• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bercermin dari Turnover Pekerja Industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bercermin dari Turnover Pekerja Industri"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bercermin dari

Turnover

Pekerja Industri Tekstil dan

Produk Tekstil (TPT) di Kabupaten Semarang

Ain Hafidita

I. PENDAHULUAN

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menawarkan kesempatan yang luas bagi

suatu negara untuk memulai industrialisasi ekonominya. Industri ini memainkan

peranan penting dalam meningkatkan orientasi ekspor khususnya di negara-negara

Asia. Jumlah penduduk negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)

yang mencapai sekitar 612 juta jiwa1 dan kesepakatan penghapusan tarif bea masuk

0% menjadi peluang besar bagi pasar TPT2.

Di Indonesia, perkembangan industri TPT juga memberikan kontribusi bagi

pertumbuhan ekonomi domestik. Pada tahun 2009, industri TPT berkontribusi sebesar

12,72 persen dalam perolehan devisa terhadap ekspor hasil industri tidak termasuk

minyak dan gas (migas) dan sebesar 9,58 persen terhadap total ekspor non migas,

meskipun 85 persen bahan baku berupa kapas masih diimpor. Bermodal 248.5 juta

jiwa atau setara dengan 40.6% dari total populasi penduduk ASEAN, Indonesia

menyediakan banyak tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan industri ini3.

Provinsi Jawa Barat memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi untuk manufaktur

termasuk khususnya industri TPT. Jawa Barat menyumbang hampir seperempat dari

nilai total hasil produksi Indonesia di sektor non migas. Komoditas ekspor utama

Jawa Barat adalah tekstil yaitu sekitar 55,45% dari total ekspor dan sisanya adalah

besi baja, alas kaki, furnitur, rotan, elektronika, komponen pesawat dan lainnya.

Namun demikian, belakangan ini marak terjadi relokasi pabrik yang dilakukan

1

PRB. 2013. World Population Data Sheet 2013. Washington DC: Population Reference Bureau. 2

Ekspor hasil industri pakaian jadi dan tekstil lainnya. 3

Hermawan, I. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Makroekonomi Terhadap Perkembangan Industri

(2)

industri TPT Jawa Barat ke beberapa daerah di Jawa Tengah karena makin tingginya

upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat. Selisih UMP antara Jawa Barat dan Jawa

Tengah mencapai sekitar Rp 1.000.000,00 per karyawan. Kisaran UMP di Jawa Barat

adalah Rp 2.200.000,00 sedangkan di Jawa Tengah hanya Rp 1.200.000,00. Investasi

yang dikeluarkan untuk membangun pabrik baru adalah sekitar Rp 10 miliar, relatif

kecil jika dibandingkan dengan kompensasi yang harus dibayarkan jika tetap

mempertahankan operasional pabrik di Jawa Barat dan sekitarnya. Tidak melulu

karena tarif, Jawa Tengah dinilai memiliki iklim investasi yang kondusif dan cocok

untuk industri padat karya4.

Salah satu sentra industri TPT di Jawa Tengah adalah Kabupaten Semarang.

Lokasi strategis Kabupaten Semarang yang menghubungkan Kota Semarang dengan

Solo dan Yogyakarta menjadi incaran investor, khususnya perusahaan TPT.

Kabupaten Semarang merupakan rumah bagi 31 industri TPT, diantaranya adalah PT.

Ungaran Sari Garment, PT. Apac Inti Corpora, PT. Morich Indo Fashion, PT.

Sinabro/Global Garment, PT. Liebra Permana, PT. Batam Textile Industri dan

sebagainya5. Berikut adalah jumlah industri TPT dan pekerja menurut KKI 3 Digit

dan jenis kelamin di Kabupaten Semarang tahun 2012.

Tabel 1. Komposisi Industri TPT Besar dan Sedang dan Jumlah Pekerja Menurut KKI 3 Digit dan Jenis Kelamin di Kabupaten Semarang tahun 2012

Tenaga Kerja Produksi Tenaga Kerja Lainnya

KKI 3 Digit

Banyaknya Perusahaan / Usaha

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

131 4 3.182 5.246 8.428 796 778 1.574

141 24 3.859 34.882 38.681 790 1.192 1.982

143 3 320 1.347 1.667 15 30 45

(3)

Keterangan KKI 3 Digit:

131 : Industri Pemintalan, Penenunan dan Penyelesaian Akhir Tekstil

141 : Industri Pakaian Jadi dan Perlengkapannya, Bukan Pakaian Jadi dari Kulit Berbulu 143 : Industri Pakaian Jadi Rajutan dan Sulaman / Bordir

Jumlah keseluruhan pekerja yang terserap pada sektor TPT adalah 52.377 jiwa

atau sebanyak 68.15% dari seluruh pekerja sektor industri di Kabupaten Semarang.

Data yang berbeda pada Kabupaten Semarang dalam Angka 2013 menyebutkan

bahwa pada tahun 2012 terdapat sejumlah 156 industri kecil menengah yang

berbentuk usaha pakaian jadi atau konveksi, 36 industri besar berbentuk usaha

garmen dan 8 industri besar produsen tekstil.

Walaupun sudah menyerap banyak tenaga kerja, perusahaan padat karya di sektor

garmen sering melaporkan kekurangan pegawai. Menurut Disnakertrans, faktor yang

paling dominan adalah banyak pencari kerja yang tidak memenuhi klasifikasi yang

dibutuhkan. Dari data yang dihimpun, pada tahun 2013 Disnakertrans mencatat

10.005 orang yang mengajukan kartu kuning atau AK-1. Lowongan kerja yang

tersedia sejumlah 11.325 sementara yang terserap hanya 7.073 orang. Hingga Juli

2014, tercatat 3.604 orang pencari kartu kuning, lowongan kerja yang tersedia

sejumlah 1.833 sementara tenaga kerja produktif yang terserap hanya sekitar 1.550

orang. Pencari kartu kuning yang paling banyak adalah lulusan SMP, SMK, dan

Sarjana. Berdasarkan gender, pencari kerja umumnya adalah perempuan yang akan

mengajukan lamaran ke perusahaan garment6.

Selain sukar mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan pabrik,

permasalahan yang lebih pelik adalah mempertahankan jumlah karyawan. Hubungan

kerja antara karyawan dan perusahaan dapat terhenti karena pensiun, adanya

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), atau karyawan mengundurkan diri dari

perusahaan. Tingkat laju karyawan yang mengundurkan diri dari perusahaan disebut

dengan turnover rate (ratio). Secara umum, cara menghitung rasio turnover adalah

jumlah karyawan keluar dibagi dengan total jumlah karyawan dan disajikan dalam

bentuk presentase. Perhitungan dapat dilakukan bulanan ataupun tahunan sesuai

kebutuhan perusahaan. Turnover rate memiliki makna jika dibandingkan dengan

6

Putranto, P. D. 2014. Perusahaan Garmen di Ungaran Kesulitan Cari Tenaga Kerja. Dikutip dari

http://jateng.tribunnews.com/2014/08/10/perusahaan-garmen-di-ungaran-kesulitan-cari-tenaga-kerja.

(4)

angka lainnya. Sebagai contoh, jika turnover rate di sebuah perusahaan adalah 4,5%,

namun ternyata turnover rate rata-rata industri adalah 2% maka dapat disimpulkan

turnover rate perusahaan tersebut lebih besar dibandingkan rata-rata industri lain.

Tingginya turnoverrate dapat mengindikasikan karyawan cenderung untuk berpindah

kerja ke perusahaan kompetitor dibandingkan bertahan di perusahaan tersebut atau

perusahaan kompetitor cenderung lebih menarik. Tunover rate kemudian bisa

menjadi sinyal peringatan bagi perusahaan untuk mengkaji lebih mendalam kebijakan

manajemen sumber daya manusianya7.

Salah satu dampak turnover yang tinggi pada perusahaan adalah munculnya

biaya-biaya berikut:

1. Biaya Perpisahan

Biaya perpisahan umumnya berupa pesangon sesuai dengan ketentuan

masing-masing perusahaan.

2. Biaya Rekrutmen

Komponen biaya ini mencakup semua biaya yang diperlukan untuk mengganti

karyawan lama yang keluar, termasuk biaya pemasangan iklan (di media cetak,

portal lowongan pekerjaan, jobfair dan sebagainya), biaya seleksi internal jika

melakukan rekrutmen sendiri, maupun biaya jika menyewa pihak ketiga.

3. Biaya Pengembangan Karyawan

Jika karyawan yang keluar sudah pernah mengikuti pelatihan, seminar dan

sertifikasi yang diselenggarakan atau dibayar oleh perusahaan, maka seluruh

investasi perusahaan tersebut dimasukkan ke biaya pengembangan karyawan.

4. Biaya Tidak Langsung

Biaya tidak langsung mencakup di antaranya perkiraan pekerjaan yang tidak

terselesaikan dan kemunduran proyek.

II. DISKUSI

Berdasarkan sampel yang diambil Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang,

berikut adalah data rasio turnover pabrik garment di Kabupaten Semarang pada tahun

2014:

7

Anonim. 2012. Menghitung Kerugian Perusahaan Akibat Pengunduran Diri (Turnover). Dikutip dari

http://hrdlokal.blogspot.com/2012/10/menghitung-kerugian-perusahaan-akibat.html?view=timeslide.

(5)

Tabel 2. Rasio Turnover 3 Pabrik Garment Kab. Semarang Tahun 2014

Periode Pabrik

A B C

Januari – Maret 4.95 % 3.96 % 33.47 % April – Juni 5 % 5.05 % 12.55 % Juli – September 5 % 7.69 % 4.79% Oktober – Desember 4.98 % 6 % 19.69 %

Dari data tersebut dapat dilihat rasio turnover karyawan Pabrik C pada seluruh

periode cukup tinggi. Data ini tidak bisa menggambarkan keseluruhan turnover

pekerja pabrik garmen Kabupaten Semarang, karena jumlah sampel yang terlalu kecil

akibat sulitnya meminta data ke pabrik garment. Tingkat rasio turnover sebaiknya

dibedakan antara pengunduran diri karyawan yang potensial dengan pemutusan

hubungan kerja oleh perusahaan terhadap karyawan bermasalah. Jika tingkat rasion

turnover karyawan yang potensial cukup tinggi, maka perlu dipertanyakan sistem

manajerial di perusahaan dan penghargaan perusahaan terhadap karyawan.

Berdasarkan wawancara dengan narasumber yaitu Kepala Seksi Pendidikan Non

Formal dan Informal (PNFI) Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang diperoleh

gambaran umum mengenai pekerja garment:

1. Persyaratan administratif melamar pekerjaan di perusahaan garment ideal adalah

berusia ≥ 18 tahun, memiliki ijazah SMA/SMK atau setara (Paket C) dan

memiliki keterampilan menjahit. Karena besarnya permintaan akan produk

garment yang mengakibatkan kebutuhan karyawan yang besar pula sedangkan

jumlah pelamar sedikit, seringkali standard penerimaan karyawan tidak

diperhatikan. Tidak semua karyawan yang dipekerjakan merupakan lulusan SMK

maupun memiliki sertifikat uji kompetensi level 1 (asisten pembuat pakaian).

Lulusan SMK jurusan tata busana biasanya diletakkan di bagian pola. Besar gaji

karyawan dengan sertifikat uji kompetensi dan yang tidak memiliki sertifikat

adalah sama, sehingga tidak menimbulkan semangat belajar.

2. Prospek karir dari karyawan garment untuk yang memiliki sertifikat dan ijazah

yang memenuhi dan kompeten dapat menjadi supervisor line.

3. Pada posisi tertentu tidak harus punya kompetensi (helper, trimming) tidak harus

(6)

4. Pekerja garment mendapatkan upah yang relatif rendah. Berdasarkan data pada

Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Semarang 2012, gaji total rata-rata

tenaga kerja produksi garment per bulan adalah Rp 1.400.000,00 dimana Rp

1.200.000,00 merupakan upah dan Rp 200.000,00 merupakan insentif lain.

Walaupun gaji tersebut lebih besar dari UMK Semarang 2012 (Rp 941.600,00),

pada tahun 2014 sekitar Rp 1.500.000,00 – Rp 2.000.000,00 belum termasuk

uang lembur.

5. Jam istirahat yang relatif singkat dihadapkan dengan fasilitas peribadatan yang

kurang memadai pada beberapa pabrik garment. Antri solat dan makan. Dapat

disiasati dengan selisih jam istirahat masing-masing line.

6. Sering terjadi kerja lembur mendadak (tanpa pemberitahuan sebelumnya) yang

bersifat mengikat. Hal ini berkaitan dengan working order yang harus dipenuhi.

Produk yang tidak lolos QC (reject) harus diulangi pembuatannya. Semakin

tinggi kompetensi karyawan, maka kuota produksi akan cepat terpenuhi.

7. Komunikasi dalam line selama proses menyelesaikan pekerjaan kurang nyaman.

Banyak pegawai pabrik yang mengundurkan diri karena proses supervisi

dianggap terlalu keras.

8. Pemadaman listrik tidak terstruktur dapat mempengaruhi pemenuhan order.

9. Kurangnya ruang laktasi.

Tidak hanya berdampak bagi finansial perusahaan, tingginya turnover dapat

mempengaruhi suasana kerja karyawan yang tinggal. Untuk dapat mengatasi tingkat

turnover yang tinggi ini perlu diketahui kenapa karyawan tidak ingin terus bekerja di

perusahaan. Berdasarkan riset intensif Gallup8, dapat dijelaskan beberapa sebab

karyawan mengundurkan diri dari perusahaan. 6 alasan karyawan memutuskan

hubungan kerja diurutkan dari yang paling umum terjadi adalah:

1. Karyawan merasa perusahaan tidak mampu memberikan kesempatan untuk

pengembangan karir (promosi).

2. Gaji dan tunjangan yang diterima dirasakan tidak sepadan dengan pekerjaan yang

dilakukan.

3. Pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai/cocok secara pribadi. Baik itu secara latar

belakang pendidikan, atau tidak sejalan dengan passion karyawan.

8

Robison, J. 2008. Turning Around Employee Turnover. Dikutip dari http://www.gallup.com/

(7)

4. Manajemen (atasan) serta kondisi lingkungan secara umum tidak membuat

nyaman dalam bekerja. Politik kantor, atasan dengan kepemimpinan yang tidak

efektif, komunikasi antar bagian yang bermasalah, sangat mungkin untuk

mendorong karyawan mengundurkan diri.

5. Jadwal / waktu kerja yang tidak fleksibel. Umum terjadi terutama bagi karyawati

yang kemudian memilih berkonsentrasi terhadap keluarga karena perusahaan

tidak memberikan fleksibilitas dalam jadwal kerja.

6. Kelangsungan pekerjaan (job security). Karyawan melihat perusahan terancam

bangkrut, atau sebab lain yang dipersepsikan karyawan bahwa kelangsungan

pekerjaannya terancam.

Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis dapat memberikan solusi di antaranya:

1. Pemberdayaan Karyawan

Karyawan merupakan aset terpenting bagi perusahaan. Karyawan yang kompeten

dan berada dalam lingkungan kerja yang kondusif akan bekerja secara efisien.

Tidak dapat dipungkiri bahwa gaji merupakan salah satu alasan pengunduran diri

seorang karyawan. Kebanyakan karyawan merasa kemampuan dan kerja keras

kurang dihargai sehingga mencari perusahaan lain yang menawarkan

penghargaan lebih. Pada industri garmen, sebaiknya diterapkan perbedaan gaji

untuk karyawan yang sudah lulus uji kompetensi maupun karyawan yang

kinerjanya bagus dengan standard yang diterapkan HRD perusahaan. Jika opsi

menaikkan upah tidak dapat dilakukan, maka alternatif lain adalah pemberian

bonus bagi karyawan yang bersikap profesional pada hal-hal sederhana seperti

tidak pernah datang terlambat selama kurun waktu tertentu, sudah bekerja selama

kurun waktu tertentu dan sebagainya. Perusahaan yang memberikan perhatian

lebih bagi para pekerjanya tentu akan membuat karyawan betah bekerja. Kenali

bakat dan kinerja karyawan, budayakan supervisor memberi pujian dan feedback

positif setiap kali karyawan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.

2. Pembuatan Database Ijazah Karyawan

Sistem penahanan ijazah karyawan sampai dengan masa kontrak berakhir

sebenarnya kini dirasa tidak efektif lagi karena selalu dapat diakali dengan

mudahnya mengurus proses pengajuan surat keterangan kehilangan ijazah. Pabrik

garment disarankan membentuk database yang terus diperbaharui sesuai dengan

(8)

pendidikan terkait. Database ini berisi nama, pabrik tempat bekerja, lama kontrak

kerja dan keterangan mengenai ijazah yang ditahan. Upaya pembentukan

database ini diharapkan dapat menahan laju perpindahan karyawan garment

karena individu yang namanya tercantum dalam database tersebut tidak

diperkenankan mengajukan surat keterangan kehilangan ijazah sampai dengan

masa kontraknya berakhir.

3. Penetapan Rasio Karyawan Pabrik

Penyerapan penduduk lokal sebagai tenaga kerja merupakan salah satu bentuk

CSR perusahaan. Kendati demikian, karyawan pabrik yang merupakan penduduk

lokal cenderung lebih mudah memutuskan kontrak dibandingkan karyawan yang

merupakan pendatang (bukan penduduk tetap). Karyawan yang merupakan

penduduk lokal cenderung memiliki lebih banyak informasi mengenai pabrik

garmen kompetitor karena memiliki lebih banyak kolega di daerah tersebut

dibandingkan karyawan pendatang. Karyawan yang merupakan penduduk lokal

juga cenderung lebih siap menghadapi waktu tunggu sejak pemutusan hubungan

kerja sampai dengan diterima di pabrik lain karena memiliki dukungan finansial

dari anggota keluarga dan tempat tinggal yang tetap. Karyawan pendatang

cenderung minim kolega dan tidak memiliki penyokong finansial selama

menganggur sehingga akan lebih hati-hati dalam memutuskan hubungan kerja.

Berdasarkan fakta tersebut, sebaiknya perusahaan menetapkan rasio penerimaan

karyawan lokal dan pendatang untuk mengendalikan tingkat turnover pegawai.

4. Kerjasama dengan Lembaga dan Dinas setempat.

Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di

tiap kabupaten atau kota merupakan lembaga yang memberikan kursus atau

Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) di bawah naungan instansi pemerintahan.

Perusahaan garment dapat bekerja sama dengan lembaga tersebut agar dapat

memperoleh karyawan yang memiliki kompetensi terstandard. Karyawan dengan

kompetensi yang unggul dan berkomitmen akan membuat proses produksi lancar

sehingga supervisi yang ‘agresif’ tidak lagi diperlukan dan terjalin hubungan baik

(9)

III. PENUTUP

Berdasarkan tinjauan terhadap kondisi turnover karyawan pabrik garment Kab

Semarang, diharapkan kabupaten dan kota lain di Jawa Tengah dapat mempersiapkan

diri dalam menyambut investasi khususnya dalam hal industri garment. Pabrik-pabrik

garment yang sudah ada sebaiknya membina hubungan baik dengan pegawai dan

menjalin relasi yang luas dengan lembaga kursus dan lembaga pemerintahan setempat

sehingga dapat mengantisipasi persaingan dalam mendapatkan karyawan.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Bekerjasama untuk Memperbaiki Kesehatan Para Pekerja beserta

Keluarganya dan Komunitas di Indonesia (Kemitraan PT Dewhirst, Yayasan

Kusuma Buana, Marks & Spencer dan Medika Pratama). Jakarta: Public Health

Institute.

Anonim. 2012. Menghitung Kerugian Perusahaan Akibat Pengunduran Diri

(Turnover). Dikutip dari

http://hrdlokal.blogspot.com/2012/10/menghitung-kerugian-perusahaan-akibat.html?view=timeslide. Diakses pada 19 Januari

2015.

Hermawan, I. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Makroekonomi Terhadap

Perkembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia. Buletin Ekonomi

Moneter dan Perbankan.

Maulana, A. G. 2014. Industri di Jawa Barat Ramai Direlokasi ke Jawa Tengah.

Dikutip dari

http://kabar24.bisnis.com/read/20141008/78/263254/industri-di-jawa-barat-ramai-direlokasi-ke-jawa-tengah. Diakses pada 21 Januari 2015.

Palupi, D. A. P. 2011. Memprediksi Turnover pada Karyawan Perusahaan Garmen

(Pengaruh Praktek Pengembangan SDM dan Kepercayaan Terhadap

Organisasi). Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan. Vol 2 Nomor 2.

Putranto, P. D. 2014. Perusahaan Garmen di Ungaran Kesulitan Cari Tenaga Kerja.

Dikutip dari

http://jateng.tribunnews.com/2014/08/10/perusahaan-garmen-di-ungaran-kesulitan-cari-tenaga-kerja. Diakses pada 20 Januari 2015.

PRB. 2013. World Population Data Sheet 2013. Washington DC: Population

(10)

Robison, J. 2008. Turning Around Employee Turnover. Dikutip dari

http://www.gallup.com/businessjournal/106912/turning-around-your-turnover-problem.aspx Diakses pada 19 Januari 2015.

Rosmaningrum, R. R. 2014. Pengaruh Keadilan Prosedural dan Kepuasan Karyawan

Terhadap Intensi Turnover (Pada PT. Grasia Timor Abadi Semarang). Skripsi.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Tjandraningsih, I., Herawati, R. dan Suhadmadi. 2010. Diskriminatif & Eksploitatif

(Praktek Kerja Kontrak dan Outsourcing Buruh di Sektor Industri Metal di

Indonesia). Bandung: Akatiga.

Tjandraningsih, I. dan Herawati, R. 2010. Upah Layak Untuk Sektor Tekstil dan

Garmen di Indonesia. Bandung: Akatiga.

Wagiyanto, H. dan Adi S. 2014. Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten

Semarang 2012. Kabupaten Semarang: BPS.

Wagiyanto, H. dan Adi S. 2013. Direktori Industri Besar dan Sedang Kabupaten

Gambar

Tabel 1. Komposisi Industri TPT Besar dan Sedang dan Jumlah Pekerja Menurut KKI 3 Digit dan Jenis Kelamin di Kabupaten Semarang tahun 2012
Tabel 2. Rasio Turnover 3 Pabrik Garment Kab. Semarang Tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu parameter kualitas pengoperasian sistem tenaga adalah frekuensi, yang dalam tugas akhir ini pengendaliannya dikontrol dengan menggunakan logika

antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan 14. atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi korelasi antara sertifikasi guru dan motivasi kerja guru terhadap kinerja guru di Sekolah Dasar Negeri

dan menunjukkan bahwa setelah pe kombucha 50% secara oral yangdi kali sehari pada waktu pagi da dengan waktu fermentasi ya menunjukkan penurunan konsum Akan tetapi

Strategi Pengendalian dan Pencegahan Penyebaran Virus Highly Pathogenic Avian influenza pada Sektor III dan IV di Kabupaten Polewali Mandar yang telah diterapkan antara

“Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perbedaan Penggunaan Computer Based Instruction (CBI) Model Simulasi Dengan Model Tutorial Untuk Meningkatkan Kemampuan

pendiriannya yang menyatakan bahwa setiap perselisihan yang memerlukan penyelesaian melalui pengadilan arbitrase yang melibatkan dirinya atau salah satu anggotanya

1) Pertemuan pertama dosen membagikan kelompok mahasiswa dengan proses undian menggunakan media WA pesan singkat. 2) Dosen memberikan tugas dan tema dari makalah yang