• Tidak ada hasil yang ditemukan

perbandingan afiks bahasa sunda bahasa indonesia ila nafilah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perbandingan afiks bahasa sunda bahasa indonesia ila nafilah"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

AN ANTARA

AFIKS

PEMBENTUK

VERBA BAHASA SUNDA DENGAN AFIKS

PEMBENTUK VERBA BAHASA INDONESIA

Oleh :

ILA NAFILAH, S.S., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA dan SENI

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

2013

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, peneliti lafadzkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Selawat

(2)

dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rasul junjungan Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan segenap umatnya hingga akhir zaman.

Penelitian ini berisi tentang perbandingan antara afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan agar mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, khususnya yang sedang mengambil mata kuliah analisis kontrastif mengetahui apa itu hakikat analisis kontrastif, hakikat morfologi, hakikat proses morfologis, dan hakikat kesalahan afiks.

Penelitian ini juga bermanfaat bagi para dosen dan peneliti lainnya agar tidak saja menemukan perbandingan antara afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia, tetapi juga menemukan perbandingan antara afiks pembentuk verba bahasa daerah yang ada di seluruh Nusantara dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia baik dalam bidang fonologi, sintaksis, dan semantik

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan di dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti berharap masukan dan kritik baik dari mahasiswa maupun rekan-rekan sesama dosen demi kesempurnaan penelitian ini.

Akhir kata, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemelajaran yang akan datang, khususnya mengenai analisis kesalahan berbahasa.

Jakarta, Maret 2013

Peneliti

ILA NAFILAH, S.S., M.Pd

2

(3)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Perumusan Masalah ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORITIK A. Hakikat Analisis Kontrastif ... 5

B. Tujuan Analisis Kontrastif ... 6

C. Hakekat Morfologi ... 7

1. Morfem, Alomorf, dan Kata ... 7

a. Morfem ... 7 b. Alomorf ... 8 c. Kata ... 9 2. Proses Morfologis ... 10

2.1 Afiksasi ... 10

2.1.1 Prefiks ... 11

(4)

2.1.2 Infiks ...

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

C. Metode Penelitian ... 18

D. Teknik Pengumpulan Data ... 18

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 19

.1 Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda ... 19

.a Verba berprefiks/berawalan dalam

.2 Afiks Pembentuk Verba Bahasa Indonesia ... 25

.a Verba berprefiks/berawalan dalam

.d Verba bersimulfiks dalam Bahasa Indonesia ... 27

.e Verba berkombinasi dalam Bahasa Indonesia ... 27

.3 Persamaan Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda dengan Afiks Pembentuk Verba Bahasa Indonesia ... 28

.4 Perbedaan Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda dengan Afiks Pembentuk Verba Bahasa Indonesia ... 29

4 iii

(5)

5.1 Simpulan ... 30

5.21Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA ... 33

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain, entah karena yang jaraknya jauh terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka masyarakat tutur itu akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka, artinya yang mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu akan mengalami kontak bahasa, sehingga ada kemungkinan masyarakat tutur itu mengalami bilingualisme atau mempunyai dua bahasa.

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus mengasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1), dan yang kedua, adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut dwibahasawan). Sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasawan).1 Bloomfield dalam Chaer

dan Agustina mengatakan bahwa bilingualisme adalah “kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya.2 Jadi, disebut

bilingual jika dapat menggunakan B1 dan B2 dengan derajat yang sama baiknya.

1 Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Edisi Revisi. (Jakarta: Rineka

Cipta, 2004), pp. 84-85.

(7)

Selama ini, dalam pengajaran linguistik seringkali memperbandingkan bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu dengan bahasa kedua (B2) yang dipelajari/bahasa target. Cara atau metode yang digunakan untuk membandingkan perbedaan-perbandingan dalam pemelajaran bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) dalam ilmu linguistik dikenal juga dengan istilah analisis kontrasif. Analisis kontrasif adalah sebuah metode yang digunakan dalam mencari suatu perbedaan antara bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2). Maka, dengan adanya analisis kontrasif ini diharapkan pemelajar dapat memahami bahasa kedua dengan lebih mudah.

Analisis kontrasif tidak hanya penuh masalah, tetapi juga penuh dengan kontroversi. Bahkan, sepuluh tahun belakangan ini analisis kontrasif dianggap tidak aman lagi dan saling bertentangan. Namun, sekian banyak praktisi tetap bersemangat untuk menilainya. Kegiatan ini ditunjukkan melalui beberapa cara, yaitu: sejumlah proyek analisis kontrasif yang didanai sepuluh tahun terakhir, dokumen-dokumen dibacakan di konferensi-konferensi dan dipublikasikan dalam bentuk jurnal, disertesis dan komponen kuliah pascasarjana yang ditawarkan dalam analisis kontrasif. Berdasarkan hal tersebut, dapat terlihat bahwa analisis kontrasif memiliki ‘validitas muka’, hal itu tampak sebagai sesuatu yang masuk akal dan jelas tentang apa yang akan dilakukan ahli bahasa dan pengkajian kerangka pendirinya.

(8)

3

bahasa Sunda dan bahasa Indonesia khususnya sistem morfologi kata kerja memegang peranan yang sangat penting.

B. Identifikasi Masalah

Subjek penelitian ini berkaitan dengan perbandingan-perbandingan antara afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia. Beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

(1) Apa pengertian morfologi? (2) Apa pengertian afiks?

(3) Bagaimana ciri morfologi bahasa Sunda? (4) Bagaimana ciri morfologi bahasa Indonesia? (5) Bagaimana ciri verba bahasa Sunda?

(6) Bagaimana ciri verba bahasa Indonesia?

(7) Bagaimana perbandingan sistem morfologi bahasa Sunda dengan sistem morfologi bahasa Indonesia?

(8) Bagaimana perbandingan sistem morfologi verba bahasa Sunda dengan sistem morfologi verba bahasa Indonesia?

(9) Bagaimana afiks pembentuk verba bahasa Sunda? (10) Bagaimana afiks pembentuk verba bahasa Indonesia?

(11) Bagaimana perbandingan afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia?

C.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut: (1) Apa pengertian morfologi?

(2) Apa pengertian afiks?

(3) Bagaimana afiks pembentuk verba bahasa Sunda? (4) Bagaimana afiks pembentuk verba bahasa Indonesia?

(5) Bagaimana perbandingan afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia?

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi teoretis dan kontribusi praktis. Kontribusi teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori perbandingan bahasa B1 dan bahasa B2 dalam pengajaran bahasa. Adapun kontribusi praktis yang diharapkan muncul dari penelitian ini adalah teridentifikasinya perbandingan-perbandingan afiks pembentuk verba dalam bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia untuk memperkaya khasanah kebahasaan.

(9)
(10)

5

BAB II

LANDASAN TEORETIK

A.

Hakikat Analisis Kontrastif

Menurut James, analisis kontrastif adalah bagian dari linguistik, seseorang yang ahli dalam ilmu ini disebut kontrastivis dan orang yang ahli dalam linguistik disebut linguist.3

Lebih lanjut, James mengatakan bahwa analisis kontrastif adalah suatu aktivitas linguistik yang bertujuan menghasilkan tipologi dua bahasa dan didasari pada asumsi bahwa bahasa-bahasa itu dapat dibandingkan.4 Aktivitas ini diharapkan

mampu memprediksi atau memperkirakan tingkat kesulitan yang akan dihadapi oleh orang yang akan memelajari bahasa kedua (B2).

Studi anakon sangat diperlukan bagi seorang guru bahasa agar memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi oleh seorang pelajar B2 yang dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan yang dibuatnya dalam proses belajar mengajar.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa analisis kontrastif adalah suatu metode dalam linguistik yang digunakan untuk mencari perbedaan yang ada antara bahasa pertama dengan bahasa target atau bahasa kedua. Adapun objek dari anakon ini adalah bahasa yang menghasilkan analisis bagi kepentingan pengajaran bahasa. Analisis kontrastif digolongkan menjadi dua, yaitu mikrolinguistik dan makrolinguistik. Adapun mikrolinguistik analisis kontrastif ini adalah seluruh aspek yang berkaitan

(11)

dengan bahasa itu sendiri atau biasa disebut “memelajari bahasa dari bahasa itu sendiri”. Mikrolinguistik analisis kontrastif terdiri dari anakon gramatikal, fonetik, fonologi, leksikal, dan sintaksis. Sedangkan makrolinguistik analisis kontrastif mencakup segala aspek dari luar yang memengaruhi bahasa, seperti: budaya, adat-istiadat, dan sopan santun atau tata krama. Makrolinguistik analisis kontrastif juga terdiri dari penggabungan antara ilmu linguistik dengan ilmu-ilmu lain yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya, seperti: psikolinguistik, sosiolinguistik, neurolinguistik, dan antropolinguistik.

B.

Tujuan Analisis Kontrastif

Menurut James, tujuan-tujuan analisis kontrastif 5 adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis perbedaan antara B1 dengan B2 agar pengajaran bahasa berhasil baik;

2. Menganalisis perbedaan antara B1 dengan B2 agar kesalahan berbahasa siswa dapat diramalkan dan pengaruh B1 dapat diperbaiki;

3. Membantu siswa untuk menyadari kesalahannya dalam berbahasa, sehingga siswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

(12)

7

C.

Hakikat Morfologi

Menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.6

Kridalaksana mengatakan bahwa morfologi dapat dipandang sebagai subsistem yang berupa proses yang mengolah leksem menjadi kata.7

Dari pendapat pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan bagian dari subsistem linguistik yang menyelidiki dan memelajari seluk-beluk struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya.

1.1 Morfem, Alomorf, dan Kata

a. Morfem

Morfologi mengenal unsur dasar atau satuan terkecil dalam wilayah pengamatannya. Satuan gramatikal yang terkecil itu disebut morfem. Jadi, morfem menurut Kentjono, merupakan satuan hasil abstraksi wujud lahiriah atau bentuk-bentuk fonologisnya.8 Bentuk-bentuk fonologis sebuah morfem dapat dipandang

sebagai anggota-anmggota atau wakil morfem tersebut.

Nida dalam Prawirasumantri mengatakan bahwa morfem adalah bentuk linguistik yang terkecil yang mengandung makna.9 Pendapat tersebut sejalan

dengan Chaer yang mengatakan bahwa : “... secara kualitas ada satuan lain yang

6 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri, Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa

Sunda. (Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979), p.8

7 Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. (Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama, 1996), p.10.

8 Djoko Kentjono, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik, Penyunting : Kushartanti,

Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), p.144.

(13)

fugsional yang disebut morfem. Sebagai satuan fungsional, morfem ini merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.”10

Dari pendapat pakar mengenai morfem, maka dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Misalnya, dalam bahasa Sunda dalam deretan bentuk-bentuk digusur ‘diseret’, kagusur ‘terseret’, diteunggeul /dit ŋg l/ ‘dipukul’, ə ə dan kateunggeul /kat ŋg l/ ‘terpukul’ ə ə terdapat morfem-morfem gusur ‘seret’, teunggeul /tə əŋg l/ ‘pukul’ di- ‘di-’, dan ka- ‘ter’.

b. Alomorf

Morfem ada yang hanya mempunyai satu struktur fonologis yang fonem-fonemnya banyak serta urutannya selalu tetap; misalnya, dalam bahasa Sunda morfem lumpat artinya lari’, terdiri dari enam fonem, yaitu /l/, /u/, /m/, /p/, /a/, dan /t/. Di samping itu, ada pula morfem yang mempunyai beberapa struktur fonologis, mem- /m m-/, men- /m n-/, meny- /m ñ-/, meng- /m ŋ-/, ə ə ə ə dan me- /m -/, ə misalnya pada kata membawa /m mbawa/, mendengar /m nd ŋar/, menyuruh /m ñuruh/,ə ə ə ə

menggali / m ŋgali/, ə dan melerai /m l rai/ə ə .

Menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, bentuk-bentuk mem- /m m-/,ə

men- /m n-/, meny- /m ñ-/, meng- /m ŋ-/, ə ə ə dan me- /m -/ ə semuanya merupakan

alomorf dari morfem meN-.11 Sedangkan, menurut Chaer, alomorf dan morfem

meN-itu antara lain: me- /m -/, mem- /m m-/, men- /m n-/, meny- /m ñ-/, meng- /m ŋ-/,ə ə ə ə ə

dan menge- /m ŋ -/ə ə , seperti pada kata mengetik / m ŋ tik/.ə ə

c. Kata

(14)

9

Kata menurut Kentjono merupakan satuan gramatikal bebas yang terkecil.12

Hal senada juga diungkapkan oleh Chaer yang mengatakan bahwa batasan kata yang dibuat oleh Bloomfield adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form).13

Misalnya, dalam bahasa Sunda terdapat kata-kata : aya /?aya/ ‘ada’, cakcak /cakcak/ ‘cecak’, cicing /ciciŋ/ ‘diam’, nyeuri /ñ ri/ ‘sakit’, kasurungkeun /kasuruŋk n/ə ə

‘terdorong’, kapisanggem /kapisaŋgem/ ‘diucapkan’, ayeuna /ay na/ ‘sekarang’,ə

rek /r k/ ‘akan’, ngajoprak /ŋajoprak/ ‘berbaring’.ẽ

Kata dapat terdiri dari sebuah morfem bebas atau terdiri paling sedikit sebuah morfem bebas dengan sebuah atau beberapa buah morfem terikat. Menurut Chaer, morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam petuturan.14 Dalam bahasa Sunda, misalnya, aya /?aya/ ‘ada’, cakcak

/cakcak/ ‘cecak’, cicing /ciciŋ/ ‘diam’, seuneu /s n / ‘api’, ə ə adalah termasuk morfem bebas. Sebaiknya, yang dimaksud morfem terikat menurut Chaer adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam petuturan.15 Misalnya, dalam bahasa Sunda ngalungsar /ŋaluŋsar/ ‘berbaring’, dan

ngajanteng /ŋajanteŋ/ ‘berdiri’, berasal dari bentuk-bentuk lungsar /luŋsar/, dan janteng /janteŋ/ tidak dapat berdiri sendiri; bentuk-bentuk itu baru dapat dipakai dalam petuturan setelah mendapat bubuhan morfem lain.

1. Proses Morfologis

12 Djoko Kentjono, Op.Cit., p.151. 13 Abdul Chaer, Op.Cit., p.163. 14Ibid., pp.151-152.

(15)

Menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, proses morfologis ialah proses pembentukkan kata-kata dari bentuk lain yang merupakan bentuk dasarnya.16

Proses pembentukkan kata atau proses morfologis baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia itu bermacam-macam, di antaranya: afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

2.1 Afiksasi

Kridalaksana mengatakan bahwa afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks.17 Chaer mengatakan bahwa afiksasi adalah proses

pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.18 Jadi, dalam proses

afiksasi melibatkan unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, (3) makna gramatikal yang dihasilkan.

Imbuhan atau afiks menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, ialah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk-bentuk kata atau pokok kata baru.19 Chaer mengatakan

bahwa afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.20Jadi, afiks pada

dasarnya merupakan sebuah bentuk morfem terikat yang hanya dapat bermakna jika dilekatkan pada morfem lain.

16 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri, Op.Cit., p.10. 17 Harimurti Kridalaksana, Op.Cit., p.28.

18 Abdul Chaer, Op.Cit., p.163.

(16)

11

Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Sedangkan dalam bahasa Sunda hanya mengenal empat macam, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.

2.1.1 Prefiks

Kridalaksana mengatakan bahwa prefiks yaitu afiks yang diletakkan di muka dasar.21 Chaer berpendapat bahwa prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka

bentuk dasar.22

Dalam bahasa Sunda terdapat kata kerja turunan yang dibentuk dengan jalan pengimbuhan prefiks-prefiks/awalan-awalan, sebagai berikut :

1) Prefiks/awalan ba-, misalnya: bajuang /bajuaŋ/ ‘berjuang’, bagerak ‘bergerak’, badami ‘berunding /berundiŋ/’;

2) Prefiks/awalan barang-, misalnya: barangtanya /baraŋtaña/ ‘menanyakan

sesuatu’, barangbeuli /baraŋb li/ ‘membeli sesuatu’;ə

3) Prefiks/awalan di-, misalnya: dilegleg ‘ditelan’, dijieun /diji n/ ‘dibuat’,ə

didenge /did ŋ / ‘didengar’, diantep ‘dibiarkan’, dibarung /dibaruŋ/ẽ ẽ

‘dibarengi /dibareŋi/’;

4) Prefiks/awalan ka-, misalnya: kaambeu /kaamb / ‘tercium’, kagegelə

/kag g l/ ‘tergigit’, kapiceun /kapic n/ ‘terbuang /terbuaŋ/, kabawaẽ ẽ ə

‘terbawa’, katenjo /kat njo/ ‘terlihat’, kahontal ‘tercapai’;ẽ

5) Prefiks/awalan ma-, misalnya: magawe /magaw / ‘membajak sawah’;ẽ

(17)

6) Prefiks/awalan N- dengan alomorf m-, n-, ng-, nga- ny-, misalnya: mawa ‘membawa’, nawar ‘menawar’, ngomong /ŋomoŋ/ ‘berbicara’, ngadunga

/ŋaduŋa/ ‘berdoa’, nyawah /ñawah/ ‘mengolah sawah’;

7) Prefiks/awalan pa-, misalnya: patepang /patepaŋ/ ‘bertemu’, pateuteup

/pat t p/ ‘bertatapan’, paamprok ‘berjumpa’, paadu ‘bertumbukan’;ə ə

8) Prefiks/awalan pada-, misalnya: padamelong /padameloŋ/ ‘ditatap’;

9) Prefiks/awalan si-, misalnya: sideku ‘berlutut’, sibeungeut /sib ŋ t/ə ə

‘mencuci muka’;

10) Prefiks/awalan silih-, misalnya: silihsurung / silihsuruŋ/ ‘saling mendorong /saliŋ mendoroŋ/’, silihgenti ‘saling berganti /saliŋ berganti/’,

silihrurug ‘saling gempur /saliŋ gempur/’;

11) Prefiks/awalan ti-, misalnya: tiguling /tiguliŋ/ ‘jatuh’;

12) Prefiks/awalan ting-, misalnya: tinggerendeng / tiŋgerendeŋ/ ‘bergumam’, tingjorelat /tingjor lat/ ‘berkelebatan’.ẽ

2.1.2 Infiks

Infiks menurut Kridalaksana yaitu afiks yang diletakkan di dalam dasar.23

Sedangkan menurut Prawirasumantri infiks/sisipan adalah imbuhan yang disisipkan pada bentuk dasarnya dengan beberapa penyimpangan, misalnya dalam bahasa Sunda -in- yang disisipkan pada serat ‘tulis’ menjadi sinerat ‘ditulis’.24 Pendapat lain

dikemukakan oleh Chaer yang mengatakan bahwa infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.25

23 Harimurti Kridalaksana, Loc.Cit.

(18)

13

Bahasa Sunda terdapat kata kerja turunan yang dibentuk dengan jalan pengimbuhan sisipan sebagai berikut:

(1) Infiks/sisipan -ar- (dengan alomorf -ar-, -al-, dan ra-), misalnya, dariuk (jamak) ‘duduk’, dalahar (jamak) ‘makan’, rajleng /rajleŋ/ ‘berloncatan’;

(2) Infiks/sisipan -in-, misalnya, tinulis ‘tertulis’, tinemu ‘bertemu’;

(3) Infiks/sisipan -um-, misalnya, kumaula ‘mengabdi’, tumetep ‘menetap’, lumangsung /lumaŋsuŋ/ ‘berlangsung /berlaŋsuŋ/.

2.1.3 Sufiks

Prawirasumantri mengatakan akhiran ialah imbuhan yang dibubuhkan di akhir suatu bentuk dasar.26 Sementara itu, Kridalaksana mengatakan bahwa sufiks, yaitu

afiks yang diletakkan di belakang dasar.27 Hal ini sejalan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Chaer yang mengatakan bahwa sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.28

Bahasa Sunda terdapat kata kerja turunan yang dibentuk dengan jalan pengimbuhan akhiran sebagai berikut:

(1) Sufiks/akhiran -an, misalnya, pulungan /pulunŋan/ ‘punguti /puŋuti/’, asupan ‘masuki’, tulungan /tuluŋan/ ‘tolong /toloŋ/’;

(2) Sufiks/akhiran -keun, misalnya, ebogkeun / bogk n/ ‘tidurkan’, petakeunẽ ə

/petak n/ ‘ragakan’.ə

26 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri, Loc.Cit. 27 Harimurti Kridalaksana, Op.Cit., p.29.

(19)

2.1.3 Konfiks

Menurut Chaer konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar.29 Kridalaksana mengatakan bahwa konfiks, yaitu afiks yang

terdiri dari dua unsur, satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar; dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi.30

1) Konfiks/gabungan di- + pang- + -keun, misalnya: dipangbacakeun

/dipaŋbacak n/ ‘dibacakan’, dipangdongengkeun /dipaŋdoŋeŋk n/ə ə

‘didongengkan’;

2) Konfiks/gabungan di- + pang- + N- + -keun, misalnya: dipangmilihkeun

/dipaŋmilihk n/ ‘dipilihkan’, dipangmenerkeun /dipaŋmenerk n/ ‘ditolongə ə

memperbaiki’;

3) Konfiks/gabungan di- + pi-, misalnya: dipieling /dipi liŋ/ ‘diperingati’,ẽ

dipilampah ‘dilakukan’, dipiindung /dipiinduŋ/ ‘dianggap ibu’;

4) Konfiks/gabungan di- + pi- + ka-, misalnya: dipikahayang / dipikahayaŋ/ ‘diinginkan’, dipikameumeut /dipikam m t/ ‘disayangi’, dipikatineungə ə

/dipikatin ŋ/ ‘selalu diingat’;ə

5) Konfiks/gabungan di- + sa- + -keun, misalnya: disaumpamakeun

/disaumpamak n/ ‘disetingkatkan’ disakalikeun /disakalik n/ə ə

‘disatukalikan’;

6) Konfiks/gabungan di- + -ar-, misalnya: dialajar (jamak) ‘belajar’, ditalaksir ‘ditaksir’, ditalurut ‘diturut’;

7) Konfiks/gabungan di- + -ar- + -an, misalnya: dibaredilan ‘ditembaki’;

29Ibid., p.179.

(20)

15

8) Konfiks/gabungan di- + -ar- + -keun, misalnya: ditaringgalkeun /ditariŋgalk n/ ə (jamak) ‘ditinggalkan’;

9) Konfiks/gabungan di- + -an, misalnya: dicirian ‘ditandai’, dilengkahkan /dil ŋkahkan/ ẽ ‘dilangkahi’; dipaehan /dipa han/ ‘dibunuh’;ẽ

10) Konfiks/gabungan di- + -keun, misalnya: dijadikeun /dijadik n/ ‘dijadikan’,ə

dikudukeun /dikuduk n/ ‘diharuskan’, ditujukeun /ditujuk n/ ‘ditujukan’,ə ə

disebutkeun /disebutk n/ ‘disebutkan’;ə

11) Konfiks/gabungan ka- + pi-, misalnya: kapisanggem /kapisaŋgem/ ‘dikatakan/diucapkan’;

12) Konfiks/gabungan ka- + -an, misalnya: kanyahoan ‘diketahui’, kahujanan ‘kehujanan’, kadatangan /kadataŋan/ ‘didatangi’;

13) Konfiks/gabungan ka- + -keun, misalnya: kajeueungkeun / kajəə əŋk n/ ‘terlihat olehnya’;

14) Konfiks/gabungan ka- + -keun, misalnya: kasurungkeun /kasuruŋk n/ə

‘terdorongkan’, kabejakeun /kab jak n/ ‘terberitakan’;ẽ ə

15) Konfiks/gabungan N- + pang- + -keun, misalnya: manglumpatkeun

/maŋlumpatk n/ ‘melarikan’;ə

16) Konfiks/gabungan N- + pang- + -an + -keun, misalnya:

mangnambihankeun /maŋnambihank n/ ‘menolong menambahkan’;ə

17) Konfiks/gabungan N- + -pi + ka-, misalnya: mikaresep ‘menyenangi’;

18) Konfiks/gabungan N- + ar- + -an, misalnya: nareangan (jamak)

/nar aŋan/ ‘mencari’, nyarekelan /ñar kelan/ ‘memegang’;ẽ

19) Konfiks/gabungan N- + ar- + -keun, misalnya: ngadalaptarkeun

(21)

20) Konfiks/gabungan N- + -an, misalnya: nyareken /ñar ken/ ‘memarahi’,ẽ

neangan /n aŋan/ ‘mencari’; ẽ

21) Konfiks/gabungan N- + -an + i, misalnya: nyakseni /ñaks ni/ẽ

‘menyaksikan’;

22) Konfiks/gabungan N- + -keun, misalnya: museurkeun /mus rk n/ə ə

‘memusatkan’;

23) Konfiks/gabungan pang- + N- + -keun, misalnya: pangmeulikeun /paŋm lik n/ ‘tolong belikan’;ə ə

24) Konfiks/gabungan pang- + N- + -an + -keun, misalnya: pangneangkeun /paŋn aŋk n/ ‘tolong mencarikan’;ẽ ə

25) Konfiks/gabungan ting- + -ar-, misalnya: tingkarecewis /tiŋkarecewis/ ‘berbisik-bisik’;

26) Konfiks/gabungan N- + -ar-, misalnya: ngaromong (jamak) /ŋaromoŋ/ ‘berbicara’.

2.1.3 Sirkumfiks

Tentang istilah sirkumfiks menurut Kridalaksana dalam Chaer adalah digunakan untuk ‘afiks Nasal’, seperti yang terdapat dalam ragam bahasa Indonesia nonbaku, seperti kata ngopi /ŋopi/, nembak, mukul, dan nulis.31

(22)

17

2.1.3 Interfiks

Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur. Interfiks banyak dijumpai dalam bahas-bahasa Indo German.32

2.1.3 Transfiks

Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar. Transfiks banyak dijumpai dalam bahasa-bahasa Semit (Arab dan Ibrani).33

(23)

18

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan, mendeskripsikan serta memperbandingkan afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Jakarta. Adapun waktu penelitiannya dilaksanakan pada Agustus 2009.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan teknik analisis

isi (content analysist). Metode penelitian ini juga menggunakan linguistik strukturalis

yang berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu.

D. Teknik Pengumpulan Data

(24)

19

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda

a. Verba berprefiks/berawalan dalam Bahasa Sunda

1) Prefiks/awalan ba-, misalnya: bajuang /bajuaŋ/ ‘berjuang’, bagerak ‘bergerak’, badami ‘berunding /berundiŋ/’;

2) Prefiks/awalan barang-, misalnya: barangtanya /baraŋtaña/

‘menanyakan sesuatu’, barangbeuli /baraŋb li/ ‘membeli sesuatu’;ə

3) Prefiks/awalan di-, misalnya: dilegleg ‘ditelan’, dijieun /diji n/ə

‘dibuat’, didenge /did ŋ / ‘didengar’, diantep ‘dibiarkan’, dibarungẽ ẽ

/dibaruŋ/ ‘dibarengi /dibareŋi/’;

4) Prefiks/awalan ka-, misalnya: kaambeu /kaamb / ‘tercium’,ə

kagegel /kag g l/ ‘tergigit’, kapiceun /kapic n/ ‘terbuang /terbuaŋ/,ẽ ẽ ə

kabawa ‘terbawa’, katenjo /kat njo/ ‘terlihat’, kahontal ‘tercapai’;ẽ

5) Prefiks/awalan ma-, misalnya: magawe /magaw / ‘membajakẽ

sawah’;

6) Prefiks/awalan N- dengan alomorf m-, n-, ng-, nga- ny-, misalnya: mawa ‘membawa’, nawar ‘menawar’, ngomong /ŋomoŋ/ ‘berbicara’,

ngadunga /ŋaduŋa/ ‘berdoa’, nyawah /ñawah/ ‘mengolah sawah’;

7) Prefiks/awalan pa-, misalnya: patepang /patepaŋ/ ‘bertemu’, pateuteup /pat t p/ ‘bertatapan’, paamprok ‘berjumpa’, paaduə ə

‘bertumbukan’;

(25)

9) Prefiks/awalan si-, misalnya: sideku ‘berlutut’, sibeungeut /sib ŋ t/ə ə

‘mencuci muka’;

10) Prefiks/awalan silih-, misalnya: silihsurung / silihsuruŋ/ ‘saling mendorong /saliŋ mendoroŋ/’, silihgenti ‘saling berganti /saliŋ

berganti/’, silihrurug ‘saling gempur /saliŋ gempur/’;

11) Prefiks/awalan ti-, misalnya: tiguling /tiguliŋ/ ‘jatuh’;

12) Prefiks/awalan ting-, misalnya: tinggerendeng / tiŋgerendeŋ/ ‘bergumam’, tingjorelat /tingjor lat/ ‘berkelebatan’.ẽ

b. Verba berinfiks/bersisipan dalam Bahasa Sunda

1) Infiks/sisipan -ar- (dengan alomorf -ar-, -al-, dan ra-), misalnya, dariuk (jamak) ‘duduk’, dalahar (jamak) ‘makan’, rajleng /rajleŋ/ ‘berloncatan’;

2) Infiks/sisipan -in-, misalnya, tinulis ‘tertulis’, tinemu ‘bertemu’;

3) Infiks/sisipan -um-, misalnya, kumaula ‘mengabdi’, tumetep ‘menetap’, lumangsung /lumaŋsuŋ/ ‘berlangsung /berlaŋsuŋ/.

c. Verba bersufiks/berakhiran dalam Bahasa Sunda

1) Sufiks/akhiran -an, misalnya, pulungan /pulunŋan/ ‘punguti /puŋuti/’, asupan ‘masuki’, tulungan /tuluŋan/ ‘tolong /toloŋ/’;

2) Sufiks/akhiran -keun, misalnya, ebogkeun / bogk n/ ‘tidurkan’,ẽ ə

(26)

21

d. Verba berkonfiks/gabungan dalam Bahasa Sunda

1) Konfiks/gabungan di- + pang- + -keun, misalnya: dipangbacakeun

/dipaŋbacak n/ ‘dibacakan’, dipangdongengkeun /dipaŋdoŋeŋk n/ə ə

‘didongengkan’;

2) Konfiks/gabungan di- + pang- + N- + -keun, misalnya:

dipangmilihkeun /dipaŋmilihk n/ ‘dipilihkan’, dipangmenerkeunə

/dipaŋmenerk n/ ‘ditolong memperbaiki’;ə

3) Konfiks/gabungan di- + pi-, misalnya: dipieling /dipi liŋ/ ‘diperingati’,ẽ

dipilampah ‘dilakukan’, dipiindung /dipiinduŋ/ ‘dianggap ibu’;

4) Konfiks/gabungan di- + pi- + ka-, misalnya: dipikahayang /

dipikahayaŋ/ ‘diinginkan’, dipikameumeut /dipikam m t/ ‘disayangi’,ə ə

dipikatineung /dipikatin ŋ/ ‘selalu diingat’;ə

5) Konfiks/gabungan di- + sa- + -keun, misalnya: disaumpamakeun

/disaumpamak n/ ‘disetingkatkan’ disakalikeun /disakalik n/ə ə

‘disatukalikan’;

6) Konfiks/gabungan di- + -ar-, misalnya: dialajar (jamak) ‘belajar’, ditalaksir ‘ditaksir’, ditalurut ‘diturut’;

7) Konfiks/gabungan di- + -ar- + -an, misalnya: dibaredilan ‘ditembaki’;

8) Konfiks/gabungan di- + -ar- + -keun, misalnya: ditaringgalkeun /ditariŋgalk n/ ə (jamak) ‘ditinggalkan’;

9) Konfiks/gabungan di- + -an, misalnya: dicirian ‘ditandai’,

dilengkahkan /dil ŋkahkan/ ẽ ‘dilangkahi’; dipaehan /dipa han/ẽ

(27)

10) Konfiks/gabungan di- + -keun, misalnya: dijadikeun /dijadik n/ə

‘dijadikan’, dikudukeun /dikuduk n/ ‘diharuskan’, ditujukeunə

/ditujuk n/ ‘ditujukan’, disebutkeun /disebutk n/ ‘disebutkan’;ə ə

11) Konfiks/gabungan ka- + pi-, misalnya: kapisanggem /kapisaŋgem/ ‘dikatakan/diucapkan’;

12) Konfiks/gabungan ka- + -an, misalnya: kanyahoan ‘diketahui’, kahujanan ‘kehujanan’, kadatangan /kadataŋan/ ‘didatangi’;

13) Konfiks/gabungan ka- + -keun, misalnya: kajeueungkeun / kajəə əŋk n/ ‘terlihat olehnya’;

14) Konfiks/gabungan ka- + -keun, misalnya: kasurungkeun /kasuruŋk n/ ‘terdorongkan’, kabejakeun /kab jak n/ ‘terberitakan’;ə ə

15) Konfiks/gabungan N- + pang- + -keun, misalnya:

manglumpatkeun /maŋlumpatk n/ ‘melarikan’;ə

16) Konfiks/gabungan N- + pang- + -an + -keun, misalnya:

mangnambihankeun /maŋnambihank n/ ‘menolong menambahkan’;ə

17) Konfiks/gabungan N- + -pi + ka-, misalnya: mikaresep ‘menyenangi’;

18) Konfiks/gabungan N- + ar- + -an, misalnya: nareangan (jamak)

/nar aŋan/ ‘mencari’, nyarekelan /ñar kelan/ ‘memegang’;ẽ

19) Konfiks/gabungan N- + ar- + -keun, misalnya: ngadalaptarkeun

/ŋadalaptark n/ ‘mendaftarkan’;ə

20) Konfiks/gabungan N- + -an, misalnya: nyareken /ñar ken/ẽ

‘memarahi’, neangan /n aŋan/ ‘mencari’; ẽ

21) Konfiks/gabungan N- + -an + i, misalnya: nyakseni /ñaks ni/ẽ

(28)

23

22) Konfiks/gabungan N- + -keun, misalnya: museurkeun /mus rk n/ə ə

‘memusatkan’;

23) Konfiks/gabungan pang- + N- + -keun, misalnya: pangmeulikeun /paŋm lik n/ ‘tolong belikan’;ə ə

24) Konfiks/gabungan pang- + N- + -an + -keun, misalnya:

pangneangkeun /paŋn aŋk n/ ‘tolong mencarikan’;ẽ ə

25) Konfiks/gabungan ting- + -ar-, misalnya: tingkarecewis /tiŋkarecewis/ ‘berbisik-bisik’;

26) Konfiks/gabungan N- + -ar-, misalnya: ngaromong (jamak) /ŋaromoŋ/ ‘berbicara’.

Bahasa Sunda juga mengenal adanya kata kerja berimbuhan yang produktif dan yang tidak produktif, di antaranya sebagai berikut:

A. Bentuk-bentuk yang produktif adalah :

1) Kata kerja berprefiks/awalan ba-;

2) Kata kerja berprefiks/awalan barang-;

3) Kata kerja berprefiks/awalan di-;

4) Kata kerja berprefiks/awalan ka-;

5) Kata kerja berprefiks/awalan N-;

6) Kata kerja berprefiks/awalan pa-;

7) Kata kerja berprefiks/awalan pada-;

8) Kata kerja berprefiks/awalan si-;

9) Kata kerja berprefiks/awalan silih-;

10) Kata kerja berprefiks/awalan ti-;

(29)

12)Kata kerja berinfiks/sisipan

-ar-13) Kata kerja berinfiks/sisipan-in-;

14) Kata kerja berinfiks/sisipan-um-;

15)Kata kerja bersufiks/akhiran -an;

16)Kata kerja bersufiks/akhiran-keun;

17) Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + pang- + -keun;

18) Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + pang- + N- + -keun;

19) Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + pi-;

20) Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + pi- + ka-;

21)Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + sa- + -keun;

22) Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + -ar-;

23) Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + -ar- + -an;

24) Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + -ar- + -keun;

25)Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + -an;

26)Kata kerja berkonfiks/gabungan di- + -keun;

27) Kata kerja berkonfiks/gabungan ka- + -an;

28) Kata kerja berkonfiks/gabungan ka- + -keun;

29) Kata kerja berkonfiks/gabungan N- + pang- + -keun

30) Kata kerja berkonfiks/gabungan N- + pang- + -an + -keun;

31) Kata kerja berkonfiks/gabungan N- + -pi + ka-;

32)Kata kerja berkonfiks/gabungan N- + -ar-;

33) Kata kerja berkonfiks/gabungan N- + ar- + -an;

34) Kata kerja berkonfiks/gabungan N- + ar- + -keun;

35) Kata kerja berkonfiks/gabungan N- + -an;

(30)

25

37)Kata kerja berkonfiks/gabungan pang- + N- + -keun;

38) Kata kerja berkonfiks/gabungan pang- + N- + -an + -keun;

39) Kata kerja berkonfiks/gabungan ting- + -ar-.

B. Bentuk-bentuk yang tidak produktif adalah :

1) Kata kerja berprefiks/awalan ma-;

2) Kata kerja bersufiks/akhiran -i (yang mungkin bergabung dengan imbuhan lain;

3) Kata kerja konfiks/gabungan ka- + pi-;

4) Kata kerja konfiks/gabungan N- + -an + i.

2. Afiks Pembentuk Verba Bahasa Indonesia

a. Verba berprefiks/berawalan dalam Bahasa Indonesia

1) Prefiks/awalan me-, misalnya: mengarang, mengusir, menghapus, menyanyi, menangis, meramal, menyabit, menjala, memaku,

menjanda, menyambal, menumis, menggulai, mengeong, mencicit,

melaut, mendarat, mengudara, merotan, mendamar, merumput,

membeo, membatu, mengapur, mengecat, memucat, membaik,

memburuk, merokok, mengantuk;

2) Prefiks/awalan ber-, misalnya: berpikir, berjuang, berjudi, bertanam, bersantap, bernyanyi, bersawah, beternak, bertelur, berbunyi, berhasil,

berdisiplin, bertakwa, bersemangat, berdukacita, berpesta, berhamba,

berkuli, bersitegang, bertumbuk, bersambut, bertulis, berhias,

berjawab, bercukur, bersisir, berguru, berdukun, bersatu, bersepatu,

berbaju, bernama, beristri, berkaki, berguna, bermobil, bersepeda,

(31)

3) Prefiks/awalan per-, misalnya: pertuan, pertiga, perlima, perendah, perbagus;

4) Prefiks/awalan ter-, misalnya: terikat, ternama, terhunus, tersirat, tertulis, terkenal, terkenang, teringat, terkejut, terkenal, terpesona,

terangkat, terlihat, terdengar, terpojok, terhalang, terdesak, tertekan,

terapung, terbawa;

5) Prefiks/awalan ke-, misalnya: ketawa, kebaca, keangkat;

b. Verba bersufiks/berakhiran dalam Bahasa Indonesia

1) Sufiks/akhiran -in, misalnya, bacain, bikinin, doain, bohongin, jagain, syukurin, kerasin, bagusin, kuatin, satuin, semuain, lebihin, kemanain,

gituin, ituin, giniin, ngabsenin, macarin, kedepanin;

c. Verba berkonfiks/gabungan dalam Bahasa Indonesia

1) Konfiks/gabungan ber-R, misalnya: berdua-dua, bermalas-malas,

berfoya-foya; ‘dibacakan’, dipangdongengkeun /dipaŋdoŋeŋk n/ə

‘didongengkan’;

2) Konfiks/gabungan ber-an, misalnya: bersinggungan, bertabrakan, berciuman, berlarian, bertebaran, berserakan;

3) Konfiks/gabungan ber-R-an, misalnya: berpeluk-pelukan, bersinggung-singgungan, bercium-ciuman, berlari-larian, bertangis-tangisan,

berlompat-lompatan;

4) Konfiks/gabungan ber-kan, misalnya: berasaskan, bersenjatakan, berdasarkan, bertaburkan, berhiaskan, bertatahkan;

(32)

27

Selain prefiks, sufiks, dan konfiks, Bahasa Indonesia juga mengenal adanya simulfiks, dan kombinasi afiks, di antaranya sebagai berikut:

d. Verba bersimulfiks dalam Bahasa Indonesia

1) Simulfiks N-, misalnya : membuat, nyambel, nyoto, nguping, ngorok, ngebut, ngibul, nyoba, nyontek, ngelirik, nyuntik, ngerusak, ngelamun.

e. Verba berkombinasi dalam Bahasa Indonesia

1) Kombinasi afiks me-i, misalnya: melempari, menanami, memotongi, menggurui, merajai, menggarami, menguliti, menyusui, meyakini,

menaati, membohongi, mematuhi, menghormati, melebihi,

mengakui, mencintai, menuruni, menaiki, membasahi, memberesi,

membakari;

2) Kombinasi afiks di-i, misalnya: makna kombinasi afiks di-i sejajar dengan kombinasi afiks me-i;

3) Kombinasi afiks me-kan, misalnya: menerbangkan, melemparkan, melarikan, mengemukakan, mengebumikan, menghitamkan,

melebihkan, menyatukan, membuatkan, mengatakan, menceritakan,

mebisikkan, menikamkan;

4) Kombinasi afiks memper-, misalnya: memperpersuami, memperistri, memperindah, memperbodoh, mempertebal;

5) Kombinasi afiks diper-, misalnya: diperistri, dipersuami, diperindah, diperbodoh, dipertebal;

6) Kombinasi afiks memper-kan, misalnya: mempersoalkan,

(33)

mempermalukan, mempersatukan, memperdagangkan,

memperdayakan, mempermalukan, memperhitungkan;

7) Kombinasi afiks diper-kan, misalnya: diperdengarkan, dipersaudarakan, dipertikaikan, diperdebatkan, diperhitungkan,

diperistrikan, dipersuamikan;

8) Kombinasi afiks N-in, misalnya: ngeduluin, nyobain, ngerasain, nyakitin, ngebagusin, ngapain;

9) Kombinasi afiks ter-R, misalnya: tergopoh-gopoh, terhuyung-huyung, terseok-seok, termenung-menung, terapung-apung;

10) Kombinasi afiks per-kan, misalnya: perlihatkan, pertunjukkan;

11) Kombinasi afiks per-i, misalnya: perbaiki, perbarui;

12) Kombinasi afiks ber-R, misalnya: berdua-dua, berempat-empat.

3. Persamaan Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda dengan Afiks

Pembentuk Verba Bahasa Indonesia

Afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia mempunyai persamaan, yaitu sama-sama memiliki prefiks/awalan, sufiks/akhiran, dan konfiks/gabungan.

Adanya kesamaan antara morfem ‘juang’ dan ‘gerak’, baik dalam bahasa Sunda maupun dalam bahasa Indonesia.

a. Bahasa Sunda : Prefiks/awalan ba- : bajuang

(34)

29

4. Perbedaan Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda dengan Afiks

Pembentuk Verba Bahasa Indonesia

Selain memiliki persamaan, afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia mempunyai perbedaan. Perbedaan itu dapat dilihat, antara lain sebagai berikut:

a. Afiks pembentuk verba bahasa Sunda, memiliki : infiks/sisipan, adanya kata kerja berimbuhan yang produktif dan yang tidak produktif.

(35)
(36)

30

BAB V

PENUTUP

A.

Simpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa afiks pembentuk verba bahasa Sunda terdiri dari : (1) Verba berprefiks/berawalan, seperti : ba-, barang, di-, ka-, ma-, N- (dengan alomorf m-, n-, ng-, nga- ny-), pa-, pada-, si-, silih-, ti-, ting-. (2)

-ar-. Bahasa Sunda juga mengenal adanya kata kerja berimbuhan yang produktif

dan yang tidak produktif.

Afiks pembentuk verba bahasa Indonesia terdiri dari : (1) Verba berprefiks/berawalan, seperti : me-, ber-, per-, ter-, ke-. (2) Verba bersufiks/berakhiran, seperti : -in. (3) Verba berkonfiks/bergabungan, seperti : ber-R, ber-an, ber-R-an, ber-kan, ke-an. (4) Verba bersimulfiks, seperti : N-. (5) Verba berkombinasi, seperti : me-i, di-i, me-kan, memper-, diper-, memper-kan, diper-kan, N-in, ter-R, per-kan, per-i, ber-R.

Persamaan afiks pembentuk verba bahasa Sunda dengan afiks pembentuk verba bahasa Indonesia, yakni : (1) sama-sama memiliki prefiks/awalan, sufiks/akhiran, dan konfiks/gabungan. (2) Adanya kesamaan antara morfem

(37)

Bahasa Sunda : Prefiks/awalan ba- : bajuang Bahasa Indonesia : Prefiks/awalan ber- : berjuang Bahasa Sunda : Prefiks/awalan ba- : bagerak Bahasa Indonesia : Prefiks/awalan ber- : bergerak

Perbedaannya: (1) Afiks pembentuk verba bahasa Sunda, memiliki : infiks/sisipan, adanya kata kerja berimbuhan yang produktif dan yang tidak produktif. (2) Afiks pembentuk verba bahasa Indonesia, memiliki : simulfiks dan verba kombinasi.

B. Saran

Saran ditujukan bagi mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Analisis Kontrastif dan Analisis Kesalahan dalam pengajaran bahasa, khususnya bagaimana memelajari ilmu analisis kontrastif yang memperbandingkan dua bahasa, yakni bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) atau bahasa yang diperoleh melalui berbagai pendidikan.

Penelitian ini hanya meneliti bagaimana perbandingan afiks pembentuk verba dalam bahasa Sunda dan afiks pembentuk verba dalam bahasa Indonesia, diharapkan agar penelitian ini menjadi sumbangan dan inspirasi bagi mahasiswa dan pengajar atau yang sedang melakukan penelitian mengenai anakon agar dapat mengembangkan penelitiannya, sehingga menemukan afiks pembentuk adjektiva, nomina, numeralia, dan interogativa baik dalam bahasa Sunda maupun dalam bahasa Indonesia, kemudian dicari perbandingan di antara kedua bahasa tersebut.

(38)

32

(39)

33

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta, 1994.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

James, Carl. Contrastif Analysist. Longman : London, 1980.

Kentjono, Djoko Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik, Penyunting : Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Prawirasumantri, Abud, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri. Sistem Morfologi Kata

Kerja Bahasa Sunda. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Referensi

Dokumen terkait

Pada kesempatan ini algoritma naïve bayes dapat digunakan untuk melihat sejauh mana peluang yang dimiliki oleh developer marketing dalam menggunakan brosur .SVM

Data yang dikumpulkan dalam penelitian dan pengembangan menggunakan analisis deskriptif kualitatif pelaksanaan dan hasil dari pengembangan desain model.Pengembangan terdiri dari

Secara umum perhitungan metoda elemen hingga dapat menghasilkan harga tegangan lokal pada bengkokan atau komponen lainnya dengan harga berbeda akibat pengaruh bentuk dan

Karena tidak terdapat pengaruh natrium siklamat terhadap luas area glomerulus dengan kapsula Bowman maka tidak dilakukan uji lanjut (Hanafiah, 2010).. Glomerulus

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah senantiasa memberikan berkat, rahmat, dan kasih-Nya, sehingga skripsi dengan judul “ Analisis

Berdasarkan temuan dalam penelitian dan konsep di atas, maka kepada para kepala sekolah agar: (1) menganalisis dan mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang

Ibn Hajar al- „Asqalani juga salah seorang ulama dari mazhab al-Shafi„iy ketika mentafsirkan hadis- hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhariy dalam kitab beliau Fath

ADA 1 Rmh. Kelapa Manggar 7G. CIDODOL KBY LAMA Komp. Nawi strategis, Ls. 7068 ADA JUAL rumah baru hook mininalis taman galaxy Bks Lt154m Lb. BU JUAL murah 4 rumah mewah