1
CORAK TAFSIR ‘ILMĪ
Oleh : Sari Magdalena
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN-Malikussaleh Lhokseumawe- Aceh
ABSTRAK
Alquran adalah kitab kehidupan, memuat berbagai aturan menyangkut tata kehidupan manusia di dunia dan hasil dari kehidupan tersebut di akhirat. Karenanya, sudah pasti Alquran berbicara tentang fakta ilmiah. Tafsir ilmi merupakan bagian dari metode penafsiran yang memanfaatkan ilmu pengetahuan manusia dengan tujuan untuk menguatkan kandungan ayat-ayat Alquran. Ditemukan sejumlah ayat Alquran yang berbicara tentang fakta-fakta ilmiah yang mengilhami lahirnya ragam ilmu pengetahuan baik alam ataupun sosial. Secara historis kemunculan corak tafsir ilmi dikaitkan dengan kepemimpinan Ḥarūn ar-Rasyīd (169-194 H/785-809 M) dan al-Ma’mūn (198-215 H/813-830 M) pada masa Dinasti Abbasiyah. Para ulama berbeda pendapat tentang corak tafsir ini. Ulama yang kontra dengan corak tafsir ilmi berargumen bahwa petunjuk yang dibawa oleh ayat-ayat Alquran telah sempurna adanya sehingga tidak membutuhkan lagi penafsiran ilmiah yang cenderung mereduksi kandungan ayat-ayat dimaksud.
Pendahuluan
Alquran merupakan mukjizat terbesar yang dianugerahkan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul terakhir di muka bumi ini. Kemukjizatan Alquran tidak hanya terbukti dari dimensi sastra dan ketinggian gaya bahasanya, melainkan juga karena petunjuknya yang universal dan komprehensif, sesuai untuk setiap waktu dan berlaku di segala tempat (ṣālih li kulli zamān wa makān).
2
memahami Alquran dengan baik dan benar dibutuhkan penafsiran yang tepat. Untuk tujuan ini diperlukan penguasaan metodologi tafsir yang baik pula.
Di dalam perkembangan ilmu tafsir dikenal ragam metode dan corak penafsiran Alquran. Satu di antara sekian banyak corak itu adalah corak tafsir ‘ilmī. Corak tafsir ini menitikberatkan pembahasannya pada masalah-masalah keilmuan yang dibahas di dalam Alquran, dan fakta tentang Alquran itu sendiri yang berbicara tentang ilmu pengetahuan sekaligus mendorong pengembangannya.
Urgensi penafsiran Alquran secara ilmiah sejalan dengan munculnya berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu kealaman maupun ilmu sosial dan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tersebut. Hal ini menjadi tuntutan yang harus dipenuhi melalui penafsiran Alquran dengan menggunakan pendekatan teoretis di samping pemahaman dan penafsirannya secara ḥarfiah. Inilah yang melatarbelakangi penulisan makalah sederhana ini.
Di dalam artikel ini akan dipaparkan secara singkat uraian tentang pengertian corak tafsir ‘ilmī, tokoh-tokoh dalam corak tafsir ‘ilmī beserta contoh-contohnya, kelebihan dan kekurangan corak tafsir ‘ilmī, kontra tafsir ‘ilmī, urgensi tafsir ‘ilmī dan perkembangannya. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat memberikan seberkas gambaran dan setitik pencerahan khususnya dalam ranah kajian ilmu tafsir.
A. Pengertian Corak Tafsir ‘Ilmī
3
Jika ditelusuri dalam perkembangan tafsir Alquran akan ditemukan secara garis besarnya metode-metode; ijmālī (global), tahlīlī (analitis), muqārin (perbandingan) dan maudū‘ī (tematik).
Adapun corak tafsir yang dikenal antara lain corak isyārī (sufi), fiqhī, ‘ilmī, lugawī, falsafī dan adab ijtimā‘ī. Corak tafsir merupakan bentuk keahlian dan kecendrungan yang dimiliki mufasir serta yang mempengaruhinya dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran. Dengan demikian corak tafsir merupakan bagian yang tak terpisahkan dari metode tafsir khususnya metode tafsir tahlīlī dan metode tafsir maudū‘ī.
Secara etimologi
نايبلاو حاضيلإا وه يرسفتلا :ةغللا فى يرسفتلا
tafsir mengandung arti menerangkan dan menjelaskan (Muhammad Husain az-Zahabi, 2001: 12), juga diartikan denganىطغلما فشكو ةنبالإا
menjelaskan dan mengungkap maksud yang terkandung dari lafaz yang sulit (Mannā‘ al-Qattān, 1973: 323). Pengertian tafsir secara bahasa tidak akan terlepas dari makna ′īdāh (menjelaskan), bayān (menerangkan), kasyf (mengungkapkan), ′izhār (menampakkan) dan ′ibānah (menjelaskan) (Rosihon Anwar: 2005:141). Secara terminologis tafsir berartiةقاطلا ردقب لىاعت الله دارم ىلع هتللاد ثيح نم ديلمجا نآرقلا لاوحأ هيف ثحبي ملع
ةيرشبلا
ilmu yang membahas tentang arti atau maksud firman-firman Allah sesuai4
،نآرقلا تارابع فى ةيملعلا تاحلاطصلاا مكيح ىذلا يرسفتلا :ىملعلا يرسفتلبا ديرن
.اهنم ةيفسلفلا ءارلأاو مولعلا فلتمخ جارختسا فى دهتيجو
Tafsir ‘ilmī adalah tafsir yang mengkaji ragam terminologi ilmiah yang terdapat dalam Alquran dan berusaha menelurkan (mendeduksi) berbagai disiplin ilmu serta tinjauan-tinjauan filosofis dari kajian-kajian tersebut. (Muhammad Husain az-Zahabi, 2003: 349). Ditemukan juga definisi lain dari tafsir ‘ilmī yakni the so-called tafsir ‘ilmī “scientific exegesis”, which seeks to draw all possible fields of human knowledge into the interpretation of the Koran, tafsir yang mencoba
memindahkan semua pengetahuan kemanusiaan yang memungkinkan ke dalam penafsiran Alquran (J.J.G. Jansen, 1974: 35).
Dengan demikian tafsir ‘ilmī merupakan bagian dari metode penafsiran yang memanfaatkan ilmu pengetahuan manusia dengan tujuan untuk menguatkan kandungan ayat-ayat Alquran. Juga memahami ayat-ayat Alquran sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Para ulama memperbincangkan korelasi sekaligus relevansi antara ayat-ayat kauniyah dengan ilmu pengetahuan modern yang ada pada masa sekarang. Sejauhmana paradigma-paradigma ilmiah tersebut memberikan dukungan dalam memahami ayat-ayat Alquran dan menggali berbagai jenis ilmu pengetahuan. Melalui teori-teori baru akhirnya ditemukan hukum-hukum alam, astronomi, teori kimia, ilmu kedokteran, fisika, zoology, fisika, botani, geografi dan lain-lain.
5
Tafsir ‘ilmī pada awalnya dibangun berdasarkan asumsi bahwa Alquran mengandung berbagai macam ilmu baik yang sudah maupun yang belum ditemukan. Secara historis munculnya penafsiran model ini banyak dikaitkan dengan masa kepemimpinan Dinasti Abbasiyah, khususnya masa pemerintahan Harūn ar-Rasyīd (169-194 H/785-809 M) dan al-Ma’mūn (198-215 H/813-830 M). Di mana pada saat itu terjadi perkembangan berbagai ilmu pengetahuan, termasuk penerjemahan buku-buku ilmiah seiring dengan adanya interaksi antara Islam dengan dunia luar (Yunani).
Di antara karya tafsir yang bercorak ‘ilmī dan mengandung penafsiran ayat-ayat kauniyah dalam Alquran adalah: at-Tafsīr al-Kabīr karya Imam Fakhru ar-Rāzī, Jawāhir Quran dan Ihyā’ Ulūmiddīn karya Imam al-Gazālī, at-Tafsīr al-’Ilmī karya Imam as-Suyūtī (Rosihon Anwar: 2005: 172), tafsir al-Mursī karya Abu Fadl al-Mursī, tafsir al-Manār karya Rasyīd Ridā, Fī Dilāli Alquran karya Sayyid Qutb, al-Jawāhir fi Tafsīr Alquran karya Tantāwi Jauharī (Mannā‘ al
-Qattān: 1973: 371-373), al-Islām Yatahaddā karya Wahid ad-Dīn Khan, al-Islām
fī ‘Asri al-’Ilmī karya Muhammad Ahmad Gamrawī, al-Wiza wa ad-Dawā’ karya Jamal ad-Dīn al-Fandi dan Alquran wa al-‘Ilm al-Hadīs karya Abd ar-Razzāq Naufāl.
B. Tokoh-Tokoh dalam Corak Tafsir ‘Ilmī beserta Contoh-Contohnya
Untuk mempertajam pemahaman tentang tafsir ‘ilmī ini, akan dikemukakan uraian singkat mengenai beberapa tokoh beserta contoh penafsiran sebagai berikut:
1. Penafsiran Abū Hamīd al-Gazālī (450-505 H/ 1058-1111 M). Beliau
6
ينعبسو ةعبس ىويح نآرقلا
كلذ فعاضتي ثم ملع ةملك لك ذإ ملع تىئامو ملع فلأ
نطباو رهاظ ةملك لكل ذإ فاعضأ ةعبرأ
Sesungguhnya Alquran mencakup tujuh puluh tujuh ribu seratus ilmu. Setiap kalimat adalah ilmu yang dilipat gandakan empat kali, memiliki makna zāhir dan bātin.
ملع دارأ نم
نآرقلا ربدتيلف نيرخلآاو ينلولأا
Siapa yang menghendaki ilmu para awwalīn (klasik) dan para ākhirīn (modern) maka bertadabburlah dengan Alquran.
هلاعفأو هتاذ حرش نآرقلا فىو هتافصو لجو زع الله لاعفأ فى ةلخاد اهلك ملعلاف ةلملجباو
ةيانه لا مولعلا هذهو هتافصو
اهعمامج لىإ ةراشإ نآرقلا فىو اله
Setiap ilmu adalah manifestasi dari żat, sifat dan perbuatan Allah. Hal ini dijelaskan dan diisyaratkan secara keseluruhan dalam Alquran. Ilmu ini tidak terbatas, akan tetapi terjadi perbedaan pendapat dan rasionalitas terhadap hal itu, sehingga memerlukan teori-teori dan dalil-dalil yang hanya dipahami oleh para ahli (al-′Imām al-Gazālī, t.t: 290).
Dalam perkembangannya al-Gazālī kemudian juga memetakan ilmu-ilmu Alquran dalam dua bagian, yaitu:
،رشقلاو فدصلا ملع ,لولأا
ملعو وحنلا ملعو ةغللا ملع :هتلامتشم نم لعجو
رهاظلا يرسفتلا ملعو فورلحا جرامخ ملعو تاءارقلا
نم لعجو بابللا ملع ،نىاثلاو
7
Pertama, ilmu-ilmu cangkang dan kulitnya, mencakup ilmu bahasa yang mengkaji kosakata dari segala aspeknya seperti nahwu dan sebagainya, juga yang berkaitan dengan cara membaca dan mengucapkan teks seperti qirā’at, makhārij al-hurūf (fonologi), atau juga ilmu tafsir secara tekstual zāhir. Kedua, ilmu-ilmu inti yang mencakup kisah-kisah umat terdahulu, ilmu kalam, fikih, usūl fiqh, ilmu tentang Allah (ma’rifatullah) dan hari akhir, ilmu tentang sirāt al-mustaqīm (jalan yang lurus) dan jalan sulūk (Muhammad Husain az-Zahabi, 2001: 350).
:ءارعشلا{ ]ِْينِفْشَي َوُهَ ف ُتْضِرَم اَذِإَو[ :لىاعت الله لاق امك ،ضرلماو ءافشلا
menyembuhkan aku” Q.S. asy-Syu‘arā’/26: 80, “Hai manusia, apakah yang telah
memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu meyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia
menyusun tubuhmu.”(Mujamma’: 1415: 579, 1032). Q.S. al-Infitār/82: 6-8, dan
dari ilmu-ilmu yang terdapat dalam Alquran adalah ilmu astronomi “Matahari dan
bulan (beredar) menurut perhitungan.” Q.S. ar-Rahmān/55: 5, “Dan matahari
berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui.”(Mujamma’: 1415: 885, 710),Q.S. Yāsīn/36: 38 (Muhammad
8
يرسفتلبا لوقلا فى لىازغلا ىحنم وحني ىطويسلا نيدلا للاج ةملاعلا دنج كلذك
نآرقلا نأ ىلع هب لدتسي ام رثالآاو ثيداحلأاو تيالآا نم قوسي هدنجو .ىملعلا
.مولعلا لك ىلع لمتشم
2. Setelah al-Gazālī, muncul nama Jalāl ad-Dīn as-Suyūtī (849-911 H / 1445-1505 M) yang juga dinilai mendukung pemahaman dan penafsiran ini. Hal ini ditujukkan melalui pengutipan beberapa ayat dan riwayat yang menunjukkan bahwa Alquran mencakup segala bentuk ilmu pengetahuan (Muhammad Husain az-Zahabi, 2001: 351), antara lain:
:ماعنلأا{ ٍءْيَش ْنِم ِبَاتِكْلا ِفى َانْطَّرَ ف َام
38
}
"Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam al-Kitāb." Q.S. al-‘An‘ām/6: 38.
:لحنلا{ ٍئْيَش ِ لُكِل ًناَايْبِت َبَاتِكْلا َكْيَلَع َانْلَّزَ نَو
89
}
“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala
sesuatu.” Q.S. an-Nahl/16: 89.
:ليق ،تنف نوكتس :لاق ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر نأ :هيرغو ىذمترلا هجرخأ امو
نيب ام مكحو ،مكدعب ام برخو مكلبق ام أبن هيف..الله باتك :لاق ؟اهنم جرخلما ام
مك
9
هلوق نم نوتسو ثلاث ملسو هيلع الله ىلص بينلا رمع نأ طبنتسا هنأ ةلدلأا هذه قوسي
:نوقفانلما{ ]اَهُلَجَأ َءاَج اَذِإ اًسْفَ ن ُالله َرِ خَؤُ ي ْنَلَو[ لىاعت
11
}
Dari dalil-dalil tersebut as-Suyūtī memberikan interpretasi tentang umur Nabi Muhammad saw. yaitu 63 tahun sebagaimana dalam firman Allah “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu
kematiannya.”(Mujamma’: 1415: 938) Q.S. al-Munāfiqūn/63: 11 Muhammad
Husain az-Zahabi, 2001: 350-351).
3. Tokoh berikutnya adalah Muhammad Ibn ‘Abdullah Ibn Abi al-Fadl
as-Sulamī al-Mursī atau yang dikenal dengan Abu al-Fadl al-Mursī (w. 655 H/ 1257
M). Dalam tafsirnya al-Mursī mengatakan bahwa
لأا مولع نآرقلا عجم
ثم ،هب ملكتلما لاإ ةقيقح املع ابه طيح لم ثيبح ،نيرخلآاو ينلو
مظعم هنع ثرو ثم ،لىاعتو هناحبس هب رثأتسا ام لاخ ،ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر
سابع نباو دوعسم نباو ،ةعبرلأا ءافللخا لثم ،مهملاعأو ةباحصلا تاداس كلذ
Alquran mencakup ilmu klasik dan modern secara keseluruhan. Tiada yang mengetahuinya secara sempurna selain Allah, kecuali yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. dan diwariskan kepada para sahabat seperti al-Khulafā’ ar
-Rāsyidūn, Ibn Mas‘ūd, Ibn ‘Abbās dan sebagainya (Muhammad Husain
az-Zahabi, 2001: 352).
Dalam perkembangannya, generasi penerus sahabat tersebut menurut
al-Mursī tidak mampu merepresentasikan ilmu-ilmu tersebut secara baik dan
10
،هفاصنأو ،هبازحأو ،هروسو ،هتياآو ،هتاملك ددعو ،اهددعو ،هفورح جراخبم موق نىتعا
فورلحاو لاعفلأاو ءاسملأا نم نىبلماو هنم برعلمبا نىتعا موقو هتادجس ددعو هعبارأو
لماعلا
وأ دحاو نىعم ىلع لدي ام نادجول هظافلبأ نورسفلما نىتعاو ىدعتلماو مزلالاو ة
هدوجوو الله ةينادحو فى ةيعطقلا ةلدلأبا نويلوصلأا نىتعاو ىفلخا وأ رثكأ وأ ينينعم
ام اهنم تأرف هباطخ نىاعبم ةفئاط تنتعاو ،)نيدلا لوصأ( هملعو هتردقو همدقو هءاقبو
ىضتقي امو مومعلا ىضتقي
صنلاو رامضلإاو صيصختلاو زالمجاو ةقيقلحاو صوصلخا
رهاظلاو
،ءارقتسلااو لالحا باحصتساو خسنلاو يهنلاو رملأاو هباشتلماو مكلمحاو لملمجاو
تنتعاو ،عورفلاو لوصلأاو ماكحلأا رئاسو مارلحاو للالحا نم هيف ابم ةفئاط تنتعاو
لالخا مملأاو ،ةقباسلا نورقلا صصق نم هيف ابم ةفئاط
ركذو يرشبتلا و ديعولاو دعولاو ةي
ابم موق تىنعاو ،يااصولاو ضئارفلا ملعو ثيراولما نم هيف ابم موق ذخأو ,رانلاو ةنلجاو تولما
ءارعشلا رظنو ،جوبرلاو هلزانمو رمقلاو سمشلاو ليللاو راهنلا ىلع ةلادلا تيالآا نم هيف
او قايسلا نسحو مظنلا عيدبو ظفللا ةلازج نم هيف ام لىا
صلاخلماو عطاقلماو ئدابلم
و ةقيقلحا لىا رظن نمو ،نايبلاو عيدبلاو نىاعلما نمو بانطلإاو باطلخا فى نيولتلاو
.كلذ هبشأ امو ةبيلهاو فولخاو روضلحاو ءاقبلاو ءانفلا نم قئاقدلاو تاراشلإا
11
dan muta‘addī, menafsirkan secara tekstual, mencari dan menjelaskan kata yang memiliki satu, dua atau banyak makna, termasuk mengungkapkan makna yang tersembunyi, mencari dalil ke-Esaan, wujud, keabadian, kodrat, ilmu-Nya (usūluddīn), mencari dan memilah ayat-ayat yang umum, khusus, makna hakekat dan majāz, takhsīs, damīr, nas, żāhir, mujmal, muhkam, mutasyābih, ‘amr, nahyu, naskh, istishāb al-hāl, istiqrā’, mencari ayat-ayat yang berbicara tentang halal, haram, segala bentuk hukum dan aturan, dasar-dasar dan cabang-cabangnya, mencari ayat yang memuat kisah-kisah masa lampau, umat terdahulu (tārīkh), kemudian berkembang pada ayat-ayat tentang janji, ancaman, kabar gembira, mengingat mati, surga, neraka, mencari ayat-ayat yang berkaitan dengan warisan, farā’id dan wasiat, mencari ayat-ayat yang menunjukkan siang, malam, matahari, bulan dan peredarannya, rasi bintang (mawāqīt), menekankan aspek sastra seperti keindahan kata dan kalimat, susunannya, alur, permulaannya, berhentinya, selesainya, pemberian warna dalam pembicaraan (badī’, ma‘ānī dan bayān), menekankan aspek hakekat, isyarat dan yang bersifat metafisis seperti konsep fanā’, baqā’, hudūr, takut, kehebatan dan lain-lain (Muhammad Husain az-Zahabi, 2001: 353).
Menurut al-Mursī, ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu-ilmu yang dikenal oleh generasi awal (awwalūn) dalam tradisi Islam. Di luar ilmu-ilmu tersebut dalam Alquran juga terdapat ilmu-ilmu lain seperti medis dan kedokteran sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah swt.
:لحنلا{ ... ِساَّنلِل ٌءاَفِش ِهْيِف ُهُناَوْلَأ ٌفِلَتُْمخ ٌباَرَش...
69
}
Artinya: “…minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” Q.S. an-Nahl/16: 69
(Mujamma’, 1415: 412).
Ilmu tentang astronomi terdapat dalam firman Allah swt.
فاقحلأا{...ٍمْلِع ْنِم ٍةَرَثاَأ ْوَأ...
:
12
Artinya: “…atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu)…” Q.S. al
-Ahqāf/46: 4 (Mujamma’, 1415: 882).
Juga ilmu arsitektur sebagaimana firman Allah swt.
ِبَهَّللا َنِم ِنىْغُ ي َلاَو ٍلْيِلَظ َلا ٍبَعُش ِثَلاَث ْىِذ ٍ لِظ َلىِإ اْوُقِلَطْنِا
Artinya: “Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga cabang.Yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka.” Q.S. al
-Mursalāt/77: 30-13 (Mujamma’, 1415: 1010).
13
menutupinya dengan daun-daun surga…” Q.S. al-′A‘rāf/7: 22 (Mujamma’ ,1415:
223), pandai besi, “Berilah aku potongan-potongan besi…” Q.S. al-Kahfi/18: 96
(Mujamma’, 1415: 458), ”tukang kayu, “Dan buatlah bahtera itu dengan
pengawasan dan petunjuk wahyu Kami…” Q.S. Hūd/11: 37 (Mujamma’, 1415:
332), memintal, “perempuan yang menguraikan benang-benangnya…” Q.S. an
-Nahl/16: 92 (Mujamma’, 1415: 416), menenun, “…seperti laba-laba yang
membuat rumah…” Q.S. al-‘Ankabūt/29: 41 (Mujamma’, 1415: 634), bertani,
“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam” Q.S. al-Wāqi‘ah/56: 63
(Mujamma’, 1415: 896), berburu & menyelam, “Dan (Kami) tundukkan pula
kepadanya syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam.” Q.S. Sad/38:
37 (Mujamma’, 1415: 737), kerajinan emas dan perak, “Dan kaum Musa, setelah
kepergian Musa ke gunung thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka
anak lembu yang bertubuh…” Q.S. al-′A‘rāf/7: 148 (Mujamma’, 1415: 224),
‘Alaq/96: 4(Mujamma’, 1415: 1079), pembuat roti, “…bahwa aku membawa roti
di atas kepalaku…” Q.S. Yūsuf/12: 36 (Mujamma’, 1415: 354), memasak
“…daging anak sapi yang dipanggang.” Q.S. Hūd/11: 69 (Mujamma’, 1415: 338),
mencuci, “Dan pakaianmu bersihkanlah.” Q.S. al-Mudassir/74: 4 (Mujamma’,
1415: 992), jagal, “…kecuali yang sempat kamu menyembelihnya…” Q.S. al
-Mā’idah/5: 3 (Mujamma’, 1415: 157), tukang batu, “Dan kamu pahat sebagian
dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah dengan rajin.” (Mujamma’, 1415: 584) Q.S. asy-Syu‘arā’/26: 149 (Muhammad Husain az-Zahabi, 2001: 354-355).
Penyebutan nama-nama tokoh tafsir ‘ilmī ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk memihak salah satu mazhab dalam Islam, melainkan dalam rangka menyuguhkan data-data generasi pertama (pionir) yang dinilai telah memulai kajian mereka tentang corak tafsir ‘ilmī.
Contoh lain dari corak tafsir ‘ilmī adalah penafsiran ayat-ayat yang berhubungan dengan teknologi modern seperti:
14
Artinya:
Dan suatu tanda kekuasaan Allah yang besar bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan. Dan kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai pada suatu ketika.Q.S. Yāsīn/36: 41-44 (Mujamma’, 1415: 711).
Pada ayat 41-44 ini Allah mengajak manusia untuk memperhatikan alat-alat transportasi baik di laut, darat maupun udara di samping perihal keselamatan dalam perjalanan. Seperti kapal laut dan sarana transportasi laut modern, kereta api dan mobil kontainer. Juga mencakup sarana penemuan transportasi pribadi seperti mobil dan motor sebagai ganti kuda atau keledai pada zaman sebelumnya. Maka perkembangan teknologi di abad ini bukan merupakan hal yang aneh, karena telah diisyaratkan Alquran melalui ayat 42 surat Yāsīn ini (Nasruddin Baidan dan Erwati Aziz, 2009: 70-71).
Tentang problematika kerusakan lingkungan salah satunya tercantum dalam Alquran surat al-′A‘rāf/ 7: 85 sebagai berikut:
:فارعلأا{ ...اَهِحَلاْصِإ َدْعَ ب ِضْرَلأْا ِفى اْوُدِسْفُ ت َلاَو...
85
}
Ilmu pengetahuan modern menetapkan bahwa manusia telah berbuat
‘kejahatan’ dalam mempergunakan sumber-sumber alam yang disediakan Allah
15
Bukti-bukti di atas telah menunjukkan dengan sangat jelas akan eksistensi ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bila ditelusuri di dalam Alquran terdapat sekitar 750 ayat-ayat ilmiah (Muhammad Kamil Abdussamad, 2002: 28). Di dalamnya mencakup berbagai macam ilmu pengetahuan yang diungkapkan sebagai bukti kemukjizatan Alquran.
Ilmu pengetahuan modern telah membuktikan bahwa tidak ada realita ilmiah yang kontradiksi dengan isi kandungan Alquran. Perbedaan yang dituduhkan terhadap Alquran sebenarnya timbul dari hakekat qurani yang salah tafsir. Manakala ditemukan ayat-ayat Alquran yang terindikasi kontra dengan teori-teori ilmiah maka kaji ulang terhadap kandungan ayat-ayat tersebut merupakan solusi terbaik yang harus dilakukan.
Pada dasarnya tidak pantas membuktikan Alquran dengan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Tapi keduanyalah yang wajib dibuktikan dan dicarikan dasarnya dari ayat-ayat Alquran. Hal ini disebabkan fakta dan realita bahwa Alquran memiliki tingkat kebenaran yang paling benar. Alquran merupakan firman Allah sedangkan penemu ilmu pengetahuan dan teknologi adalah manusia. Dengan demikian mukjizat Alquran terletak pada kepioniran dalam menyatakan hal-hal yang baru saja ditemukan oleh penelitian ilmiah. (Muhammad Kamil Abdussamad, 2002: 11-12).
C. Kelebihan Corak Tafsir ‘Ilmī
Di antara kelebihan corak tafsir ‘ilmī adalah: 1. Menjawab tantangan zaman
16
tidak ada masalah kehidupan melainkan ada jalan keluarnya sesuai tuntunan syariat.
2. Praktis dan sistematis
Dalam memecahkan suatu masalah corak tafsir ‘ilmī disusun secara praktis sesuai dengan permasalahan yang dihadapi pada kurun masa tertentu. Sehingga sangat memungkinkan bagi umat untuk mendapatkan petunjuk Alquran dengan mudah.
3. Dinamis
Corak tafsir ‘ilmī hadir dengan membawa angin segar dalam tradisi keilmuan modern sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini akan memberikan daya tarik tersendiri bagi umat untuk mengamalkan ajaran-ajaran Alquran.
D. Kekurangan Corak Tafsir ‘Ilmī
Selain memiliki kelebihan, corak tafsir ‘ilmī juga tak luput dari kekurangan. Adapun kekurangan corak ini antara lain adalah:
1. Bersifat temporal
17
demikian ayat selalu terbuka (untuk interpretasi) baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal (Abuddin Nata, 1998: 213).
2. Adanya kecendrungan keteledoran dan keberlebihan penafsiran
Hal ini terkait dengan usaha beberapa kalangan mufassirīn dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran untuk mendukung penafsiran ilmiah atau teori-teori kontemporer yang muncul berkenaan dengan perkembangan kehidupan umat (Abuddin Nata, 1998: 97).
E. Kontra Tafsir ‘Ilmī
Munculnya penafsiran dengan corak ‘ilmī ternyata belum dapat diterima bahkan dinilai kontra oleh beberapa mufassirun. Dalam ijtihad mereka ayat-ayat Alquran diturunkan dengan kesempurnaan petunjuk tentang segala aspek dalam dimensi kehidupan manusia. Sehingga penafsiran secara ilmiah dianggap mereduksi kandungan ayat-ayat Alquran.
Salah seorang tokoh yang kontra dengan penafsiran model ini adalah Abū
Ishāq asy-Syatibī (w. 790 H/ 1388 M).
،قلاخلأا مراكبم ءانتعا مهئلاقعل ناكو ،سانلا اهركذ مولعب ءانتعا اله ناك برعلا نا
ام تلطبأو هيلع تدازو حيحص وه ام اهنم ةعيرشلا تححصف ميشلا نساحبم فاصتاو
.هنم رضي ام راضمو كلذ نم عفني ام عفانم تنيبو لطبا وه
مولعلا نم ركذ ثم
و برلا فى ءادتهلاا نم هب صتيَ امو موجنلا ملع :ابه ءانتعا برعلل ناك تىلا ةحيحصلا
ُمُكَل َلَعَج ىِذَّلا َوُهَو[ .نىعلما اذبه قلعتي امو اهيرس فلاتخبا نامزلأا فلاتخاو رحبلا
ا{ ]ِرْحَبْلاَو ِ َبرْلا ِتاَمُلُظ ِفى اَِبه اْوُدَتْهَ تِل َمْوُجُّنلا
:ماعنلأ
18
Menurutnya Alquran diturunkan mempertimbangkan kemaslahatan penerimanya dengan menunjukkan berbagai ilmu yang berguna dan mampu diterima oleh rasionalitas masyarakat Arab waktu itu. Syari’at tersebut menyempurnakan hal-hal yang telah ada sebelumnya dan membatalkan yang batil di dalamnya, termasuk menjelaskan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat bagi mereka (menurut as-Syatibī, ramal dan perdukunan merupakan pengetahuan yang tergolong batil). Sementara di antara ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat Arab waktu itu, di antaranya: astronomi yang dapat menjadi petunjuk di darat dan laut, perbedaan waktu dan yang berhubungan dengannya, “Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya
petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut…” Q.S. al-′An‘ām/6: 97
(Mujamma, 1415: 203), meteorologi, “Dialah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan
mendung. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah…” Q.S. ar-Ra‘d/13: 12
-13 (Mujamma, 1415: 370), sejarah, “Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara
19
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan…” Q.S. al-′A‘rāf/7: 31 (Mujamma, 1415: 225), sastra “Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu
bagi sebagian yang lain.” Q.S. al-Isrā′/17: 88 (Mujamma, 1415: 437) dan
perumpamaan, “Dan sesungguhnya telah kami buat dalam Alquran ini segala
macam perumpamaan untuk manusia…” (Mujamma, 1415: 650) Q.S. ar-Rūm/30:
58 (Muhammad Husain az-Zahabi, 2001: 355-356).
Asy-Syatibī juga mengemukakan bahwa salaf as-sālih para sahabat dan
tabi‘īn adalah orang-orang yang mengetahui segala sesuatu yang terkait dengan Alquran dan ilmu-ilmunya, akan tetapi tidak ada ungkapan-ungkapan mereka yang menunjukkan atau setidaknya berkaitan dengan sains. Hal itu menurutnya merupakan salah satu bukti bahwa Alquran tidak ditujukan sebagai penjelas atas segala problematika ilmu pengetahuan.
Senada dengan hal itu, aż-Żahabī juga menunjukkan beberapa kelemahan
dalam penafsiran model tafsir ‘ilmī ini, di antaranya:
،مويلا لىإ الهامعتسا ندل نم دحاو نىعم دنع فقت لم ظافللأا نأ كلذو :ةيوغللا ةيحانلا
،ةفلتمخ تلالاد ظافللأا نم يرثكل ناكف ،اهتللاد تجردتو ظافللأا ةايح تجردت لب
ةملكلل ةفلتخلما نىاعلما روهظ خيرتاو جردتلا اذه ديدتَ نع ائيش فرعن لا انك نإو ننحو
ببارأ حلاطصبا ثداح ةدحاولا ةملكلل نىاعلما ضعب نبأ عطقن نأ عيطتسن ةدحاولا
ظافلأ مهف فى بيجعلا عسوتلا اذه عسوتن نأ كلذ ذعب لقعي لهف ،نونفلاو مولعلا
نيذلا برعلل فرعت لمو نآرقلا
؟مهيلع نآرقلا لزن
20
يرسفتلا ببارأ بهذم انبهذ ننح اذإف ،ةغلابلا تاجرد ىلعأ فى نآرقلا نأ مولعمو
ةثدحتسلما نىاعلما هذله ةلمحتم هظافلأو ،مولعلا لكل نمضتم نآرقلا نبأ انلقو ىملعلا
ةغلاب شديَ ابم لاإ اهنم انل صلاخ لا ةطرو فى انسفنأ انعقولأ
نآرقلا
ةيداقتعلاا ةيحانلا :اثلثا
لىإ ثدحتي وهف ،نامزو رصع لكل عفنا هماظنو ،ناوللما بقاعت ام قبا يْركلا نآرقلا
انبهذ ننح اذإف ،اهيلع نمو ضرلأا الله ثري نأ لىإ هلوزن ندل نم اعيجم سانلا لوقع
.ةفلتخلما مولعلا نم عماولجا ردصم هانلعجو ئيش لك نآرقلا لميح نم بهذم
دعاوقو
نأ لقعي لهف .اهؤطخ هل رهظ هنلأ ءاقب لاو اله رارق لا تيارظن نم هيلع موقت امو مولعلا
فىانتلا نم اهنيب ام ىلع ةيملعلا دعاوقلاو تيارظنلا هذه عيملج لامتمح نآرقلا نوكي
؟اذه دعب نآرقلا قدصي نأ لقعي لهف لاوقعم اذه ناك اذإو ؟داضتلاو
21
2. Aspek Retoris: Alquran dikenal memiliki nilai dan kualitas retorika yang tinggi sehingga selalu terdapat korelasi dalam sebuah ayat dengan ayat-ayat yang lainnya termasuk dari aspek pemaknaannya. Adanya anggapan bahwa Alquran mencakup seluruh ilmu pengetahuan, bahkan mengaitkan ayat-ayat Alquran dengan istilah-istilah sains dan ilmu pengetahuan tanpa memperhatikan korelasinya dengan ayat-ayat yang lain adalah sesuatu yang mengurangi ketinggian nilai Alquran.
3. Aspek Akidah: Alquran adalah kebenaran mutlak yang diturunkan kepada seluruh manusia secara sempurna, tidak akan pernah lekang dimakan waktu sehingga selalu dapat di dipahami dan diaplikasikan sepanjang masa. Sementara kebenaran temuan ilmiah adalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif, dalam arti bahwa teori-teori sains tersebut dapat diruntuhkan oleh teori lain sebagaimana dikenal dalam dunia saintifik. Mensejajarkan ayat-ayat Alquran dengan teori dan temuan-temuan saintifik dengan demikian merupakan sesuatu yang tidak bisa diterima karena jika teori-teori tersebut runtuh maka kebenaran Alquran seolah-olah juga runtuh (Muhammad Husain az-Zahabi, 2001: 359-361).
F. Urgensi Tafsir ‘Ilmī
Bila diamati dalam Alquran terdapat dua bentuk relitas, yaitu realitas yang dapat didekati dengan pengalaman empirik melalui eksperimen dan observasi, dan realitas yang berada di luar jangkauan pengalaman inderawi (metafisik). Realitas empiris dijabarkan dan dipahami melalui penalaran, sementara realitas metafisik lebih memerlukan pendekatan iman (Rohimin, 2007: 86). Realitas metafisik diartikan sebagai realitas yang berada di luar persepsi manusia dan tidak dapat dibuktikan melalui observasi ilmiah.
22
penafsiran tersebut kemungkinan tidak lagi relevan dengan kondisi umat pada zaman ini. Hal ini membutuhkan adanya penafsiran baru yang logis dan realistis. Penafsiran ayat-ayat Alquran sesuai dengan konteksnya yaitu situasi dan permasalahan masa kini.
Penafsiran ayat-ayat Alquran secara ilmiah ditujukan untuk meluaskan cakupan hakikat dari ayat-ayat Alquran. Kemudian memperdalam berbagai makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga mengakar dalam jiwa dan pemikiran manusia dengan jalan mengambil hikmah dari ekplorasi teori-teori keilmuan kontemporer yang tercakup dalam makna-maknanya.
Isyarat untuk mengkaji ayat-ayat Alquran dalam ranah ilmu pengetahuan telah tersirat melalui petunjuk Allah pada peristiwa Isrā’ dan Mi‘rāj Nabi Muhammad saw. Sebagai diketahui bahwa kendaraan yang digunakan oleh beliau pada saat itu (buraq) memiliki kecepatan yang sangat tinggi, sehingga sesuai dengan namanya digambarkan seperti kilat. Fakta ilmiah ini kemudian dibuktikan dengan lahirnya teori kecepatan cahaya.
Dengan bertitik tolak pada indikasi kebutuhan di atas, maka corak tafsir ‘ilmī sangat urgen posisinya dalam khazanah intelektual Islam. Penafsiran corak ‘ilmī memberikan solusi bagi penyelesaian persoalan-persoalan umat sesuai dengan masanya.
G. Perkembangan Tafsir ‘Ilmī
23
Eropa di kawasan Muslim, semisal pendudukan Inggris di Mesir (1300 H/ 1882 M).
Berbagai pembicaraan hubungan antara Alquran dan berbagai ilmu pengetahuan pada masa ini tercatat dalam berbagai tulisan, di antaranya:
1. Muhammad Ibn Ahmad al-Iskandarānī dengan karyanya Kasyf al-Asrār an-Nūrāniyyah al-Qur’āniyyah, fīmā Yata‘allaqu bi al-Ajram as-Samāwiyyah, wa al-Ardiyyah wa al-Hayawānāt wa an-Nabātāt wa al-Jawāhir al-Ma‘daniyyah, ditulis dalam 3 (tiga) jilid, dipublikasikan di Kairo (1297 H/ 1880 M) beberapa tahun sebelum penjajahan Ingrris, di dalamnya mendiskusikan tentang benda-benda angkasa, bumi, hewan-hewan, serangga-serangga, mineral dan sebagainya. Karyanya yang lain Tibyān al-Asrār ar-Rabbāniyyah, dipublikasikan (1331 H/ 1883 M) setelah penjajahan Inggris.
2. ‘Abdullah Basya Fikrī dengan karyanya Muqāranah Ba‘d al-Mabāhis al
-Hai′ah (1315 H/ 1897 M).
3. ‘Abdurrahmān al-Kawākibī dengan karyanya Tabā‘i’ al-Istibdād wa
Masyāri‘ al-Istibdād (1318 H/ 1900 M).
4. Mukhtār al-Gāzī dengan karyanya Riyād al-Mukhtār.
5. Mustafā Sadīq ar-Rafi‘ī I’jāz Alquran.
6. Taufīq Sidqī dengan karyanya ad-Dīn fi Nazar al-‘Aql as-Sahīh (1323 H/
1905 M) dicetak ulang (1346 H/ 1927 M) dan Durūs Sunan Kā’ināt, Muhadarāt Tibiyyah ‘Ilmīyyah Islāmiyyah (1328 H/ 1910 M) tentang ilmu kimia, biologi dan sebagainya.
7. Tantawi Jauharī, al-Jawāhir fī Tafsīr Alquran al-Karīm (1341 H/ 1922 M)
dan Alquran wa al-‘Ulūm al-‘Asriyyah (1344 H/ 1925 M).
8. ‘Abdul ‘Azīz Ismā‘īl, al-Islām wa at-Tib al-Hadīs tulisan-tulisannya dalam
24
9. Abdurrahmān Syahin, I‘jāz Alquran wa al-Iltisāfāt al-Hadīsah (1369 H/
1950 M).
10. Farid Wajdi (1292-1359 H/ 1875-1940 M) dengan al-Mushaf al-Mufassar dan 10 jilid ensiklopedi berjudul Dā΄irāt Ma‘ārif al-Qarn ar-Rābi‘ ‘Asyr al
-Untuk memperjelas gambaran tentang perkembangan tafsir ilmi ini selanjutnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Perkembangan Tafsir Ilmi dari Masa ke Masa
No Masa Nama Kitab Tafsir Penulis
1
Awal (450-950 H/
1050-1510 M)
Jawāhir Alquran Abū Hamīd al-Gazālī at-Tafsīr al-‘Ilmī Jalāl ad-Dīn as-Suyūtī at-Tafsīr al-Mursī Abu al-Fadl al-Mursī
25
Hayawānāt wa an -Nabātāt wa al-Jawāhir
al-Ma‘daniyyah Tibyān al-Asrār ar
-Rabbāniyyah
Muhammad Ibn Ahmad
al-Iskandarānī
Muqāranah Ba‘d
al-Mabāhis al-Hai′ah ‘Abdullah Basya Fikrī
al-Islām fī‘Asri al-’Ilmī Muhammad Ahmad Gamrawī
No Masa Nama Kitab Tafsir Penulis
3
Akhir (1318 H/1900 M-
sekarang)
Tabā‘i’ al-Istibdād wa Masyāri‘ al-Istibdād
‘Abdurrahmān al
-Kawākibī
Riyād al-Mukhtār Mukhtār al-Gāzī I’jāz Alquran Mustafā Sadīq ar-Rafi‘ī ad-Dīn fi Nazar al-‘Aql
as-Sahīh Taufīq Sidqī Durūs Sunan Kā’ināt,
Muhadarāt Tibiyyah ‘Ilmīyyah Islāmiyyah
Taufīq Sidqī
26
Alquran al-Karīm Alquran wa al-‘Ulūm al
-‘Asriyyah Tantawi Jauharī al-Islām wa at-Tib
al-Hadīs ‘Abdul ‘Azīz Ismā‘īl I‘jāz Alquran wa al
-Iltisāfāt al-Hadīsah Abdurrahmān Syahin al-Mushaf al-Mufassar Farid Wajdi Da’irāt Ma‘ārif al-Qarn
ar-Rābi‘ ‘Asyr al-‘Isyrīn Farid Wajdi an-Nazariyyāt al
-‘Ilmīyyah fi Alquran Husain al-Harwi Mu’jizat Alquran fī Wasf
al-Kā’ināt Hanafi Ahmad at-Tafsīr al-’Ilmī li al
-Ăyāt al-Kauniyyah Hanafi Ahmad al-Jānib al-’Ilmī fī
Alquran Salāh ad-Dīn al-Khattāb Tafsīr al-Manār Rasyīd Ridā
No Masa Nama Kitab Tafsir Penulis
3
Akhir (1318 H/1900 M-
sekarang)
27
Di era perkembangan ini, arah perdebatan banyak berkutat pada sekitar persoalan apakah ilmu pengetahuan non-Islam dan non-Arab dari Barat dapat diterima di kalangan Muslim, atau apakah pemakaian mesin-mesin teknik Eropa diperbolehkan menurut hukum Islam dan sebagainya. Ada juga yang berupaya mengembalikan kejayaan Islam dalam mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan, juga kondisi ekonomi, sosial dan politik sebagaimana periode keemasan Islam pada masa dinasti Abbasiyah sebagai bentuk upaya menyaingi kemajuan teknologi Barat dan Eropa.
Penutup
Penafsiran Alquran secara ilmiah merupakan usaha pengejawantahan petunjuk dan ajaran Alquran secara totalitas khususnya dalam bingkai ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Alquran tidak akan pernah kering dari penafsiran dan interpretasi yang terus berkembang dari masa ke masa. Corak tafsir ‘ilmī sebagai salah satu bentuk produk ijtihad digunakan oleh mufassirun untuk mengungkap mukjizat ilmiah dalam Alquran.
Kegiatan penafsiran Alquran dengan corak ‘ilmī telah dimulai oleh para mufassirun terdahulu, diteruskan oleh mufassirun era kontemporer dan akan terus
berlanjut seiring dengan kebutuhan umat manusia akan adanya legitimasi Alquran terhadap teori-teori ilmiah. Bukti-bukti bahwa ayat-ayat Alquran berbicara tentang ilmu pengetahuan serta teknologi dapat ditemukan secara jelas dan nyata dalam karya-karya tafsir para mufassirun tersebut. Hal ini semakin memperkokoh keyakinan bahwa risalah yang dibawa Alquran benar-benar lengkap adanya.
28
Alquran tidak ditujukan sebagai penjelas atas segala problematika ilmu pengetahuan.
Pro dan kontra yang terjadi dalam pembahasan corak tafsir ‘ilmī ini hendaknya bisa melahirkan sikap lapang dada dan tasāmuh yang tinggi, sehingga perbedaan persepsi tidak menyebabkan retaknya jalinan ukhuwah. Hal ini mengingat masing-masing golongan memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan. Terlepas dari dua hal tersebut, corak tafsir ‘ilmī memiliki kelebihan dan kekurangan sebagaimana telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya.
Daftar Pustaka
Abdussamad, Muhammad Kamil, al-′I‘Jāz al-‘Ilmī fī al-Islam Alquran al-Karīm, terj. Alimin, Mukjizat ‘Ilmīah dalam Al-Qur´an, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002.
al-Qattān, Mannā‘, Mabāhis fī ‘Ulūm Alquran, Mansyūrāt al-‘Asri
al-Hadīs, 1973.
Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, cet. 3, 2005.
aż-Żahabī, Muhammad Husain, at-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Kairo:
Maktabah Wahbah, jilid I, cet. 8, 2003.
29
Baidan, Nashruddin dan Erwati Aziz, Tafsir Kontemporer Surat Yāsīn, Solo: Tiga Serangkai, 2009.
Gazālī, al-′Imām, ′Ihyā′ ‘Ulūmiddīn, Indonesia: al-Haramaian, tt.
J.J.G. Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, Leiden: E.J. Brill, 1974.
Mujamma‘ al-Mālik Fahd li at-Tibā‘at al-Mushaf asy-Syarīf, Al-Qur´an
dan Terjemahnya, Kerajaan Saudi Arabia: Madinah Munawwarah, 1415.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Penyusun, Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet. 3, 2003.