PENERAPAN IPTEKS BAGI KELOMPOK AGRIBISNIS
KAMBING DI KELURAHAN GOGAGOMAN KECAMATAN
KOTAMOBAGU BARAT KOTA KOTAMOBAGU
Artise H.S. Salendu, Arie Dp. Mirah, F.S.G. Oley, Ingriet D.R. Lumenta, dan F.H. Elly
Department of Social Economic, Faculty of Animal Husbandry, The University of Sam Ratulangi, Manado, North Sulawesi
Corresponding author email: artisesalendu@yahoo.com
ABSTRACT
Goats is one animal that is cultivated by society of West Kotamobagu. The farming of cattle is one source of revenue for group members of agribusiness goat, but productivity of the goat livestock is low. The problem knowledge of the group members' about the use of cages and feed quality is low. Based on thes problems has been to empower the members of the group through the application of science and technology (IbM). This approach to the group is through extention and training. Cage goats have been introduced to improve the knowledge of the group members to its utilization. Grass Brachiria rusinensis (Br) have been introduced so that group members can utilize their land and quality of feed consumed by goats increased. In conclusion, members of the group responded well application science and technology activities, the activities carried out successfully 100 percent. Outcomes that have been achieved in the application of science and technology activities is the availability of the cage, land of grass and quality grass, Brachiaria ruzizinensis (Br). Advice given is the need to provide guidance to members of the group for the sustainability of the development of business oriented of goats as well as the development of liquid and solid fertilizer.
Keywords : science and technology, Group, Goat
PENDAHULUAN
Kelurahan Gogagoman memiliki 2 kelompok tani ternak kambing yang telah mendapat bantuan.
Kelompok ini merupakan kelompok LM3 Bohusami dan Bulawanberdiri sejak tahun 2008, tahun 2009
mendapat bantuan dari pemerintah. Tujuan kelompok ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya dari usaha ternak kambing. Berdasarkan data BPS Kota Kotamobagu (2011), Kota
Kotamobagu memiliki populasi ternak kambing terbanyak dibanding daerah lain. Hal ini yang menjadi
alasan sehingga ternak kambing di Kota Kotamobagu mendapat perhatian dari pemerintah. Ternak
kambing merupakan jenis ternak yang sudah lama dibudidayakan di kelurahan Gogagoman.
Pemeliharaannya tidak sulit karena pakannya cukup beragam. Berbagai jenis hijauan dapat dimakannya
dan daun-daunan yang cukup digemari antara lain daun turi, lamtoro dan nangka. Permasalahannya
apabila pakan yang dikonsumsi hanya berupa daun-daunan maka peningkatan produksi akan lambat. Hal
inilah yang masih dilakukan oleh kelompok Bohusami dan Bulawan. Pengetahuan anggota kelompok
tentang pakan yang berkualitas masing sangat rendah. Pakan ternak kambing terdiri dari 2 yaitu berupa
hijauan dan konsentrat berupa dedak padi (Prabowo, 2010). Dedak padi belum dimanfaatkan oleh anggota
kelompok, padahal Kota Kotamobagu merupakan daerah sawah artinya dedak padi mudah diperoleh.
Ternak kambing di Kota Kotamobagu hanya dibiarkan merumput di lahan-lahan pertanian
ataupun ternak diikat di halaman rumah dan anggota kelompok mencari rumput di lahan-lahan pertanian.
Hal inilah merupakan penyebabnya sehingga produktivitas ternak kambing rendah, yang ditunjang bibit
ternak kambing yang digunakan adalah bibit lokal dengan tampilan tubuh relatif kecil. Nilai jual ternak
yang layak sebagai sumber daging dan bernilai ekonomis (umur diatas 8 bulan) membutuhkan waktu
pemeliharaan yang relatif lama. Jenis kambing yang dipelihara adalah jenis kambing kacang. Kambing ini
merupakan jenis kambing asli (lokal) Indonesia (Indigenous breed) (Brata et al, 2012 dan Purbowati et al,
2012).
Beberapa permasalahan nyata dalam usaha peternakan kambing yang masih akan dihadapi pada
masa mendatang antara lain: 1) masalah peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing; 2) masalah
suplai secara berkelanjutan; 3) masalah expor dan impor; dan 4) masalah penyakit (KaroKaro, 2005).
Kondisi di Kota Kotamobagu menunjukkan juga bahwa produktivitas ternak kambing rendah.
Disisi lain harga ternak kambing cukup mahal sehingga pemasarannya agak sulit. Pemasaran ternak
kambing cukup baik apabila menjelang hari raya idul fitri dan idhul adha. Pada saat ini permintaan cukup
tinggi tetapi tidak bisa dipenuhi oleh kelompok karena populasi ternak sedikit. Jumlah pemilikan ternak
kambing oleh anggota kelompok 5-15 ekor per anggota kelompok. Kondisi ini mengakibatkan usaha
ternak kambing masih sulit mengarah ke agribisnis. KaroKaro (2005) mengemukakan bahwa sistim usaha
ternak tradisionil yang relatif berskala rendah (dibawah 5 ekor induk), akan sulit untuk mentransformasi
usaha dari tradisionil menjadi agribisnis yang mampu menopang ekonomi rumah tangga petani. Pola
usaha tradisionil sering dikategorikan sebagai usaha ternak yang tidak efisien secara ekonomi.
Permasalahan lain anggota kelompok tidak memiliki pengetahuan tentang agribisnis.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka dalam pengembangan ternak kambing diperlukan
suatu strategi pengembangan usaha pada kelompok agar dapat memunculkan keunggulan kompetitif
dalam bersaing dengan para kompetitor.Sebelum pengembangan usaha diimplementasikan, terlebih
dahulu telah diadakan identifikasi masalah di Kelurahan Gogagoman. Hasil analisis sensitivitas Dodo
(2007) menunjukkan bahwa dengan menurunkan harga jual ternak menunjukkan bahwa usaha ini dapat
layak dijalankan selama penurunan harga ternaknya tidak lebih dari atau sama dengan 8%. Artinya
apabila ternak kambing di Kelurahan Gogagoman dilaksanakan dengan orientasi agribisnis maka harga
jual sekarang cukup mahal masih bisa diturunkan agar dapat dijangkau oleh konsumen.
Permasalahan di Kelurahan Gogagoman menunjukkan beberapa masalah prioritas, yaitu (1)
Produktivitas ternak kambing rendah, kelompok tidak menggunakan bibit unggul; (2) Pengetahuan
kelompok tentang seleksi bibit berkualitas masih rendah; (3) Belum menggunakan kandang. (4) Pakan
yang diandalkan hanya hijauan yang berkualitas rendah. (5) Pengetahuan tentang agroindustri sangat
rendah. Padahal dengan berusaha ternak yang berorientasi agribisnis dibutuhkan pengetahuan tentang
pengembangan industri rumahtangga.
Berdasarkan pemikiran dan permasalahan di atas maka telah dilakukan pemberdayaan melalui
penerapan tehnologi bagi anggota kelompok agribisnis ternak kambing di Kelurahan Gogagoman. Tujuan
kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan anggota kelompok agar mengembangan usaha
ternak kambing yang berorintasi agribisnis.
SUMBER INSPIRASI
Ternak kambing di Kota Kotamobagu memiliki potensi untuk dikembangkan. Ternak ini selain
dipelihara secara individu juga secara berkelompok. Data pengamatan dan diskusi dengan pemerintah
ternyata dalam pengembangan ternak kambing terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh anggota
kelompok. Berdasarkan permasalahan prioritas kelompok agribisnis kambing Bohusami dan Bulawan
maka diperlukan pemberdayaan terhadap anggota kelompok. Anggota masing-masing terdiri dari 20
orang, untuk efektifnya kegiatan pemberdayaan akan dilakukan bagi 6 orang anggota setiap kelompok.
Hal ini dilakukan sebagai percontohan. Penentuan sasaran dilakukan berdasarkan kesepakan dengan
Dinas Pertanian Peternakan Kota Kotamobagu.
METODE PELAKSANAAN
Pemberdayaan yang dilakukan untuk menangani beberapa masalah prioritas dengan
menggunakan dua metode yaitu penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan dilakukan terhadap 2 Kelompok
Agribisnis Ternak Kambing yaitu Kelompok Bohusami dan Bulawan yang masing-masing berjumlah 20
anggota. Penyuluhan bertujuan mengubah perilaku sumberdaya anggota kelompok ke arah yang lebih
baik. Beberapa falsafah penyuluhan adalah: (1) penyuluhan menyandarkan programnya pada kebutuhan
petani; (2) penyuluhan pada dasarnya adalah proses pendidikan untuk orang dewasa yang bersifat non
formal. Tujuannya untuk mengajar petani, meningkatkan kehidupannya dengan usahanya sendiri, serta
mengajar petani untuk menggunakan sumberdaya alamnya dengan bijaksana; dan (3) penyuluh bekerja
sama dengan organisasi lainnya untuk mengembangkan individu, kelompok dan bangsa. Materi
penyuluhan menyangkut : manajemen usaha ternak kambing, agribisnis menyangkut agroinput,
agroproduksi, agroindustri dan agroservis. Tim menyiapkan brosur-bosur untuk kegiatan penyuluhan.
Pelatihan dilakukan setelah penyuluhan terhadap anggota kelompok Bohusami dan Bulawan.
Pelatihan dimaksud adalah praktek penerapan teknologi yang dilakukan dengan melibatkan beberapa
dosen muda, mahasiswa S1 dan S2 (Manajemen Agribisnis), sebagai berikut : (1) Pemilihan bibit unggul
berdasarkan ternak kambing yang dimiliki kelompok maupun masing-masing anggota. (2) Pembuatan
kandang dan (3) Penanaman rumput berkualitas Brachiaria ruzizinensis (Br).
KARYA UTAMA
Penerapan ipteks bagi anggota kelompok tani ternak kambing telah dilakukan, karya utama yang
dihasilkan adalah : (1) Tersedianya kandang, (2) Tersedianya lahan untuk hijauan; (3) Tersedianya
hijauan berkualitas yaitu rumput Brachiaria ruziziensis (Br) (Gambar 1).
(1)
(2) (3)
Gambar 1. Karya Utama
ULASAN KARYA UTAMA
Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Kotamobagu merupakan salah satu kota yang terletak di
Provinsi Sulawesi Utara dan memiliki batas‐batas: Utara ‐ Kecamatan Passi Timur dan Passi Barat,
Kabupaten Bolaang Mongondow; Selatan ‐ Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow
Timur; Barat ‐ Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow; dan Timur ‐ Kecamatan Passi
Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow. Kota Kotamobagu secara administratif terbagi ke dalam 4
kecamatan dan 33 desa/kelurahan. Luas keseluruhannya mencapai 184,33 Km2. Salah satu kecamatan
adalah Kotamobagu Barat yang terdiri dari 6 desa/kelurahan termasuk kelurahan Gogagoman. Kelurahan
Gogagoman memiliki kelompok yang mengembangkan ternak kambing. Ternak kambing hanya
dibiarkan/diikat dengan mengkonsumsi sisa dapur dan daun-daun yang kualitasnya rendah. Padahal
menurut Rudiah (2011), ternak kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia penghasil daging
yang cukup potensial, juga menghasilkan kulit untuk keperluan industri (Suryanto et al, 2007).
Pemberdayaan anggota kelompok telah dilakukan dengan penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan
menyangkut agribisnis telah dilakukan dengan tujuan agar pengetahuan anggota tentang usaha ternak
kambing yang berorientasi agribisnis. Orientasi usaha oleh anggota kelompok saat ini adalah hanya
memperhatikan budidaya belum berorientasi bisnis. Usaha ternak kambing juga masih sebagai usaha
sambilan dengan system pemeliharaan tradisional. Menurut Abubakar (2006) dan Karokaro (2005),
secara konsepsional sistem agribisnis peternakan dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari
pengadaan atau penyaluran sarana produksi, budidaya ternak kambing, sampai kepada pengolahan hasil
serta pemasaran produk usaha ternak kambing. Suatu industri dapat berjalan dengan baik apabila ada
dukungan dari berbagai kelembagaan (termasuk Perguruan Tinggi, UNSRAT) yang difungsikan sesuai
dengan peranannya. Dalam hal ini, sistem agribisnis peternakan merupakan suatu sistem yang terdiri dari
berbagai sub sistem, yaitu subsistem sarana produksi (bibit ternak kambing, pakan), produksi dan
budidaya ternak kambing, pengolahan dan pasca panen produk (daging kambing, kulit, tanduk),
pemasaran, serta kelembagaan pendukung.
Subsistem sarana produksi difokuskan kepada kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana
produksi terutama bibit dan pakan. Pada subsistem ini anggota kelompok sebaiknya menyeleksi bibit dan
pengembangan selanjutnya berorientasi pada pembibitan. Anggota kelompok dapat menjual bibit ternak
untuk dimanfaatkan oleh petani peternak lain dalam mengembangkan usahanya. Subsistem budidaya
mencakup kondisi fisik agroklimat produksi, struktur peternak produsen dan skala usaha, performan dan
kendala berproduksi. Subsistem budidaya dapat dikembangkan oleh anggota kelompok dengan
memperhatikan tiga unsur yang saling terkait yaitu breeding, feeding dan management.
Subsistem pengolahan hasil yang berperan dalam prakarsa bentuk dan jenis produk olahan,
kendala dalam pengolahan hasil, kapasitas pengolahan, volume olahan dan harga produk. Penyuluhan
telah dilakukan dengan menekankan orientasi agroindustri apabila terjadi over produksi. Kondisi saat ini
anggota kelompok masih sering kekurangan suplai ternak kambing sehingga subsistem pengolahan hasil
belum bias dijangkau. Langkah langkah pokok ke depan dalam pengembangan agibisnis hasil ternak
kambing sebagai usaha meningkatkan nilai tambah yang lebih besar melalui pembangunan industri
pengolahan hasil peternakan yang mencakup: a). dukungan penyediaan bahan sarana produksi maupun
mesin dan peralatan pengolahan hasil ternak. b). peningkatan nilai tambah dari produk hasil ternak
melalui pertumbuhan industri kecil pedesaan maupun melalui pengembangan kelompok industri hulu dan
hilir.
Subsistem pemasaran mencakup rantai pemasaran domestik dan ekspor (produk primer atau
olahan), komposisi pelaku pemasaran dan kendala pemasaran hasil. Subsistem kelembagaan pendukung
meliputi sarana tataniaga (infrasruktur), jasa perbankan atau kredit dan kelembagaan pendukung lainnya.
Penyuluhan telah dilakukan dengan menekankan pada pemasaran yang antar provinsi, ke depannya bisa
di ekspor. Kondisi saat ini pemasaran ternak kambing masih terbatas pada lokasi Kota Kotamobagu.
Penjualan yang dilakukan pada saat ada hajatan oleh masyarakat tertentu, hari raya idul fitri dan lebih
banyak pada idul adha.
Pengembangan agribisnis yang berwawasan agroekosistem penting dilakukan bagi kelompok
agribisnis ternak kambing. Pengusahaan ternak kambing yang berorientasi agribisnis membutuhkan
perhatian baik oleh anggota maupun pemerintah dalam pengembangan dan standarisasi mutu hasil
produk. Stadarisasi tersebut sesuai dengan tuntutan konsumen, peluang-peluang pemasaran produk baik
pasar domestik maupun ekspor melalui sistem informasi pasar yang akurat, hubungan kelembagaan antara
petani, pengusaha dan pemerintah, dan peraturan perjanjian penanaman modal pada sub sektor
peternakan. Hal yang tidak kalah penting adalah teknologi dan informasi yang diperlukan untuk
menunjang sistem agribisnis ternak kambing perlu diusahakan secara simultan.
Menurut Sarwono (2002) dalam Dodo (2007), kambing merupakan salah satu jenis ternak yang
akrab dengan sistem usaha tani di pedesaan. Hal ini dikarenakan, ukuran tubuhnya tidak terlalu besar,
perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak per kelahiran sering lebih dari satu ekor, jarak
antar kelahiran pendek, dan pertumbuhannya cepat. Selain itu, kambing memiliki daya adaptasi yang
tinggi dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Ternak kambing masih dapat bertahan hidup di
lingkungan-lingkungan yang paling buruk. Keberadaan ternak kambing sebagai usaha di pedesaan
merupakan modal usaha yang baik untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat (Elizabeth, 2012).
Ternak kambing mempunyai peranan penting sebagai sumber pangan dalam bentuk daging,
sumber pendapatan, tabungan dan dapat dikembangkan sebagai industri kerajinan. Ternak kambing
sebagai sumber devisa karena dapat diekspor ke Negara lain yang membutuhkan. Menurut KaroKaro
(2005), negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia merupakan negara importir terbesar didunia untuk
ternak ruminansia kecil dengan volume impor lebih dari 30% dari total global impor kambing dan domba.
Negara tersebut mengimpor sekitar 5 - 9,3 juta ekor kambing/domba per tahun. Kondisi ini merupakan
peluang bagi peternak-peternak kambing termasuk peternak kambing di Kelurahan Gogagoman. Ternak
kambing dipelihara dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan material, adat, hiburan serta sosial
ekonomi (Dewanti et al, 2012).
Introduksi tehnologi pembuatan kandang telah dilakukan agar produktivitas ternak kambing
meningkat. Ke depan urine dan kotoran kambing dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair dan pupuk
padat. Ternak kambing dikandangkan sehingga kotoran dan urine dapat dikumpul dengan mudah
selanjutnya dapat dijadikan sebagai pupuk cair dan pupuk padat. Introduksi ternak kambing kemudian
dikandangkan dengan tujuan agar anggota kelompok dapat memanfaatkan kandang yang telah
diintroduksi dalam upaya pengembangan ternak kambing. Faktor produksi yang kurang diperhatikan
peternak diantaranya adalah penanganan kandang (Herlinae dan Yemima, 2012).
Introduksi tehnologi rumput khusus untuk pakan kambing telah dilakukan dengan memanfaatkan
lahan milik anggota kelompok. Lahan seluas 0.3 Ha telah dimanfaatkan dengan ditanamai rumput
Brachiaria ruziziensis (Br). Introduksi tehnologi yang telah dilakukan bagi anggota kelompok merupakan
percontohan dalam pengembangan ternak kambing yang berorientasi agribisnis. Introduksi rumput
berkualitas penting bagi keberhasilan ternak kambing. Pakan lokal bagi kambing adalah bahan-bahan
yang belum umum dimanfaatkan (inkonvesional), seperti hasil sisa tanaman (crop residues), hasil
ikutan/samping/limbah tanaman (crop-by products), dan hasil ikutan/ samping/limbah industri agro
(agroindustry by products) (Socheh et al, 2011). Menurut Mucra (2012), usaha penyediaan pakan ternak
sampai saat ini masih mengalami hambatan. Pengembangan ternak kambing dapat dilakukan dengan
memperhatikan sumber hijauan yang kontinyu (Saenab, 2005 dalam Elizabeth, 2012). Pengembangan
teknologi hijauan harus mempertimbangkan peluang integrasi dengan berbagai sistem usahatani yang ada
(Ibrahim, 2003).
KESIMPULAN
Penerapan ipteks melalui program IbM bagi kelompok agribisnis ternak kambing di Kelurahan
Gogagoman telah dilakukan dan direspon baik oleh anggota kelompok. Hasil yang diperoleh adalah
kandang, dan adanya lahan hijauan pakan seluas 0.3 ha yang ditanami rumput Brachiaria ruziziensis.
Saran yang disampaikan adalah perlu pendampingan baik oleh pemerintah maupun perguruan
tinggi.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada DP2M DIKTI yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk memperoleh dana pengabdian melalui Program Ipteks bagi Masyarkat (IbM) Tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. (2006). Strategi Peningkatan Kualitas Produk Melalui Teknologi Pascapanen Dalam Pengembangan Agribisnis Kambing. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, bogor.
BPS Kota Kotamobagu, (2011). Kotamobagu Dalam Angka. Kota Kotamobagu.
Brata, G.D., E. Kurnianto., Sutopo., E.T. Setiatin., E. Purbowati dan D. Samsudewa. (2012). Keragaan Protein Plasma Darah Kambing Kacang di Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 4, Inovasi Agribisnis Peternak untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Dewanti, D.R., E. Purbowati., D. Samsudewa., E.T. Setiatin., Sutopo dan E. Kurnianto. Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Kambing Kejobong di Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 4, Inovasi Agribisnis Peternak untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Dodo, E.S. (2007). Analisis Kelayakan Usaha Ternak Kambing Melalui Penelitian Aksi Partisipatif (Studi Kasus Kelompok Tani Harapan Mekar, Situgede, Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat). Tesisi. Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi. IPB.
Elizabeth, R. (2012). Potensi Pengembangan dan Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha Ternak Kambing di Jawa Barat Mendukung Peningkatan Pendapatan Peternak di Perdesaan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 4, Inovasi Agribisnis Peternak untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Herlinae dan Yemima. (2012). Pengetahuan Masyarakat Kasongan Terhadap Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Kambing. Media SainS, Volume 4 Nomor 1, April 2012: 31-36.
Ibrahim, T.M. (2003). Strategi Penelitian Hijauan Mendukung Pengembangan Ternak Kambing Potong di Indonesia. WARTAZOA Vol. 13 No.1 Th. 2003: 1-8.
KaroKaro, S. (2005). Kontribusi Usaha Peternak Kambing Dalam Pembangunan Pertanian. Lokakarya Nasional Ternak Potong. Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Medan.
Mucra, D.A. (2012). Penambahan Feses Kambing Sebagai Sumber Inokulum Dalam Proses Fermentasi Terhadap Kandungan Nutrisi dari Serat Buah Kelapa Sawit. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 4, Inovasi Agribisnis Peternak untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Prabowo. (2010). Budidaya Ternak Kambing (Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH). BPTP Sumatera Selatan, Palembang.
Purbowati, E., E. Kurnianto., Sutopo., E.T. Setiatin., D. Samsudewa dan T. Permatasari. (2012). Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Kambing Kacang di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 4, Inovasi Agribisnis Peternak untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Rudiah. (2011). Respon Kambing Kacang Jantan Terhadap Waktu Pemberian Pakan. Media Litbang Sulteng IV (1) Juni 2011 : 67-74.
Socheh, M., Ismaya., I.G.S. Budistria dan Kustantinah. (2011). Pengaruh Flushing Berbasis Pakan Lokal Terhadap Pertumbuhan dan Birahi Kambing Kejobong Betina Dewasa. Jurnal Sain Peternakan, No. 9 (2) September 2011: 53-64.
Suryanto, B., K. Budirahardjodan H. Habib. (2007). Analisis Komparasi Pendapatan Usaha Ternak Kambing Peranakan Ettawah (PE) di Desa Sambongrejo Kecamatan Sambong Kabupaten Blora. Journal of animal Agricultural Socio-Economics: 3 (1) January, 2007 : 1-5.