BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Dalam penelitian ini terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai
landasan yang mendasari penelitian dibidang tanggung jawab sosial perusahaan,
yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.
2.1.1 Teori Stakeholder
Freeman (1984:46) dalam Solihin (2010:49), mendefenisikan stakeholder
sebagai “setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan”. Pada awalnya yang dimaksud
dengan stakeholder mencakup para pemengang saham (share owners), para
karyawan (employees), para pelanggan (customers), para pemasok (suppliers),
para pemberi pinjaman (lenders) dan masyarakat luas (society).
Dill (Freeman dan Reid, 1983) dalam Solihin (2010:49) menekankan
pentingnya memperhitungkan peran yang dapat dilakukan stakeholder dalam
mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan. Dalam kaitan ini,
Dill menyatakan :
Studi kasus di tersebut menceritakan bagaimana masyarakat luas dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan, sehingga keberadaan mereka harus
diperhitungkan sebagai pihak yang memiliki stake (kepentingan) terhadap
operasional perusahaan.
Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik
(Shareholder) sebagaimana terjadi selama ini, namun bergeser menjadi lebih luas
yaitu pada ranah sosial kemasyarakatan (Stakeholder), yang selanjutnya disebut
dengan tanggung jawab social (Social responsibility). Fenomena seperti ini
terjadi, karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negativeexternalities yang
timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi (Harahap, 2002) dalam Nor Hadi
(2011:93). Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya di ukur
sebatas pada indikator ekonomi (economic focused) dalam laporan keuangan, kini
harus bergeser dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions)
terhadap stakeholder, baik internal maupun external.
Berdasarkan kedudukan stakeholders dalam pengelolaan perusahaan,
Jones (1995) dalam Solihin (2010:51) membagi stakeholders ke dalam dua
kategori, yaitu :
1. Inside Stakeholders
Inside Stakeholders terdiri dari orang-orang yang memiliki kepentingan
dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi
perusahaan.
Yang termaksuk ke dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang
2. Outside Stakeholders
Outside Stakeholders yaitu orang-orang maupun pihak-pihak
(constituencies) yang bukan pemilik perusahaan, pemimpin perusahaan dan bukan
pula karyawan perusahaan tetapi memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan /
atau dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan.
Yang termasuk kategori outside stakeholders adalah pelanggan
(customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government), kreditor (creditors),
serikat pekerja (unions), komunitas lokal (local communities), masyarakat umum
(general public).
2.1.2 Teori Legitimasi
Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan
kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik
fisik maupun non fisik. O’Donovan (2002) dalam Nor Hadi (2011:87)
berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan
masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari
perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat
atau sumberdaya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern).
Kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan
perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal
ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan
memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan
nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok
antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan
dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan
hidup perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005).
Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan ruang dan waktu,
legitimasi mengalami pergeseran bersamaan dengan perubahan dan
perkembangan lingkungan dan masyarakat di mana perusahaan berada (Dowling
1975) dalam Nor Hadi (2011:87). Perubahan nilai dan norma sosial dalam
masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia juga menjadi
motivator perubahan legitimasi perusahaan di samping juga dapat menjadi
tekanan bagi legitimasi perusahaan (Lindblom,1994) dalam Nor Hadi (2011:88).
Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan dan komunitas sekitarnya
memiliki relasi sosial yang erat karena keduanya terikat dalam suatu “social
contract”. Teori kontrak sosial menyatakan bahwa keberadaan perusahaan dalam
suatu area karena didukung secara politis dan dijamin oleh regulasi pemerintah
serta parlemen yang juga merupakan representasi dari masyarakat. Dengan
demikian, ada kontrak sosial secara tidak langsung antara perusahaan dan
masyarakat dimana masyarakat memberi cost dan benefits untuk keberlanjutan
korporasi (Lako, 2011:6). Kontrak sosial (social contract) dibuat sebagai media
untuk mengatur tatanan (pranata) sosial kehidupan masyarakat. Teori legitimasi
merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan
terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat.
Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada
2.2 CorporateSocialPerformance (CSP)
Pada awalnya konsep CSR terdiri atas empat komponen kewajiban
perusahaan terhadap masyarakat (Carroll, 1979 dalam Solihin, 2008:102).
Keempat komponen tersebut adalah economic responsibilities, legal
responsibilities, ethical responsibilities, dan discretionary responsibilities.
Beberapa ahli seperti Ackerman dan Bauer (Carroll, 1979) dikutip dari
Solihin (2008:102), mengajukan kritik terhadap konsep CSR. Kritik mereka
ditujukan kepada istilah social responsibility dalam konsep CSR, yang
seolah-olah hanya menekankan kepada kewajiban perusahaan untuk melakukan sesuatu
kepada para pemangku kepentingan. Sebaliknya konsep CSR ini tidak
menunjukkan berbagai upaya sosial yang dilakukan perusahaan dan memberi
dampak terhadap para pemangku kepentingan yang dapat diukur hasilnya berupa
kinerja (performance) bagi perusahaan.
Di sisi lain, terdapat peneliti seperti Hay, Gray, dan Gates (Carroll,1979)
dalam Solihin (2008:102), yang secara deskriptif menjabarkan dalam area apa
saja perusahaan dianggap memiliki kewajiban terhadap masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari keputusan dan komitmen yang dibuat perusahaan untuk
mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dalam isu-isu tertentu seperti
tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengatasi masalah polusi, kemiskinan,
diskriminasi rasial, serta berbagai area masalah sosial lainnya.
Kebutuhan untuk mencari model CSR yang dapat mengukur dampak
pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana
peningkatan kinerja keuangan perusahaan itulah yang mendorong lahirnya konsep
Corporate Social Performance sebagai penyempurnaan atas konsep CSR
sebelumnya (Solihin, 2008:101).
Citra atau reputasi perusahaan sendiri merupakan salah satu aset yang
sangat berharga. Corporate Social Performance merupakan hal yang cukup
penting bagi citra (reputation) perusahaan, terutama untuk jangka panjang
perusahaan yang dapat memberi kontribusi cukup berarti dalam pengembangan
berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian Corporate Social Performance
dapat menjadi salah satu ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan. (Yunan, 2005
dalam Maulana, 2008).
Wood mendefenisikan kinerja sosial perusahaan (Corporate Social
Performance-CSP) sebagai “sebuah konfigurasi prinsip-prinsip organisasi bisnis
dari tanggung jawab sosial, proses tanggapan sosial, dan kebijakan-kebijakan,
program, dan hasil yang dapat diamati sebagai hubungan-hubungan tersebut
kepada hubungan perusahaan dalam bermasyarakat. (Orlitzky et al,. 2003)
Sedangkan menurut Karimi dalam Septiadini (2010) kinerja sosial
perusahaan adalah penilaian kinerja sebuah perusahaan dilihat dari peran sosial
CSR yang dimainkannya di tengah masyarakat. Semakin sebuah perusahaan
mengimplementasikan CSR dengan baik, maka kinerja sosial perusahaan tersebut
akan semakin terangkat. Hasil yang diharapkan, tentu kembali kepada perusahaan
dalam bentuk dukungan publik dan penguatan faktor sosial terhadap pengelolaan
dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dari masyarakat
Berdasarkan pembahasan teori tersebut, keberadaan perusahaan tidak
terlepas dari kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap
sumber daya yang diinvestasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap
pengembalian pokok dan bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan terhadap
kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku agar kepentingan
masyarakat secara umum tidak terganggu. Namun yang tak kalah pentingnya
adalah pihak-pihak yang selama ini kurang mendapat perhatian, yaitu karyawan,
pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar perusahaan. Karyawan perlu
mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila memungkinkan,
karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan
keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok
berkepentingan terhadap pelunasan utang dagang. Pelanggan berkepentingan
terhadap kualitas produk perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar
perusahaan berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan yang berasal
dari aktivitas perusahaan.
Berdasarkan contoh dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi
perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor, yaitu
memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik
dan lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas
operasi perusahaan. Pelestarian lingkungan di samping bermanfaat bagi
masyarakat di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan
Penelitian ini akan menggunakan jenis pendekatan pengukuran isi laporan
tahunan dengan aspek-aspek penilaian tanggung jawab sosial yang dikeluarkan
oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang diperoleh dari website
www.globalreporting.org
GRI-G4 juga menyediakan panduan mengenai bagaimana menyajikan
pengungkapan keberlanjutan dalam format yang berbeda: baik itu laporan
keberlanjutan mandiri, laporan terpadu, laporan tahunan, laporan yang membahas
norma-norma internasional tertentu, atau pelaporan online. Jenis pendekatan
pengukuran GRI-G4 melalui isi laporan tahunan dengan aspek-aspek penilaian
tanggungjawab sosial yang dikeluarkan oleh GRI (Global Reporting Initiative)
yang diperoleh dari website
. Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada
standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan
perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, rigor, dan pemanfaatan
sustainability reporting dan merupakan aturan internasional yang telah diakui
oleh perusahaan di dunia.
(2013) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu ekonomi,
lingkungan, dan sosial mencakup praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan
bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, tanggung jawab atas produk dengan total
kinerja indikator mencapai 91 indikator. (Sumber :
Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 KATEGORI EKONOMI
-Kinerja Ekonomi EC1 Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan didistribusikan
EC2 Implikasi finansial dan risiko serta peluang lainnya kepada kegiatan organisasi karena perubahan iklim EC3 Cakupan kewajiban organisasi atas
program imbalan pasti EC4 Bantuan financial yang diterima dari
pemerintah
-Keberadaan Pasar EC5 Rasio upah standar pegawai pemula (entry level)menurut gender dibandingkan dengan upah minimum regional di lokasi-lokasi operasional yang signifikan
EC6 Perbandingan manajemen senior yang dipekerjakan dari masyarakat local di lokasi operasi yang signifikan
-Dampak Ekonomi Tidak Langsung
EC7 Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur dan jasa yang diberikan
EC8 Dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan, termasuk besarnya dampak
-Praktek Pengadaan EC9 Perbandingan dari pembelian pemasok lokal di operasional yang signifikan
KATEGORI LINGKUNGAN
-Bahan EN1 Bahan yang digunakan berdasarkan berat atau volume
EN2 Persentase bahan yang digunakan yang merupakan bahan input daur ulang
-Energi EN3 Konsumsi energi dalam organisasi EN4 Konsumsi energi diluar organisasi EN5 Intensitas Energi
EN6 Pengurangan konsumsi energi -Air EN7 Konsumsi energi diluar organisasi
EN8 Total pengambilan air
berdasarkan sumber
EN9 Sumber air yang secara
signifikan dipengaruhi oleh pengambilan air
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 -Keanekaragaman
Hayati
EN11 Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki, disewa, dikelola didalam, atau yang berdekatan dengan, kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung
EN12 Uraian dampak signifikan
kegiatan, produk, dan jasa terhadap keanekaragaman hayati di kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung
EN13 Habitat yang dilindungi dan dipulihkan
EN14 Jumlah total spesies dalam iucn red list dan spesies dalam daftar spesies yang dilindungi nasional dengan habitat di tempat yang
dipengaruhi operasional, berdasarkan tingkat risiko kepunahan
-Emisi EN15 Emisi gas rumah kaca (GRK)
langsung (Cakupan 1)
EN16 Emisi gas rumah kaca (GRK) energi tidak langsung (Cakupan 2) EN17 Emisi gas rumah kaca (GRK) tidak
langsung lainnya (Cakupan 3) EN18 Intensitas emisi gas rumah kaca
(GRK)
EN19 Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK)
EN20 Emisi bahan perusak ozon (BPO) EN21 NOX, SOX, dan emisi udara
signifikan lainnya -Efluen dan
Limbah
EN22 Total air yang dibuang berdasarkan kualitas dan tujuan
EN23 Bobot total limbah berdasarkan jenis dan metode pembuangan EN24 Jumlah dan volume total tumpahan
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
EN25 Bobot limbah yang dianggap berbahaya menurut ketentuan konvensi Basel2 Lampiran I, II, III, dan VIII yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah, dan persentase limbah yang diangkut untuk pengiriman internasional EN26 Identitas, ukuran, status lindung,
dan nilai keanekaragaman hayati dari badan air dan habitat terkait yang secara signifikan terkena dampak dari pembuangan dan air limpasan dari organisasi
-Produk dan Jasa EN27 Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak lingungan produk dan jasa EN28 Persentase produk yang terjual dan
kemasannya yang direklamasi menurut kategori
-Kepatuhan EN29 Nilai moneter denda signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lingkungan
-Transportasi EN30 Dampak lingkungan signifikan dari pengangkutan produk dan barang lain serta bahan untuk operasional organisasi, dan pengangkutan tenaga kerja
-Lain-lain EN31 Total pengeluaran dan investasi perlindungan lingkungan berdasarkan jenis
-Asesmen Pemasok Atas
Lingkungan
EN32 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria lingkungan EN33 Dampak lingkungan negatif
signifikan aktual dan potensial dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil
-Mekanisme Pengaduan
Masalah Lingkungan
EN34 Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme pengaduan resmi
KATEGORI SOSIAL
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
-Kepegawaian LA1 Jumlah total dan tingkat perekrutan karyawan baru dan turnover karyawan menurut kelompok umur, gender, dan wilayah
LA2 Tunjangan yang diberikan bagi karyawan purnawaktu yang tidak diberikan bagi karyawan sementara atau paruh waktu, berdasarkan lokasi operasi yang signifikan
LA3 Tingkat kembali bekerja dan tingkat retensi setelah cuti melahirkan, menurut gender
-Hubungan Industrial
LA4 Jangka waktu minimum
pemberitahuan mengenai perubahan operasional, termasuk
apakah hal tersebut tercantum dalam perjanjian bersama
-Kesehatan dan Keselamatan Kerja
VV
LA5 Persentase total tenaga kerja yang diwakili dalam komite bersama formal manajemen-pekerja yang membantu mengawasi dan memberikan saran program kesehatan dan keselamatan kerja LA6 Jenis dan tingkat cedera, penyakit
akibat kerja, hari hilang, dan kemangkiran, serta jumlah total kematian akibat kerja, menurut daerah dan gender
LA7 Pekerja yang sering terkena atau berisiko tinggi terkena penyakit yang terkait dengan pekerjaan mereka
LA8 Topik kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam perjanjian formal dengan serikat pekerja
-Pelatihan dan Pendidikan
LA9 Jam pelatihan rata-rata per tahun per karyawan menurut gender, dan menurut kategori karyawan
LA10 Program untuk manajemen
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
LA11 Persentase karyawan yang
menerima reviuw kinerja dan pengembangan karier secara reguler, menurut gender dan kategori karyawan
-Keberagaman dan Kesetaraan
Peluang
LA12 Komposisi badan tata kelola dan pembagian karyawan per kategori karyawan menurut gender, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan indikator keberagaman lainnya
-Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan
Laki-laki
LA13 Rasio gaji pokok dan remunerasi bagi perempuan terhadap laki-laki menurut kategori karyawan, berdasarkanlokasi operasional yang signifikan
-Asesmen Pemasok Terkait
Praktik Ketenagakerjaan
LA14 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria praktik ketenagakerjaan
LA15 Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap praktik ketenagakerjaandalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil
SUB-KATEGORI: HAK ASASI MANUSIA
-Investasi HR1 Jumlah total dan persentase
perjanjian dan kontrak investasi yang signifikan yang menyertakan klausul terkait hak asasi manusia atau penapisan berdasarkan hak asasi manusia
HR2 Jumlah waktu pelatihan karyawan tentang kebijakan atau prosedur hak asasi manusia terkait dengan Aspek hak asasi manusia yang relevan dengan operasi, termasuk persentase karyawan yang dilatih -Non-Diskriminasi HR3 Jumlah total insiden diskriminasi
dan tindakan korektif yang diambil -Kebebasan
Berserikat dan Perjanjian Kerja
Bersama
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
-Pekerja Anak HR5 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi berisiko tinggi melakukan eksploitasi pekerja anak
dan tindakan yang diambil untuk berkontribusi dalam penghapusan
pekerja anak yang efektif -Pekerja Paksa
Atau Wajib Kerja
HR6 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi berisiko tinggi melakukan pekerja paksa atau wajib kerja dan tindakan untuk berkontribusi dalam penghapusan segala bentuk pekerja paksa atau wajib kerja
-Praktik Pengamanan
HR7 Persentase petugas pengamanan yang dilatih dalam kebijakan atau prosedur hak asasi manusia di organisasi yang relevan dengan operasi
-Hak Adat HR8 Jumlah total insiden pelanggaran yang melibatkan hak-hak masyarakat adat dan tindakan yang diambil
-Asesmen HR9 Jumlah total dan persentase operasi yang telah melakukan reviu atau asesmen dampak hak asasi manusia -Asesmen
Pemasok Atas Hak Asasi Manusia
HR10 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria hak asasi manusia
HR11 Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap hak asasi manusia dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil -Mekanisme
Pengaduan Masalah Hak Asasi Manusia
HR12 Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap hak asasi manusia yang
diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme
pengaduan formal SUB-KATEGORI: MASYARAKAT
-Masyarakat Lokal SO1 Persentase operasi dengan pelibatan masyarakat lokal, asesmen dampak, dan program pengembangan yang diterapkan
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
-Anti-Korupsi SO3 Jumlah total dan persentase operasi yang dinilai terhadap risiko terkait dengan korupsi dan risiko signifikan yang teridentifikasi
SO4 Komunikasi dan pelatihan
mengenai kebijakan dan prosedur anti-korupsi
SO5 Insiden korupsi yang terbukti dan tindakan yang diambil
-Kebijakan Publik SO6 Nilai total kontribusi politik berdasarkan negara dan penerima/penerima manfaat
-Anti Persaingan SO7 Jumlah total tindakan hukum terkait Anti Persaingan, anti-trust, serta praktik monopoli dan hasilnya
-Kepatuhan SO8 Nilai moneter denda yang
signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan
-Asesmen Pemasok Atas Dampak Terhadap
Masyarakat
S09 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria untuk dampak terhadap masyarakat
SO10 Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap masyarakat dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil
-Mekanisme Pengaduan Dampak Terhadap
Masyakat
SO11 Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap masyarakat yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme pengaduan resmi
SUB-KATEGORI: TANGGUNGJAWAB ATAS PRODUK -Kesehatan
Keselamatan Pelanggan
PR1 Persentase kategori produk dan jasa yang signifikan dampaknya terhadap kesehatan dan keselamatan yang dinilai untuk peningkatan
Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 -Pelabelan
Produk dan Jasa
PR3 Jenis informasi produk dan jasa yang diharuskan oleh prosedur organisasi terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa, serta persentase kategori produk dan jasa yang signifikan harus mengikuti persyaratan informasi sejenis
PR4 Jumlah total Insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa, menurut jenis hasil
PR5 Hasil survei untuk mengukur kepuasan pelanggan
-Komunikasi Pemasaran
PR6 Penjualan produk yang dilarang atau disengketakan
PR7 Jumlah total Insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela tentang komunikasi pemasaran, termasuk iklan, promosi, dan sponsor, menurut jenis hasil
-Privasi Pelanggan
PR8 Jumlah total keluhan yang terbukti terkait dengan pelanggaran privasi pelanggan dan hilangnya data pelanggan
-Kepatuhan PR9 Nilai moneter denda yang
signifikan atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan terkait penyediaan dan penggunaan produk dan jasa
Sumber: (Data Diolah)
GRI-G4 dirancang agar dapat diterapkan secara universal untuk semua
organisasi, besar dan kecil, di seluruh dunia. Pengukuran dilakukan berdasarkan
indeks pengungkapan masing-masing perusahaan yang dihitung melalui
pembagian antara jumlah item yang diungkapkan dengan jumlah item yang
CSRDIj =
∑
xij
nj
Keterangan:
CSRIj : Corporate Social Responsibility Indeks Perusahaan j
nj : Jumlah kriteria pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk perusahaan j, nj ≤ 91
Xij : 1 = Jika kriteria diungkapkan; 0 = Jika kriteria tidak diungkapkan
Dengan diprakarsai oleh IAI-KAM pada pertengahan 2005, telah didirikan
lembaga semacam GRI yang diberi nama “National Center For Sustainability
Reporting (NCSR)”. Lembaga independen ini memiliki misi: “Meyusun dan
meyebarluaskan pedoman penyusunan laporan keberlanjutan untuk
organisasi/perusahaan di Indonesia”.
National Center forSustainability Reporting (NCSR) Indonesia adalah
sebuah wadah (organisasi) independen dalam rangka pengembangan, pembinaan,
pengukuran dan pelaporan atas implementasi keberlanjutan perusahaan (corporate
sustainability). NSCR Indonesia memiliki anggota dari korporasi, organisasi, dan
individu-individu profesional yang mempunyai visi dan komponen yang sama
dalam menerapkan dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan di
Indonesia.
Terbentuknya pusat pelaporan nasional, National Center forSustainability
Reporting (NCSR) pada tahun 2005. Lima organisasi independen penting, yaitu
Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI), Indonesia Netherlands
Association (INA), National Committe on Governance (NCG), Forum for
mengumpulkan sumber daya mereka ke dalam prakarsa ini dengan visi menjadi
pemimpin dalam menyediakan standar pelaporan keberlanjutan bagi perusahaan
di Indonesia (Urip, 2014 : 99)
2.3 CorporateFinancialPerformance (CFP) 2.3.1 ROA
Harahap (2010:305) “Return On Assets (ROA)
menggambarkan perputaran aktiva diukur dari penjualan. Semakin
besar rasio ini maka semakin baik dan hal ini berarti bahwa aktiva
dapat lebih cepat berputar dan meraih laba”.
Return On Assets (ROA) menjadi salah satu pertimbangan
investor di dalam melakukan investasi. Return on Asset adalah
salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dapat mengukur
kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan
dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan.
Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi
pulaROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam
penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Jika rasio ini
mengalami penurunan maka akan mempengaruhi perusahaan dalam
mencari laba. Karena rasio ini menurun di pengaruhi oleh dua
indikator yaitu utang dan beban yang ditanggung oleh perusahaan
Jadi penurunan rasio ini sangat berpengaruh pada laba yang di
peroleh perusahaan.
2.3.2 ROE
Return On Equity (ROE) merupakan sebuah rasio yang
sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja
perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat
pengembalian modal dari perusahaan (Sawir, 2005:20).
Weston dan Copeland (2002:241) mengatakan bahwa
“rentabilitas usaha adalah hasil pengembalian atas ekuitas
mengukur pengembalian nilai buku kepada pemilik perusahaan,
rasio ini merupakan suatu rasio tujuan akhir. Return on Equity atau
tingkat pengembalian ekuitas pemilik mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang menjadi hak
bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar
kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang perusahaan
makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Dengan
demikian maka modal yang dimiliki oleh perusahaan tidak
memberikan laba yang memuaskan bagi perusahaan. Rasio ini
digunakan untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam
mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah
pajak.Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan
tertarik pada seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh
keuntungan terhadap modal yang ia tanamkan.
Kinerja keuangan (finansial) perusahaan dapat diukur dari laporan
keuangan yang dikeluarkan perusahaan secara periodik yang memberikan suatu
gambaran tentang posisi keuangan. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim
dikenal adalah: laporan neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan,
laporan laba/rugi yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dan laporan arus
kas yang menggambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode
(Harahap, 2011:105).
Analisis laporan keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut
penggunaan informasi akuntansi untuk membuat keputusan bisnis dan investasi.
Analisis keuangan dirancang bagi pengusaha, investor, dan kreditor di mana
mereka harus memahami bagaimana membaca mengartikan serta menganalisis
laporan keuangan. Laporan keuangan melaporkan posisi keuangan perusahaan
pada suatu waktu tertentu maupun selama beberapa periode yang lalu (Astuti,
2004:29).
Kinerja keuangan dipakai manajemen sebagai salah satu pedoman untuk
mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan dari kinerja
keuangan dibuat untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan masa lalu
dan digunakan untuk memprediksi keuangan dimasa yang akan datang. Kinerja
keuangan berperan penting karena digunakan sebagai indikator penilaian baik atau
buruknya kondisi keuangan dan prestasi kerja suatu perusahaan dalam waktu
Teknik analisis laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini
untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah analisis rasio. Teknik ini sudah
banyak digunakan para analis keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan
perusahaan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan
dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan
yang relevan dan signifikan (Harahap, 2011:297).
2.4 Hubungan antara CorporateSocialPerformance (CSP) dengan Corporate FinancialPerformance (CFP)
Peran perusahaan di tengah komunitas suatu bangsa adalah tidak hanya
sebagai “institusi ekonomi” yang mengejar tujuan ekonomi, tetapi juga sebagai
“institusi sosial”. Sebagai institusi sosial, perusahaan dituntut melakukan
pembaruan-pembaruan sosial dan mendonasikan sumber daya ekonominya untuk
membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Selain itu, setiap peningkatan
skala operasi perusahaan juga secara otomatis akan meningkatkan skala dampak
negatifnya pada lingkungan dan masyarakat, sementara profits-nya hanya
dinikmati para pemegang saham. Hal ini menyebabkan ketidakadilan sehingga
pebisnis dan korporasi harus bertindak adil dengan menyisihkan keuntungan
untuk membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Meskipun dalam jangka
pendek akan meningkatkan cost dan menurunkan laba, namun dalam jangka
panjang akan mendatangkan economic benefits bagi perusahaan. Sebagai contoh,
pangsa pasar yang meluas karena loyalitas konsumen kian banyak, kelangsungan
bisnis yang aman dan kondusif karena meningkatnya kepercayaan para
Hubungan antara CSP dan CFP menurut penelitian Poddi & Vergali
(2009) menjelaskan bahwa biaya intangible lebih besar dilakukan oleh perusahaan
yang melakukan pengungkapan CSP. Sementara hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ROE lebih besar dimiliki oleh perusahaan yang secara
sukarela mengungkapkan CSP dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan
pengungkapan CSP. Penelitiannya juga menujukkan terdapat hubungan positif
antara CSP dengan kinerja pasar perusahaan
Hubungan positif antara CFP dengan CSP juga dijelaskan oleh Waddock
& Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan
bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi cost pertanggungjawaban
sosial maka dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mendapat manfaat
berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang akan
meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama akan
meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Alasan berikutnya, dengan
mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan
suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika
perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan
untuk aktivitas semacam CSP,
Menurut model teori stakeholder, perusahaan perlu menjalin hubungan
dengan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power dalam
mengendalikan ketersediaan sumber daya (Chariri dan Ghozali 2007:410).
Perusahaan juga perlu mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan dari
shareholdernya saja yang perlu diakomodasi oleh perusahaan, melainkan seluruh
stakeholdernya.
Oleh karena itu perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan dari
pemangku kepentingan karena adanya komitmen moral dari manajemen
perusahaan terhadap para pemangku kepentingan. Komitmen moral ini akan
mendorong perusahaan untuk merumuskan strategi perusahaan di mana strategi
perusahaan akan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja keuangan perusahaan.
Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan stakeholder adalah dengan
mengungkapkan CSR, dimana kinerja sosial perusahaan dilihat dari peran CSR
yang dimainkannya ditengah masyarakat. Menurut model teori stakeholder ini
juga menyebutkan bahwa kenaikan dan penurunan kinerja keuangan sejalan
dengan kenaikan dan penurunan dari pengungkapan kinerja sosialnya.
Teori legitimasi menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk
memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam
masyarakat atau lingkungan di mana perusahaan berada, di mana mereka berusaha
untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar.
Teori legitimasi kaitannya dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah
apabila terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai
masyarakat (legitimacy gap) maka perusahaan dapat kehilangan legitimasinya,
yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Untuk mensinergikan aktivitas operasionalnya dalam memperoleh tujuan
finansialnya dengan suatu sistem sosial yang berlaku di masyarakat dalam rangka
dalam waktu yang panjang. Perusahaan perlu merumuskan strategi yang dapat
mengakomodasi ketidakselarasan tersebut yaitu salah satunya dengan
mengungkapkan CSP yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sosial
perusahaan. berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
kinerja sosial perusahaan dan kinerja keuangan adalah positif dimana hubungan
positif tersebut menunjukkan arti yaitu pencapaian tinggi rendahnya kinerja
keuangan sejalan dengan pencapaian tinggi rendahnya kinerja sosial perusahaan.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan 2.5.1 Size
Ferry dan Jones (1979), ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana
dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara
lain: total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar, dan
lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva, penjualan,
log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran
perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga
kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size),
dan perusahaan kecil (small firm). Sedangkan Yusuf dan Soraya (2004) ukuran
perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan,
ditunjukan oleh natural logaritma dari total aktiva.
Menurut Sawir (2004:101)ukuran perusahaan dinyatakan sebagai
determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang
1. Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya
kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir baik untuk obligasi
maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari
penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika
penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin
kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga
sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return
lebih tinggi secara signifikan.
2. Kedua, ukuran perushaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam
kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari
berbagai bentuk hutang, termaksud penawaran spesial yang lebih
menguntungkan dibandigkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin
besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar jumlah uang yang
digunakan, semakin besar kemungkinan-kemungkinan pembuatan kontrak
yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari
penggunaan kontrak standar hutang.
3. Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat
perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada
akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang
mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti
rencana keuangan dan tidak mengembangakan sistem akuntansi mereka
menjadi suatu sistem manajemen.
Company Size didefinisikan sebagai ukuran suatu perusahaan yang dapat
diukur dengan jumlah aset suatu perusahaan, penjualan dan kapasitas pasar.
Dalam penelitian ini menggunakan jumlah aset sebagai cara untuk pengukuran
company size. Karena total aset suatu perusahaan lebih stabil dari tahun ke tahun.
Semakin banyak jumlah aset suatu perusahaan seharusnya semakin baik juga
kondisi suatu perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi para investor untuk
menanam sahamnya pada perusahaan tersebut (Yustiana, 2011).
2.6Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan
beberapa peneliti, secara ringkas adalah sebagai berikut:
Hubungan positif antara CFP dengan CSP dijelaskan oleh Waddock &
Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan
bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi kos pertanggungjawaban
sosial maka dalam jangka panjang perusahaan akan tidak akan mendapatkan
manfaat berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang
akan meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama
akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Alasan berikutnya, dengan
mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan
suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika
perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan
Ahmad (2013) meneliti tentang Pengaruh Corporate Social Performance
terhadap Corporate Financial Performance. Hasil penelitian ini menunjukkan
CSP berpengaruh secara segnifikan terhadap ROA dan ROE. Size berpengaruh
signifikan terhadap hubungan CSP dan ROA namun tidak terhadap ROE.
Leverage signifikan terhadap hubungan CSP dengan ROA dan ROE.
Titisari (2010) meneliti tentang Pengaruh Corporate Financial
Performance terhadap Corporate Social Performance. Hasil penelitian ini
menunjukkan variabel financial performance yang di proxy dengan ROA
berpengaruh secara signifikan terhadap social performance. Sedangkan variabel
financial performance yang di proxy dengan ROE tidak signifikan mempengaruhi
social performance.
Rachmawati dan Sari (2010) juga meneliti tentang hubungan antara
Corporate Social Performance (CSP) dengan Corporate Financial Performance
(CFP). Hasil dari penelitian ini ialah Corporate Social Performance berpengaruh
positif terhadap Corporate Financial Performance dan Size berpengaruh positif
pada pengembalian asset di perusahaan.
Fauzi, et al. (2007) meneliti hubungan antara kinerja sosial perusahaan
(CSP) dengan kinerja keuangan perusahaan (CFP) untuk menentukan apakah CSP
adalah terkait dengan kinerja perusahaan dengan menggunakan slack resource
theory dan good management theory. Selain itu, mengkaji apakah ukuran
perusahaan atau industri mempengaruhi hubungan antara CSP dan CFP. Hasil dari
studi gagal untuk menemukan hubungan yang signifikan antara CSP dan CFP di
Tabel 2.2
Analisis Hasil Penelitian
1. Sandra A
Hubungan positif antara CFP dengan CSP
2. Zulfikar Ali
positif dengan Financial Performance.
Pada perusahaan Indonesia kinerja sosial dan keuangan tidak berhubungan, Temuan ini menunjukkan bahwa investor institusi tidak memasukkan CSP sebagai bagian dari keputusan investasi mereka.
Variabel financial performance yang di proxi dengan ROA berpengaruh secara signifikan terhadap
social performance.
Sedangkan variabel
financial
performance yang di proxi dengan ROE tidak signifikan
mempengaruhi social performance. Performance berpengaruh
2.7Kerangka Konseptual
Pemilik modal sebagai investor dalam suatu perusahaan akan memilih
perusahaan yang baik pengelolaannya. Perusahaan yang baik pengelolaannya
tidak hanya dalam pengelolaan keuangannya, tetapi juga dalam hal aktivitas
sosialnya. Saat perusahaan melakukan suatu aktivitas sosial dan perusahaan juga
mengungkapkannya di dalam laporan tahunan, secara otomatis pihak yang
membaca laporan tahunan akan mengetahui bahwa perusahaan melakukan
aktivitas sosial. Investor sebagai pemilik dana di perusahaan akan melihat bahwa
perusahaan melakukan aktivitas yang baik sehingga mereka akan semakin percaya
untuk menempatkan modalnya di perusahaan tersebut.
Pada dasarnya tanggung jawab manajemen juga untuk meningkatkan
kinerja keuangan. Komponen stakeholder seperti investor, kreditor, dan tenaga
kerja sangat memperhatikan tentang kinerja perusahaan. Kinerja keuangan yang
lebih tinggi menyebabkan peningkatan kemakmuran stakeholder. Selain itu,
berdasarkan slack resource theory (Waddock dan Graves, 1997), peningkatan
kinerja keuangan membuat perusahaan memiliki lebih banyak kesempatan untuk
meningkatkan kinerja sosial dalam semua aspek. Ada banyak ukuran-ukuran yang
digunakan untuk mewakili kinerja keuangan termasuk ROA (Return on Assets)
dan ROE (Return on Equity) (Waddock dan Graves, 1997).
Menurut Waddock dan Graves (1997) ukuran perusahaan berkaitan
dengan kinerja sosial perusahaan, yaitu perusahaan-perusahaan besar berperilaku
dengan cara yang lebih bertanggung jawab secara sosial daripada perusahaan
institusional, yaitu perusahaan-perusahaan besar mendapatkan lebih banyak
perhatian dari kelompok stakeholder eksternal daripada perusahaan-perusahaan
kecil, dan dengan begitu mereka perlu menanggapinya.
Sebuah studi penting yang dilakukan oleh Profesor Stephen Erfle dan
Michael Frantantuono menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki
peringkat tertinggi dalam hal riwayat mereka pada berbagai isu sosial (termaksuk
kegiatan amal, program bakti sosial, pemeliharaan lingkungan hidup,
pemberdayaan perempuan, dan advokasi kelompok minoritas) juga memiliki
kinerja keuangan yang lebih besar. Kinerja keuangan yang lebih baik dalam hal
pertumbuhan laba operasi, rasio penjualan terhadap aset, pertumbuhan penjualan,
pengembalian atas ekuitas (ROE), pertumbuhan laba terhadap aset, pengembalian
atas investasi (ROI), pengembalian atas aset (ROA) dan pertumbuhan aset.
(Hartman dan Desjardins, 2008:170)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Sumber : Rachmawati dan Sari (2010) Variable Independen (X)
Corporate Social Performance
Variable Dependen (Y)
Corporate Financial Performance : 1. ROA 2. ROE Variable Moderating (Z)
2.8Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual, makahipotesis dalam penelitian ini
adalah:
H1 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial
Performance yang diproxi dengan ROA
H2 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial
Performance yang diproxi dengan ROE
H3 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance
dan Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROA
H4 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance