ (Anshâr). Saad ibn Rabî’ berkata kepada Abdul

Rahman, “Saya orang Anshar yang terkaya dan akan memberikan separoh harta saya

kepadamu, saya juga mempunyai dua istri. Pilihlah salah seorang yang engkau

senangi dan setelah masa iddahnya selesai, akan saya nikahkan engkau dengannya”.

Abdul Rahman menjawab, “Semoga Allah memberkatimu, keluargamu dan harta

bendamu”.

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻰﱠﻠﺻ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

ُﻝﻮﺳﺭ

ﻰﺧﺂَﻓ

ٍﻑﻮﻋ

ﻦﺑ

ِﻦﻤﺣﺮﻟﺍ

ﺪﺒﻋ

ﺎﻨﻴَﻠﻋ

ﻡِﺪَﻗ

َﻝﺎَﻗ

ﻪﻨﻋ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻲِﺿﺭ

ٍﺲَﻧَﺃ

ﻦﻋٍ

ﻌﺳ

ﻦﻴﺑﻭ

ﻪﻨﻴﺑ

ﻢﱠﻠﺳﻭ

ِﻪﻴَﻠﻋ

ﻊﻴِﺑﺮﻟﺍ

ِﻦﺑ

ِﺪ

Artinya: Diriwayatkan dari Anas ra. Berkata: Abdul Rahman Ibn Auf tiba di tengah-tengah kami (di Madinah), maka Rasulullah langsung mempersaudarakannya dengan Sa’ad Ibn Rabi’.6

Ketika tanah Mekkah yang merupakan tanah kelahiran mereka sendiri

menjadi lahan penyiksaan, penganiayaan, penghinaan dan pelecehan agama, mereka

rela meninggalkan tanah kelahiran tersebut guna menjaga dan mempertahankan

aqidahnya dibarengi dengan kesabaran dan tawakkal kepada Allah swt.

(17)

ﻟﺍ

ﻲِﻓ

ْﺍﻭﺮﺟﺎﻫ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ

ﻮَﻟ

ﺮﺒْﻛَﺃ

ِﺓﺮِﺧﻵﺍ

ﺮﺟَﺄَﻟﻭ

ًﺔﻨﺴﺣ

ﺎﻴْﻧﺪﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﻢﻬﻨَﺋﻮﺒﻨَﻟ

ْﺍﻮﻤِﻠُﻇ

ﺎﻣ

ِﺪﻌﺑ

ﻦِﻣ

ِﻪّﻠ

ﻥﻮﻤَﻠﻌﻳ

ْﺍﻮُﻧﺎَﻛ

ﻥﻮُﻠﱠﻛﻮَﺘﻳ

ﻢِﻬﺑﺭ

ﻰَﻠﻋﻭ

ْﺍﻭﺮﺒﺻ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

Artinya : “Dan orang-orang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. an-Nahl [16]: 41-42)

Kemudian dalam firman-Nya :

ﺭﻮُﻔَﻐَﻟ

ﺎﻫِﺪﻌﺑ

ﻦِﻣ

ﻚﺑﺭ

ﻥِﺇ

ْﺍﻭﺮﺒﺻﻭ

ْﺍﻭﺪﻫﺎﺟ

ﻢُﺛ

ْﺍﻮﻨِﺘُﻓ

ﺎﻣ

ِﺪﻌﺑ

ﻦِﻣ

ْﺍﻭﺮﺟﺎﻫ

ﻦﻳِﺬﱠﻠِﻟ

ﻚﺑﺭ

ﻥِﺇ

ﻢُﺛ

ﻢﻴِﺣﺭ

Artinya: “Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar, sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S. an-Nahl [16]: 110)

Hijrah merupakan langkah yang baik untuk memperoleh pertolongan,

kemuliaan dan keutamaan dari Allah swt. untuk mempertahankan keimanan dan

dasar-dasar agama. Hijrah adalah ajaran para nabi dan rasul sejak Nabi Adam. Dalam

hal ini, Nabi Nuh juga melaksanakan hijrah dengan menggunakan kapal bersama

umat yang beriman kepadanya. Allah swt. berfirman:

ﻰَﻘَﺘْﻟﺎَﻓ

ﺎًﻧﻮﻴﻋ

ﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﺎَﻧﺮﺠَﻓﻭ

ٍﺮِﻤﻬﻨﻣ

ﺀﺎﻤِﺑ

ﺀﺎﻤﺴﻟﺍ

ﺏﺍﻮﺑَﺃ

ﺎﻨﺤَﺘَﻔَﻓ

ﺮِﺼَﺘﻧﺎَﻓ

ﺏﻮُﻠْﻐﻣ

ﻲﱢﻧَﺃ

ﻪﺑﺭ

ﺎﻋﺪَﻓ

ﻥﺎَﻛ

ﻦﻤﱢﻟ

ﺀﺍﺰﺟ

ﺎﻨِﻨﻴﻋَﺄِﺑ

ﻱِﺮﺠَﺗ

ﺮﺳﺩﻭ

ٍﺡﺍﻮْﻟَﺃ

ِﺕﺍَﺫ

ﻰَﻠﻋ

ﻩﺎﻨْﻠﻤﺣﻭ

ﺭِﺪُﻗ

ﺪَﻗ

ٍﺮﻣَﺃ

ﻰَﻠﻋ

ﺀﺎﻤْﻟﺍ

ﺮِﻔُﻛ

(18)

Artinya: ”Maka dia mengadu kepada tuhannya bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku), maka kami bukakan pintu-pintu langit dengan menurunkan) air yang tercurah. Dan kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan kami angkut Nuh ke atas bahtera yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh).”(Q.S. al-Qamar [54]: 10-14)

Hijrah adalah pemisah antara dua fase, yaitu fase pembangunan akidah (di

Mekah)7 dan fase pembangunan pilar-pilar negara serta perlindungannya (di Madinah). Pada waktu itu, para Muhajirin selalu berada dalam pengayoman

kekasihnya.

ﻢِﻫِﺭﻭﺪﺻ

ﻲِﻓ

ﻥﻭﺪِﺠﻳ

ﺎَﻟﻭ

ﻢِﻬﻴَﻟِﺇ

ﺮﺟﺎﻫ

ﻦﻣ

ﻥﻮﺒِﺤﻳ

ﻢِﻬِﻠﺒَﻗ

ﻦِﻣ

ﻥﺎﳝِﺈْﻟﺍﻭ

ﺭﺍﺪﻟﺍ

ﺍﻭﺅﻮﺒَﺗ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ

ﻫ

ﻚِﺌَﻟﻭُﺄَﻓ

ِﻪِﺴْﻔَﻧ

ﺢﺷ

َﻕﻮﻳ

ﻦﻣﻭ

ٌﺔﺻﺎﺼﺧ

ﻢِﻬِﺑ

ﻥﺎَﻛ

ﻮَﻟﻭ

ﻢِﻬِﺴُﻔﻧَﺃ

ﻰَﻠﻋ

ﻥﻭﺮِﺛﺆﻳﻭ

ﺍﻮُﺗﻭُﺃ

ﺎﻤﻣ

ًﺔﺟﺎﺣ

ﻢ

ﻥﻮﺤِﻠْﻔﻤْﻟﺍ

Artinya: ”Mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. al-Hasyr [59]: 9)

Fenomena hijrah terus berkembang di setiap masa dan tempat sejak

diturunkannya risalah langit kepada umat manusia di persada bumi ini. Bermula dari

(19)

hijrah Nabi Adam sejak awal kehidupannya, yaitu terlihat adanya permusuhan antara

Adam dan Iblis (antara kebaikan dan keburukan). Iblis sangat dendam terhadap Adam

karena Allah swt. memuliakan Adam. Sejak itulah Iblis berusaha memperdaya Adam

dan istrinya agar keduanya diusir dari surga.8 Allah swt. berfirman:

ﺎﻤُﻛﺎﻬَﻧ

ﺎﻣ

َﻝﺎَﻗﻭ

ﺎﻤِﻬِﺗﺁﻮﺳ

ﻦِﻣ

ﺎﻤﻬﻨﻋ

ﻱِﺭﻭﻭ

ﺎﻣ

ﺎﻤﻬَﻟ

ﻱِﺪﺒﻴِﻟ

ﻥﺎَﻄﻴﺸﻟﺍ

ﺎﻤﻬَﻟ

ﺱﻮﺳﻮَﻓ

tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga). Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, ‘Ssesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua.” (Q.S. al-A’râf [7]: 20-21)

Ayat ini memberikan gambaran bahwa sejak awal telah terjadi peperangan

antara kejelekan yang diwakili oleh iblis dengan kebaikan yang diwakili oleh Adam.

Secara lahiriah, hijrah Adam as. ke dunia ini berbeda dengan hijrah yang dilakukan

oleh anak keturunannya. Namun secara esensial, keduanya memiliki kesamaan.9 Begitu pula hijrah Nabi Nuh yang diutus kepada kaumnya untuk mengajak

kepada ajaran tauhid sebagaimana firman Allah:

8

Muhammad Abdullah al-Khathîb, Makna Hijrah Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996 M), Cet. I, h. 68.

9

(20)

ﻢﻫﻭ

ﻥﺎَﻓﻮﱡﻄﻟﺍ

ﻢﻫَﺬﺧَﺄَﻓ

ﺎﻣﺎﻋ

ﲔِﺴﻤﺧ

ﺎﱠﻟِﺇ

ٍﺔﻨﺳ

ﻒْﻟَﺃ

ﻢِﻬﻴِﻓ

ﺚِﺒَﻠَﻓ

ِﻪِﻣﻮَﻗ

ﻰَﻟِﺇ

ﺎﺣﻮُﻧ

ﺎﻨْﻠﺳﺭَﺃ

ﺪَﻘَﻟﻭ

ﻥﻮﻤِﻟﺎَﻇ

Artinya: ”Dan sesungguhnya kami telah mengutus Nuh as. kepada kaumnya, maka dia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang aniaya.(Q.S. al-‘Ankabût [29]: 14)

Allah swt. menyelamatkan Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman dari

bencana banjir yang besar dengan memberikan ketenangan dalam hati mereka.

Selanjutnya, Nuh mempersiapkan hijrah dengan menggunakan kapal. Allah

memberikan pertolongan serta menyelamatkan orang-orang yang beriman yang hijrah

dan menenggelamkan yang lain. Allah swt. berfirman:

ﻥﻮُﻠﻌْﻔﻳ

ْﺍﻮُﻧﺎَﻛ

ﺎﻤِﺑ

ﺲِﺌَﺘﺒَﺗ

ﻼَﻓ

ﻦﻣﺁ

ﺪَﻗ

ﻦﻣ

ﱠﻻِﺇ

ﻚِﻣﻮَﻗ

ﻦِﻣ

ﻦِﻣﺆﻳ

ﻦَﻟ

ﻪﱠﻧَﺃ

ٍﺡﻮُﻧ

ﻰَﻟِﺇ

ﻲِﺣﻭُﺃﻭ

.

ِﻊﻨﺻﺍﻭ

ﻥﻮُﻗﺮْﻐﻣ

ﻢﻬﱠﻧِﺇ

ْﺍﻮﻤَﻠَﻇ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﻲِﻨﺒِﻃﺎَﺨُﺗ

َﻻﻭ

ﺎﻨِﻴﺣﻭﻭ

ﺎﻨِﻨﻴﻋَﺄِﺑ

ﻚْﻠُﻔْﻟﺍ

Artinya: ”Dan diwahyukan kepada Nuh bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu kecuali oaring yang telah beriman (saja). Karena itu janganlah engkau bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Q.S. Hûd [11]: 36-37)

Lain halnya yang dikisahkan dalam al-Qur’an tentang hijrah Nabi Ibrahim as.

dalam menghadapi penyembah berhala dan raja Namrud. Nabi Ibrahim as. menghina

(21)

menolak mudharat. Nabi Ibrahim dihukum dengan dimasukkan ke dalam api. Namun,

atas pertolongan Allah swt., beliau selamat. Allah berfirman:

ﻢﻴِﻜﺤْﻟﺍ

ﺰﻳِﺰﻌْﻟﺍ

ﻮﻫ

ﻪﱠﻧِﺇ

ﻲﺑﺭ

ﻰَﻟِﺇ

ﺮِﺟﺎﻬﻣ

ﻲﱢﻧِﺇ

َﻝﺎَﻗﻭ

Artinya: ”dan berkatalah Ibrahim, ‘Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang telah diperintahkan) tuhanku (kepadaku); sesungguhnya dialah yang maha perkasa lagi maha bijaksana’’. (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 26)

Hijrah Nabi Musa as. juga memiliki sejarah yang diabadikan dalam

al-Qur’an melalui perlawanan dan tindakan serta dakwahnya ke jalan kebenaran.

Al-Qur’an mengungkapkan keadaan Bani Israil di bawah kekuasaan Fir’aun yang

bertindak sewenang-wenang, sombong, membuat kerusakan di muka bumi dan

memproklamirkan dirinya sebagai tuhan.

ﻥﻮﻨِﻣﺆﻳ

ٍﻡﻮَﻘِﻟ

ﻖﺤْﻟﺎِﺑ

ﻥﻮﻋﺮِﻓﻭ

ﻰﺳﻮﻣ

ِﺈﺒﱠﻧ

ﻦِﻣ

ﻚﻴَﻠﻋ

ﺍﻮُﻠْﺘَﻧ

َﻞﻌﺟﻭ

ِﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎَﻠﻋ

ﻥﻮﻋﺮِﻓ

ﻥِﺇ

ِﺴْﻔﻤْﻟﺍ

ﻦِﻣ

ﻥﺎَﻛ

ﻪﱠﻧِﺇ

ﻢﻫﺀﺎﺴِﻧ

ﻲِﻴﺤَﺘﺴﻳﻭ

ﻢﻫﺀﺎﻨﺑَﺃ

ﺢﺑَﺬﻳ

ﻢﻬﻨﻣ

ًﺔَﻔِﺋﺎَﻃ

ﻒِﻌْﻀَﺘﺴﻳ

ﺎﻌﻴِﺷ

ﺎﻬَﻠﻫَﺃ

ﻦﻳِﺪ

Artinya: ”Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi ini dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak-anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. al-Qashash [28]: 3-4)

Seluruh bukti di atas memberikan kesan terhadap hijrah para nabi Allah

dalam meninggalkan seluruh tindakan dan perbuatan serta aqidah yang menyesatkan

(22)

agama yang hak. Terkhusus lagi bagi Nabi Muhammad saw. ketika meninggalkan

kota Mekkah menuju kota Madinah.

Perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah bukanlah hal yang terjadi secara

kebetulan sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian pihak. Sesungguhnya orang

yang mempelajari sirah nabawiyah dengan jeli tentu akan memahami bahwa hijrah

adalah proses pencarian yang panjang, observasi yang matang dan dirasah

(penelitian) yang berkelanjutan terhadap situasi negara-negara dan para pemeluknya

yang ada saat itu.10 Kondisi tersebut adalah berada dalam persimpangan antara petunjuk dan kebenaran, mengharapkan datangnya juru penyelamat yang sekian lama

mereka tunggu dan harapkan agar membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan

akhirat.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Mengacu pada identifikasi masalah di atas dapat dipahami bahwa dalam

memahami hijrah dari perspektif al-Qur’an memerlukan peninjauan kembali hal yang

melatarbelakangi timbulnya pemahaman tentang tema tersebut dalam konteks

al-Qur’an. Selain itu, kalam Allah swt. tersebut diteliti serta dicermati kembali melalui

penafsiran-penafsiran yang diutarakan oleh para mufassir.

Dengan adanya ayat-ayat yang telah diramu dan dijelaskan dapat memberikan

corak tentang konsep tentang isi yang dikandung al-Qur’an, begitu pula dapat

memberikan pemahaman yang jelas tentang tema yang dikaji dan pembicaraan yang

10

(23)

diangkat dari tema pokok agar supaya bukti-bukti yang dikemukakan dapat mengarah

tepat pada sasaran.

Hijrah merupakan bagian dari unsur-unsur publikasi dakwah dapat disalurkan

kepada kaum Muslimin secara umum. Pada gilirannya, hijrah juga dapat membawa

masyarakat kepada kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat. Persoalan hijrah

adalah persoalan antara kebenaran dan kebatilan, pertarungan antara risalah Allah

dengan risalah yang menyesatkan, juga merupakan salah satu bagian yang mampu

menjaga dari para pendusta dan para musuh yang menyesatkan.

Apabila konsep hijrah ini digelindingkan dengan sistem sekarang yang

bervarian yang memungkinkan untuk melaksanakan hijrah, yaitu dengan adanya

berbagai konflik terkhusus konflik yang mengatasnamakan konflik SARA. Di lain

sisi, hijrah juga menjadi hal yang sangat berkaitan dengan amar ma’rûf nâhi munkar).

Konsep hijrah menurut pandangan al-Qur’an membutuhkan kejelian dan

keseriusan karena menyangkut keselamatan dan kesejahteraan manusia. Segala

tindakan dan aktifitas manusia seyogianya termotivasi oleh dorongan dan ajakan

al-Qur’an sehingga segenap tindakan dan pekerjaannya bersandar pada nilai-nilai

al-Qur’an.

Dari permasalahan di atas, penulis akan menitikberatkan pengkajian tentang

bagaimana konsep hijrah dalam perspektif al-Qur’an? Kemudian dari pertanyaan

tersebut, dipandang perlu untuk merumuskan sub-sub masalah untuk mengarahkan

(24)

1. Apa dan bagaimana konsep hijrah di awal masa Islam?

2. Bagaiamana al-Qur’an dalam mengungkap konsep hijrah?

3. Bagaimana penerapan hijrah dan signifikansinya di masa sekarang?

C. Analisa Teoritis dan Kerangka Konseptual

Tesis ini berjudul “Hijrah dalam Perspektif al-Qur’an; Kajian dengan

Pendekatan Tematik“. Sebagaimana yang diutarakan oleh beberapa ulama, hijrah

memiliki beberapa makna, yaitu berpindah dari negeri kufur ke negeri Islam,11 dan lebih umum lagi adalah pindah dari apa yang dilarang oleh Allah swt. menuju apa

yang diridhai-Nya.

Menurut Ahzami yang dikutip dalam buku al-Hijrah fî al-Qur’ân menyatakan

bahwa hijrah merupakan bagian uslûb min asâlib ad-da’wah serta sarana untuk

menyelamatkan diri dari para musuh dan para pendusta. Beliau juga menambahkan

bahwa hijrah merupakan pembicaraan konflik antara kebaikan dan keburukan.12 Hijrah dapat menciptakan lingkungan yang islami dan mampu membentuk

kepribadian serta individu yang kokoh dan konsisten terhadap nilai-nilai ajaran Islam

11

Pendapat ini digunakan oleh beberapa ulama Seperti: Abû Bakr Ibn ‘Arabî, Ahkâm al-Qur’an, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), Juz I, h. 484. Ibn Hajar al-Asqalânî,Fath al- Bârî, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), Juz VI, h. 39. dan Ibn Taimiyah,Majmu’ al-Fatâwâ , (Cairo: Dâr al-Hadits, t.th), Juz XII, h. 282.

12 Muhammad Ahzâmi Sami’un Jazûli, al-Hijrah fî al-Quran al-Karim, (Riyâdh: Maktab

(25)

yang tergambar dalam ayat-ayat al-Qur’an. Hijrah dapat memudahkan setiap Individu

untuk mengamalkan syariat agama agar dapat memberi warna yang lebih menjanjikan

serta mendidik dan membentuk mereka untuk berkarakter serta berkepribadian yang

tangguh.

Setidaknya, pendapat di atas memberikan kejelasan tentang bukti pentingnya

hijrah sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an. Di sisi lain, hukum hijrah masih

berlaku pada masa sekarang sampai hari kiamat. Adapun kaitannya dengan hadits

Nabi tentang tidak adanya hijrah setelah penaklukan kota Mekkah memberikan kesan

pemahaman bahwa hijrah dari Mekkah ke Madinah memang sudah berakhir,

sedangkan hijrah yang merupakan sunnatullah terus berlangsung, yaitu hijrah dari

negeri kafir ke negeri Islam akan terus berlangsung sampai penghujung zaman.

Rasulullah bersabda:

ﺔﺑﻮﺘﻟﺍ

ﻊﻄﻘﻨﺗ

ﻰﺘﺣ

ﻊﻄﻘﻨﺗﻻ

ﺓﺮﺠﳍﺍ

ﻥﺃ

,

ﺎﲠﺮﻐﻣ

ﻦﻣ

ﺲﻤﺸﻟﺍ

ﻊﻠﻄﺗ

ﻰﺘﺣ

ﺔﺑﻮﺘﻟﺍ

ﻊﻄﻘﻨﺗ

ﻻﻭ

Artinya: “Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya hingga terhentinya tobat; dan tobat pun tidak ada hentinya hingga matahari terbit di sebelah barat.”13

Dalam hadist lain Rasulullah bersabda:

ﺍﺫﺍﻭ

ﺔﻴﻧﻭ

ﺩﺎﻬﺟ

ﻦﻜﻟﻭ

ﺢﺘﻔﻟﺍ

ﺪﻌﺑ

ﺓﺮﺠﻫ

ﺍﻭﺮﻔﻧﺎﻓ

ﰎﺮﻔﻨﺘﺳﺍ

(26)

Selanjutnya yang dimaksud dengan al-Qur’an adalah nash al-Qur’an itu

sendiri. Pengkajian tetap melihat dilâlah-dilâlah-nya serta asbâb an-nuzûl-nya karena

status al-Qur’an adalah sumber utama penetapan hukum. Terlebih lagi bahwa tema

pokok kajian penulis adalah hijrah dalam perspektif al-Qur’an.

Adapun pendekatan tematik yang dimaksud adalah mengangkat tema tertentu

serta mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dan

mengolahnya menjadi satu kesatuan.

Dari uraian di atas, penulis memberikan kerangka teori yang pernah

dikemukakan oleh ulama-ulama terdahulu bahwa al-Qur’an dapat diteliti dalam

beberapa sudut pandang antara lain:

1. Ilmu bahasa yang menerangkan tentang nahwu, balâghah, haqiqat, majâzi, serta

nilai keindahan bahasa al-Qur’an

2. Sosio-historis yang meliputi ilmu asbâb an-nuzul ayat-ayat al-Qur’an.

3. Ilmu-ilmu lain yang memberikan dukungan terhadap tema kajian tertentu.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam menyusun karya ilmiah diperlukan beberapa rujukan yang sesuai

dengan topik kajian yang dibahas. Hal tersebut dijadikan sebagai pedoman dasar atau

kerangka acuan dalam penyusunan yang dapat mengarahkan pada sasaran yang ingin

(Kitab Jihâd No. 2763), Musnad Ahmad, (No. 1887, 2166, 2269, 2771, 3083, 3164), Sunan ad-Dârimî,

(27)

dicapai guna melahirkan suatu karya yang dapat menambah wawasan dan

berkontribusi dalam dunia akademik.

Karena topik ini menyangkut al-Qur’an secara langsung, maka sumber

utamanya adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema pembahasan yaitu

hijrah. Selain itu, penulis juga menggunakan kitab-kitab tafsir yang berkaitan dengan

tema hijrah seperti yang dikarang oleh ulama-ulama klasik maupun modern sebagai

rujukan sekunder. Tafsir-tafsir tersebut setidaknya menyentuh pembahasan hijrah

ketika menginterpretasikan ayat-ayat hijrah. Di antara tafsir-tafsir tersebut adalah:

Tafsir at-Thabari, Tafsir Ibn Katsîr, Tafsir al-Marâghi, Tafsir al-Manâr, Tafsir Fî

Zhilâl al-Qur’ân, serta masih banyak lagi kitab tafsir lainnya.

Rujukan lainnya adalah buku al-Hijrah fî al-Qur’an al-Karim yang ditulis

oleh Dr. Ahzami Sami’un Jazuli juga memaparkan esensi, urgensi dan relevansi

hijrah serta bukti-bukti dari para Nabi yang melaksanakan hijrah. Di samping itu,

penulis juga menjadikan kitab Al-Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur’an wa as-Sunnah

oleh Muhammad Ibrahim bin Abdurahman sebagai bahan acuan. Buku ini

mengemukakan hikmah seputar pelaksanaan hijrah Rasulullah saw.; baik yang

berkenaan dengan sudut pandang al-Qur’an maupun hadits serta langkah dan

signifikansinya.

Dari beberapa penelitian penulis, tidak satu pun yang mengkaji hijrah dalam

perspektif al-Qur’an kecuali dalam berbahasa Arab seperti yang ditulis oleh Dr.

(28)

menulis karya-karya tesis ataupun disertasi pada Program Pascasarjana UIN Jakarta

mengenai hijrah dalam perspektif al-Qur’an.

E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari bahasan ini adalah menjelaskan makna hijrah dalam

tinjauan al-Qur’an. Kajian ini dianggap sangat penting untuk dikaji kembali agar

memberikan nuansa baru dalam kehidupan manusia serta dapat memberikan motivasi

dalam menjalankan segala aktifitas keseharian. Bukan saja dipahami sekedar suatu

perpindahan fisik, tetapi bagaimana memfungsikan hijrah melalui tindakan dan

perbuatan sehingga seluruh aktifisas yang dilakukan mengarah kepada tindakan yang

terpuji. Di sisi lain, penulis menginginkan agar penulisan ini dapat memberikan

manfaat yang konstruktif di tengah-tengah masyarakat Islam. Adapun beberapa

tujuan tersebut meliputi:

1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang paradigma dan konsep hijrah

dalam kajian tafsir serta menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti

al-Qur’an sebagai sumber pertama yang senantiasa relevan dengan kondisi zaman.

2. Untuk al-Qur’an itu tidak hanya berlaku pada Zaman Rasulullah, tetapi dapat

juga berlaku di saat sekarang ini. Sesuai dengan pemahaman para ulama dalam

(29)

3. Untuk meneliti teknis pelaksanaan hijrah sebelum dan di masa Nabi Muhammad

saw.

4. Untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Dua (S2) Program Magister dan

untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar magister agama.

b. Signifikansi Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai signifikan karena sebagian

masyarakat hanya memahami persolan hijrah dalam pengertian secara fisik saja

padahal hijrah secara non fisik tak kalah pentingnya. Kemudian setelah

mengamati kondisi masyarakat dewasa ini dengan merajalelanya kemaksiatan,

maka dampak yang dihasilkan kemaksiatan itu merusak prilaku dan

menghancurkan moral generasi muda.

2. Hasil penelitian ini menjadi sumbangan praktis yang bersifat ilmiah kepada

masyarakat luas mengenai kajian hijrah dalam perspektif al-Qur’an. Hal ini juga

diharapkan agar dapat dimanfaatkan di kalangan akademis dan masyarakat

umum.

F. Metode dan Langkah-Langkah Penelitian

Dalam setiap penelitian, metode mempunyai peranan yang sangat penting. Hal

tersebut disebabkan metode merupakan cara yang digunakan agar kegiatan penelitian

(30)

penulis lakukan ini adalah untuk menemukan konsep hijrah dalam perspektif

al-Qur’an.

Kajian ini bersifat kajian kepustakaan (library research) karena data yang

dihimpun sepenuhnya merupakan data kepustakaan terutama tafsir-tafsir tentang

ayat-ayat yang menyangkut hijrah. Berdasarkan sifat permasalahan yang akan dikaji,

maka metode yang digunakan adalah metode tematik atau maudhû’i, yaitu tafsir yang

berusaha mencari jawaban al-Qur’an terhadap masalah tertentu dengan cara

menghimpun ayat-ayat yang dimaksud lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu

yang relevan dengan masalah yang dibahas untuk melahirkan suatu uraian utuh

tentang masalah tersebut.15

Untuk memperoleh data yang lengkap, penulis mengutip dari berbagai

pustaka dan sumber primer yang membicarakan tentang konsep Hijratu fî

al-Qur’an al-Karim karya Dr. Ahzâmi Sâmiun Jazulî, al-Insân fî al-Qur’an karya

Mahmud al-‘Aqqâd, Fî Zhilâl al-Qur’ân, Adhwâ’ Bayân fî Îdhâhi Qur’ân bi

al-Qur’ân, Tafsir al-Râzi dan masih banyak kitab-kitab tafsir lain yang berkaitan dengan

pembahasan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Selanjutnya metode penulisan tesis ini berpedoman pada buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: IAIN Press,

2000).

15 ‘Abd al-Hayy al-Farmâwi, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mawdhûi, (Cairo: Maktab

(31)

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam tulisan ini terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab pertama berisikan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang

masalah, rumusan dan batasan masalah, analisa teoritis dan kerangka konseptual,

tinjauan pustaka, tujuan dan signifikansi penelitian, metodologi dan langkah-langkah

penelitian dan sistematika pembahasan.

Pada bab kedua akan dibahas teori-teori dasar hijrah dengan mengungkap

beberapa pandangan beberapa ulama. Pembahasan selanjutnya adalah hijrah dan

pembagiannya yang meliputi latar belakang timbulnya hijrah dan hijrah yang

dilakukan Rasulullah saw. dan diakhiri dengan mengetengahkan ayat-ayat hijrah

dalam al-Qur’an.

Bab ketiga membahas tentang hijrah dalam perspektif al-Qur’an yang dikemas

dalam beberapa pembahasan di antaranya, posisi hijrah dalam al-Qur’an dan derajat

hijrah terhadap iman dan redaksi redaksi yang dipakai dalam memotivasi untuk

melakukan hijrah

Bab keempat akan membahas analisis mengenai pengaruh dan dampak hijrah

menurut al-Qur’an yang meliputi kehidupan sosial-kemasyarakatan, berbangsa,

(32)

Bab kelima merupakan bab penutup mengemukakan kesimpulan dan

(33)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HIJRAH

A. Pengertian Hijrah

1. Makna Hijrah Secara Bahasa

Secara etimologi, kata hijrah berasal dari bahasa Arab yang berbentuk kata

benda (isim) dari kata-kerja (fi’il) hajara yang berarti memutuskan hubungan, pindah,

atau meninggalkan suatu tempat dan pindah kepada yang lain. Kata ini juga dapat

dimaknai sebagai lawan kata (antonim) dari kata al-wasl. Pengertian hijrah sebagai

lawan kata al-wasl digunakan dengan konotasi umum, sedangkan pengertian yang

digunakan dengan makna keluar dari suatu daerah ke daerah yang lain merupakan

pemaknaan khusus. Di sisi lain, ada juga yang mengasalkannya dari akar kata hajara,

yahjuru, hajran wa hujrânan.1

Di dalam hadist dikatakan: “Lâ yahillu li rajulin an yahjura akhâhu fawqa

tsalâtsah layâl”.2 Artinya,“Tidak dihalalkan bagi seorang muslim meninggalkan atau memutuskan hubungan dengan saudaranya melebihi tiga hari”. Yang dimaksud

1

Ibn Atsiir al-Jazri, Nihâyah fî Gharîb al-Hadits wa al-Atsar, (t.tp: Matba’ah ‘Utsmâniyyah, 1311 H), Juz IV, h. 239 dan Al-Jauhari, Tâj al-Lugha wa Shihhah al-Arabiyyah, (Beirut: Dâr ‘Ilm Malâyin, 1399 H/ 1979 M), Juz II, h. 85 dan Muhammad Ibrâhim ‘Abd Rahman, Hijrah wa al-Muhâjirin fî al-Qur’ân wa as-Sunnah, (Cairo: Muassasah Mukhtâr li an-Nasyr wa al-Tawzî’, 1424 H/ 2003 M), cet. I, h 19.

2

Lihat: Shahîh Muslim, Kitab“Al-Birr wa as-Shilah wa al-Adab” No. Hadits 4641, 4642,

Sunân Turmuzi kitab al-Birr wa al-Shilah ‘an Rasulillah, No. 1858, Sunân Abî Dâud kitab “al-Adab”

(34)

pada hadits ini adalah apa yang terjadi antara orang yang beriman yang membatasi

(memutuskan) persahabatan merupakan tindakan mengindahkan aspek keagamaan.3 Fîroz Abâdî mengatakan, (hajarahû) hajran dengan fathah dan hijrânan

dengan kasrah mengandung arti saramahû (putus atau meninggalkan), seperti kata

ahjarahu, wa fî as-shaumi i’tizâl fîh ‘an nikâh (dengan berpuasa berarti

meninggalkan nikah, segala kenikmatan yang ada untuk sementara).

Di sisi lain juga disebutkan kalimat yang memiliki ungkapan hajara al-syirku

hajran wa hujrânan, wa hijrah hasanah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

kata hijrah ini, baik itu berbaris kasrah dan dhammah semuanya berarti; pindah dari

suatu daerah ke daerah yang lain. Hal inilah yang dinamakan dengan hijrah yang

sesungguhnya (khurûj min al-ardh ila âkhar, wa qad hajar)4.

Lain halnya dengan yang diketengahkan oleh Bernard Lewis dkk bahwa

pengambilan kata hijrah berasal dari bahasa Latin “hegira” dan dikenal dalam bahasa

Arab dengan kata hajara, yahjuru, hijrah.5

Ibn Fâris mengatakan; al-hijrah merupakan lawan kata dari wasl, suatu kaum

meninggalkan suatu daerah ke daerah yang lain (hajara al-qaum min dâr ila dâr) atau

meninggalkan yang pertama menuju ke yang kedua (tark al-awwal li tsâniyah),

sebagaimana yang dilakukan kaum Muhajirin ketika mereka hijrah dari Mekkah ke

Madinah di tahun pertama dari penanggalan Islam. 6

Lewis, et.all., The Encyclopedi of Islam, (London: Lu’zab & Co, 1972), Vol III, h. 366.

6

(35)

al-Sedangkan ar-Râghib menambahkan keterangan seputar definisi di atas

dengan mengatakan: al-hijru wa al-hijrân berarti manusia berpisah dengan yang

lainnya (mufâraqah al-insân wa gayruh), terkadang dengan badan, lisan dan kalbu.7 Sebagaimana firman Allah swt:

ِﻊِﺟﺎَﻀﻤْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﻦﻫﻭﺮﺠﻫﺍﻭ

Artinya: “Pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka.” (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 34)

Ayat ini merupakan kiasan mengenai tidak mendekati mereka dengan badan

ketika istri yang telah berbuat nusyuz kepada suaminya. Permasalahan ini akan

dijelaskan oleh penulis pada klasifikasi ayat-ayat hijrah.

ﺍﺭﻮﺠﻬﻣ

ﻥﺁﺮُﻘْﻟﺍ

ﺍَﺬﻫ

ﺍﻭُﺬَﺨﱠﺗﺍ

ﻲِﻣﻮَﻗ

ﻥِﺇ

Artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan”. (Q.S. al-Furqân [25]: 30)

Ayat ini bermakna hijrah dengan lisan atau dengan lisan dan hati (qalb).

ﺎﻴِﻠﻣ

ﻲِﻧﺮﺠﻫﺍﻭ

Artinya: “Tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”. (Q.S. Maryam [19]: 30)

ﺮﺠﻫﺎَﻓ

ﺰﺟﺮﻟﺍﻭ

‘Arabiyyah, ditahqiq oleh Ustadz Ahmad Abd Gafur al-‘Atthâr, (Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malâyin, 1399 H/ 1979 M, Juz II, h. 851.

(36)

Artinya: “Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah” (Q.S. al-Muddatsir [74]: 5)

Bermakna dorongan meninggalkan secara keseluruhan dari seluruh anggota

badan.8

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa hijrah apabila

dikaitkan dengan pengertian kata-kata tersebut, pada dasarnya dimaksudkan untuk

menyingkirkan diri dari tindakan-tindakan dan teror yang bersifat fisik yang dapat

mencelakakan diri sendiri dan keyakinan (aqidah) sehingga dapat meraih kebebasan,

utamanya kebebasan menjalankan seluruh perintah Allah swt. dan menjauhi segala

larangan-Nya.

2. Pengertian Hijrah Menurut Istilah

Secara istilah (syar’i), hijrah mengandung dua pengertian. Pertama, makna

atau pengertian yang bersifat umum, yaitu meninggalkan yang dilarang oleh Allah

swt. menuju kepada yang diperintahkan Allah. Kedua, bermakna khusus, yaitu

berpindah dari negeri yang syirik menuju ke negeri Islam.9 Ibn Rajab al-Hanbâli menyebutkan bahwa pengertian hijrah ialah meninggalkan negeri syirik dan

berpindah menuju ke negeri Islam.

Jika dilihat pada pengertian pertama (yang lebih dikenal dengan pengertian

umum) maka ulama mendefinisikan hijrah dengan makna tersebut. Ada yang

8 Ibid. 9

(37)

memandang hijrah dari sisi makna terperinci (tafshîlî) dan ada pula yang berbicara

secara global (ijmâlî).10

Golongan pertama yang dimotori oleh Abu Bakar Ibn ‘Arabi, Ibn Hajar

al-‘Asqalâni dan Syekh al-Islam Ibn Taimiyah mengatakan bahwa hijrah adalah

berpindah dari daerah kufur menuju daerah Islam.11 Menurut golongan ini bahwa yang dimaksud dengan daerah kufur (dâr-al kufr) adalah daerah yang melaksanakan

atau menjalankan hukum kafir melalui bentuk perundang-undangan dan sebagainya.

Golongan kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan makna hijrah

secara syar’i adalah berpindah dari daerah zhulm (aniaya) menuju daerah yang adil

dengan maksud menyelamatkan agama.12 Golongan ini memiliki beberapa alasan di antaranya:

a. Firman Allah:

ْﺍﻮْﻟﺎَﻗ

ِﺽﺭَﻷﺍ

ﻲِﻓ

ﲔِﻔﻌْﻀَﺘﺴﻣ

ﺎﻨُﻛ

ْﺍﻮُﻟﺎَﻗ

ﻢُﺘﻨُﻛ

ﻢﻴِﻓ

ْﺍﻮُﻟﺎَﻗ

ﻢِﻬِﺴُﻔْﻧَﺃ

ﻲِﻤِﻟﺎَﻇ

ُﺔَﻜِﺋﻶﻤْﻟﺍ

ﻢﻫﺎﱠﻓﻮَﺗ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

ﻥِﺇ

ﺍﲑِﺼﻣ

ﺕﺀﺎﺳﻭ

ﻢﻨﻬﺟ

ﻢﻫﺍﻭْﺄﻣ

ﻚِﺌَﻟﻭُﺄَﻓ

ﺎﻬﻴِﻓ

ْﺍﻭﺮِﺟﺎﻬُﺘَﻓ

ًﺔﻌِﺳﺍﻭ

ِﻪّﻠﻟﺍ

ﺽﺭَﺃ

ﻦُﻜَﺗ

ﻢَﻟَﺃ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami

(38)

orang yang tertindas di negeri (Mekkah). Para malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi ini?. Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S. an-Nisâ’[4]: 97)

b. Nabi Muhammad saw. melakukan hijrah ke negeri Habasy sebab negeri tersebut

merupakan negeri yang dipimpin oleh seorang raja yang tidak melakukan aniaya

(zhulm) kepada penduduknya. Ini merupakan tanda yang jelas sebagai tempat

melakukan hijrah.

c. Mereka mengatakan bahwa pemerintah Muslim tidak sanggup melaksanakan peran

secara menyeluruh dan komprehensif (kâmil) di dalam daerah Islam, seperti

berbuat aniaya terhadap rakyatnya. Di sisi lain ditemukan di daerah kufr penguasa

yang begitu toleran dalam memberikan kebebasan dalam melaksanakan syariat

agama, tidak melarang penduduknya untuk menyiarkan dakwah (ajaran dan

ajakan) kepada Allah bahkan memberikan bantuan dan pelayanan sehingga tujuan

hijrah dapat terealisasi dengan baik.

Golongan ketiga berpendapat hampir sama dengan golongan pertama yaitu;

pindah dari daerah kufur dan komplik menuju daerah Islam. Akan tetapi,

pengertiannya meluas pada makna hijrah yang meliputi:

(a) Keluar dari daerah perang menuju daerah Islam, (menjadi wajib sebelum

(39)

seluruh penduduknya. Akan tetapi, hijrah masih tetap berlaku sampai hari kiamat

di negara manapun yang penduduknya kafir menuju daerah Islam)13.

(b) Keluar dari daerah (negara) bid’ah jika tidak sanggup mendapatkan suatu

perubahan dan berusaha keras memberikan nasehat kepada penduduknya.14 (c) Keluar dari daerah yang dominan di dalamnya perbuatan haram.

(d) Keluar karena takut tertimpa bencana terhadap tubuh. Hal itu merupakan

keringanan dari Allah swt. jika takut terjadi sesuatu terhadap dirinya. Maka

sesungguhnya Allah swt. mengizinkan keluar dan hijrah untuk menyelamatkan

diri dari bahaya sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.

ﻲﺑﺭ

ﻰَﻟِﺇ

ﺮِﺟﺎﻬﻣ

ﻲﱢﻧِﺇ

Artinya: “Sesungguhnya saya berhijrah kepada Tuhanku… (Q.S. al-‘Ankabût [29]:

26)

(e) Hijrah karena takut terjangkit suatu penyakit dalam daerah yang kurang

menyehatkan (membahayakan) ke daerah yang aman dan bersih.

(f) Hijrah karena takut terjadi bencana terhadap harta benda, karena perlindungan

harta seorang muslim seperti perlindungan, penjagaan darahnya (fa inna hurmah

mâl al-muslim ka hurmah damuh).15

Râghib al-Ishfahânî berpendapat bahwa sebagai istilah agama Islam, kata

hijrah biasanya mengacu kepada tiga pengertian, yaitu:

13

Muhammad Ibrâhim ‘Abdul Rahman, Al-Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur’an wa al-Sunnah, (Cairo: Muassasah Mukhtâr li an-Nasyr wa al-Tawzi’, 2003), Cet II, h. 24.

14

Ibid., h. 25.

15 Abu Bakr Ibn al-Arabi, Ahkâm al-Qurân, (Beirut: Dâr Fikr al-Islamiyah, 1972), Cet II, Juz

(40)

(1) Meninggalkan negeri yang berpenduduk kafir menuju negeri yang berpenduduk

muslim, seperti hijrah Rasulullah saw. dari Mekkah ke Madinah.

(2) Meninggalkan syahwat, akhlak buruk, dan dosa-dosa menuju kebaikan yang

diperintahkan oleh Allah swt.

(3) Mujâhadah an-nafs (menundukkan hawa nafsu) untuk mencapai martabat

manusia yang hakiki.16

Sedangkan makna hijrah menurut syar’î yang bersifat khusus adalah

hijrahnya Rasulullah saw. bersama sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Oleh karena

itu, sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Bukhâri yang diriwayatkan oleh Ibn

Abbâs ra. bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda pada hari Fathu Makkah,

“Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Mekkah, akan tetapi jihad dan niat masih

tetap berlaku sampai hari kiamat”. Ibn Hajar menambahkan tentang penjelasan

hadits ini bahwa hijrah yang sifatnya meninggalkan negara atau daerah yang pada

prinsipnya merupakan kewajiban telah berakhir dengan ditaklukkannya kota Mekkah.

Dalam Islam, hijrah dari Darul Islam (negeri Islam) memiliki tiga hukum,

yaitu antara wajib, boleh, dan haram.

Adapun yang pertama, bahwa hijrah menjadi wajib hukumnya adalah jika

seorang muslim tidak dapat melaksanakan syi’ar-syi’ar Islam, seperti shalat, puasa,

zakat, adzan, haji dan sebagainya di negeri tersebut, serta mendapatkan tekanan

dalam kebebasan melaksanakan ibadah. Boleh berhijrah dari Darul Islam manakala

seorang muslim menghadapi bala’ (cobaan) yang menyulitkan di negeri tersebut.

16

(41)

Dalam kondisi seperti ini ia boleh keluar melaksanakan hijrah menuju negeri Islam

yang lain. Sedangkan yang terakhir adalah hukumnya haram jika hijrahnya itu

menyebabkan terabaikannya kewajiban Islam yaitu hijrah di daerah kaum kafir yang

tidak memberikan kebebasan dalam melaksanakan seluruh ajaran syari’at.17

B. Hijrah dalam Al-Qur’an

Menurut informasi yang diberikan oleh Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqî di

dalam kitab “al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al-Qur’ân al-Karîm”, kata yang

terambil dari susunan huruf-huruf ha, ja dan ra ini (h-j-r), dengan berbagai

derivasinya, terulang dalam al-Qur’an sebanyak 32 kali, dalam 15 surah, di 27 ayat.18 Ayat-ayat hijrah yang mengandung maksud meninggalkan (migrasi atau

hijrah secara fisik) sebanyak 21 ayat, terletak dalam surat-surat sebagai berikut:

al-Baqarah [2]: 218, Ali ‘Imrân [3]: 195, al-Anfâl [8]: 72, 74, 75, al-Taubah [9]: 20,

an-Nahl [16]: 41, al-Nisâ’ [4]: 34, 89, 97, 100, al-Muzzammil [73]: 10, al-Furqân [25],

al-‘Ankabût [29]: 26, al-Mumtahanah [60]: 10, al-Mu’minûn [23]: 67, Maryam [19]:

46, al-Muddatsir [74]: 5, al-Hasyr [59]: 8, 9, al-Ahzâb [33]: 6, 50, an-Nûr [24]: 22.

Sedangkan ayat-ayat hijrah yang berkaitan dengan makna secara non fisik terdapat di

6 ayat, di antaranya: al-Nisâ’ [4]: 34, Maryam [19]: 46, al-Mu’minûn [23]: 67,

al-Furqân [25]: 20, al-Muzzammil [73]: 10, al-Muddatsir [74]: 5.

17

Muhammad Sa’îd Ramadhân al-Bûtyi, Fiqh Sîrah, (Jakarta: Rabbani Press, 2002), h. 103.

18 Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqi, Al-Mujam Mufahras li Alfâdz al-Qurân al-Karîm,

(42)

Dari semua ayat-ayat yang tercantum, maka dapatlah disimpulkan bahwa kata

hijrah dikategorikan menjadi dua bagian yaitu: hijrah secara fisik dan hijrah non

fisik.

a. Hijrah secara fisik adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain yang

bersifat fisik, atau disebut juga sisi hissî atau haraki. Yaitu makna hijrah yang

berkaitan langsung dengan definisi hijrah yang sesungguhnya yaitu berpindah dari

suatu daerah ke daerah yang lain (yaitu secara fisik) serta sesuai dengan petunjuk

Rasulullah saw.19 Adapun ayat-ayat yang terdapat dalam bagian ini terdapat di dua puluh satu ayat yang menyangkut tentang hijrah serta berbagai derivasinya. Dari

ayat-ayat tersebut mengandung unsur hukum serta makna yang meliputi beberapa

point yaitu:

1) Ayat yang mengandung unsur hijrah, iman dan jihad

Ketika diamati dan ditelusuri ayat yang berkaitan hijrah dan jihad, maka

terdapat beberapa ayat di dalam al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kedua kata itu

saling bergandengan dan memiliki arti yang besar dan hikmah yang agung.20

Dari beberapa ayat yang menyangkut masalah hijrah dan jihad di ketengahkan

satu ayat yang mewakili beberapa ayat yang lain, sebagaimana firman Allah swt.:

ﺭﻮُﻔَﻏ

ﻪّﻠﻟﺍﻭ

ِﻪّﻠﻟﺍ

ﺖﻤﺣﺭ

ﻥﻮﺟﺮﻳ

ﻚِﺌَﻟﻭُﺃ

ِﻪّﻠﻟﺍ

ِﻞﻴِﺒﺳ

ﻲِﻓ

ْﺍﻭﺪﻫﺎﺟﻭ

ْﺍﻭﺮﺟﺎﻫ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ

ْﺍﻮﻨﻣﺁ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

ﻥِﺇ

ﻢﻴِﺣﺭ

19

Muhammad Ibrâhîm ‘Abd Rahmân, al-Hijrah wa al-Muhâjirun fî al-Qur’ân wa al-Sunnah, t.th.), h. 43.

20 Adapun ayat-ayat yang bergandengan antara hijrah dan jihad di antaranya: Q.S. al Baqarah

(43)

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah [2]: 217)

Sayyid Quthub mengetengahkan maksud, tujuan hakikat dari (hijrah dan

jihad) dengan mengatakan, “tujuan dan hikmah, tidak akan ditemukan hanya dengan

teori, dan tidak pula hanya dengan menegakkan syi’ar-syi’ar agama di dalamnya.

Akan tetapi, agama merupakan metode kehidupan (manhaj hayât) yang tidak dapat

terlaksana dengan perbuatan tanpa disertai oleh pelaksanaan dan gerakan oleh seluruh

anggota tubuh, seperti dalam bentuk aqidah dan keyakinan yang eksistensinya tidak

dapat nampak dengan benar tanpa diaktualisasikan dengan reaksi dan gerakan yang

nyata.”21

Adapun Musthafâ al-Marâghî mengatakan bahwa orang-orang yang beriman

dan konsisten dalam keimanannya kepada Allah, mereka hijrah bersama Rasulullah

dan memperjuangkan serta menolong agama Allah, lalu berjuang menghadapi kaum

kafir demi kekuatan kaum Muslimin. Mereka itulah orang-orang yang mengharap

rahmat dan kebaikan Allah. Mereka adalah manusia yang begitu pantas mendapatkan

rahmat dan kebaikan Allah.22

2) Mengandung pahala orang-orang berhijrah

Banyak ayat yang berbicara tentang balasan bagi para Muhajirin yang

melaksanakan hijrah dengan syarat berada dalam panji Islam serta bertujuan

menyelamatkan agama Allah guna li î’lâi kalimah Allah. Maka para Muhajirin

tersebut berhak mendapatkan pahala dan balasan dari Allah baik laki-laki maupun

21

Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân, Jilid I, h. 1560.

22 Ahmad Musthafâ al-Marâghi, Tafsir al-Marâghi, (Beirut: Dâr Fikr an-Nasyr wa-

Referensi

Dokumen terkait

Lumajang Meningkat nya Informasi penyampaian ketentuan di bidang cukai melalui media massa Penyebarlua- san Informasi Pembangu- nan Daerah Kerja sama Informasi

Berdasarkan deskripsi di atas peneliti ingin lebih lanjut melakukan penelitian mengenai Strategi Costumer Relationship Management Dalam Ketahanan Nasabah Pembiyaan Amanah

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Tabloid Modis sebagai media komunikasi Islam, karena Tabloid Modis dalam menyampaikan pesan kepada pembaca berlandaskan

PAC IPNU-IPPNU Kecamatan Sayung sebagai organisasi pelajar garda terdepan yang bersifat kaderisasi dimana organisasi ini berusaha menjembatani pelajar dan remaja

Hal ini menunjukan bahwa guru tersebut telah mengaplikasikan PCK dengan sangat baik, terutama pada mempersiapkan RPP sendiri dan dalam memilih pendekatan serta strategi

Setelah Nabi berbicara dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam, mereka pun saling berpandangan dan salah seorang dari mereka berkata,“Sungguh inilah Nabi yang pernah

Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai salah satu mukjizat kerasulannya. Al- Qur‟an merupakan

dalam penelitian ini meliputi kajian terhadap penafsiran al-Qur’an yang terkait pada masalah tentang perempuan di Indonesia, baik itu pada penafsiran ayat-ayat