• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA JANJI MAULI 2.1 Kondisi Alam dan Geografis - Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM DESA JANJI MAULI 2.1 Kondisi Alam dan Geografis - Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Desa Janji Mauli pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda

merupakan sebuah kampung,15 yang dipimpin oleh Mangaraja Porkas Siregar16

sebagai kepala kampung. Secara administratif berada di bawah Kuria Baringin, yang

dipimpin oleh Sutan Parlindungan, tepatnya di Sipirok. Pengaruh Kuria Baringin

terhadap tatanan kehidupan pada masyarakat Janji Mauli sangat besar, mulai dari

pembangunan desa, adat, hingga agama masyarakat.

14

Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1984, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, hal. IV.

15

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda nama Huta diganti menjadi Kampung. Kampung dipimpin oleh seorang kepala kampung, dan Raja Pamusuk (RP) dan Raja Panusunan Bulung (RPB) yang memimpin Huta dihapuskan.

16

(2)

Pemukiman masyarakat desa Janji Mauli sudah sangat teratur sejak dahulu.

Rumah panggung yang dibangun berhadap-hadapan hingga membentuk sebuah

persegi panjang, dan dibelah oleh jalan untuk menuju desa tersebut. Di tengah-tengah

pemukiman, masyarakat membangun sebuah gereja sebagai tempat peribadatan

masyarakat. Jumlah pemukiman sejak didirikannya desa Janji Mauli selalu

berkembang, karena kepadatan penduduk yang semakin bertambah.

Desa ini dikelilingi oleh pohon-pohon yang rindang, karena pada dasarnya

untuk mendirikan sebuah huta atau desa, masyarakat harus menanam tiga jenis

tanaman yang merupakan lambang suatu huta atau desa. Adapun tanaman yang

dimaksud adalah pohon beringin, pohon bambu, dan sirih.17 Selain dikelilingi

tanaman tersebut, desa ini juga dikelilingi oleh tali air (irigasi), yang fungsinya

adalah untuk mengairi persawahan yang dimiliki oleh masyarakat, dan juga untuk

kebutuhan hidup masyarakat desa Janji Mauli.

Luas wilayah desa Janji Mauli adalah sekitar 600 Ha, yang jumlah

penduduknya sekitar 150 jiwa dan 47 kepala keluarga. Wilayah itu dibagi menjadi

beberapa bagian sesuai dengan manfaat, yaitu pemukiman, persawahan, perkebunan,

pengembalaan ternak, tombak, dan pekuburan/makam masyarakat.18 Kebanyakan

penghuni ataupun penduduk yang tinggal dan mendiami desa adalah anak-anak yang

berumur antara 1-15 tahun dan para orang tua yang berumur antara 40-80 tahun. Para

17

Lihat hasil musyawarah lembaga Adat-Budaya Kec. Sipirok. Berjudul: Adat Budaya Angkola-Sipirok Haruaya Mardomu Bulung Napa-Napa Ni Sibual-buali, tahun 1997, hal. 108.

18

(3)

kaum muda Janji Mauli yang berumur 16-30 tahun kebanyakan mengakses

pendidikan keluar, karena tidak tersedianya Sekolah Menengah Atas (SMA) dan

Perguruan Tinggi (PT) yang dekat dengan desa. Dan selebihnya mencari pekerjaan di

perantauan.

Desa Janji Mauli dapat ditempuh hanya dengan waktu setengah jam di

perjalanan, dengan jarak sekitar 10 km dari pusat kota Sipirok. Desa Janji Mauli

merupakan perbatasan antara Kota Sipirok dengan Sidempuan. Perjalanan dari

Sipirok menuju desa Janji Mauli melewati beberapa desa, diantaranya adalah desa

Simaningir, desa Sosopan, desa Huta Raja, desa Mandurama, desa Situmba Aek

Horsik, desa Situmba Gunung Tua Baringin, desa Situmba Godang, desa Saba Siala,

desa Aek Siporda, desa Kilang Papan, dan desa Dano Situmba. Selain melewati

desa-desa tersebut, pegunungan dan bukit yang indah dan dipenuhi dengan pohon-pohon

yang rindang ikut menghiasi perjalanan menuju desa tersebut.

Kondisi alam di desa Janji Mauli dengan iklim yang selalu berganti dan curah

hujan yang merata setiap bulan membuat daerah ini sesuai sebagai daerah pertanian.

Dengan adanya dukungan irigasi, pemakaian bibit unggul, dan pengelolaan tanah

yang tepat dapat meningkatkan hasil pertanian. Dalam hal mengelolah lahan

pertanian, masyarakat membagi dua jenis yaitu persawahan dan perkebunan. Hasil

persawahan biasanya adalah padi, kacang, dan jenis tanaman palawija. Sedangkan,

(4)

Pada saat malam musim hujan, desa Janji Mauli kerap ditutupi kabut. Air

irigasi untuk persawahan milik masyarakat mengalir dengan deras mengelilingi desa

tersebut. Saat musim kemarau tiba, masyarakat tidak perlu takut kekurangan air,

karena pada dasarnya tali air/irigasi selalu mengalir dari bukit-bukit di atas desa Janji

Mauli.

Jarak antara desa Janji Mauli dengan desa-desa di sekitarnya tidak begitu

jauh, hanya dipisahkan oleh areal pertanian dan tali air milik penduduk. Adapun

batas-batas desa Janji Mauli dengan desa lainnya adalah sebagai berikut:

 Sebelah Timur berbatasan dengan desa Tolang

 Sebelah Barat berbatasan dengan Bulung Ihit/Ri Nabolak

 Sebelah Utara berbatasan dengan Aek Batang Miha

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Bendi/Dusun Sitorbis.

2.2 Sejarah Desa Janji Mauli

Pada tahun 1882, Thomas Gelar Mangaraja Naposo bekerja sebagai Opzekter

(pengawas pembangunan) jalan di Pemerintahan Belanda. Beliau hilir mudik

melaksanakan tugas di daerah Tapanuli. Banyak pengalaman dan cara berfikir yang

sudah lebih maju, karena pada saat itu beliau menjadi mitra Pemerintahan Belanda di

Sipirok. Thomas gelar Mangaraja Naposo adalah seorang tangan kanan Pemerintahan

(5)

Pada saat itu, timbullah keinginan Thomas untuk meningkatkan pendapatan

rakyat Kuria Baringin, supaya cukup untuk keperluan sehari-hari. Muncullah

perencanaan pembukaan lahan pertanian pada saat ia menjalankan tugas pada daerah

tersebut. Areal pertaniannya cukup luas jika dikelolah dengan baik, dan akan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat Kuria Baringin. Atas ide dari Thomas tersebut,

maka diadakan suatu musyawarah di Sipirok yang disetujui oleh Kepala Kuria

Baringin. Dalam keputusan musyawarah tersebut disimpulkan akan diberangkatkan

sebanyak 50 Kepala Keluarga ke daerah Silantom dan Danau Riman. Maka dibuatlah

suatu acara adat, makan bersama di halaman rumah Tuan Hanstein di Sipirok dengan

memotong seekor kerbau.19 Dengan marhata Horas-Horas (sepatah dua kata) secara

bergiliran sesuai dengan aturan adat yang berlaku agar yang diberangkatkan

mendapatkan kesehatan dan berkah di tempat yang akan dituju.

Pada saat pengerjaan di lahan yang baru (Silantom), masyarakat selalu

mengalami kegagalan dan kesulitan dalam pembuatan air irigasi untuk persawahan,

dan selalu ada masalah di sepanjang parit yang di gali oleh masyarakat, karena

struktur tanah yang berpasir. Sehingga membuat masyarakat menjadi merasa jenuh,

yang akhirnya parit tersebut tidak terurus dan terlantar. Maka sebagian masyarakat

yang diutus dari Sipirok membuka ladang di tempat lain dan sebagian lagi pulang ke

tempat asal (Sipirok).

19

(6)

Pada tahun 1899, Mangaraja Naposo mengarahkan masyarakat yang pulang

ke Sipirok untuk bergabung dengan rakyat Baringin yang terlebih dahulu sudah

membuat air irigasi yang akan membuat ladang persawahan di huta (desa) Danau

Riman. Sesuai dengan keputusan musyawarah Kuria Baringin dan rakyat yang

dijembatani oleh Thomas Gelar Mangaraja Naposo, supaya diganti/dibayarlah tenaga

orang yang telah mengerjakan parit tersebut dengan uang Rp. 25,-.20 Lalu dibuatlah

pengumuman di Kuria Baringin, agar dibuatlah huta atau desa baru berdasarkan satu

ekor lembu dan makan bersama di ujung parit itu. Maka didirikanlah pemukiman

baru yang berukuran 3x4 meter. Direncanakan akan diberangkatkan 6 keluarga pada

tanggal 1 Januari 1900 dari Sipirok menuju tempat baru tersebut (Janji Mauli).

Pada tanggal 1 Januari 1900 pada pagi hari, dibuatlah acara Tahun Baru dan

memberikan sepatah dua patah kata dari penetua-penetua yang ada pada saat itu. Di

berangkatkanlah masyarakat berdasarkan firman tuhan 1 Musa 1, dan setelah selesai

bersalaman tahun baru di rumah Tuan Hanstein, Tuan Hanstein memberi nasihat,21

yaitu :

“Mansai maol dope patupahon guruhuria di hamu tikkion. Tapi

hudokkon do di hamu, angkon ro do hamu tu Sipirok on. Tapi muda nada

20

Ibid., hal. 4.

21

(7)

songoni angkon baen hamu do parmingguan di ari minggu di hamu asa janjina

angkon parjolo do gereja paulion muna unang bagas muna, ima janjina.”22

Sesudah selesai acara pemberangkatan ke kampung yang baru, maka kira-kira

pukul 14.00 wib, berangkatlah mereka berjalan kaki sebanyak 6 kepala keluarga.

Sampailah mereka kira-kira pukul 16.00 wib, pada tanggal 1 Januari 1900 di

kampung yang baru, yang sekarang bernama Desa Janji Mauli.23 Ke-6 kepala

keluarga tersebutlah yang menjadi Generasi I (pertama) di Desa Janji Mauli, yaitu:

1. Mangaradja Laloe Siregar

Penduduk yang diberangkatkan ke Janji Mauli ini adalah penduduk dari huta

Bagaslombang yang merupakan keturunan dari Ompu Sutan Hatunggal Siregar, di

Kerajaan Sipirok. Siregar yang bertempat tinggal di Janji Mauli ini merupakan

22Artinya adalah ‘

Masih terlalu sulit untuk membentuk guru sekte untuk kalian pada saat ini,

tetapi saya mengatakan kepada kalian, kalian harus datang ke Sipirok ini untuk beribadah, tetapi jika tidak begitu harus kalian buat peribadatan setiap hari minggu untuk kalian supaya janjinya harus duluan kalian mendirikan gereja dari pada rumah kalian, itulah janjinya’.

23

(8)

keluarga dari Thomas Gelar Mangaraja Naposo, mereka adalah kahanggi (abang

beradik).

Desa Janji Mauli merupakan tempat persinggahan para pedagang yang datang

dari Sidempuan ke Sipirok, dan juga sebaliknya. Masyarakat dari Sipirok, Baringin,

dan Hutaraja sangat mendukung adanya desa ini, karena bisa menjadi tempat

berteduh. Desa ini juga menyajikan pemandangan yang indah sebagai tempat

persinggahan. Masyarakat membangun sebuah kedai kopi, sebagai tempat

peristirahatan para pedagang.

Untuk menjaga kedai tersebut, masyarakat menyuruh Ompu Mina untuk

berjualan goreng. Penghasilan Ompu Mina sangat besar pada masa itu, karena

sangkin banyaknya orang biasa dan para pedagang yang singgah. Dalam waktu

seminggu, Ompu Mina menjual pisang kepok (pisang goreng) dan menghabiskan dua

kaleng (ember) air dalam satu hari. Untuk membuat air yang enak dan wangi, Ompu

Mina membakar daun kopi hingga berwarna merah dan mencampurkannya dengan

air tersebut. Air yang enak dan wangi itu tidak dijual oleh Ompu Mina, hanya

gorenganlah yang dijualnya sebagai penghasilannya setiap hari.24

Sebelum nama desa Janji Mauli dibuat, desa ini terkenal dengan perpindahan

orang Sipirok. Masyarakat membuat namanya sebagai desa Janji Mauli, karena

masyarakat telah menepati janjinya kepada seorang pendeta yang telah

24

(9)

menghantarkan mereka ke desa tersebut, yaitu janji untuk mendirikan gereja, dan

desa ini sangat indah dipandang dari kejauhan.

2.3Sejarah Gereja HKBP Janji Mauli

Setelah masyarakat bermukim di desa Janji Mauli, mereka tetap

melaksanakan ibadah setiap hari minggu di rumah penduduk yang kecil. Masyarakat

tidak lagi pergi ke Sipirok untuk bergereja karena jaraknya sangat jauh. Mereka

selalu mengingat nasihat dari Pendeta Tuan Hanstein di Sipirok untuk tetap

melaksanakan ibadah. Sintua yang betindak sebagai pembawa dan pelaksana ibadah

di gereja ini adalah Sintua Mangaraja Porkas Siregar.

Pada tahun 1901 masyarakat desa Janji Mauli membangun gereja dengan

swadaya yang diambil dari daerah sekitar. Mereka dapat menghasilkan 30 lembar

kayu dalam 1 hari, dan itu terus menerus dijemput oleh para ibu-ibu kalau sudah

siang hari, karena kayu sangat mudah digergaji. Dan kolekte (uang persembahan)

gereja dialihkan untuk membeli papan. Harga papan pada masa itu Rp. 1,- (satu

rupiah) sudah bisa mendapatkan 10 atau 12 lembar. Belum sampai 1 tahun, mereka

mengumpulkan dan menyediakan kayu untuk keperluan gereja dan membuat atap

gereja dari seng.

Pada tahun 1905 datanglah guru ke Janji Mauli yaitu Pendeta Kalep Siregar

(10)

pertama ada di wilayah Situmba. Murid yang bersekolah hanya 15 orang. Meskipun

gereja itu belum selesai dibangun, namun sudah dipergunakan sebagai tempat belajar

anak-anak.

Pada tahun 1907 selesailah gereja itu dibangun. Hal ini tidak terlepas dari

bantuan Sutan Paruhum dari Situmba dan Mangaraja Usin dari Sialamanjulu. Pada

tahun itu juga, Gereja HKBP Janji Mauli diresmikan. Pada saat peresmian, mereka

mengundang masyarakat dari Sipirok dan Parlagutan Hutaraja, dan juga dari Padang

Matinnggi.

Pada tahun 1912, Tuan Toko Henneman dari Sibolga membuka kebun kopi ke

Sialaman dan Tuan Pendeta Kalep Siregar yang mereka percayai untuk memberikan

gaji para pekerja yang ada disitu. Dan pendeta itu menyuruh si Ernis gelar Mara

Pohan Simanjuntak menjadi mandor kebun itu. Setelah tahun 1913, Sintua Paulus

Gelar Marsaidi Simanjuntak menjadi mandor jalan dari sipirok, dan menjadi mandor

dari Adian Balakka ke Mandurana, dan mereka juga pindah ke Janji Mauli. Pada

tahun 1913 Janji Mauli memiliki kepala keluarga sebanyak 15 kk. Itulah yang masuk

ke sekte Janji Mauli, Resort Sipirok. Di Saba Tarutung, ada keluarga yang masuk

Kristen yaitu Op. Renda dan mereka sering beribadah ke Janji Mauli.25

Pada tahun 1913 Sintua HKBP Janji Mauli digantikan oleh Sintua Marah

Pohan, yang sebelumnya adalah Sintua Mangaraja Porkas. Sintua Mangaraja Porkas

25

(11)

diganti karena beliau diangkat menjadi Kepala Kampung Janji Mauli. Pada tahun

1907 sekolah zending di Situmba Gunung Tua Baringin didirikan, oleh karena itu

para muridpun dipindahkan. Berhubung karena sudah dipindahkannya sekolah

zending, maka tahun 1911 guru Kalep Siregar pun pindah dari Janji Mauli. Dan

digantikan oleh guru Sarael Tambunan dari Huta Rajalah sampai tahun 1919.

Pada tahun 1919, guru Sarael Tambunan digantikan oleh guru Kondrat Siregar

dari Baringin. Pada masa guru Kondrat Siregar, tahun 1925 Huria Janji Mauli

merayakan pesta perak. Dibuatlah sebuah pesta syukuran dengan mengundang Huria

Hutaraja, Padangmatinggi, dan Sipirok. Acara ini dimeriahkan dengan berbagai

hidangan makanan Adat Angkola, dan disertai dengan satu ekor lembu.

Guru Kondrat Siregar pindah pada tahun 1927 dari Janji Mauli dan digantikan

oleh guru Salman Harahap dari Hasang. Tahun 1928 datanglah guru Daud Harahap

dari Padangmatinggi ke Janji Mauli, dan di Janji Maulilah mereka berdua tinggal.

Mereka berdualah yang menjadi pelayan di HKBP Janji Mauli, secara bergantian

mereka untuk berkotbah setiap ibadah. Pada masa ini, jumlah jemaat Huria Janji

Mauli sudah ada 25 Kepala Keluarga. Guru Daud Harahap adalah orang yang sangat

rajin dan baik hati untuk mengajari jemaat bernyanyi. Tetapi, pada tahun 1933 guru

Daud Harahap sakit parah dan dibawa pulang ke tempat asalnya di Padangmatinggi,

(12)

Pada tahun 1931 guru Salman Harahap pindah dari Janji Mauli dan digantikan

oleh guru Lumban Lubis dari Pakantan. Guru Lumban Lubis dipindahkan pada tahun

1935, dan digantikan oleh guru Miliater Simorangkir dari Tarutung. Guru Miliater

Simorangkir tidak terlalu lama melayani di Janji Mauli, karena pada tahun 1938

beliau harus dipindah tugaskan. Guru Miliater Simorangkir digantikan oleh guru

Paruntungan Sormin dari Marancar, setelah itu di tahun 1940 guru Paruntungan

Sormin pindah dari Janji Mauli digantikan oleh guru Agustinus Dongoran dari Sungai

Pining. Dan tahun 1942, guru Agustinus Dongoran pindah dari Janji Mauli di

gantikan guru Sori Dongoran dari Sungai Pining juga.

Di tahun 1942, guru Markus Tambunan dari Sibadoar ikut dengan guru Sori

Dongoran mengajar sekolah zending di Situmba, mereka sepakat untuk memimpin

jemaat Janji Mauli, tapi guru Sori Dongoranlah yang mengajari pemuda-pemudi

gereja dan para orang tua dalam bidang paduan suara. Pada tahun 1949, guru Sori

Dongoran pindah dari Janji Mauli digantikan oleh Malanton Batubara dari Sipogu

sampai tahun 1953.

Pada tahun 1943 bulan Maret masuk tentara Jepang ke Sipirok. masyarakat

Janji Mauli sering tidak kebaktian karena gotong royong. Mereka tidak membedakan

hari Minggu dengan hari biasa yang penting Jepang memerlukan tenaga masyarakat.

Masyarakat dipaksa bekerja untuk mengumpulkan hasil padi, sayur, kerbau, dan

lembu dari Padang Bolak. Masyarakat diberi upah, tapi tidak sesuai dengan

(13)

Terlebih juga bagi guru zending, mereka tidak bisa meluangkan waktu yang banyak

untuk berjumpa dengan jemaat dan para murid. Pada masa ini juga, banyak anak-anak

banyak yang berhenti sekolah karena dipaksa bekerja. Sesudah itu pada tahun 1949,

sekolah zending di Situmba dibakar oleh Jepang. Tahun 1938, Mara Pohan

mengundurkan diri dari majelis (guru sintua) karena faktor usia. Dan digantikan oleh

Mara Tupang Simatupang sebagai guru jemaat/kerberat dan Regen Pohan

Simanjuntak yang menjadi majelis (Sintua).

Pada tahun 1949 Mara Tupang Simatupang mengundurkan diri dari majelis

dan digantikan oleh Juara Gelar Mangaraja Aman Simatupang. Tahun 1951 bulan

November, Mangaraja Aman meninggal dunia. Dan digantikan oleh Bilalung Gelar

Soripada manjadi Siregar jadi majelis. Tahun 1951 majelis Regen Simanjuntak sakit

parah dan digantikan oleh Gera Gelar Marasampe Simanjuntak. Tahun 1953, Resort

meminta agar jemaat membiayai guru jemaat masing-masing/porhanger. Seluruh

jemaat membujuk Soripada Siregar agar menjadi guru jemaat di Janji Mauli, beliau

merasa berat hati untuk menerima untuk menjabat guru jemaat, karena dia merasa

belum sanggup untuk menjadi hamba Tuhan di jemaat itu. Tapi semua jemaat

membujuk, dan akhirnya beliau menerima jabatan itu dan ternyata Tuhan memberkati

pekerjaan itu sebagai hamba tuhan. Tahun 1952, Sutan Mulia diangkat menjadi

Majelis di Janji Mauli. Tahun 1969 bulan Desember, Soripada sakit-sakitan dan

(14)

Jemaat resort Janji Mauli tetap merasa terhibur sepeninggal Soripada Manjadi,

karena meskipun begitu sakit penyakitnya, tetapi beliau masih tetap berpegang teguh

pada Firman Tuhan. Dan firman itulah yang membujuknya untuk melihat

penyakitnya dan hatinya sungguh terang. Begitu pula dengan jemaat rasa sangat

diberkati oleh Tuhan sepeninggal Soripada manjadi tanggal 20 desember 1969.

Walaupun Soripada sudah meninggal, masih tetap majelis yang membina jemaat

dalam kebaktian di hari Minggu. Tahun 1969 bulan Maret, Pendeta Resort Z.

Harahap dan guru-guru di Sipirok sangat menginginkan membuka Sekolah

Pendidikan Guru Agama (SPGA). Berkat doa kami mengambil dari Janji Mauli untuk

mengikuti sekolah itu yaitu Toni Simatupang dan tamat bulan Maret tahun 1970.

Tanggal 13 bulan maret 1970, Toni Simatupang di baptis menjadi guru jemaat

(porhanger) di Janji Mauli. Dan majelispun diganti karena faktor umur yaitu Baginda

Pardamean Siregar dan Hamonangon Siregar.

Di tahun 1978 Baginda Pardamean Siregar mengundurkan diri dari majelis

dan digantikan oleh H. Simanungkalit. Setelah H. Simanungkalit menjadi majelis, dia

mengangkat Saut Siregar sebagai majelis.

Tahun 1974 muncul berita bahwa HKBP Janji Mauli akan diubah menjadi

GKPA yang ingin berpusat di Sipirok, tapi di Huria Janji Mauli masih ragu-ragu

karna belum sependapat seluruh jemaat untuk memisahkannya. Tanggal 20 Februari

(15)

Dalam rapat tersebut, ada yang tidak sepakat untuk dipisahkan dari HKBP, karena

kami sudah lama di HKBP dan kami dibaptis di HKBP.

Pada tahun 1975 majelis gereja HKBP Janji Mauli memutuskan agar

bergabung dengan GKPA, tetapi ada sebagian jemaat yang tidak sepakat. Jemaat

yang tidak sepakat memutuskan untuk tetap pada HKBP, dan mereka beribadah di

Sipirok. Perbedaan pandangan ini berlangsung selama lima tahun lamanya, selama

tahun 1975 sampai 1980. Pada tahun 1980 masyarakat Janji Mauli kembali

melakukan musyawarah dan hasilnya seluruh jemaat memutuskan untuk bergabung

dengan GKPA yang berpusat di Sipirok.

2.4Penduduk/Demografi

Penduduk asli wilayah Tapanuli Selatan memili dua jenis suku sesuai dengan

daerahnya, yaitu Batak Mandailing yang mendiami daerah Mandailing yang

berbatasan dengan Sumatera Barat dan Suku Batak Angkola yang mendiami daerah

Sipirok. Kedua Suku inilah yang mendiami sebagian besar dari keseluruhan daerah

Tapanuli Selatan sejak masa tradisional, masuknya pemerintahan Kolonial Belanda,

dan sampai sekarang.

Kecamatan Sipirok pada umumnya didiami oleh etnis Angkola-Sipirok.

Diperkirakan, etnis Angkola-Sipirok bermigrasi dari daerah Batak, yaitu Toba

(16)

sangat besar untuk mencari penghidupan dan tempat tinggal. Hal ini disebabkan lahan

di Tanah Batak sudah tidak sanggup lagi menampung masyarakat bermarga Siregar

yang berkembang pesat. Salah satu daerah yang mereka tuju adalah Sipirok, dan yang

lainnya menyebar ke daerah-daerah yang dapat menampung mereka.

Marga Siregar yang datang ke Sipirok ini merupakan Bangsa Proto Melayu

yang datang ke Pulau Sumatera karena desakan dari bangsa Palae Mongoloid.26

Mereka menyebar ke tiga daerah, yaitu; Gelombang pertama di Pulau Nias,

Mentawai, dan Siberut; Gelombang kedua di Muara Sungai Simpang atau Singkit;

Gelombang ketiga di Muara Sungai Sorkam yaitu antara Barus dan Sibolga, mereka

masuk ke daerah pedalaman dan sampai di kaki gunung Pusuk Buhit dekat Danau

Toba.27

Keturunan marga Siregar semakin berkembang, akhirnya Ompu Palti Siregar,

penguasa ketika daerah Sipirok dibuka membagi kerajaan yang dipimpinnya menjadi

tiga kerajaan, yaitu: Kerajaan Parau Sorat yang dipimpin oleh Ompu Sayur Matua,

Kerajaan Baringin dipimpin oleh Sutan Parlindungan, dan Kerajaan Sipirok dipimpin

oleh Ompu Sutan Hatunggal.

Secara turun temurun dimanapun dia bertempat tinggal, Suku

Angkola-Sipirok menganut sistem garis keturunan ayah (patrilineal) yang terdiri dari

marga-marga: Harahap, Siregar, Hutasoit, Rambe, Ritonga, Pohan, dan lain-lain. Secara

26

Mangaraja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao, Jakarta : Tanjung Pengharapan, 1964, hal.47.

27

(17)

khusus, penduduk asli di Janji Mauli ada tiga marga yaitu Siregar, Simanjuntak

Pohan, dan Simatupang.

Penduduk yang bertempat tinggal di desa Janji Mauli menurut sejarahnya

berasal dari keturunan Ompu Sutan Hatunggal Siregar, dari huta Bagaslombang, di

Kerajaan Sipirok. Pada awalnya penduduk yang bertempat tinggal di Janji Mauli

hanya berjumlah enam orang. Namun, dengan semakin bertambahnya waktu maka

jumlah pendudukpun semakin banyak.

Sebagaimana yang sudah diterangkan pada bab sebelumnya, marga yang

markahanggi dan mora adalah Siregar, anak boru adalah Simanjuntak Pohan, dan

Simatupang adalah Pisang Raut (Bere) marga Simanjuntak Pohan. Dengan berpegang

teguh pada filosofinya, yaitu Dalihan Na Tolu, masyarakat memiliki peran tersendiri

dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pelaksanaan upacara pesta Adat.

Tabel 1. Distribusi Penduduk Desa Janji Mauli berdasarkan jenis kelamin.

No. Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 89

2 Perempuan 61

Jumlah 150

Gambar

Tabel 1. Distribusi Penduduk Desa Janji Mauli berdasarkan jenis kelamin.

Referensi

Dokumen terkait

sengaja adalah qisâs dan kifarat, sedangkan penggantinya adalah diat dan ta'zir. Adapun hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan hak wasiat. Pembunuhan

Kitosan dapat dibuat menjadi bentuk butiran dengan pelarutan 3 gram kitosan dalam 100 ml larutan asam asetat 1% yang diteteskan pada larutan NaOH 4% maka diperoleh butiran

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1983, hal.. KUHPerdata tersebut, maka perjanjian tersebut dimungkinkan bisa dibatalkan atau bisa pula batal

Berdasarkan pemahaman yang didapatkan dalam pengerjaan tutorial 19, kami dapat mengembangkan sebuah fungsi aritmatika dalam sistem operasi yang sedang dikembangkan. Untuk

lah pembangunan cek dam dalam rangka uaaha pongnwetan tanah dan polo otarian alara yang sangat orat hubungannya dengan tap* ta guna tanah, maka tujuan utama dalam penulisnn

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut

Penggunaan informasi baru Memiliki daftar isi Memiliki petunjuk pengguna sumber belajar Suduran, cuplikan, kutipan mencantumkan sumbernya dengan jelas Gambar yang ditampilkan,

Secara bertahap, pasien dapat mengkonsumsi diet berupa cairan penuh pada hari kedua setelah operasi, diet makanan lunak pada hari ketiga, dan diet makanan biasa pada hari