• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAMBILOTO

(

Andrographis paniculata,

Nees)

Siti Fatimah

1

, Budi Meryanto Handarto

2

1.

Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo

2.

Mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo

Abstract

The objective of this study was to examine the effect of media composition on the growth and yield of

Andrographis paniculata, Nees. The research was arranged in a complete random design with 3 treatments; P0 (soil withouth compost), P1 (1 : 3; soil : compost), P2 (1 : 1; soil : compost), and P3 (3 : 1; soil : compost ). Each treatment was replicated for 5 times.

The result showed that media composition influenced significantly on the plant height at 109, 116, 123, and 102 days after planting. The treatment of P2 gaved the highest plant height, branch numbers, and leaf number. The fresh and dry weight of plant was highest at P2. It is concluded that medium composition of P2 gives the highest result.

Key words: Kata kunci: compost, sambiloto (Andrographis paniculata, Nees), grumusol (vertisol)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu

negara yang memiliki keanekaragaman hayati

yang cukup besar, hal ini disebabkan karena

letak geografis Indonesia berada si daerah

tropis. Dari 30.000 jenis tanaman yang ada,

lebih dari 2.500 jenis merupakan tumbuhan

berkhasiat obat yang telah banyak digunakan

oleh nenek moyang sebagai ramuan obat

tradisional untuk menyembuhakan berbagai

macam penyakit. Namun nilai perdagangan

obat alami Indonesia masih jauh ketinggalan.

Volume total perdagangan pada tahun 1999

perkiraan baru mencapai sekitar Rp 400 milyar

atau ekivalensi dengan US $50 juta.

Sebenarnya potensi dan peluang

pengembangan obat alami saat ini masih

terbuka lebar. Apalagi dengan berkembangnya

berbagai macam teknologi yang ada di

negara-negara maju membuat perkembangan volume

obat alami dibeberapa negara pasar dunia

cenderung meningkat. Obat alami tersebut

disajikan dalam bentuk pil, minuman segar,

kapsul (Supriatna, 2002). Di Amerika Serikat

tingkat pertumbuhan pasar obat alami tahun

1993-1999 rata-rata sebesar 12%, di Eropa

12%, di Jepang 15% dan d Asia Tenggara

sebesar 12%. Nilai penjualan total obat alami

diseluruh dunia pada tahun 1998 mencapai

lebih dari US $17 milyar.

Sambiloto sudah dikenal luas

(2)

obat, pembuat jamu, pengobatan tradisional,

dan penelitian obat. Sambiloto tumbuh

menyebar luas hampir diseluruh nusantara. Ini

terbukti dari beragamnya nama yang

berbeda-beda dari tanaman sambiloto. Budidaya

samboloto tidak sulit, pengembang biakan bisa

dilakukan secara generatif ataupun vegetatif.

Selama ini produksi sambiloto sangat terbatas,

hanya bagi kepentingan praktisi pengobatan

saja, padahal tanaman ini cukup potensial

dikembangkan untuk kebutuhan industri jamu,

farmasi maupun ekspor. Pengalaman

menunjukkan sambiloto sudah dipakai secara

turun temuru, baik sebagai jamu maupun obat

keluarga. Selain itu sambiloto dimasukkan

dalam TOGA (Tanaman Obat Keluarga)

karena cara pemeliharaannya mudah, bisa

ditanam dihalaman rumah atau kebun, tidak

membutuhkan tempat yang luas, dan tampak

indah bila sedang berbunga dan mudah

pengolahannya menjadi obat. Beberapa

penelitian sambiloto yang sudah dilakukan

diantaranya tentang etnobotani, kandungan

kimia, budidaya, efek farmakologi, uji

praklinis maupun uji klinis. Bahkan, ekstrak

sambiloto sudah dipatenkan sebagai anti HIV

pada 1996 oleh Pracelsian Inc, bekerja sama

dengan Bastry University, dengan nama

dagang Andro Vir. Berdasarkan hasil-hasil

penelitian itu, sambiloto sudah memenuhi

persyaratan obat untuk dimasukkan dalam

pelayanan kesehatan formal di Indonesia

(Winarto, 2003).

Kandungan zat kimia pada daun dan

cabang sambiloto yaitu laktone yang terdiri

dari deoxy-andrographolide,

neoandro-grapholide, 14-deoxy-11, 12

didehydrographolide, dan

homoandrographolide (Mahendra, 2005).

Penggunaan tanaman sambiloto

berdasarkan penelitian pabrik obat tradisional

di Indonesia pada tahun 1995 tercatat 24 ton,

sebagian besar pemenuhan sambiloto sebagai

bahan baku ramuan obat tradisional diperoleh

dari tanaman yang tidak jelas budidayanya

(liar), oleh karena itu perlu dilakukan suatu

penelitian tentang bagaimana budidaya

tanaman sambiloto yang baik dan benar agar

dapat diperoleh hasil dan kualitas yang optimal

(Sugeng, 2000).

Penanaman sambiloto memang tidak

memerlukan persyaratan tanah khusus tapi

harus memperhatikan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kesuburan tanah

diantaranya ketersediaan unsur hara makro dan

mikro serta mineral, drainase dan tata udara

dalam tanah (Winarto, 2004).

Media tumbuh tanaman merupakan

salah satu faktor yang harus diperhatikan,

sebab mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman untuk mendapatkan

hasil yang optimal. Menurut Haryadi (1986),

menyatakan bahwa media yang baik untuk

pertumbuhan tanaman harus mempunyai sifat

fisik yang baik, gembur dan mempunyai

(3)

sangat penting untuk berlangsungnya

kehidupan tanaman menjadi tanaman dewasa.

Selanjutnya Kramer (1975),

menambahkan media yang terbaik untuk

pertumbuhan tanaman adalah tanah dan

kompos dengan perbandingan 1 : 1 karena

mempunyai kemampuan menyerap air yang

tinggi dan dapat memperbaiki drainase media

sebab mempunyai ruang pori besar.

Selanjutnya permasalahan yang dapat

dikemukakan dalam penelitian adalah

bagaimana meningkatkan hasil tanaman

sambiloto melalui pemberian bahan organik

sehingga dapat diharapkan tanaman yang

mempunyai nilai produksi tinggi dan

berkhasiat obat serta bebas dari bahan kimia.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh komposisi media tanam

terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Kebun

Percobaan Jurusan Agronomi, Fakultas

Pertanian, Universitas Trunojoyo dengan

ketinggian tempat 3 (tiga) meter diatas

permukaan laut, pada bulan Maret - Juni

2007.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah polybag

40 x 20 cm, sprayer, oven, timbangan,

penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan

adalah tanah grumosol, kompos dan benih

sambiloto yang diperoleh dari Desa Socah

(4)

Metode Penelitian

Penelitian menggukan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 5 ulangan.

Perlakuan yang diteliti adalah komposisi media

tanam (jenis tanah dan kompos) yang terdiri

atas:

bagian kompos)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan media tanam

Penanaman Sambiloto dalam

penelitian ini ditanam pada polybag dengan

berat media tanam 6 kg, dengan komposisi

antara tanah dan kompos sesuai dengan

perlakuan.

Persemaian

Persemaian benih Sambiloto dilakukan

dengan cara menanam kedalam plastik kecil

yang berukuran 5 x 5 cm yang diisi dengan

media tanah grumosol.

Penaburan Benih

Penaburan benih dilakukan dengan

cara, benih dikecambahkan dengan direndam

menggunakan air kelapa selama 1 hari. Benih

yang sudah terlihat agak putih, dimasukkan

dalam plastik kecil, setiap plastik diisi 2 benih

Sambiloto. Sebelum benih ditabur, media

tanam harus disiram dengan air sampai basah.

Pemeliharaan Persemaian

Setelah benih ditabur, dilakukan

penyiraman secara teratur pagi dan sore agar

benih terhindar dari kekeringan dan dapat

tumbuh dengan normal.

Pemindahan Bibit

Pemindahan bibit dilakukan pada saat

tanaman berumur 38 hari dan mempunyai

sekitar 4 - 6 helai daun yang membuka

sempurna dengan kondisi bibit kuat dan segar.

Penanaman

Penanaman bibit sambiloto dilakukan

dengan memilih bibit yang tumbuh sehat dan

kuat. Pada saat pemindahan bibit tersebut

diusahakan agar tanah tidak retak agar proses

pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Jarak

antar polybag yang dilakukan 25 x 25 cm.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan 2 (dua) kali

sehari yaitu pagi dan sore. Namun apabila ada

hujan tidak perlu dilakukan penyiraman.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan sedini mungkin

bila ada bibit yang mati atau pertumbuhan

tidak normal. Tanaman pengganti harus

seumur dengan tanaman lama agar

pertumbuhan sama dengan tanaman lainnya.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan terhadap gulma

yang tumbuh di polybag penanaman dan

sekitar tanaman agar tidak terjadi kompetisi,

selain itu mencegah dari bersarangnya hama

dan penyakit yang dapat menyerang tanaman

(5)

mekanis yaitu menggunakan tangan dengan

cara dicabut. Penyiangan dilakukan seminggu

atau tergantung dari kondisi gulma.

Pemupukan

Pemupukan penelitian tanaman

Sambiloto ini disesuaikan pada perlakuan

komposisi media tanam (jenis tanah dan

kompos) yang ada pada metode penelitian.

Pemangkasan

Pemangkasan pucuk dilakukan pada

saat tanaman Sambiloto berumur dua bulan

setelah tanam, menurut penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Ariyana Dwi Astuti 2007

dengan tingkat pemangkasan sebesar 50% dari

jumlah daun yang dilakukan setiap 3 minggu

sekali memberikan hasil yang maksimal.

Penanggulangan Hama dan Penyakit

Perlindungan tanaman dari serangan

hama dengan menggunakan teknik

pengendalian fisik yaitu dengan cara

mengumpulkan ulat, larva, dan serangga yang

menjadi hama pengganggu lalu memusnahkan

atau membakar.

Pemanenan

Produk hasil sambiloto biasanya

berupa daun, tangkai daun, dan batang.

Ciri-ciri tanaman siap panen berumur 3-4 bulan

pada saat tanaman belum tumbuh maksimal

atau belum tampaknya bunga atau biji

sambiloto.

Parameter Pengamatan

Pengamatan dilakukan secara merusak

tanaman (destruktif) dan tidak merusak

tanaman (non destruktif) meliputi :

1. Tinggi tanaman, dihitung dari pangkal

sampai titik tumbuh tanaman.

2. Jumlah cabang, dihitung cabang yang

mempunyai daun yang telah membuka

sempurna.

3. Jumlah daun, dihitung daun yang telah

membuka sempurna.

4. Berat segar total tanaman, dihitung dengan

menimbang keseluruhan bagian-bagian

tanaman (akar, batang dan daun) yang

terlebih dahulu dibersihkan dari tanah

yang menempel.

5. Berat kering total tanaman, dihitung

dengan cara menimbang keseluruhan

tanaman (akar, batang dan daun) yang

telah di oven pada suhu 80o C selama 2 x

24 jam.

6. Analisis tanah media dilakukan di

Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian.

Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh

komposisi media tanam terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman Sambiloto maka data yang

diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis

dengan menggunakan tabel Anova dan apabila

ada pengaruh dilanjutkan dengan

menggunakan uji BNT 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam terhadap

tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan

(6)

kompos) tidak berpengaruh nyata pada umur

pengamatan 74, 81, 88, 95 hari setelah tanam

(HST), berpengaruh nyata (P = 0,05) pada

umur 109, 116, 123 HST dan berpengaruh

sangat nyata (P = 0,01) pada umur 102 HST,

hal ini dapat ditunjukkan pada (lampiran 1).

Rata-rata tinggi tanaman pada berbagai umur

pengamatan disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan komposisi media tanam (tanah grumosol dan kompos) pada berbagai umur pengamatan (HST).

Perlakuan Rata-rata tinggi tanaman pada umur pengamatan

74 81 88 95 102 109 116 123

P0 17,5 17,7 18 22,1 24,2 a 32,4 a 39,2 a 43,8 a

P1 19,4 19,9 20,34 22,8 25,9 a 35,2 a 43,8 b 48,2 a

P2 18,3 19 19,2 29,3 35,3 c

45

c 54,4 c 58,5 b

P3 20,8 21,1 21,36 26,5 31,8 b 40,6 b 45,8 b 48,1 a

BNT 5% tn tn tn tn 3,09 3,92 4,48 4,49

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (P = 0,05), tn = tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 1 dapat

dijelaskan bahwa perlakuan komposisi media

tanam (½ bagian grumosol : ½ bagian kompos)

P2 memberikan rata-rata tinggi yang paling

tinggi, namun komposisi media tanam

terendah dicapai pada perlakuan (grumosol

tanpa kompos) P0, sedangkan pada perlakuan

(¾ bagian grumosol : ¼ bagian kompos) P3

dan (¼ bagian grumosol : ¾ bagian kompos)

P1 memberikan rata-rata yang hampir sama

pada umur pengamatan 123 HST dan tanaman

tidak bertambah tingginya karena adanya

faktor genetik yang hanya akan memperbanyak

pertumbuhan jumlah cabang.

Grafik 1. Tinggi Tanaman pada berbagai umur pengamatan

Tinggi Tanaman

0 10 20 30 40 50 60 70

74 81 88 95 102 109 116 123

Umur Pengamatan

c

m

(7)

Rata-rata tinggi tanaman pada umur

pengamatan 74, 81, 88, 95 HST tidak berbeda

nyata, hal ini disebabkan pada saat umur

pertumbuhan tersebut mikro organisme masih

belum melakuan aktivitasnya secara penuh,

sehingga unsur hara yang ada dalam kompos

belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman

(Guritno, 1986). Kadar N (nitrogen) yang

rendah pada media tanam sangat

mempengaruhi terhadap pertumbuhan fase

vegetatif, yang dicirikan oleh penambahan

volume sel tanaman (tinggi dan panjang

tanaman) dan organ tanaman lainnya, berupa

daun dan cabang baru. Saat fase tersebut, peran

unsur N sangat penting, khususnya pada saat

pembelahan sel yang termasuk bagian dari

proses metabolisme bagi tanaman.

Kompos mempunyai peran yang

sangat penting yaitu untuk menggemburkan

lapisan tanah permukaan (top soil),

meningkatkan populasi jasad renik,

mempertinggi daya serap dan daya simpan air,

yang keseluruhannya dapat meningkatkan

kesuburan tanah (Sutejo, 1999). Menurut

Rinsema, (1983) peningkatan tinggi tanaman

merupakan suatu pencerminan dari

pertumbuhan tanaman yang menyebabkan

perpanjangan ruas-ruas tanaman akibat

memanjang dan membesarnya sel-sel, seiring

dengan bertambahnya umur tanaman, untuk

pertumbuhan suatu tanaman ditentukan oleh

tersedianya unsur hara dalam tanah.

Haryadi, (1986) menambahkan bahwa

pemberian air dalam kondisi optimal

memungkinkan hormon tertentu bekerja

secara aktif dalam dinding sel untuk

merentang. Kondisi ini pula memacu

pembentukan gula yang dapat memperbesar

sel-sel sehingga vakuola yang besar terbentuk

dan secara relatif mengisap air dalam jumlah

besar akibat absorbsi. Keberadaan hormon

perentang sel memacu untuk memanjang dan

dinding sel bertambah tebal sebagai akibat

menumpuknya selulosa tambahan yang

terbentuk dari gula. Jadi apabila suatu

tanaman membuat sel baru, pemanjangan dan

pembelahan sel akan mempercepat

pertumbuhan batang, daun dan sistem

perakaran.

Jumlah Cabang

Hasil analisis sidik ragam terhadap

jumlah cabang menunjukkan bahwa perlakuan

komposisi media tanam (grumosol dan

kompos) tidak berpengaruh nyata pada umur

pengamatan 81, 88, 109, 116 HST, dan

berpengaruh sangat nyata (P = 0,01) pada

umur 95, 102, 123 HST, hal ini dapat

ditunjukkan pada (lampiran 2). Rata-rata

jumlah cabang per tanaman pada berbagai

(8)

Tabel 2. Rata-rata jumlah cabang akibat perlakuan komposisi media tanam (grumosol dan kompos) pada berbagai umur pengamatan (HST).

Perlakuan Rata-rata jumlah cabang pada umur pengamatan

81 88 95 102 109 116 123

P0 2,8 4 5 ab 5,2 a 12,8 16,4 14,8 a

P1 1,4 3 4,6 a 5,4 a 12,4 16,8 18,4 b

P2 3 4,2 7,6 c 12,2 b 15,4 20,6 25,6 c

P3 2,6 4,8 5,8 b 5,8 a 12,8 14,8 16,4 ab

BNT 5% tn tn 0,8 1,29 tn tn 2,71

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (P = 0,05), tn = tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 2 dapat

dijelaskan bahwa perlakuan komposisi media

tanam (½ bagian grumosol : ½ bagian kompos)

P2 memberikan rata-rata jumlah cabang yang

paling banyak, namun perlakuan (grumosol

tanpa kompos) P0 memberikan rata-rata

jumlah cabang yang paling sedikit

dibandingkan dengan perlakuan (¾ bagian

grumosol : ¼ bagian kompos) P3 dan (¼

bagian grumosol : ¾ bagian kompos) P1 pada

umur pengamatan 123 HST.

Grafik 2. Jumlah Cabang pada berbagai umur

pengamatan

Jumlah Cabang

0 5 10 15 20 25 30

81 88 95 102 109 116 123

Umur Pengamatan

Ju

m

lah

P0 P1 P2 P3

Rata-rata jumlah cabang pada umur

pengamatan 81 dan 88 HST tidak berbeda

nyata, hal ini disebabkan pada saat umur

pertumbuhan tersebut peran bahan organik

pada kompos dalam menyediakan unsur hara

relatif lambat bila dibandingkan unsur hara

yang sudah dalam pupuk tersedia, sedangkan

bahan organik masih mengalami dekomposisi

sehingga membutuhkan waktu yang agak

lama. Begitu pula pada umur pengamatan 109

dan 116 HST tidak berbeda nyata, hal ini

disebabkan pada fase vegetatif tunas cabang

yang akan tumbuh terhambat atau terhalang

(9)

mengakibatkan batang memanjang dan tinggi

tanaman pada umur pengamatan tersebut

semakin meningkat.

Menurut Widiana et al., (1993)

menyatakan bahwa tersedianya nitrogen di

dalam tanah dan di permukaan tanah dapat

meningkatkan ketersediaan nitrogen bagi

tanaman. Unsur nitrogen banyak berperan

dalam pertumbuhan vegetatif tanaman seperti

pembentukan zat hijau daun (klorofil) yang

dibutuhkan dalam fotosintesis sebagai proses

memasak makanan di daun melalui bantuan

sinar matahari, membutuhkan unsur karbon

(C) dan nitrogen (N) sebagai bahan utama

penghasil fotosintat yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan cabang, batang, daun dan akar.

Jumlah fotosintat yang cukup pada fase

vegetatif akan menyebabkan munculnya tunas

baru pada organ tubuh tanaman.

Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam terhadap

jumlah daun (helai) menunjukkan bahwa

perlakuan komposisi media tanam (grumosol

dan kompos) tidak berpengaruh nyata pada

umur pengamatan 74, 81, 88, 109, 116 hari

setelah tanam HST, berpengaruh nyata (P =

0,05) pada umur 123 HST dan berpengaruh

sangat nyata (P = 0,01) pada umur 95, 102

HST, hal ini dapat ditunjukkan pada (lampiran

3). Rata-rata jumlah daun per tanaman pada

berbagai umur pengamatan disajikan pada

tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata jumlah daun (helai) akibat perlakuan komposisi media tanam (grumosol dan kompos) pada berbagai umur pengamatan (HST).

Perlakuan Rata-rata jumlah daun pada umur pengamatan

74 81 88 95 102 109 116 123

P0 6,6 12 14,2 14,2 b 35,2 c 77,2 102,8 102,6 a

P1 4,6 6,4 9,6 9,6 a 26,2 b 73,6 95,8 113,2 b

P2 7,4 14,2 17,8 38,6 c 64 d 81,6 124,4 133 c

P3 6,6 9,8 13,6 13,6 b 17,2 a 71,6 98,2 110,2 ab

BNT 5% tn tn tn 3,74 8,77 tn tn 9,29

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (P = 0,05), tn = tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 3 dapat

dijelaskan bahwa perlakuan komposisi media

tanam (½ bagian grumosol : ½ bagian kompos)

P2 memberikan rata-rata jumlah daun yang

paling banyak pada semua umur pengamatan,

namun perlakuan (grumosol tanpa kompos) P0

memberikan rata-rata jumlah daun yang paling

sedikit dibandingkan dengan perlakuan (¼

bagian grumosol : ¾ bagian kompos) P1 dan

(¾ bagian grumosol : ¼ bagian kompos) P3

(10)

Grafik 3. Jumlah Daun pada berbagai umur pengamatan

Rata-rata jumlah daun pada umur

pengamatan 74, 81, 88 HST tidak berbeda

nyata, hal ini disebabkan pada fase vegetatif

tersebut bahan organik pada kompos belum

terdekomposisi secara sempurna, sehingga

unsur hara yang ada belum dapat dimanfaatkan

oleh tanaman. Sedangkan pada umur

pengamatan 109 dan 116 HST tidak berbeda

nyata, hal ini disebabkan pada saat fase

vegetatif pembentukan daun yang akan tumbuh

terhambat atau terhalang oleh tunas yang ada

di pucuk dan mengakibatkan batang

memanjang tinggi tanaman pada umur

pengamatan tersebut meningkat. Peningkatan

jumlah daun sangat dipengaruhi oleh unsur

netrogen, fosfor dan kalium selain faktor

lingkungan seperti suhu dan cahaya. Hal ini

juga tidak terlepas dari fungsi ketiga unsur

tersebut bagi tanaman, yaitu dapat memacu

pertumbuhan.

Unsur netrogen dapat memperbaiki

pembelahan sel dan pembentukan bunga, unsur

kalium dapat mengaktifkan enzim dan

melancarkan proses penyerapan unsur hara

(Haryadi, 1986). Hara yang ada dalam tanah

akan terangkut mengikuti air yang terserap

oleh akar tanaman. Kemampuan atau daya

hisap matrik/ partikel tanah sangat jelas

mempengaruhi jumlah air tersedia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut selain

tekstur tanah adalah struktur dan ketersediaan

bahan organik tanah.

Struktur tanah merupakan penyusunan

partikel primer tanah seperti pasir, debu dan

liat yang membentuk agregat. Struktur

memodifikasikan pengaruh tekstur dalam

hubungannya dengan kelembaban, porositas,

tersedianya unsur hara, kegiatan jasad hidup

dan pertumbuhan akar. Struktur tanah

grumosol didominasi oleh fraksi liat. Semakin

tinggi kadar liat maka kapasitas tukar kation

(KTK) akan semakin baik (Hakim et al, 1986).

KTK tanah yang semakin baik akan mampu

menjerap hara lebih baik, sehingga unsur

tersedia bagi pertumbuhan tanaman akan lebih

baik pula.

Deposit bahan organik dalam bentuk

kompos dalam tanah akan mempengaruhi

terhadap pertumbuhan tanaman sebagai bahan

(11)

sel-sel baru bagi tanaman. Sehingga semakin baik

kemampuan tanah dalam mengikat air dan

menjerap hara, maka tanah tersebut akan

semakin baik dalam memberikan tunjangan

bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu

indikator bagi pertumbuhan tanaman yang baik

adalah perkembangan daun tanaman yang baik

pula.

Lakitan (1996), menambahkan bahwa

unsur hara yang paling berpengaruh dalam

pertumbuhan dan perkembangan daun adalah

nitrogen, konsentrasi nitrogen tinggi umumnya

menghasilkan jumlah daun yang lebih besar.

Menurut Susilo (1991) dengan adanya nitrogen

yang cukup dalam tanah dapat meningkatkan

sintesis protein untuk pembelahan dan

pembesaran sel yang menyebabkan

bertambahnya jumlah dan peningkatan ukuran

sel sehingga pertumbuhan tanaman dan jumlah

daun meningkat.

Berat Segar Total Tanaman

Hasil analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa perlakuan komposisi

media tanam (grumosol dan kompos)

berpengaruh sangat nyata (P = 0,01) pada

semua perlakuan terhadap berat segar total

tanaman sambiloto, hal ini dapat ditunjukkan

pada (lampiran 4). Rata-rata berat segar total

tanaman pada semua perlakuan disajikan pada

tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata berat segar total tanaman (gr) akibat perlakuan komposisi media tanam (grumosol dan kompos) pada berbagai perlakuan.

Perlakuan Rata-rata berat segar total tanaman (pada saat panen)

P0 30,26 a

P1 41,4 c

P2 43,24 c

P3 36,52 b

BNT 5% 2,58

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (P = 0,05), tn = tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 4 dapat

dijelaskan bahwa pengamatan pada saat panen

menunjukkan bahwa nilai rata-rata berat segar

total tanaman akibat perlakuan komposisi

media tanam lebih banyak diperoleh pada

perlakuan (½ bagian grumosol : ½ bagian

kompos) P2, namun pada perlakuan (grumosol

tanpa kompos) P0 memberikan nilai paling

sedikit dibandingkan dengan perlakuan (¼

bagian grumosol dan ¾ bagian kompos) P1, (¾

bagian grumosol : ¼ bagian kompos) P3, berat

segar total tanaman merupakan hasil

pertumbuhan suatu tanaman diperoleh dari

pengubahan energi matahari menjadi energi

kimia yang berkaitan pula dengan ketersediaan

hara dan air dalam tanah.

(12)

Berat Segar Total Tanaman

Air merupakan komponen utama

dalam kehidupan tanaman, sekitar 70-90%

berat segar tanaman berupa air yang

merupakan media penunjang untuk

berlangsungnya reaksi biokimia. Didalam

tubuh tanaman air dapat masuk ke jaringan

tanaman berlangsung melalui proses difusi.

Proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor

diantaranya adanya faktor lingkungan yang

berperan dalam proses keseimbangan air yang

ada pada sistem tanah, tanaman dan udara.

Proses pembentukan dan

perkembangan organ tanaman sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan air dan kompos

dalam tanah. Pembentukan dan perkembangan

organ tanaman (daun, akar, dan batang)

berhubungan dengan proses sel tanaman untuk

membesar. Sel tanaman akan membesar

seiring dengan menebalnya dinding sel dan

terbentuknya selulosa pada tanaman. pengaruh

lainnya terkait dengan ketersediaan air bagi

tanaman, berupa transport hara dari tanah bagi

tanaman. Hara yang berada dalam tanah

diangkut melalui air yang terserap oleh

tanaman melalui proses difusi osmosis yang

terjadi. Semakin baik hara yang terjerap oleh

tanaman, maka ketersediaan bahan dasar bagi

proses fotosintesis akan semakin baik pula.

Proses fotosintesis yang berlangsung dengan

baik, akan memacu penimbunan karbohidrat

dan protein pada organ tubuh tanaman

sambiloto. Penimbunan karbohidrat dan

protein sebagai akumulasi hasil proses

fotosintesis akan berpengaruh pada berat basah

tanaman. Hasil ini menunjukkan bahwa

semakin banyak kompos yang diberikan maka

berat basah tanaman semakin berkurang

begitupula sebaliknya jika tanaman sambiloto

kekurangan kompos berat basah tanaman

sangat rendah.

Berat Kering Total Tanaman

Hasil analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa perlakuan komposisi

media tanam (grumosol dan kompos)

berpengaruh sangat nyata (P = 0,01) terhadap

berat kering total tanaman sambiloto, hal ini

dapat ditunjukkan pada (lampiran 5). Rata-rata

berat kering total tanaman pada semua

perlakuan disajikan pada tabel 5.

(13)

Perlakuan Rata-rata berat kering total tanaman (pada saat panen)

P0 8,42 a

P1 11,34 c

P2 12,34 c

P3 9,84 b

BNT 5% 1,05

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (P = 0,05), tn = tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 5 dapat

dijelaskan bahwa perlakuan (grumosol tanpa

kompos) P0 memberikan nilai paling sedikit

bila dibandingkan dengan perlakuan (¾ bagian

grumosol : ¼ bagian kompos) P3, perlakuan

(¼ bagian grumosol : ¾ bagian kompos) P1,

namun pada perlakuan (½ bagian grumosol : ½

bagian kompos) P2 memberikan nilai yang

paling banyak.

Grafik 5. Berat Kering Total Tanaman

0 2 4 6 8 10 12

gram

P0 P1 P2 P3

Perlakuan Berat Kering Total Tanaman

Dari hasil sidik ragam berpengaruh

sangat nyata terhadap berat kering total

tanaman sambiloto, besarnya nilai berat kering

tanaman sangat tergantung dari proses

fotosintesis yang dilakukan. Proses fotosintesis

merupakan proses memasak makanan dalam

daun yang memerlukan bahan dasar yang

berupa bahan organik, air dan matahari.

Ketersediaan bahan organik dan air tersebut

sangat tergantung pada kemampuan tanah

dalam menyediakan kedua bahan tersebut, tiap

komposisi media tanam memiliki kemampuan

yang berbeda dalam menyediakan bahan

organik dan air bagi pertumbuhan tanaman.

Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

sifat fisik (tekstur dan struktur), sifat kimia

(KTK, pH dan suhu) dan sifat biologi

(kandungan mikrobiologi tanah).

Menurut (Dwijiseputro, 1990) bahwa

pertumbuhan tinggi tanaman, batang dan

jumlah daun yang baik akan menghasilkan

berat kering total tanaman yang lebih baik.

Berat kering total tanaman merupakan hasil

(14)

karbondioksida dan pengeluaran oksigen

secara nyata ditunjukkan pada berat segar

tanaman, begitu pula dengan laju fotosintesis

yang berpengaruh terhadap berat kering

tanaman dimana semakin tinggi laju

fotosintesis semakin meningkat pula berat

kering tanaman.

Menurut Anas (1979), berat kering

yang dihasilkan oleh suatu tanaman sangat

bergantung pada perkembangan daun. Proses

fotosintesis adalah suatu faktor yang penting

dalam pertumbuhan tanaman dimana

banyaknya daun yang tinggi dapat menerima

sinar matahari yang tinggi pula, sehingga

menyebabkan hasil fotosintesis meningkat

yang kemudian senyawa-senyawa hasil

fotosintesis diedarkan keseluruh organ

tanaman yang membutuhkan dan

menyebabkan bahan kering tanaman menjadi

tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

perlakuan komposisi media tanam

grumosol dan kompos berpengaruh nyata

pada umur pengamatan 109, 116, 123 HST

dan berpengaruh sangat nyata pada umur

pengamatan 102 HST terhadap parameter

tinggi tanaman. Hasil uji BNT pada

parameter tinggi tanaman memberikan

nilai tertinggi pada perlakuan ½ bagian

tanah grumosol dan ½ bagian kompos

(P2).

2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

perlakuan komposisi media tanam

grumosol dan kompos pada parameter

jumlah cabang pada umur pengamatan 95,

102, 123 HST berpengaruh sangat nyata.

Hasil uji BNT pada parameter jumlah

cabang memberikan nilai tertinggi pada

perlakuan ½ bagian tanah grumosol dan ½

bagian kompos (P2).

3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

perlakuan komposisi media tanam

grumosol dan kompos pada parameter

jumlah daun memberikan pengaruh nyata

pada umur pengamatan 123 HST, dan

berpengaruh sangat nyata pada umur

pengamatan 95, 102 HST. Hasil uji BNT

pada parameter jumlah daun memberikan

nilai tertinggi pada perlakuan ½ bagian

tanah grumosol dan ½ bagian kompos

(P2).

4. Perlakuan komposisi media tanam

grumosol dan kompos memberikan

pengaruh sangat nyata terhadap parameter

berat segar total tanaman dan berat kering

total tanaman. Hasil uji BNT pada

parameter berat segar total tanaman dan

berat kering total tanaman memberikan

nilai tertinggi pada perlakuan ½ bagian

tanah grumosol dan ½ bagian kompos

(P2).

(15)

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

tentang komposisi media tanam jenis tanah

dan kompos agar didapatkan hasil yang lebih

akurat, selanjutnya yang perlu diperhatikan

adalah:

1. Analisis terhadap media dilakukan

sebelum tanam dan setelah panen untuk

mengetahui kadar unsur hara yang

terserap tanaman.

2. Sampel tanaman sebaiknya lebih dari tiga

agar diperoleh data sebaran normal.

Perlu juga adanya penelitian lain untuk

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman

sambiloto agar teknologi budidayanya lebih

dikenal oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, M. Didi Suari dan Haryono, 1978.

Pengaruh Naungan Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Biji

Kedelai. Balitan Bogor P : 1978

Anonimous.2000b. Gema Teknologi EM. IPSA

Vol 2 No 1. Jakarta Hal 2-3

Buckman, P. 1983. Pengantar Pengkajian

Tanah-Tanah Wilayah Tropis Dan

Sub Tropika. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta. 164

Hal.

Effendi, S. 1982. Ensiklopedi

Tumbuh-Tumbuhan. Karya Anda.

Surabaya.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah.

Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 218 Hal.

____________1993. Klasifikasi Tanah dan

Pedogenesis. Akademi Presindo

Jakarta. 274 Hal.

Haryadi , 1986. Pengantar Agronomi.

Departemen Agronomi Fakultas

Pertanian IPB PP : 191 hal

Hakim, N. , M. Y. Nyakpa, A. M Lubis, S. G.

Nugroho. 1986. Dasar-dasar Ilmu

Tanah. Universitas Lampung. 285

hal.

Kramer, P. J.1975.Plant And Soil Water

Relation Ships Modern Syntesis.Tata Mc.

Graw Hill. Pub. Co. Ltd. New

Delhi. 482 Hal.

Kartasapoetra, G.1992.Budidaya Tanaman

Berkhasiat Obat. Rineka Cipta. Jakarta

Mahendra, B.2005. 13 Jenis Tanaman Obat

Ampuh. Penebar Swadaya.

Jakarta. 140 Hal.

Murbandono, L.2000. Membuat Kompos. PT

Penebar Swadaya. Jakarta.

54 Hal.

Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman

Sayur. PT Penebar Swadaya.

Jakarta. 69 Hal.

Rinsema, W. T. 1983. Pupuk dan Pemupukan.

Bharata Karya Aksara. Jakarta.

41-43 hal.

Soepardi, 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Penebar

Swadaya. Jakarta. 35 hal.

Sugito, Y. , Nuraini, Y. Dan Nihayati, E.1994.

Sistem Pertanian Organik.

Universitas Brawijaya. Malang.

(16)

Supriatna, S. 2002. Warta Penelitian dan

Pengambangan Tanaman

Industri, Vol 8 no 2. Balitro

Susilo, H. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Universitas Indonesia Press

Salemba. Jakarta. Hal 113 – 121.

Sutejo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara

Pemupukan. PT. Reneka Cipta.

Jakarta. 177 hal.

Winarto, W, P.2004. Sambiloto Budidaya dan

Pemanfaatan untuk Obat. Penebar

Gambar

Grafik 1.  Tinggi Tanaman pada berbagai umur pengamatan
Grafik 2.  Jumlah Cabang pada berbagai umur
Tabel 3.  Rata-rata jumlah daun (helai) akibat perlakuan komposisi media tanam (grumosol dan kompos) pada berbagai umur pengamatan (HST)
Grafik 3.  Jumlah Daun pada berbagai umur pengamatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata tinggi bibit kopi umur dua belas minggu setelah tanam pada berbagai perlakuan media tanam.. Media Tanam Rata-rata tinggi

Tabel 1 Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Agen Hayati dan Empat Varietas Kentang pada Semua Umur Pengamatan Tinggi Tanaman cm / Umur Pengamatan hst Perlakuan 21 30 50 Agen

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata pada jumlah cabang kedelai pada umur pengamatan 35 hst, 49 hst dan 77 hst, sedangkan

Tanaman terus bertambah tinggi selama penelitian , saat pengamatan pada 14 HST dimana tanaman yang ditanam pada media tanam dengan komposisi 1:2:3 dengan menggunakan

Data pengamatan berat kering bagian bawah tanaman kakao dengan perlakuan komposisi media tanam abu vulkanik dan pemberian mikoriza umur 10 MSPT (Minggu Setelah Pindah Tanam)

Data pengamatan panjang tanaman mentimun 1-4 MSPT dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 7-14 yang menunjukkan perlakuan pupuk P dan komposisi media tanam

Dari hasil pengamatan perbandingan komposisi media tanam pada pertumbuhan bibit karet terhadap pertumbuhan tinggi tanaman karet menunjukkan bahwa perlakuan media tanam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman tomat pada umur 14, 28 dan 42 HSPT, diameter batang pada umur 14, 28