• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap Corporate Financial PerformanceStudi Empiris Pada perusahaanyang terdaftar di National Center forSustainability Reporting 2010-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap Corporate Financial PerformanceStudi Empiris Pada perusahaanyang terdaftar di National Center forSustainability Reporting 2010-2013"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Dalam penelitian ini terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai

landasan yang mendasari penelitian dibidang tanggung jawab sosial perusahaan,

yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.

2.1.1 Teori Stakeholder

Freeman (1984:46) dalam Solihin (2010:49), mendefenisikan stakeholder

sebagai “setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau

dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan”. Pada awalnya yang dimaksud

dengan stakeholder mencakup para pemengang saham (share owners), para

karyawan (employees), para pelanggan (customers), para pemasok (suppliers),

para pemberi pinjaman (lenders) dan masyarakat luas (society).

Dill (Freeman dan Reid, 1983) dalam Solihin (2010:49) menekankan

pentingnya memperhitungkan peran yang dapat dilakukan stakeholder dalam

mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan. Dalam kaitan ini,

Dill menyatakan :

(2)

Studi kasus di tersebut menceritakan bagaimana masyarakat luas dapat

mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan, sehingga keberadaan mereka harus

diperhitungkan sebagai pihak yang memiliki stake (kepentingan) terhadap

operasional perusahaan.

Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik

(Shareholder) sebagaimana terjadi selama ini, namun bergeser menjadi lebih luas

yaitu pada ranah sosial kemasyarakatan (Stakeholder), yang selanjutnya disebut

dengan tanggung jawab social (Social responsibility). Fenomena seperti ini

terjadi, karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negativeexternalities yang

timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi (Harahap, 2002) dalam Nor Hadi

(2011:93). Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya di ukur

sebatas pada indikator ekonomi (economic focused) dalam laporan keuangan, kini

harus bergeser dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions)

terhadap stakeholder, baik internal maupun external.

Berdasarkan kedudukan stakeholders dalam pengelolaan perusahaan,

Jones (1995) dalam Solihin (2010:51) membagi stakeholders ke dalam dua

kategori, yaitu :

1. Inside Stakeholders

Inside Stakeholders terdiri dari orang-orang yang memiliki kepentingan

dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi

perusahaan.

Yang termaksuk ke dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang

(3)

2. Outside Stakeholders

Outside Stakeholders yaitu orang-orang maupun pihak-pihak

(constituencies) yang bukan pemilik perusahaan, pemimpin perusahaan dan bukan

pula karyawan perusahaan tetapi memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan /

atau dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan.

Yang termasuk kategori outside stakeholders adalah pelanggan

(customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government), kreditor (creditors),

serikat pekerja (unions), komunitas lokal (local communities), masyarakat umum

(general public).

2.1.2 Teori Legitimasi

Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan

kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik

fisik maupun non fisik. O’Donovan (2002) dalam Nor Hadi (2011:87)

berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan

masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari

perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat

atau sumberdaya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern).

Kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan

perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal

ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan

memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan

nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok

(4)

antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan

dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan

hidup perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005).

Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan ruang dan waktu,

legitimasi mengalami pergeseran bersamaan dengan perubahan dan

perkembangan lingkungan dan masyarakat di mana perusahaan berada (Dowling

1975) dalam Nor Hadi (2011:87). Perubahan nilai dan norma sosial dalam

masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia juga menjadi

motivator perubahan legitimasi perusahaan di samping juga dapat menjadi

tekanan bagi legitimasi perusahaan (Lindblom,1994) dalam Nor Hadi (2011:88).

Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan dan komunitas sekitarnya

memiliki relasi sosial yang erat karena keduanya terikat dalam suatu “social

contract”. Teori kontrak sosial menyatakan bahwa keberadaan perusahaan dalam

suatu area karena didukung secara politis dan dijamin oleh regulasi pemerintah

serta parlemen yang juga merupakan representasi dari masyarakat. Dengan

demikian, ada kontrak sosial secara tidak langsung antara perusahaan dan

masyarakat dimana masyarakat memberi cost dan benefits untuk keberlanjutan

korporasi (Lako, 2011:6). Kontrak sosial (social contract) dibuat sebagai media

untuk mengatur tatanan (pranata) sosial kehidupan masyarakat. Teori legitimasi

merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan

terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat.

Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada

(5)

2.2 CorporateSocialPerformance (CSP)

Pada awalnya konsep CSR terdiri atas empat komponen kewajiban

perusahaan terhadap masyarakat (Carroll, 1979 dalam Solihin, 2008:102).

Keempat komponen tersebut adalah economic responsibilities, legal

responsibilities, ethical responsibilities, dan discretionary responsibilities.

Beberapa ahli seperti Ackerman dan Bauer (Carroll, 1979) dikutip dari

Solihin (2008:102), mengajukan kritik terhadap konsep CSR. Kritik mereka

ditujukan kepada istilah social responsibility dalam konsep CSR, yang

seolah-olah hanya menekankan kepada kewajiban perusahaan untuk melakukan sesuatu

kepada para pemangku kepentingan. Sebaliknya konsep CSR ini tidak

menunjukkan berbagai upaya sosial yang dilakukan perusahaan dan memberi

dampak terhadap para pemangku kepentingan yang dapat diukur hasilnya berupa

kinerja (performance) bagi perusahaan.

Di sisi lain, terdapat peneliti seperti Hay, Gray, dan Gates (Carroll,1979)

dalam Solihin (2008:102), yang secara deskriptif menjabarkan dalam area apa

saja perusahaan dianggap memiliki kewajiban terhadap masyarakat. Hal ini dapat

dilihat dari keputusan dan komitmen yang dibuat perusahaan untuk

mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dalam isu-isu tertentu seperti

tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengatasi masalah polusi, kemiskinan,

diskriminasi rasial, serta berbagai area masalah sosial lainnya.

Kebutuhan untuk mencari model CSR yang dapat mengukur dampak

pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana

(6)

peningkatan kinerja keuangan perusahaan itulah yang mendorong lahirnya konsep

Corporate Social Performance sebagai penyempurnaan atas konsep CSR

sebelumnya (Solihin, 2008:101).

Citra atau reputasi perusahaan sendiri merupakan salah satu aset yang

sangat berharga. Corporate Social Performance merupakan hal yang cukup

penting bagi citra (reputation) perusahaan, terutama untuk jangka panjang

perusahaan yang dapat memberi kontribusi cukup berarti dalam pengembangan

berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian Corporate Social Performance

dapat menjadi salah satu ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan. (Yunan, 2005

dalam Maulana, 2008).

Wood mendefenisikan kinerja sosial perusahaan (Corporate Social

Performance-CSP) sebagai “sebuah konfigurasi prinsip-prinsip organisasi bisnis

dari tanggung jawab sosial, proses tanggapan sosial, dan kebijakan-kebijakan,

program, dan hasil yang dapat diamati sebagai hubungan-hubungan tersebut

kepada hubungan perusahaan dalam bermasyarakat. (Orlitzky et al,. 2003)

Sedangkan menurut Karimi dalam Septiadini (2010) kinerja sosial

perusahaan adalah penilaian kinerja sebuah perusahaan dilihat dari peran sosial

CSR yang dimainkannya di tengah masyarakat. Semakin sebuah perusahaan

mengimplementasikan CSR dengan baik, maka kinerja sosial perusahaan tersebut

akan semakin terangkat. Hasil yang diharapkan, tentu kembali kepada perusahaan

dalam bentuk dukungan publik dan penguatan faktor sosial terhadap pengelolaan

dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dari masyarakat

(7)

Berdasarkan pembahasan teori tersebut, keberadaan perusahaan tidak

terlepas dari kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap

sumber daya yang diinvestasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap

pengembalian pokok dan bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan terhadap

kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku agar kepentingan

masyarakat secara umum tidak terganggu. Namun yang tak kalah pentingnya

adalah pihak-pihak yang selama ini kurang mendapat perhatian, yaitu karyawan,

pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar perusahaan. Karyawan perlu

mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila memungkinkan,

karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan

keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok

berkepentingan terhadap pelunasan utang dagang. Pelanggan berkepentingan

terhadap kualitas produk perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar

perusahaan berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan yang berasal

dari aktivitas perusahaan.

Berdasarkan contoh dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi

perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor, yaitu

memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik

dan lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas

operasi perusahaan. Pelestarian lingkungan di samping bermanfaat bagi

masyarakat di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan

(8)

Penelitian ini akan menggunakan jenis pendekatan pengukuran isi laporan

tahunan dengan aspek-aspek penilaian tanggung jawab sosial yang dikeluarkan

oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang diperoleh dari website

www.globalreporting.org

GRI-G4 juga menyediakan panduan mengenai bagaimana menyajikan

pengungkapan keberlanjutan dalam format yang berbeda: baik itu laporan

keberlanjutan mandiri, laporan terpadu, laporan tahunan, laporan yang membahas

norma-norma internasional tertentu, atau pelaporan online. Jenis pendekatan

pengukuran GRI-G4 melalui isi laporan tahunan dengan aspek-aspek penilaian

tanggungjawab sosial yang dikeluarkan oleh GRI (Global Reporting Initiative)

yang diperoleh dari website

. Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada

standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan

perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, rigor, dan pemanfaatan

sustainability reporting dan merupakan aturan internasional yang telah diakui

oleh perusahaan di dunia.

(2013) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu ekonomi,

lingkungan, dan sosial mencakup praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan

bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, tanggung jawab atas produk dengan total

kinerja indikator mencapai 91 indikator. (Sumber :

(9)

Tabel 2.1

91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 KATEGORI EKONOMI

-Kinerja Ekonomi EC1 Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan didistribusikan

EC2 Implikasi finansial dan risiko serta peluang lainnya kepada kegiatan organisasi karena perubahan iklim EC3 Cakupan kewajiban organisasi atas

program imbalan pasti EC4 Bantuan financial yang diterima dari

pemerintah

-Keberadaan Pasar EC5 Rasio upah standar pegawai pemula (entry level)menurut gender dibandingkan dengan upah minimum regional di lokasi-lokasi operasional yang signifikan

EC6 Perbandingan manajemen senior yang dipekerjakan dari masyarakat local di lokasi operasi yang signifikan

-Dampak Ekonomi Tidak Langsung

EC7 Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur dan jasa yang diberikan

EC8 Dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan, termasuk besarnya dampak

-Praktek Pengadaan EC9 Perbandingan dari pembelian pemasok lokal di operasional yang signifikan

KATEGORI LINGKUNGAN

-Bahan EN1 Bahan yang digunakan berdasarkan berat atau volume

EN2 Persentase bahan yang digunakan yang merupakan bahan input daur ulang

-Energi EN3 Konsumsi energi dalam organisasi EN4 Konsumsi energi diluar organisasi EN5 Intensitas Energi

EN6 Pengurangan konsumsi energi -Air EN7 Konsumsi energi diluar organisasi

EN8 Total pengambilan air

berdasarkan sumber

EN9 Sumber air yang secara

signifikan dipengaruhi oleh pengambilan air

(10)

Lanjutan Tabel 2.1

91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 -Keanekaragaman

Hayati

EN11 Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki, disewa, dikelola didalam, atau yang berdekatan dengan, kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung

EN12 Uraian dampak signifikan

kegiatan, produk, dan jasa terhadap keanekaragaman hayati di kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung

EN13 Habitat yang dilindungi dan dipulihkan

EN14 Jumlah total spesies dalam iucn red list dan spesies dalam daftar spesies yang dilindungi nasional dengan habitat di tempat yang

dipengaruhi operasional, berdasarkan tingkat risiko kepunahan

-Emisi EN15 Emisi gas rumah kaca (GRK)

langsung (Cakupan 1)

EN16 Emisi gas rumah kaca (GRK) energi tidak langsung (Cakupan 2) EN17 Emisi gas rumah kaca (GRK) tidak

langsung lainnya (Cakupan 3) EN18 Intensitas emisi gas rumah kaca

(GRK)

EN19 Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK)

EN20 Emisi bahan perusak ozon (BPO) EN21 NOX, SOX, dan emisi udara

signifikan lainnya -Efluen dan

Limbah

EN22 Total air yang dibuang berdasarkan kualitas dan tujuan

EN23 Bobot total limbah berdasarkan jenis dan metode pembuangan EN24 Jumlah dan volume total tumpahan

(11)

Lanjutan Tabel 2.1

91 Indikator Berdasarkan GRI-G4

EN25 Bobot limbah yang dianggap berbahaya menurut ketentuan konvensi Basel2 Lampiran I, II, III, dan VIII yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah, dan persentase limbah yang diangkut untuk pengiriman internasional EN26 Identitas, ukuran, status lindung,

dan nilai keanekaragaman hayati dari badan air dan habitat terkait yang secara signifikan terkena dampak dari pembuangan dan air limpasan dari organisasi

-Produk dan Jasa EN27 Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak lingungan produk dan jasa EN28 Persentase produk yang terjual dan

kemasannya yang direklamasi menurut kategori

-Kepatuhan EN29 Nilai moneter denda signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lingkungan

-Transportasi EN30 Dampak lingkungan signifikan dari pengangkutan produk dan barang lain serta bahan untuk operasional organisasi, dan pengangkutan tenaga kerja

-Lain-lain EN31 Total pengeluaran dan investasi perlindungan lingkungan berdasarkan jenis

-Asesmen Pemasok Atas

Lingkungan

EN32 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria lingkungan EN33 Dampak lingkungan negatif

signifikan aktual dan potensial dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil

-Mekanisme Pengaduan

Masalah Lingkungan

EN34 Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme pengaduan resmi

KATEGORI SOSIAL

(12)

Lanjutan Tabel 2.1

91 Indikator Berdasarkan GRI-G4

-Kepegawaian LA1 Jumlah total dan tingkat perekrutan karyawan baru dan turnover karyawan menurut kelompok umur, gender, dan wilayah

LA2 Tunjangan yang diberikan bagi karyawan purnawaktu yang tidak diberikan bagi karyawan sementara atau paruh waktu, berdasarkan lokasi operasi yang signifikan

LA3 Tingkat kembali bekerja dan tingkat retensi setelah cuti melahirkan, menurut gender

-Hubungan Industrial

LA4 Jangka waktu minimum

pemberitahuan mengenai perubahan operasional, termasuk

apakah hal tersebut tercantum dalam perjanjian bersama

-Kesehatan dan Keselamatan Kerja

VV

LA5 Persentase total tenaga kerja yang diwakili dalam komite bersama formal manajemen-pekerja yang membantu mengawasi dan memberikan saran program kesehatan dan keselamatan kerja LA6 Jenis dan tingkat cedera, penyakit

akibat kerja, hari hilang, dan kemangkiran, serta jumlah total kematian akibat kerja, menurut daerah dan gender

LA7 Pekerja yang sering terkena atau berisiko tinggi terkena penyakit yang terkait dengan pekerjaan mereka

LA8 Topik kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam perjanjian formal dengan serikat pekerja

-Pelatihan dan Pendidikan

LA9 Jam pelatihan rata-rata per tahun per karyawan menurut gender, dan menurut kategori karyawan

LA10 Program untuk manajemen

(13)

Lanjutan Tabel 2.1

91 Indikator Berdasarkan GRI-G4

LA11 Persentase karyawan yang

menerima reviuw kinerja dan pengembangan karier secara reguler, menurut gender dan kategori karyawan

-Keberagaman dan Kesetaraan

Peluang

LA12 Komposisi badan tata kelola dan pembagian karyawan per kategori karyawan menurut gender, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan indikator keberagaman lainnya

-Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan

Laki-laki

LA13 Rasio gaji pokok dan remunerasi bagi perempuan terhadap laki-laki menurut kategori karyawan, berdasarkanlokasi operasional yang signifikan

-Asesmen Pemasok Terkait

Praktik Ketenagakerjaan

LA14 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria praktik ketenagakerjaan

LA15 Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap praktik ketenagakerjaandalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil

SUB-KATEGORI: HAK ASASI MANUSIA

-Investasi HR1 Jumlah total dan persentase

perjanjian dan kontrak investasi yang signifikan yang menyertakan klausul terkait hak asasi manusia atau penapisan berdasarkan hak asasi manusia

HR2 Jumlah waktu pelatihan karyawan tentang kebijakan atau prosedur hak asasi manusia terkait dengan Aspek hak asasi manusia yang relevan dengan operasi, termasuk persentase karyawan yang dilatih -Non-Diskriminasi HR3 Jumlah total insiden diskriminasi

dan tindakan korektif yang diambil -Kebebasan

Berserikat dan Perjanjian Kerja

Bersama

(14)

Lanjutan Tabel 2.1

91 Indikator Berdasarkan GRI-G4

-Pekerja Anak HR5 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi berisiko tinggi melakukan eksploitasi pekerja anak

dan tindakan yang diambil untuk berkontribusi dalam penghapusan

pekerja anak yang efektif -Pekerja Paksa

Atau Wajib Kerja

HR6 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi berisiko tinggi melakukan pekerja paksa atau wajib kerja dan tindakan untuk berkontribusi dalam penghapusan segala bentuk pekerja paksa atau wajib kerja

-Praktik Pengamanan

HR7 Persentase petugas pengamanan yang dilatih dalam kebijakan atau prosedur hak asasi manusia di organisasi yang relevan dengan operasi

-Hak Adat HR8 Jumlah total insiden pelanggaran yang melibatkan hak-hak masyarakat adat dan tindakan yang diambil

-Asesmen HR9 Jumlah total dan persentase operasi yang telah melakukan reviu atau asesmen dampak hak asasi manusia -Asesmen

Pemasok Atas Hak Asasi Manusia

HR10 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria hak asasi manusia

HR11 Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap hak asasi manusia dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil -Mekanisme

Pengaduan Masalah Hak Asasi Manusia

HR12 Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap hak asasi manusia yang

diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme

pengaduan formal SUB-KATEGORI: MASYARAKAT

-Masyarakat Lokal SO1 Persentase operasi dengan pelibatan masyarakat lokal, asesmen dampak, dan program pengembangan yang diterapkan

(15)

Lanjutan Tabel 2.1

91 Indikator Berdasarkan GRI-G4

-Anti-Korupsi SO3 Jumlah total dan persentase operasi yang dinilai terhadap risiko terkait dengan korupsi dan risiko signifikan yang teridentifikasi

SO4 Komunikasi dan pelatihan

mengenai kebijakan dan prosedur anti-korupsi

SO5 Insiden korupsi yang terbukti dan tindakan yang diambil

-Kebijakan Publik SO6 Nilai total kontribusi politik berdasarkan negara dan penerima/penerima manfaat

-Anti Persaingan SO7 Jumlah total tindakan hukum terkait Anti Persaingan, anti-trust, serta praktik monopoli dan hasilnya

-Kepatuhan SO8 Nilai moneter denda yang

signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan

-Asesmen Pemasok Atas Dampak Terhadap

Masyarakat

S09 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria untuk dampak terhadap masyarakat

SO10 Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap masyarakat dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil

-Mekanisme Pengaduan Dampak Terhadap

Masyakat

SO11 Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap masyarakat yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme pengaduan resmi

SUB-KATEGORI: TANGGUNGJAWAB ATAS PRODUK -Kesehatan

Keselamatan Pelanggan

PR1 Persentase kategori produk dan jasa yang signifikan dampaknya terhadap kesehatan dan keselamatan yang dinilai untuk peningkatan

(16)

Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 -Pelabelan

Produk dan Jasa

PR3 Jenis informasi produk dan jasa yang diharuskan oleh prosedur organisasi terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa, serta persentase kategori produk dan jasa yang signifikan harus mengikuti persyaratan informasi sejenis

PR4 Jumlah total Insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa, menurut jenis hasil

PR5 Hasil survei untuk mengukur kepuasan pelanggan

-Komunikasi Pemasaran

PR6 Penjualan produk yang dilarang atau disengketakan

PR7 Jumlah total Insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela tentang komunikasi pemasaran, termasuk iklan, promosi, dan sponsor, menurut jenis hasil

-Privasi Pelanggan

PR8 Jumlah total keluhan yang terbukti terkait dengan pelanggaran privasi pelanggan dan hilangnya data pelanggan

-Kepatuhan PR9 Nilai moneter denda yang

signifikan atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan terkait penyediaan dan penggunaan produk dan jasa

Sumber: (Data Diolah)

GRI-G4 dirancang agar dapat diterapkan secara universal untuk semua

organisasi, besar dan kecil, di seluruh dunia. Pengukuran dilakukan berdasarkan

indeks pengungkapan masing-masing perusahaan yang dihitung melalui

pembagian antara jumlah item yang diungkapkan dengan jumlah item yang

(17)

CSRDIj =

xij

nj

Keterangan:

CSRIj : Corporate Social Responsibility Indeks Perusahaan j

nj : Jumlah kriteria pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk perusahaan j, nj ≤ 91

Xij : 1 = Jika kriteria diungkapkan; 0 = Jika kriteria tidak diungkapkan

Dengan diprakarsai oleh IAI-KAM pada pertengahan 2005, telah didirikan

lembaga semacam GRI yang diberi nama “National Center For Sustainability

Reporting (NCSR)”. Lembaga independen ini memiliki misi: “Meyusun dan

meyebarluaskan pedoman penyusunan laporan keberlanjutan untuk

organisasi/perusahaan di Indonesia”.

National Center forSustainability Reporting (NCSR) Indonesia adalah

sebuah wadah (organisasi) independen dalam rangka pengembangan, pembinaan,

pengukuran dan pelaporan atas implementasi keberlanjutan perusahaan (corporate

sustainability). NSCR Indonesia memiliki anggota dari korporasi, organisasi, dan

individu-individu profesional yang mempunyai visi dan komponen yang sama

dalam menerapkan dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan di

Indonesia.

Terbentuknya pusat pelaporan nasional, National Center forSustainability

Reporting (NCSR) pada tahun 2005. Lima organisasi independen penting, yaitu

Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI), Indonesia Netherlands

Association (INA), National Committe on Governance (NCG), Forum for

(18)

mengumpulkan sumber daya mereka ke dalam prakarsa ini dengan visi menjadi

pemimpin dalam menyediakan standar pelaporan keberlanjutan bagi perusahaan

di Indonesia (Urip, 2014 : 99)

2.3 CorporateFinancialPerformance (CFP) 2.3.1 ROA

Harahap (2010:305) “Return On Assets (ROA)

menggambarkan perputaran aktiva diukur dari penjualan. Semakin

besar rasio ini maka semakin baik dan hal ini berarti bahwa aktiva

dapat lebih cepat berputar dan meraih laba”.

Return On Assets (ROA) menjadi salah satu pertimbangan

investor di dalam melakukan investasi. Return on Asset adalah

salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dapat mengukur

kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan

dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan.

Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi

pulaROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam

penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Jika rasio ini

mengalami penurunan maka akan mempengaruhi perusahaan dalam

mencari laba. Karena rasio ini menurun di pengaruhi oleh dua

indikator yaitu utang dan beban yang ditanggung oleh perusahaan

(19)

Jadi penurunan rasio ini sangat berpengaruh pada laba yang di

peroleh perusahaan.

2.3.2 ROE

Return On Equity (ROE) merupakan sebuah rasio yang

sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja

perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat

pengembalian modal dari perusahaan (Sawir, 2005:20).

Weston dan Copeland (2002:241) mengatakan bahwa

“rentabilitas usaha adalah hasil pengembalian atas ekuitas

mengukur pengembalian nilai buku kepada pemilik perusahaan,

rasio ini merupakan suatu rasio tujuan akhir. Return on Equity atau

tingkat pengembalian ekuitas pemilik mengukur seberapa besar

kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang menjadi hak

bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar

kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang perusahaan

makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Dengan

demikian maka modal yang dimiliki oleh perusahaan tidak

memberikan laba yang memuaskan bagi perusahaan. Rasio ini

digunakan untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam

mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah

pajak.Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan

yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan

(20)

tertarik pada seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh

keuntungan terhadap modal yang ia tanamkan.

Kinerja keuangan (finansial) perusahaan dapat diukur dari laporan

keuangan yang dikeluarkan perusahaan secara periodik yang memberikan suatu

gambaran tentang posisi keuangan. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim

dikenal adalah: laporan neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan,

laporan laba/rugi yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dan laporan arus

kas yang menggambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode

(Harahap, 2011:105).

Analisis laporan keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut

penggunaan informasi akuntansi untuk membuat keputusan bisnis dan investasi.

Analisis keuangan dirancang bagi pengusaha, investor, dan kreditor di mana

mereka harus memahami bagaimana membaca mengartikan serta menganalisis

laporan keuangan. Laporan keuangan melaporkan posisi keuangan perusahaan

pada suatu waktu tertentu maupun selama beberapa periode yang lalu (Astuti,

2004:29).

Kinerja keuangan dipakai manajemen sebagai salah satu pedoman untuk

mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan dari kinerja

keuangan dibuat untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan masa lalu

dan digunakan untuk memprediksi keuangan dimasa yang akan datang. Kinerja

keuangan berperan penting karena digunakan sebagai indikator penilaian baik atau

buruknya kondisi keuangan dan prestasi kerja suatu perusahaan dalam waktu

(21)

Teknik analisis laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini

untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah analisis rasio. Teknik ini sudah

banyak digunakan para analis keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan

perusahaan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan

dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan

yang relevan dan signifikan (Harahap, 2011:297).

2.4 Hubungan antara CorporateSocialPerformance (CSP) dengan Corporate FinancialPerformance (CFP)

Peran perusahaan di tengah komunitas suatu bangsa adalah tidak hanya

sebagai “institusi ekonomi” yang mengejar tujuan ekonomi, tetapi juga sebagai

“institusi sosial”. Sebagai institusi sosial, perusahaan dituntut melakukan

pembaruan-pembaruan sosial dan mendonasikan sumber daya ekonominya untuk

membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Selain itu, setiap peningkatan

skala operasi perusahaan juga secara otomatis akan meningkatkan skala dampak

negatifnya pada lingkungan dan masyarakat, sementara profits-nya hanya

dinikmati para pemegang saham. Hal ini menyebabkan ketidakadilan sehingga

pebisnis dan korporasi harus bertindak adil dengan menyisihkan keuntungan

untuk membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Meskipun dalam jangka

pendek akan meningkatkan cost dan menurunkan laba, namun dalam jangka

panjang akan mendatangkan economic benefits bagi perusahaan. Sebagai contoh,

pangsa pasar yang meluas karena loyalitas konsumen kian banyak, kelangsungan

bisnis yang aman dan kondusif karena meningkatnya kepercayaan para

(22)

Hubungan antara CSP dan CFP menurut penelitian Poddi & Vergali

(2009) menjelaskan bahwa biaya intangible lebih besar dilakukan oleh perusahaan

yang melakukan pengungkapan CSP. Sementara hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa ROE lebih besar dimiliki oleh perusahaan yang secara

sukarela mengungkapkan CSP dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan

pengungkapan CSP. Penelitiannya juga menujukkan terdapat hubungan positif

antara CSP dengan kinerja pasar perusahaan

Hubungan positif antara CFP dengan CSP juga dijelaskan oleh Waddock

& Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan

bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi cost pertanggungjawaban

sosial maka dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mendapat manfaat

berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang akan

meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama akan

meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Alasan berikutnya, dengan

mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan

suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika

perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan

untuk aktivitas semacam CSP,

Menurut model teori stakeholder, perusahaan perlu menjalin hubungan

dengan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power dalam

mengendalikan ketersediaan sumber daya (Chariri dan Ghozali 2007:410).

Perusahaan juga perlu mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan dari

(23)

shareholdernya saja yang perlu diakomodasi oleh perusahaan, melainkan seluruh

stakeholdernya.

Oleh karena itu perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan dari

pemangku kepentingan karena adanya komitmen moral dari manajemen

perusahaan terhadap para pemangku kepentingan. Komitmen moral ini akan

mendorong perusahaan untuk merumuskan strategi perusahaan di mana strategi

perusahaan akan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja keuangan perusahaan.

Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan stakeholder adalah dengan

mengungkapkan CSR, dimana kinerja sosial perusahaan dilihat dari peran CSR

yang dimainkannya ditengah masyarakat. Menurut model teori stakeholder ini

juga menyebutkan bahwa kenaikan dan penurunan kinerja keuangan sejalan

dengan kenaikan dan penurunan dari pengungkapan kinerja sosialnya.

Teori legitimasi menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk

memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam

masyarakat atau lingkungan di mana perusahaan berada, di mana mereka berusaha

untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar.

Teori legitimasi kaitannya dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah

apabila terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai

masyarakat (legitimacy gap) maka perusahaan dapat kehilangan legitimasinya,

yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan.

Untuk mensinergikan aktivitas operasionalnya dalam memperoleh tujuan

finansialnya dengan suatu sistem sosial yang berlaku di masyarakat dalam rangka

(24)

dalam waktu yang panjang. Perusahaan perlu merumuskan strategi yang dapat

mengakomodasi ketidakselarasan tersebut yaitu salah satunya dengan

mengungkapkan CSP yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sosial

perusahaan. berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara

kinerja sosial perusahaan dan kinerja keuangan adalah positif dimana hubungan

positif tersebut menunjukkan arti yaitu pencapaian tinggi rendahnya kinerja

keuangan sejalan dengan pencapaian tinggi rendahnya kinerja sosial perusahaan.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan 2.5.1 Size

Ferry dan Jones (1979), ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana

dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara

lain: total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar, dan

lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva, penjualan,

log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran

perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga

kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size),

dan perusahaan kecil (small firm). Sedangkan Yusuf dan Soraya (2004) ukuran

perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan,

ditunjukan oleh natural logaritma dari total aktiva.

Menurut Sawir (2004:101)ukuran perusahaan dinyatakan sebagai

determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang

(25)

1. Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan

perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya

kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir baik untuk obligasi

maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari

penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika

penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin

kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga

sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return

lebih tinggi secara signifikan.

2. Kedua, ukuran perushaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam

kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari

berbagai bentuk hutang, termaksud penawaran spesial yang lebih

menguntungkan dibandigkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin

besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar jumlah uang yang

digunakan, semakin besar kemungkinan-kemungkinan pembuatan kontrak

yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari

penggunaan kontrak standar hutang.

3. Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat

perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada

akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang

mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti

(26)

rencana keuangan dan tidak mengembangakan sistem akuntansi mereka

menjadi suatu sistem manajemen.

Company Size didefinisikan sebagai ukuran suatu perusahaan yang dapat

diukur dengan jumlah aset suatu perusahaan, penjualan dan kapasitas pasar.

Dalam penelitian ini menggunakan jumlah aset sebagai cara untuk pengukuran

company size. Karena total aset suatu perusahaan lebih stabil dari tahun ke tahun.

Semakin banyak jumlah aset suatu perusahaan seharusnya semakin baik juga

kondisi suatu perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi para investor untuk

menanam sahamnya pada perusahaan tersebut (Yustiana, 2011).

2.6Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan

beberapa peneliti, secara ringkas adalah sebagai berikut:

Hubungan positif antara CFP dengan CSP dijelaskan oleh Waddock &

Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan

bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi kos pertanggungjawaban

sosial maka dalam jangka panjang perusahaan akan tidak akan mendapatkan

manfaat berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang

akan meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama

akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Alasan berikutnya, dengan

mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan

suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika

perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan

(27)

Ahmad (2013) meneliti tentang Pengaruh Corporate Social Performance

terhadap Corporate Financial Performance. Hasil penelitian ini menunjukkan

CSP berpengaruh secara segnifikan terhadap ROA dan ROE. Size berpengaruh

signifikan terhadap hubungan CSP dan ROA namun tidak terhadap ROE.

Leverage signifikan terhadap hubungan CSP dengan ROA dan ROE.

Titisari (2010) meneliti tentang Pengaruh Corporate Financial

Performance terhadap Corporate Social Performance. Hasil penelitian ini

menunjukkan variabel financial performance yang di proxy dengan ROA

berpengaruh secara signifikan terhadap social performance. Sedangkan variabel

financial performance yang di proxy dengan ROE tidak signifikan mempengaruhi

social performance.

Rachmawati dan Sari (2010) juga meneliti tentang hubungan antara

Corporate Social Performance (CSP) dengan Corporate Financial Performance

(CFP). Hasil dari penelitian ini ialah Corporate Social Performance berpengaruh

positif terhadap Corporate Financial Performance dan Size berpengaruh positif

pada pengembalian asset di perusahaan.

Fauzi, et al. (2007) meneliti hubungan antara kinerja sosial perusahaan

(CSP) dengan kinerja keuangan perusahaan (CFP) untuk menentukan apakah CSP

adalah terkait dengan kinerja perusahaan dengan menggunakan slack resource

theory dan good management theory. Selain itu, mengkaji apakah ukuran

perusahaan atau industri mempengaruhi hubungan antara CSP dan CFP. Hasil dari

studi gagal untuk menemukan hubungan yang signifikan antara CSP dan CFP di

(28)

Tabel 2.2

Analisis Hasil Penelitian

1. Sandra A

Hubungan positif antara CFP dengan CSP

2. Zulfikar Ali

positif dengan Financial Performance.

Pada perusahaan Indonesia kinerja sosial dan keuangan tidak berhubungan, Temuan ini menunjukkan bahwa investor institusi tidak memasukkan CSP sebagai bagian dari keputusan investasi mereka.

Variabel financial performance yang di proxi dengan ROA berpengaruh secara signifikan terhadap

social performance.

Sedangkan variabel

financial

performance yang di proxi dengan ROE tidak signifikan

mempengaruhi social performance. Performance berpengaruh

(29)

2.7Kerangka Konseptual

Pemilik modal sebagai investor dalam suatu perusahaan akan memilih

perusahaan yang baik pengelolaannya. Perusahaan yang baik pengelolaannya

tidak hanya dalam pengelolaan keuangannya, tetapi juga dalam hal aktivitas

sosialnya. Saat perusahaan melakukan suatu aktivitas sosial dan perusahaan juga

mengungkapkannya di dalam laporan tahunan, secara otomatis pihak yang

membaca laporan tahunan akan mengetahui bahwa perusahaan melakukan

aktivitas sosial. Investor sebagai pemilik dana di perusahaan akan melihat bahwa

perusahaan melakukan aktivitas yang baik sehingga mereka akan semakin percaya

untuk menempatkan modalnya di perusahaan tersebut.

Pada dasarnya tanggung jawab manajemen juga untuk meningkatkan

kinerja keuangan. Komponen stakeholder seperti investor, kreditor, dan tenaga

kerja sangat memperhatikan tentang kinerja perusahaan. Kinerja keuangan yang

lebih tinggi menyebabkan peningkatan kemakmuran stakeholder. Selain itu,

berdasarkan slack resource theory (Waddock dan Graves, 1997), peningkatan

kinerja keuangan membuat perusahaan memiliki lebih banyak kesempatan untuk

meningkatkan kinerja sosial dalam semua aspek. Ada banyak ukuran-ukuran yang

digunakan untuk mewakili kinerja keuangan termasuk ROA (Return on Assets)

dan ROE (Return on Equity) (Waddock dan Graves, 1997).

Menurut Waddock dan Graves (1997) ukuran perusahaan berkaitan

dengan kinerja sosial perusahaan, yaitu perusahaan-perusahaan besar berperilaku

dengan cara yang lebih bertanggung jawab secara sosial daripada perusahaan

(30)

institusional, yaitu perusahaan-perusahaan besar mendapatkan lebih banyak

perhatian dari kelompok stakeholder eksternal daripada perusahaan-perusahaan

kecil, dan dengan begitu mereka perlu menanggapinya.

Sebuah studi penting yang dilakukan oleh Profesor Stephen Erfle dan

Michael Frantantuono menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki

peringkat tertinggi dalam hal riwayat mereka pada berbagai isu sosial (termaksuk

kegiatan amal, program bakti sosial, pemeliharaan lingkungan hidup,

pemberdayaan perempuan, dan advokasi kelompok minoritas) juga memiliki

kinerja keuangan yang lebih besar. Kinerja keuangan yang lebih baik dalam hal

pertumbuhan laba operasi, rasio penjualan terhadap aset, pertumbuhan penjualan,

pengembalian atas ekuitas (ROE), pertumbuhan laba terhadap aset, pengembalian

atas investasi (ROI), pengembalian atas aset (ROA) dan pertumbuhan aset.

(Hartman dan Desjardins, 2008:170)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Rachmawati dan Sari (2010) Variable Independen (X)

Corporate Social Performance

Variable Dependen (Y)

Corporate Financial Performance : 1. ROA 2. ROE Variable Moderating (Z)

(31)

2.8Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual, makahipotesis dalam penelitian ini

adalah:

H1 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial

Performance yang diproxi dengan ROA

H2 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial

Performance yang diproxi dengan ROE

H3 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance

dan Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROA

H4 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance

Gambar

Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
 Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka  Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

2 Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak

maupun retak dan relatip bersih, meskipun dari hasil pemeriksaan visual untuk 144 lubang tabung bagian dalam dan tabung dinding luar serta buffle- buffle penukar

Dengan mengacu kepada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14/POJK.04/2019 tentang perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

Dari hasil penelitian terhadap siswa SD Inpres Tiwoho yang berusia 9-12 tahun dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara promosi kesehatan

Setelah melakukan analisis data dan dilanjutkan dengan pembuktian hipotesis diperoleh gambaran yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hubungan yang signifikan

Pada Gambar 4.39 merupakan rancangan tampilan dari menu Data Penanganan, pada halaman ini terdapat data penanganan dari keluhan, admin dapat mengedit data penanganan

contoh perhitungan dalam nilai waktu ini adalah diambil dari Sedan Timor (Golongan I) dengan kecepatan kendaraan pada jalan TOL diasumsikan (regulasi yang diambil) sebesar 75

(2) Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakang. berdasarkan hasil